Sebenarnya, masih banyak hal misterius yang seringkali membuat Anjani penasaran terhadap sosok suaminya. Dari mulai keluarga, tempat tingal, dan masih banyak lagi.Namun sesungguhnya, bukan Josep yang tak mau jujur, tapi memang hingga saat ini Anjani tak menanyakan hal tersebut sebab dia yakin kalau lelaki yang sudah satu bulan lebih menjadi suaminya itu adalah sebatang kara seperti yang Josep katakan saat perkenalan pertama mereka di kantor.Kini, rasa ingin tahu itu tumbuh setelah Anjani banyak menemukan kejanggalan tentang siapa Josep Erlangga sebenarnya, karena lelaki yang hanya menduduki jabatan sebagai asisten itu terlihat sudah akrab dengan Lasminingrat. Selain itu, Hendra juga selalu tak sungkan jika menyuruh apa saja kepada suaminya.“Bagaimana bisa Fransisca bisa menyukai Josep yang notabane-nya hanya seorang asisten? Apa tidak ada laki-laki lain yang sepadan yang dia sukai dari anak rekan pembisnis ayahnya hingga menjatuhkan pilihannya kepada Josep?”Otak Anjani menyerupai
“Anjani, kita perlu bicara!”Josep menahan lengan istrinya yang hendak pergi dari rumah dengan dalih ada janji bersama teman-temannya, tapi lelaki itu menyangka kalau sang istri sedang menghindar darinya.“Renata dan teman-temanku yang lain sudah di jalan sedangkan aku masih di rumah padahal ini adalah acara yang mereka adakan untuk merayakan kemenanganku di Pengadilan kemarin. Kita bisa bicara nanti ‘kan?”Josep menggeleng, dia takut kalau Anjani tidak pulang hingga tak melepaskan genggaman yang semakin lama menjadi cengkraman tangannya di lengan Anjani.“Jos, berhentilah bersikap seperti anak kecil, aku benar-benar hanya akan makan-makan, ngobrol, setelah itu pulang.”“Apa kamu masih marah?”tanya Josep.“Aku tidak marah, kamu saja yang merasa bersalah. Iya ‘kan? Sudahlah, aku harus pergi sekarang,”tekan Anjani menepis tangan suaminya.“Apa karena kamu sudah mulai bekerja lagi dan akan mendapat gaji lagi, jadi bersikap seperti ini?”Anjani mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan ko
“Aku hanya sedang memeriksa berkas.”Anjani menyimpan berkas yang dipegangnya ke dalam laci dan langsung bangkit dari kursi. Dia menghampiri Josep dengan raut wajah datar sementara suaminya itu mengernyit heran.Berkas apa yang Anjani periksa malam-malam buta?“Kamu memeriksa berkas apa, Sayang?” tanyanya.“Berkas yang mesti kubawa besok, sudah kok, ayo tidur!” ajak Anjani.Josep yang memang sangat mengantuk itu tak kembali bertanya dan mengikuti langkah istrinya menuju kamar mereka. Anjani merasa lega, Josep tak merasa curiga meskipun tas kerjanya yang berada di atas meja dalam keadaan terbuka karena belum sempat Anjani tutup kembali.Anjani bangun pagi-pagi sekali demi bisa memasukkan berkas-berkas milik Josep ke tasnya lagi. Setelah selesai dan memastikan suaminya masih tidur pulas, Anjani turun ke dapur untuk menyiapkan sarapan dan melihat Rayhan sudah berada di sana, menyeduh kopi seperti biasa.“Ayah mendengar kalian ribut semalam dan kamu pergi setelahnya. Ada apa?” tembak Rayh
Esok harinya, Anjani dan Josep disibukkan dengan urusan perusahaan karena akan menerima investasi besar-besaran dari sebuah perusahaan kayu dari Kota Bandung sehingga tidak terlalu memikirkan masalah yang tengah mereka hadapi saat ini.Farnsisca juga sama, semenjak ditegur oleh Anjani, gadis itu lebih giat dalam bekerja karena tidak mau diremehkan. Sebagai anak dari pemilik perusahaan besar di Surabaya, Fransisca akan menunjukkan kalau keberadaannya di sini bukan hanya untuk mendekati Josep, tapi juga akan memberikan kontribusi untuk J Corporation.“Investor kayu dari Bandung yang akan menandatangani kontrak di perusahaan kita sudah sampai. Bersiaplah!” lapor Josep kepada Anjani yang langsung bergegas.Wanita itu merapikan cardigannya dan berjalan dengan anggun dengan didampingi oleh sang asisten yang selalu siap siaga setiap kali Anjani membutuhkan. Disusul oleh Fransisca yang berjalan di belakang dengan tangan yang membawa berkas-berkas yang dibutuhkan.“Selamat siang.” Anjani menya
Tanggal satu adalah waktunya semua karyawan menerima gaji termasuk Anjani sendiri meskipun dirinya baru bekerja beberapa hari. Anjani bahkan menerima gajinya yang bulan kemarin sehingga uang yang didapatnya dua kali lipat lebih besar.Selain gaji, seperti biasa Anjani juga menerima uang bulanan dari Josep—suaminya yang jumlahnya tak kalah fantastis. Lima puluh juta! Dua puluh juta lebih besar dari gaji pokoknya.Hal itu membuat Anjani kembali heran karena dia tahu betul kalau gaji yang diterima Josep dari J Corporation sebagai asisten presiden direktur tidak sampai lima belas juta. Dari mana Josep mendapatkan uang sebesar itu? Apa dia memiliki pekerjaan sampingan?!! Anjani tak henti bertanya-tanya.“Uang bulanan darimu sudah kuterima, terima kasih, ya!” tulis Anjani dalam pesan singkat karena keduanya sedang berada di tempat yang berbeda.Anjani di kantor, sedangkan Josep dia suruh untuk menghadap Hendra ke rumahnya guna melaporkan laporan bulanan, karena Anjani sudah mempercayakan la
“Sudah berapa lama kalian kumpul kebo?” Pertanyaan itu membuat Josep terjengat karena tak menyangka kalau sang ayah akan mengatakan hal seburuk itu padanya tanpa bertanya lebih jauh. Lelaki itu menghela nafas panjang, mencoba untuk jujur mengenai pernikahannya dengan Anjani yang sudah berjalan lebih dari satu bulan, sebab mungkin ini sudah waktunya, Hendra dan Lasminingrat harus tahu sekarang. “Jawab!!” pinta Hendra dengan penuh penekanan. “Aku tidak kumpul kebo, aku menghargai perempuan dan takkan melakukan hal di luar norma seperti yang Papa katakan!” sahut Josep berusaha tenang. “Lalu, mengapa kamu pulang setiap hari ke rumah Anjani, hah? Jelaskan yang sebenarnya kamu lakukan di belakang kami!” Hendra sudah tak bisa menahan kesabarannya lagi. “Aku sudah menikah dengan Anjani,” ungkap Josep membuat Hendra merasa syok dan reflex memegang dadanya. Menikah? Dengan wanita yang lebih tua? Tanpa sepengetahuannya?!! Josep benar-benar keterlaluan! “Papa!” pekik Josep. Lelaki itu ge
Anjani menautkan alisnya, merasa heran dengan sikap Lasminingrat yang lagi-lagi dingin tanpa alasan padahal dirinya adalah orang kepercayaan Hendra di perusahaan.Dengan begitu, Anjani semakin merasa tak enak, ada rasa bersalah yang sulit diartikan karena wanita itupun merasa tak pernah melakukan kesalahan kepada Lasminingrat.“Ah, sudahlah, lebih baik aku segera pulang,” celoteh Anjani.Wanita itu segera melajukan kembali mobilnya dan melesat membelah jalanan. Hal yang biasa memang, Anjani selalu bepergian sendirian tanpa menggunakan jasa sopir karena baginya itu malah merepotkan.Anjani benar-benar tak bisa percaya kepada orang lain terutama kepada yang namanya lelaki hingga lebih memilih hidup sendiri hingga Josep datang ke kehidupannya dalam keadaan yang membuatnya terpaksa harus menerima.Itulah sebabnya, Anjani bisa melakukan apa pun sendirian tanpa berpangku tangan karena bagi Anjani, pantang terlalu percaya dan bergantung kepada orang lain.Semua perasaan trauma itu Anjani dap
Bagai kapal di lautan yang lama terombang-ambing yang akhirnya menemukan pelabuhan, kekhawatiran, kecemasan, dan kerinduan yang sedari tadi bergelut dalam kemelut pikiran Anjani kini lepas sudah.Dengan segenap cinta yang mulai tumbuh bermekaran dalam hatinya, Anjani menuruti instingnya. Menjelajah setiap inci tubuh Josep yang seakan pasrah di bawahnya dalam hentakan demi hentakan yang menimbulkan irama yang terdengar indah.Kadang, Josep mengimbanginya dengan ikut melakukan hal yang semestinya. Bergerak, meremas, dan berteriak sesuka hatinya menikmati setiap perlakuan Anjani yang amat sangat membuatnya senang.“Lebih cepat!” pinta Josep dengan nafas yang terengah-engah.Anjani mempercepat gerakannya, memacu waktu dalam kenikmatan yang tiada tara sampai akhirnya apa yang sejak tadi tertahan itu keluar juga ditandai dengan lenguhan dan erangan panjang dari mulut keduanya.“Anjani, kamu sungguh luar biasa!” kata Josep setelah keduanya berbaring bersama.Wanita itu hanya tersenyum, meras