"Kenapa dengan Haikal, Mah?" bingung Jihan.Mama Kirana menatap lekat ke arah Jihan, tidak terlontar kata apapun dari mulutnya dan itu membuat Jihan sangat bingung juga penasaran.'Kenapa Mama melihatku seperti itu ya? Dan ada apa dengan Haikal?' batin Jihan bertanya-tanya.Sedangkan Mama Kirana hanya dia mematung dan Jihan pun tidak berani untuk menanyakannya sampai wanita itu akan mengungkapkan tentang pertolongan apa yang harus dia bantu."Carikan jodoh untuk Haikal!" ungkap Mama Kirana seketika."Apa! Jodoh?" kaget Jihan dengan wajah yang dilanda keheranan.Mama Kirana menganggukan kepalanya. "Iya. Sahabat kamu itu belum mempunyai suami kan? Apa dia sudah mempunyai kekasih?""Maksud Mama ... Zahra?""Iya. Apa dia sudah punya pasangan?" Jihan langsung menggelengkan kepalanya, karena setahu dia memang Zahra sedang tidak dekat dengan siapapun."Tidak. Setahuku saat ini dia sendiri. Memangnya kenapa, Mah?" tanya Jihan penasaran. Seketika matanya membulat, "jangan bilang ... kalau mam
"Jangan putus asa seperti itu dong!" Haikal mencoba untuk memberikan semangat kepada Zahra.Dia menggenggam tangan wanita itu sehingga membuat Zahra seketika terpaku dan menatapnya dengan lekat."Lo itu cewek yang penuh dengan semangat, jadi ketika lo putus asa seperti ini ... rasanya gue seperti tidak mengenal lo. Setiap masalah itu bisa diselesaikan, pasti ada jalan. Jadi lo harus mencari jalan itu! Jangan berputus asa, karena Allah tidak menyukai orang yang gampang menyerah." Haikal mengedipkan sebelah matanya.Sementara Zahra masih diam terpaku menatap pria tersebut, kemudian tatapannya beralih kepada tangan yang saat ini masih digenggam oleh Haikal. Dan sadar akan hal itu, Haikal pun langsung melepaskannya."Maaf ... tadi refleks." Pria tersebut merasa canggung."Nggak papa. Thanks ya atas support lo. Dan mungkin aja memang lo benar, setiap masalah itu ada jalan keluarnya, dan gue rasa memang gue harus pulang. Apapun nanti yang terjadi, gue pasti hadapin kok, walaupun pada akhirn
"Buat apa kamu mikirin Calista, Nak?" Mama Kirana merasa heran dengan jalan pikiran Jihan yang terus-terusan saja memikirkan orang lain, bahkan tidak memperdulikan dirinya sendiri.Biasanya orang akan fokus pada dirinya tanpa memperdulikan orang lain. Entah orang itu akan menderita karenanya atau tidak, tetapi Jihan berbeda.nDan itu membuat Mama Kirana benar-benar sangat menyayanginya, dan dia ingin Jihan menjadi istri satu-satunya untuk Fadli."Kamu tahu ... sifat inilah yang membuat Mama semakin menyayangimu kamu. Wanita yang baik, bahkan di atas penderitaanmu, kamu memikirkan wanita lain yang jelas-jelas hanya memikirkan dirinya sendiri, dan tanpa memikirkan keadaanmu, bahkan posisi serta penderitaanmu. Sesungguhnya Fadia akan sangat beruntung memiliki istri sepertimu, dan Mama sangat yakin saat ini dia sedang menyadari itu.""Maksudnya?""Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan omongan Mama. Sekarang sebaiknya kamu istirahat!ama dan Haikal juga harus pulang. Pokoknya nanti untuk acara
""Ini rumah kamu?" tanya Haikal saat mereka sampai di sebuah rumah yang lumayan mewah."Iya. Makasih ya Haikal, Tante, udah nganterin aku. Kalau gitu aku masuk dulu. Oh iya, Tante Sama Haikal mau mampir nggak?""Nggak usah sayang. Ini juga udah sore, suami tante dari tadi udah nanyain terus. Ya udah kalau gitu kamu masuk ya," ujar mama Kirana dan langsung dibalas anggukan oleh Zahra.Dia pun masuk ke dalam, dan saat pintu pagar dibuka Zahra langsung mendapat sebuah tamparan dari seorang wanita yang baru saja akan keluar dari rumah tersebut."Masih ingat pulang kamu ya!" marah seorang wanita yang bernama Ambar."Mama," lirih Zahra sambil memegangi pipinya yang terasa panas."Sudah satu minggu kamu tidak pulang ke rumah dan tidak bisa dihubungi, sekarang kamu ingat ke sini. Buat apa kamu pulang hah, setelah mempermalukan kami! Buat apa!" marah wanita itu sambil membentak Zahra.Haikal dan mama Kirana saling bertatapan di dalam mobil. Mereka baru saja akan meninggalkan tempat tersebut,
"Tau apa kamu soal harta, hah!" marah mama Ambar.Zahra yang melihat Mama Kirana dibentak dan dimarahi pun merasa tak enak, kemudian dia pun berkata, "Tante, Haikal, tidak apa-apa aku bisa menangani ini. Tante dan Haikal pulang saja!""Tapi sayang--""Apa kamu budek hah? Anak saya kan sudah mengusir kalian, jadi ya sudah pulang!" bentak Mama Ambar.Mama Kirana sejujurnya tidak ingin meninggalkan Zahra dalam keadaan seperti itu, karena entah kenapa dia merasa khawatir, takut jika nanti orang tuanya akan berlaku kasar kembali.Tetapi melihat tatapan Zahra yang mengatakan bahwa dia akan baik-baik saja, membuat Mama kirain akhirnya mau tidak mau pulang bersama dengan Haikal. Mereka keluar dari rumah itu dan masuk ke dalam mobil."Sejujurnya mama sangat khawatir dengan keadaan Zahra. Mama takut kalau dia dipukuli lagi," ujar Mama Kirana saat berada di dalam mobil."Iya, sejujurnya aku juga Mah. Tapi mau bagaimana lagi? Kita memang tidak bisa ikut campur urusan keluarga mereka. Aku yakin ko
"Ya aneh lah Mas. Jihan itu bukan orang kaya, dia juga tidak memiliki banyak uang, lalu bisa kabur tanpa diendus ke mana perginya. Sementara saudara-saudaranya Ibu sudah tidak ada." Calista merasa ada kejanggalan dalam kepergian Jihan.Fadli yang mendengar penjelasan sang istri pun terdiam, karena apa yang dikatakan Calista benar. Dia juga merasa ada yang aneh dengan kepergian Jihan."Aku yakin deh Mas, ada seseorang yang membantu Jihan untuk pergi. Dan aku rasa orang itu sangat berpengaruh, sehingga dia bisa menutupi jejak Jihan. Kamu bukannya sudah mengerahkan seorang detektif yang handal?" Calista memicingkan matanya.Fadli membenarkan ucapan sang istri. Dia memang sudah menyewa detektif handal untuk melacak kepergian Jihan, tetapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda apapun tentang keberadaan istri keduanya itu."Kamu benar sayang. Sepertinya memang ada yang membantu Jihan, tapi siapa?"Keduanya sama-sama terdiam memikirkan siapa dalang yang selama ini membantu Jihan, tetapi mere
"Apa yang kalian maksud? Apa yang tidak boleh aku dan juga Calista tahu?" tanya Fadli saat dia membuka pintu kamar kedua orang tuanya.Mama Kirana dan papa Zahid seketika menoleh ke arah pintu dan mereka sangat terkejut saat mendapati Fadli di sana."Maksud kamu?" tanya Mama Kirana pura-pura bodoh."Nggak usah pura-pura tak tahu, Mah. Aku mendengarnya tadi. Apa yang dimaksud oleh Mama Papa? Kenapa aku dan Calista tidak boleh tahu apa yang kalian sembunyikan dariku?" tatapannya kini memicing ke arah kedua orang tuanya.Entah kenapa Fadli merasa jika mama Kirana dan juga Papa Zahid tengah menyembunyikan sesuatu yang besar darinya dan juga Calista, dan entah kenapa pikirannya menuju kepada Jihan."Itu ... kami sedang membicarakan soal ..." Mama Kirana terlihat gugup, dia pun bingung harus menjawab apa."Baguslah kalau kamu sudah tahu," timpal Papa Zahid, membuat Mama Kirana seketika menatapnya dengan tajam.'Apa yang Papa lakukan. Apa Papa akan memberitahukan semuanya kepada Fadli?' bati
"Ti-tidak ada Mah. Aku tidak menyembunyikan apapun," jawab Calista semakin gugup.Dia takut jika Mama Kirana memegang perutnya dan mengetahui jika saat ini dia tidak sedang hamil. 'Aduuh! Aku harus bagaimana ini? Mass ... tolong aku!' batin Calista dengan panik.Mama Kirana semakin memicingkan matanya, tangannya semakin maju terulur ingin memegang perut Calista. Sementara wanita itu sudah memejamkan matanya dengan nafas tertahan.Dia sudah pasrah jika pada akhirnya akan ketahuan oleh mertuanya, namun ternyata Dewi fortuna msih berpihak padanya saat ini."Mah ... kamu sedang apa?" tanya papa Zahid saat keluar dari kamarnya."Ini Pah, mama mau pegang perut Calista, soalnya tadi perutnya empuk sekali. Mama takut kalau kandunganya kenapa-napa," jawab mama KiranaSeketika tatapan papa Zahid mengarah pada wajah Calista yang nampak begitu tegang. Dia tersenyum tipis nan mengejek saat melihat kenapanikan di wajah cantik itu."Sudahlah Mah, kasian tuh Calista sampe keringetan," sindir papa Zah
Hari ini Fadli sudah di izinkan pulang oleh dokter, dan dia akan rawat jalan di rumah. Jihan sengaja menjemputnya bersama dengan Dixon."Boleh aku menggendongnya?" pinta Fadli saat berada di dalam mobil."Tentu saja. Tapi apa perut kamu sudah enakan? Nanti takutnya lukanya malah basah kembali karena tekanan yang cukup berat," khawatir Jihan."Tidak. Sudah lebih baik kok." Kemudian Jihan pun memberikan Dixon kepada Fadli dengan hati-hati.Pertama yang dilakukan Fadli adalah mencium seluruh wajah Dixon. Air matanya tidak bisa terbendung lagi, dia amat sangat bahagia karena akhirnya bisa memiliki seorang anak darah dagingnya sendiri.'Terima kasih ya Allah, Engkau sudah memberikanku seorang keturunan. Dia amat sangat tampan. Terima kasih juga telah memberikanku istri yang begitu sabar, semoga Engkau tidak memisahkanku dengan Jihan untuk kedua kalinya.' batin Fadli sambil menatap hangat ke arah putranya."Dia sangat tampan ya," ucap Fadli sambil melirik ke arah Jihan.Wanita itu menganggu
Haikal tersenyum melihat wajah Zahra yang terlihat begitu lucu di matanya. Kemudian dia membantu wanita itu untuk membereskan bekas acara tahlilan.'Jika dilihat-lihat, dia sangat cantik.' batin Haikal saat dia sedang membereskan botol Aqua di samping Zahra, dan diam-diam pria itu mengamati wajah cantik milik wanita tersebut. 'Ya ... walaupun sedikit barbar, tapi dia benar-benar wanita yang baik.'..Satu minggu telah berlalu, Jihan saat ini sedang ditelepon oleh Mama Kirana karena Fadli sudah siuman, dia pun segera bergegas ke rumah sakit.Sesampainya di sana, Jihan langsung memeluk tubuh Fadli. "Akhirnya kamu sadar juga Mas. Aku senang sekali," ucapnya dengan haru."Ini juga karena berkat doa kamu, sayang," jawab Fadli dengan lembut.Pipi Jihan merona malu saat Fadli tiba-tiba saja menyebutnya dengan kata sayang. Karena baru pertama kali pria itu berkata semanis dan seromantis itu kepada dirinya."Boleh kan, jika aku memanggil kamu dengan sebutan sayang?" ucap Fadli dengan tatapan
"Kami akan menceritakannya, tapi nanti. Sekarang kamu mandi lalu makan!" titah Mama Kirana.Akan tetapi, Nuha menolak. Dia tetap ngotot ingin mengetahui semuanya. Melihat kekeras kepalaan putrinya, mama Kirana menatap ke arah papa Zahid, meminta persetujuan suaminya. Akhirnya mau tidak mau, papa Zahid pun menganggukkan kepala."Calista sudah mencelakai kakakmu. Dia menusuk Fadli," ungkap mama Kirana.Nuha menggelengkan kepalanya, dia seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang Mama. "Tidak. Tidak mungkin jika Kak Calista mencelakai Kak Fadli, Mah, Pah. Mama dan Papa kan tahu, bahwa Kak Calista itu sangat mencintai kak Fadil. Jadi tidak mungkin!" Nuha terus membantah.Baginya hal itu sangatlah mustahil, di mana seorang Istri yang sangat mencintai suaminya mencelakai begitu saja."Tapi itulah faktanya. Sebenarnya memang Calista tidak ingin mencelakai Fadli, tapi yang ia tuju adalah Jihan." Mama Kirana menatap ke arah menantu keduanya.Mendengar hal itu Nuha mengikuti tatapa
"Eekhm!" Zahra berdehem, membuat kedua orang itu seketika melepaskan pelukannya dan menatap ke arah pintu."Eh, kamu Ra. Ada apa?" tanya Haikal.'Dia bertanya dengan begitu entengnya. Ada apa? Sama sekali tidak merasa bersalah atau canggung dengan kehadiranku, begitu? Menyebalkan!' gerutu Zahra di dalam hati.Dia pikir Haikal akan merasa gugup atau gelisah saat melihat kedatangannya, tapi terlihat wajah pria itu datar saja tidak ada ekspresi rasa bersalah sedikitpun, dan itu semakin membuat Zahra merasa kesal.Dia menatap ke arah wanita cantik yang saat ini tengah berdiri di samping Haikal. "Ini ... aku mau anterin berkas untuk kamu tanda tangani." Wanita tersebut menaruh berkas di atas meja Haikal, kemudian dia menatap sinis ke arah wanita yang tak lain adalah Nuha."Hey, kamu! Kamu adalah mantannya Haikal, ya? Wow! Ternyata kamu tidak mempunyai satu mantan saja, Haikal, tapi ternyata banyak," sindir Zahra sambil tersenyum miring."Maksudmu?" Haikal melihat dengan tatapan memicing ke
Haikal mencoba untuk menetralkan sikapnya, kemudian dia menatap ke arah Zahra. "Lo kenapa?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.Zahra yang tadinya sedang malu-malu seketika menjadi tegang saat mendengar pertanyaan Haikal. Dia bimbang, apakah harus mengatakan tentang pesan itu atau tidak kepada pria yang saat ini berada di hadapannya."Tidak apa- apa," bohong Zahra. Akan tetapi, Haikal tidak bisa dibohongi , sebab ia bisa melihat dari raut wajah Zahra yang dilanda kegugupan serta kecemasan."Jangan bohong! Udah yuk masuk dulu ke mobil!" ajaknya.Zahra pun menurut, hingga mereka memasuki mobil. Akan tetapi, wanita itu masih diam memikirkan siapa dalang dibalik pesan tersebut."Sekarang katakan! Ada apa?" Haikal lagi-lagi bertanya, karena entah kenapa melihat wajah Zahra yang seperti itu membuatnya tak tega.Wanita tersebut membuang nafasnya dengan kasar, kemudian dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, mengutak-atik sebentar lalu memberikannya kepada Haikal."Bacalah!" titahnya.Haikal
"Begini ... apa kau mau terbebas dari, Sean?"Zahra menautkan kedua alisnya, "iya maulah. Tapi bagaimana caranya?""Begini ... karena kak Fadli masih berada di rumah sakit dan dia belum sadarkan diri, sementara aku yang menghandle perusahaan sampai dia sehat. Aku tidak mempunyai partner, jadi aku mau menawarkan mu untuk bekerja di perusahaan ku, membantuku dalam segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan," tawar Haikal."Lalu, apa hubungannya dengan Sean?"Kemudian Haikal pun menjelaskan bahwa penawarannya ada hubungan dengan Sean, di mana pria itu akan menanamkan saham di perusahaan orang tua Zahra, dan sebagai imbalannya Zahra harus membantunya untuk bekerja sebagai sekretarisnya di kantor.Mendengar penjelasan dari Haikal, Zahra pun menimbangnya. Dia bingung apakah jawabannya harus ia atau tidak. Tapi Sean juga sudah memberi modal untuk perusahaan orang tuanya."Tenang saja. Tentang modal dari pria itu, biar dikembalikan saja. Jadi tidak usah merasa tidak enak. Daripada kau harus
"Jelas aku harus ikut campur. Anda ini sangat kasar pada perempuan ... lepaskan dia!" Tatapan Haikal begitu tajam.Dia memang tidak mengenal pria yang berada di hadapannya, tetapi melihat cara pria itu memperlakukan Zahra, Haikal benar-benar merasa tak terima."Memangnya kau siapa? Kekasihnya bukan, tunanganya juga bukan. Tapi kau sudah berani untuk memerintahku. Asal kau tahu ya! Dia ini adalah calon istriku!" tegas pria tersebut.Mendengar hal itu Haikal malah tertawa, seakan apa yang dia dengar adalah lelucon yang begitu menggelikan hatinya."Kenapa kau tertawa? Memangnya ucapanku ada yang salah?""Tidak. Ucapanmu tidak ada yang salah. Tapi kau bilang apa tadi? Calon istri? Zahra saja belum tentu mau denganmu," sindir Haikal sambil mengangkat satu alisnya dengan senyuman miring, akan tetapi tatapannya terkesan meremehkan.Pria tersebut melepaskan cekalan tangannya di lengan Zahra, kemudian dia maju ke hadapan Haikal dan menarik kerah baju pria itu. Akan tetapi, Haikal masih terseny
Semua menanti dengan wajah yang tegang, khawatir dengan keadaan Fadli. "Bagaimana Dok, keadaan putra saya?" tanya papa Zahid yang sudah tidak sabar yang segera mengetahui keadaan putranya."Pasien dalam keadaan kritis, sebab lukanya sangat dalam, ditambah pasien juga kehilangan banyak darah,"papar dokter tersebut.Seketika tubuh Mama Kirana menjadi lemas. Dia pun tak sadarkan diri saat mendengar jika putranya saat ini tengah dalam keadaan kritis.Sementara Jihan terduduk di lantai dengan air mata yang sudah kembali mengalir deras hingga matanya sudah sipit seperti orang Cina, karena sejak tadi terus saja menangis.'Mas Fadli, maafkan aku mas. Gara-gara aku kamu jadi seperti ini.' batin Jihan merasa bersalah.Zahra yang melihat sahabatnya tengah terpuruk kemudian mendekat ke arah Jihan, lalu dia merangkul pundak wanita itu dan membawanya dalam dekapan."Lo yang sabar ya. Gue yakin kok, suami lo itu adalah pria yang kuat. Dia pasti akan selamat."Jihan tidak menjawab, dia hanya mengan
Haikal memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Dia melihat ke arah Calista yang sedang bangun dengan tertatih.Untung saja wanita itu jatuh di rerumputan, jadi lukanya tidak terlalu parah. "Calista! Tunggu kamu!" teriak Haikal.Calista yang merasa panik melihat ke arah Zahra dan Haikal yang mulai mendekat. Dia pun berlari dari sana hendak menyeberangi Jalan, akan tetapi naas ... dari arah berlawanan ada sebuah truk tronton yang sedang melaju dengan kecepatan yang cukup kencang, sehingga menabrak tubuh Calista.BRUGH!Dan yang lebih naas lagi adalah ... Calista tidak bisa menghindar, hingga dia pun terpental cukup jauh. Dan lebih mengenaskannya lagi ... dari arah yang tak diduga-duga, ada sebuah mobil sehingga melindas kepala milik Calista hingga wanita itu pun meregang nyawa di tempat."Aaaakh!" Zahra yang melihat kejadian itu pun menjerit. Dia langsung memeluk tubuh Haikal karena merasa takut dengan kejadian tersebut. Tubuhnya bergetar, tidak pernah melihat hal yang begitu mengerikan