"Ya aneh lah Mas. Jihan itu bukan orang kaya, dia juga tidak memiliki banyak uang, lalu bisa kabur tanpa diendus ke mana perginya. Sementara saudara-saudaranya Ibu sudah tidak ada." Calista merasa ada kejanggalan dalam kepergian Jihan.Fadli yang mendengar penjelasan sang istri pun terdiam, karena apa yang dikatakan Calista benar. Dia juga merasa ada yang aneh dengan kepergian Jihan."Aku yakin deh Mas, ada seseorang yang membantu Jihan untuk pergi. Dan aku rasa orang itu sangat berpengaruh, sehingga dia bisa menutupi jejak Jihan. Kamu bukannya sudah mengerahkan seorang detektif yang handal?" Calista memicingkan matanya.Fadli membenarkan ucapan sang istri. Dia memang sudah menyewa detektif handal untuk melacak kepergian Jihan, tetapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda apapun tentang keberadaan istri keduanya itu."Kamu benar sayang. Sepertinya memang ada yang membantu Jihan, tapi siapa?"Keduanya sama-sama terdiam memikirkan siapa dalang yang selama ini membantu Jihan, tetapi mere
"Apa yang kalian maksud? Apa yang tidak boleh aku dan juga Calista tahu?" tanya Fadli saat dia membuka pintu kamar kedua orang tuanya.Mama Kirana dan papa Zahid seketika menoleh ke arah pintu dan mereka sangat terkejut saat mendapati Fadli di sana."Maksud kamu?" tanya Mama Kirana pura-pura bodoh."Nggak usah pura-pura tak tahu, Mah. Aku mendengarnya tadi. Apa yang dimaksud oleh Mama Papa? Kenapa aku dan Calista tidak boleh tahu apa yang kalian sembunyikan dariku?" tatapannya kini memicing ke arah kedua orang tuanya.Entah kenapa Fadli merasa jika mama Kirana dan juga Papa Zahid tengah menyembunyikan sesuatu yang besar darinya dan juga Calista, dan entah kenapa pikirannya menuju kepada Jihan."Itu ... kami sedang membicarakan soal ..." Mama Kirana terlihat gugup, dia pun bingung harus menjawab apa."Baguslah kalau kamu sudah tahu," timpal Papa Zahid, membuat Mama Kirana seketika menatapnya dengan tajam.'Apa yang Papa lakukan. Apa Papa akan memberitahukan semuanya kepada Fadli?' bati
"Ti-tidak ada Mah. Aku tidak menyembunyikan apapun," jawab Calista semakin gugup.Dia takut jika Mama Kirana memegang perutnya dan mengetahui jika saat ini dia tidak sedang hamil. 'Aduuh! Aku harus bagaimana ini? Mass ... tolong aku!' batin Calista dengan panik.Mama Kirana semakin memicingkan matanya, tangannya semakin maju terulur ingin memegang perut Calista. Sementara wanita itu sudah memejamkan matanya dengan nafas tertahan.Dia sudah pasrah jika pada akhirnya akan ketahuan oleh mertuanya, namun ternyata Dewi fortuna msih berpihak padanya saat ini."Mah ... kamu sedang apa?" tanya papa Zahid saat keluar dari kamarnya."Ini Pah, mama mau pegang perut Calista, soalnya tadi perutnya empuk sekali. Mama takut kalau kandunganya kenapa-napa," jawab mama KiranaSeketika tatapan papa Zahid mengarah pada wajah Calista yang nampak begitu tegang. Dia tersenyum tipis nan mengejek saat melihat kenapanikan di wajah cantik itu."Sudahlah Mah, kasian tuh Calista sampe keringetan," sindir papa Zah
"Ya bahaya lah Mas. Kan nanti di acara 7 bulanan akan ada siraman. Kalau sampai mama dan papa mengusap perutku dan seperti yang tadi terjadi, maka tamatlah sudah riwayat kita," ungkap Calista dengan wajah gelisahnya.Fadli tidak mengerti dengan ucapan Calista, "kejadian tadi? Memangnya ada apa?" tanyanya yang memang belum mengerti.Kemudian Calista pun menjelaskan tentang kejadian tadi, di mana dia hampir saja tertangkap basah oleh mama Kirana.Fadli yang mendengar itu tentu saja sangat syok, "kamu itu ceroboh sekali sih!" rutuknya."Lho! Kok ceroboh sih Mas? Mana aku tahu kalau mama tadi bakalan keluar dari kamar. Lagian, kamu kelamaan di ruang kerjanya." Calista merasa kesal karena Fadli malah memarahinya...Pagi ini Fadli berangkat ke kantor lebih cepat karena dia sudah ada janji dengan salah satu detektif yang akan disewanya kembali untuk mencari keberadaan Jihan.Namun, saat dia melewati kamar Haikal tiba-tiba saja Fadli mendengar ucapannya bersama dengan seseorang."Baiklah, n
"Dia adalah anak buahnya Sean.""Sean, itu siapa?" tanya Haikal yang memang merasa asing dengan nama tersebut."Sean adalah orang yang dijodohkan denganku." Terlihat wajah Zahra mendadak menjadi sedih. "Sean menyuruh anak buahnya untuk membawaku menemuinya, karena dia ingin mengajakku pergi ke hotel, tapi aku menolak."Kedua netra Haikal seketika membulat saat mendengar kata hotel. Dia menatap getir kepada wanita yang saat ini tengah duduk di sampingnya.Sama sekali tak pernah Haikal sangka jika Zahra mempunyai masalah yang begitu sangat rumit seperti Jihan, bahkan sampai harus diseret oleh seorang pria untuk menuju hotel."Untuk apa dia menyeretmu sampai harus masuk ke hotel? Apa dia akan berbuat yang macam-macam? Dan ... dari mana kamu tahu kalau kamu akan dibawa ke sana?"Terlihat helaan nafas yang begitu berat dari Zahra, dia menatap lurus ke arah depan kemudian menjawab, "Aku tak sengaja mendengar anak buahnya saat bertelepon dengan Sean, itu kenapa aku berontak dan tidak mau. Ak
Haikal melihat jam yang berada di tangannya dan sudah menunjukkan pukul 17.00 sore. Dia pun bergegas untuk pulang dari kantor.Akan tetapi, mobilnya melaju bukan menuju rumah tetapi dia menuju sebuah restoran untuk memesan makanan, dan setelah selesai pria itu pun melajukan mobilnya kembali.Tanpa Haikal sadari di belakangnya ada sebuah mobil yang terus mengikutinya sejak ia keluar dari kantor, dan orang itu adalah suruhannya Fadli."Kenapa perasaanku tidak enak ya?" gumam Haikal.Dia merasa seperti ada orang yang mengikutinya, dan saat melihat dari kaca spion dia melihat ada sebuah mobil berwarna hitam di belakangnya, tapi Haikal tidak berpikir jika orang itu mengikutinya sebab jalanan ramai dan mungkin saja mereka memang satu arah.Haikal pun membelokkan mobilnya ke arah POM bensin, dan mobil itu pun melakukan hal yang sama tapi menjaga jarak dengan Haikal.'Aneh. Mobil itu dari tadi terus aja mengikutiku?' batin Haikal, padahal dia sebentar lagi akan masuk tol untuk keluar kota.Se
Haikal sampai di villa, dia menenteng makanan yang sejak tadi ditunggu oleh Jihan, dan wanita itu duduk sambil mondar-mandir di ruang tamu. Saat melihat kedatangan Haikal membuat mata Jihan berbinar.Lebih tepatnya bukan berbinar saat melihat Haikal yang datang, tetapi makanan yang dibawa oleh pria itu. Karena dia sudah tidak sabar ingin sekali malahapnya."Kamu ini kenapa lama sekali? Aku nunggu sampai lumutan tahu," gerutu Jihan dengan wajah cemberut.Haikal merasa gemas saat melihat wajah itu, ingin sekali dia mencubit kedua pipi Jihan, akan tetapi pria tersebut menahannya karena dia tahu mereka bukan mahram."Maaf, di jalan tadi ada kendala. Ya ... masalah kecil lah," jawab Haikal sambil mengedipkan sebelah matanya, "ya sudah, ini makan, nanti keburu dingin nggak enak.""Rasanya memang sudah dingin, tapi it's okelah ... daripada aku kelaparan," jawab Jihan sambil membuka bungkusan tersebut.Dia langsung melahapnya setelah membaca doa, sementara Haikal duduk di hadapannya sambil te
Haikal tidak menyangka jika Fadli akan bertanya segamblang itu yang bisa memojokkan dirinya sendiri, namun seketika pria tersebut tersenyum sinis. Dia memiliki ide yang berilian untuk menjebak Fadli dalam pertanyaannya sendiri"Kok Kak Fadli bisa tahu kalau aku habis dari mall?" tanya Haikal dengan tatapan memicing.Mendengar pertanyaan balik dari adiknya Fadli seketika menjadi gelagapan. Dia merutuki dirinya sendiri di dalam hati, karena telah ceroboh bertanya sesuatu hal yang seharusnya tidak ia lontarkan pada Haikal.'Kenapa aku ceroboh ini sih!' batin Fadli, 'Gawat! Kalau sampai dia tahu jika aku menyuruh orang untuk memata-matainya, bagaima?'"Kenapa Kakak diam saja? Dari mana kakak tahu kalau aku habis dari mall?" tanya Haikal kembali dengan nada mendesak"Tadi aku tidak sengaja saja melihatmu masuk ke dalam mall," alibi Fadli dengan nada cuek.Dia mencoba untuk bersikap biasa saja, akan tetapi Haikal sudah membaca semua gelagat Fadli. Bahkan dia sudah mengetahui semuanya. Pria
Hari ini Fadli sudah di izinkan pulang oleh dokter, dan dia akan rawat jalan di rumah. Jihan sengaja menjemputnya bersama dengan Dixon."Boleh aku menggendongnya?" pinta Fadli saat berada di dalam mobil."Tentu saja. Tapi apa perut kamu sudah enakan? Nanti takutnya lukanya malah basah kembali karena tekanan yang cukup berat," khawatir Jihan."Tidak. Sudah lebih baik kok." Kemudian Jihan pun memberikan Dixon kepada Fadli dengan hati-hati.Pertama yang dilakukan Fadli adalah mencium seluruh wajah Dixon. Air matanya tidak bisa terbendung lagi, dia amat sangat bahagia karena akhirnya bisa memiliki seorang anak darah dagingnya sendiri.'Terima kasih ya Allah, Engkau sudah memberikanku seorang keturunan. Dia amat sangat tampan. Terima kasih juga telah memberikanku istri yang begitu sabar, semoga Engkau tidak memisahkanku dengan Jihan untuk kedua kalinya.' batin Fadli sambil menatap hangat ke arah putranya."Dia sangat tampan ya," ucap Fadli sambil melirik ke arah Jihan.Wanita itu menganggu
Haikal tersenyum melihat wajah Zahra yang terlihat begitu lucu di matanya. Kemudian dia membantu wanita itu untuk membereskan bekas acara tahlilan.'Jika dilihat-lihat, dia sangat cantik.' batin Haikal saat dia sedang membereskan botol Aqua di samping Zahra, dan diam-diam pria itu mengamati wajah cantik milik wanita tersebut. 'Ya ... walaupun sedikit barbar, tapi dia benar-benar wanita yang baik.'..Satu minggu telah berlalu, Jihan saat ini sedang ditelepon oleh Mama Kirana karena Fadli sudah siuman, dia pun segera bergegas ke rumah sakit.Sesampainya di sana, Jihan langsung memeluk tubuh Fadli. "Akhirnya kamu sadar juga Mas. Aku senang sekali," ucapnya dengan haru."Ini juga karena berkat doa kamu, sayang," jawab Fadli dengan lembut.Pipi Jihan merona malu saat Fadli tiba-tiba saja menyebutnya dengan kata sayang. Karena baru pertama kali pria itu berkata semanis dan seromantis itu kepada dirinya."Boleh kan, jika aku memanggil kamu dengan sebutan sayang?" ucap Fadli dengan tatapan
"Kami akan menceritakannya, tapi nanti. Sekarang kamu mandi lalu makan!" titah Mama Kirana.Akan tetapi, Nuha menolak. Dia tetap ngotot ingin mengetahui semuanya. Melihat kekeras kepalaan putrinya, mama Kirana menatap ke arah papa Zahid, meminta persetujuan suaminya. Akhirnya mau tidak mau, papa Zahid pun menganggukkan kepala."Calista sudah mencelakai kakakmu. Dia menusuk Fadli," ungkap mama Kirana.Nuha menggelengkan kepalanya, dia seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang Mama. "Tidak. Tidak mungkin jika Kak Calista mencelakai Kak Fadli, Mah, Pah. Mama dan Papa kan tahu, bahwa Kak Calista itu sangat mencintai kak Fadil. Jadi tidak mungkin!" Nuha terus membantah.Baginya hal itu sangatlah mustahil, di mana seorang Istri yang sangat mencintai suaminya mencelakai begitu saja."Tapi itulah faktanya. Sebenarnya memang Calista tidak ingin mencelakai Fadli, tapi yang ia tuju adalah Jihan." Mama Kirana menatap ke arah menantu keduanya.Mendengar hal itu Nuha mengikuti tatapa
"Eekhm!" Zahra berdehem, membuat kedua orang itu seketika melepaskan pelukannya dan menatap ke arah pintu."Eh, kamu Ra. Ada apa?" tanya Haikal.'Dia bertanya dengan begitu entengnya. Ada apa? Sama sekali tidak merasa bersalah atau canggung dengan kehadiranku, begitu? Menyebalkan!' gerutu Zahra di dalam hati.Dia pikir Haikal akan merasa gugup atau gelisah saat melihat kedatangannya, tapi terlihat wajah pria itu datar saja tidak ada ekspresi rasa bersalah sedikitpun, dan itu semakin membuat Zahra merasa kesal.Dia menatap ke arah wanita cantik yang saat ini tengah berdiri di samping Haikal. "Ini ... aku mau anterin berkas untuk kamu tanda tangani." Wanita tersebut menaruh berkas di atas meja Haikal, kemudian dia menatap sinis ke arah wanita yang tak lain adalah Nuha."Hey, kamu! Kamu adalah mantannya Haikal, ya? Wow! Ternyata kamu tidak mempunyai satu mantan saja, Haikal, tapi ternyata banyak," sindir Zahra sambil tersenyum miring."Maksudmu?" Haikal melihat dengan tatapan memicing ke
Haikal mencoba untuk menetralkan sikapnya, kemudian dia menatap ke arah Zahra. "Lo kenapa?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.Zahra yang tadinya sedang malu-malu seketika menjadi tegang saat mendengar pertanyaan Haikal. Dia bimbang, apakah harus mengatakan tentang pesan itu atau tidak kepada pria yang saat ini berada di hadapannya."Tidak apa- apa," bohong Zahra. Akan tetapi, Haikal tidak bisa dibohongi , sebab ia bisa melihat dari raut wajah Zahra yang dilanda kegugupan serta kecemasan."Jangan bohong! Udah yuk masuk dulu ke mobil!" ajaknya.Zahra pun menurut, hingga mereka memasuki mobil. Akan tetapi, wanita itu masih diam memikirkan siapa dalang dibalik pesan tersebut."Sekarang katakan! Ada apa?" Haikal lagi-lagi bertanya, karena entah kenapa melihat wajah Zahra yang seperti itu membuatnya tak tega.Wanita tersebut membuang nafasnya dengan kasar, kemudian dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, mengutak-atik sebentar lalu memberikannya kepada Haikal."Bacalah!" titahnya.Haikal
"Begini ... apa kau mau terbebas dari, Sean?"Zahra menautkan kedua alisnya, "iya maulah. Tapi bagaimana caranya?""Begini ... karena kak Fadli masih berada di rumah sakit dan dia belum sadarkan diri, sementara aku yang menghandle perusahaan sampai dia sehat. Aku tidak mempunyai partner, jadi aku mau menawarkan mu untuk bekerja di perusahaan ku, membantuku dalam segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan," tawar Haikal."Lalu, apa hubungannya dengan Sean?"Kemudian Haikal pun menjelaskan bahwa penawarannya ada hubungan dengan Sean, di mana pria itu akan menanamkan saham di perusahaan orang tua Zahra, dan sebagai imbalannya Zahra harus membantunya untuk bekerja sebagai sekretarisnya di kantor.Mendengar penjelasan dari Haikal, Zahra pun menimbangnya. Dia bingung apakah jawabannya harus ia atau tidak. Tapi Sean juga sudah memberi modal untuk perusahaan orang tuanya."Tenang saja. Tentang modal dari pria itu, biar dikembalikan saja. Jadi tidak usah merasa tidak enak. Daripada kau harus
"Jelas aku harus ikut campur. Anda ini sangat kasar pada perempuan ... lepaskan dia!" Tatapan Haikal begitu tajam.Dia memang tidak mengenal pria yang berada di hadapannya, tetapi melihat cara pria itu memperlakukan Zahra, Haikal benar-benar merasa tak terima."Memangnya kau siapa? Kekasihnya bukan, tunanganya juga bukan. Tapi kau sudah berani untuk memerintahku. Asal kau tahu ya! Dia ini adalah calon istriku!" tegas pria tersebut.Mendengar hal itu Haikal malah tertawa, seakan apa yang dia dengar adalah lelucon yang begitu menggelikan hatinya."Kenapa kau tertawa? Memangnya ucapanku ada yang salah?""Tidak. Ucapanmu tidak ada yang salah. Tapi kau bilang apa tadi? Calon istri? Zahra saja belum tentu mau denganmu," sindir Haikal sambil mengangkat satu alisnya dengan senyuman miring, akan tetapi tatapannya terkesan meremehkan.Pria tersebut melepaskan cekalan tangannya di lengan Zahra, kemudian dia maju ke hadapan Haikal dan menarik kerah baju pria itu. Akan tetapi, Haikal masih terseny
Semua menanti dengan wajah yang tegang, khawatir dengan keadaan Fadli. "Bagaimana Dok, keadaan putra saya?" tanya papa Zahid yang sudah tidak sabar yang segera mengetahui keadaan putranya."Pasien dalam keadaan kritis, sebab lukanya sangat dalam, ditambah pasien juga kehilangan banyak darah,"papar dokter tersebut.Seketika tubuh Mama Kirana menjadi lemas. Dia pun tak sadarkan diri saat mendengar jika putranya saat ini tengah dalam keadaan kritis.Sementara Jihan terduduk di lantai dengan air mata yang sudah kembali mengalir deras hingga matanya sudah sipit seperti orang Cina, karena sejak tadi terus saja menangis.'Mas Fadli, maafkan aku mas. Gara-gara aku kamu jadi seperti ini.' batin Jihan merasa bersalah.Zahra yang melihat sahabatnya tengah terpuruk kemudian mendekat ke arah Jihan, lalu dia merangkul pundak wanita itu dan membawanya dalam dekapan."Lo yang sabar ya. Gue yakin kok, suami lo itu adalah pria yang kuat. Dia pasti akan selamat."Jihan tidak menjawab, dia hanya mengan
Haikal memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Dia melihat ke arah Calista yang sedang bangun dengan tertatih.Untung saja wanita itu jatuh di rerumputan, jadi lukanya tidak terlalu parah. "Calista! Tunggu kamu!" teriak Haikal.Calista yang merasa panik melihat ke arah Zahra dan Haikal yang mulai mendekat. Dia pun berlari dari sana hendak menyeberangi Jalan, akan tetapi naas ... dari arah berlawanan ada sebuah truk tronton yang sedang melaju dengan kecepatan yang cukup kencang, sehingga menabrak tubuh Calista.BRUGH!Dan yang lebih naas lagi adalah ... Calista tidak bisa menghindar, hingga dia pun terpental cukup jauh. Dan lebih mengenaskannya lagi ... dari arah yang tak diduga-duga, ada sebuah mobil sehingga melindas kepala milik Calista hingga wanita itu pun meregang nyawa di tempat."Aaaakh!" Zahra yang melihat kejadian itu pun menjerit. Dia langsung memeluk tubuh Haikal karena merasa takut dengan kejadian tersebut. Tubuhnya bergetar, tidak pernah melihat hal yang begitu mengerikan