"Alice, apa kamu sudah pulih sepenuhnya?" Isabela bertanya kepadanya. "Aku sudah pulih, Nek. Tenang saja." "Ya, baguslah. Semula aku pikir akan mengundang mentor bangsawan beberapa hari lagi, sampai keadaanmu benar-benar pulih. Tapi setelah Nenek lihat, sepertinya kamu sudah pulih sepenuhnya." "Mentor bangsawan?" Alice mengerutkan alisnya, merasa bingung. "Alice, kaum bangsawan kerajaan, biasanya melalui pelatihan etika dan tata krama. Apalagi, kamu adalah calon Ratu Yustan." Alice tersenyum percaya diri, "Aku pernah mengikuti kursus etika dan tata krama ketika menjabat sebagai jenderal Casia, Nek." "Itu hanya kursus etika dan tata krama secara umum, Alice. Kaum bangsawan memiliki pelatihan yang lebih ketat dan mendetail. Lihat saja sekarang, kamu duduk sejajar bersamaku, namun tubuhmu terlampau tegak." "Tapi kan, Nek, bukannya posisi duduk dalam beretika itu harus selalu tegak?" Alice merasa heran. "Kamu salah! Ketika berbicara dengan yang tingkatannya lebih tua, dan j
Alice berguling ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur. Seluruh tubuhnya terasa amat pegal. Bagian lehernya terasa kaku. Kaki Alice juga mengalami lecet yang lumayan parah. "Ugh, ternyata pelatihan ini lebih sulit dan mengerikan ketimbang berlatih seni bela diri." Alice mendesah berkali-kali. Drrrttt drrrtt "Gavin..." Alice menjawab panggilan video Gavin. "Hai, sayang. Bagaimana hari mu?" Gavin juga tampaknya lelah. "Sejauh ini cukup baik. Bagaimana denganmu?" Alice tidak ingin mengeluh hanya karena persoalan sepele seperti latihan etika dan tata krama. "Aku juga baik-baik saja. Konferensi ini masih berlangsung 10 hari lagi. Rasanya waktu terasa sangat lambat ketika aku merindukanmu, Alice." "Woah, kamu semakin hari semakin mahir menggombal, Gavin Welbert." "Itu bukan gombalan Sayang. Itu realita rasa cintaku padamu." Wajah Gavin terlihat serius. "Iya, aku juga mencintaimu." Alice mengucapkan kalimat itu dengan wajah memerah. Mereka mengobrol beberapa saat lag
Sepuluh hari telah berlalu, Alice telah berlatih keras. Sekarang gerak gerik Alice lebih beretika dan bertata krama. Alice kini terlihat lebih kalem dan anggun. "Aku rasa, dia lebih cepat belajar dari yang kita duga, Yang Mulia." Merry Rose melihat bangga pada Alice. Alice berjalan berkeliling dengan sepatu setinggi 12 sentimeter dan gaun rok lebar. Dia harus segera terbiasa menggunakannya. "Artinya dia telah siap untuk diumumkan kepada dunia, sebagai pewaris yang sah dari kerajaan Yustan." "Ya, Yang Mulia. Berikan aku waktu 10 hari lagi untuk mempersiapkan dia dengan sempurna." "Hmmm, baiklah. Apa memungkinkan jika aku memerintahkan bendahara kerajaan untuk mengajari Alice tentang keuangan negara juga saat ini?" "Seharusnya itu bisa dilakukan. Tuan Putri memang harus segera menguasai seluk beluk keuangan Yustan." Merry Rose setuju. "Bagus." * * * Alice berjalan menyusuri taman dengan gaun lebar dan sepatu berhak tinggi. "Kress...Kresek..." terdengar suara dibalik t
"Aku tidak peduli kamu mau berbuat apa saja terhadap Matheo." Logan berbalik arah dan akan beranjak pergi. "Logan, aku mohon. Matheo adalah putramu satu-satunya. Bagaimana bisa kamu setega itu membiarkan dia terbunuh?" Louis menahan tangan Logan agar tidak pergi. "Dengar, Louis. Dia hanya berbicara omong kosong. Memangnya dia itu siapa bisa memerintahkan orang untuk membunuh Matheo? Meski Matheo adalah tersangka kejahatan penyerangan di pesawat kerajaan, bagaimanapun dia banyak berjasa bagi negara ini. Jika dia berani membunuh Matheo, akan ada konsekuensi besar baginya. Ketakutan dan kekhawatiran masih tergambar jelas di mata Louis. Penjelasan Logan tidak berpengaruh apapun padanya. "Ta_tapi_" "Louis, aku katakan padamu. Dia tidak pernah punya sumbangsih di Negara Yustan ini. Prestasi apa yang dia miliki? Dia hanya mengandalkan darahnya saja. Karena dia keturunan garis utama. Mana mungkin rakyat mempercayakan kekuasaan negara kepada wanita kampung yang tidak terdidik ini? Perca
"Alice, maafkan aku. Konferensi telah berakhir. Tapi, aku tidak dapat langsung menemuimu di Yustan. Ada beberapa hal yang harus aku bereskan di Albain." "Ya, aku mengerti. Tidak apa-apa." Alice tetap tersenyum, meski sebenarnya hatinya agak kecewa karena tidak dapat bertemu dengan Gavin. Dia merindukannya. Tapi dia juga memahami, Gavin memiliki banyak hal untuk diurus. Dia adalah Raja Albain, tidak boleh sesuka hati untuk meninggalkan Albain sebelum menyelesaikan tugasnya. "Setelah urusanku selesai, aku janji akan segera menemuimu. Bersabarlah, Sayang. Aku juga merindukanmu." "Tentu, Sayang. Tidak perlu mengkhawatirkan aku." "Baiklah, Alice. Nampaknya kamu juga terlihat lelah. Aku harus mengurus setumpuk berkas penting terlebih dahulu. Selamat malam, Sayang." Gavin nampak terburu-buru ingin mengakhiri panggilan. "Hmmm, baiklah. Selamat malam, Sayang." Alice mengakhiri panggilan videonya dengan Gavin. "Fyuh, mengapa rasanya jarak yang tercipta di antara kami semakin jauh?
"Ternyata aku_oh astaga. Aku hamil?!" Perasaan Alice campur aduk saat ini. Antara senang, sedih dan khawatir. Hidupnya masih belum aman di dalam istana ini. Sekarang hadir janin dalam kandungannya. Dia harus lebih ekstra berhati-hati lagi."Aku_aku akan memberitahukan hal ini kepada Gavin. Dia telah lama menantikan hal ini. Pasti dia akan sangat senang."Alice mengambil ponselnya dan melakukan panggilan video. Ketika panggilannya tersambung, wajah Alice sudah tersenyum sumringah."Gavin, aku ingin memberitahukan kalau_""Hai, Alice. Maaf. Tapi, Gavin masih tidur. Karena semalaman kami telah_hmmm. Lalu tadi pagi, sepertinya dia belum puas. Kami melakukannya lagi dan lagi. Dia sekarang kelelahan." Brigitta berbicara dalam panggilan video dan memperlihatkan dirinya yang hanya ditutupi selimut hingga bagian dada. Bagian lehernya terekspos, dipenuhi dengan bekas-bekas percintaan. Sepertinya percintaan mereka sangat panas."Lihatlah, dia masih tertidur nyenyak." Brigitta memperlihatkan Gavi
Pagi-pagi sekali, kediaman utama Isabela, sang ratu Albain, dikunjungi oleh seorang pria paruh baya. Dandanannya rapi, wajahnya penuh wibawa. Tubuhnya tidak begitu tinggi, rambut ikalnya berwarna coklat. Pakaian yang digunakannya menunjukkan bahwa dia adalah seorang aristokrat sejati. "Yang Mulia, ada apa memanggilku pagi-pagi?" "Firlo, aku ingin kamu membuat konferensi kenegaraan di balai kota. Aku ingin membuat pengumuman resmi di balai kota besok." "Maaf Yang Mulia, jika boleh, aku ingin tahu konferensi ini diadakan dengan tujuan apa, Yang Mulia?" "Aku ingin mengumumkan pewaris sah dari kerajaan Yustan. Kedua putri kembar dari Ansara. Aku ingin rakyat mengetahui tentang keberadaan mereka. Setelah kematian Ansara, rakyat pasti bertanya-tanya dan penasaran, siapakah calon ratu Yustan yang selanjutnya. Undang seluruh awak media massa dari dalam negeri dan juga luar negeri." "Baik, Yang Mulia. Aku akan mengatur konferensi sesuai dengan arahan dan permintaan Yang Mulia." Isa
Siang hari Alice tengah melamun di dalam kamarnya, dia hampir tidak mendengar ketika pintu kamarnya diketuk dari luar. Dia segera menghapus airmatanya yang sempat menetes. "Ya, masuklah!" Ujarnya sambil merapikan wajahnya. Alice sangat senang melihat siapa yang datang ke kamarnya. "Ibu, Elisa..." Alice memeluk keduanya. "Alice, mengapa wajahmu pucat?" Sera merasa khawatir melihat wajah Alice yang terlihat kuyu. "Oh, aku tadinya sedang tidak enak badan Bu. Tapi sekarang sudah membaik. Yah, mungkin kelelahan karena pembelajaran yang diberikan Nenek untukku." "Apakah mengerikan?" Gurau Elisa. "Yah, bagaimana jika kamu juga mempelajarinya?" Alice mengedipkan sebelah matanya kepada Elisa. "Tentu saja, Elisa harus mempelajarinya. Mulai sekarang, Sera dan Elisa juga akan tinggal di sini bersama kita." Entah kapan, Isabela juga berada di dalam kamar Alice. Alice terkejut, "Tapi, Nek. Apa tidak sebaiknya Elisa dan Ibu tinggal di sini setelah keadaan benar-benar aman?" "Ib
"AYO, KERAHKAN TENAGA KALIAN!" Alice berteriak kencang memerintahkan para tentara pasukan elit Albain untuk melalui halang rintang yang dibuatnya di tengah-tengah hutan lebat pegunungan Albain. Ratusan tentara elit Albain itu telah melalui pelatihan Alice selama hampir 1 bulan ini. Pelatihan yang diberikan Alice benar-benar mengerikan. Sang Alpha, menciptakan neraka untuk membentuk tentara-tentara terlatih dan profesional. Ketika pelatihannya berakhir, Alice melihat kembali seluruh catatan skor dari setiap orang. "Bagus, bagus. Kalian mengalami peningkatan, meskipun hanya sedikit." Alice memuji para peserta pelatihannya. Seluruh peserta bukannya senang, mereka malah merasa merinding. Jika Alice mengucapkan kata 'peningkatan sedikit' itu artinya, besok harinya akan dibuat sebuah rintangan pelatihan yang baru dan lebih sulit. "Ada apa dengan wajah kalian? Mengapa di wajah kalian aku melihat ada 'keluhan'?" Alice menatap barisan tentara itu satu persatu. "TIDAK, YANG MULIA RATU!
Alice melangkah perlahan di komplek pemakaman dengan memegang seikat karangan bunga Krisan Putih di tangannya. Langkahnya terhenti di sebuah makam keluarga yang terlihat masih baru. Tanahnya masih basah, belum ditumbuhi subur oleh rumput hias yang cantik seperti makam di sekitarnya. Dia berjongkok dan meletakkan bunga Krisan Putih yang dipegangnya. Dipegangnya pusara dengan hati-hati. Perutnya kini agak membuncit, jadi Alice tidak tahan berjongkok lama-lama. Ketika Alice akan bangkit berdiri, sepasang tangan merangkul bahunya dari belakang untuk membantunya. Lalu pada bahunya disampirkan sebuah mantel hangat. "Mengapa kau tidak menggunakan pakaian yang agak tebal? Sekarang sudah hampir musim dingin. Bagaimana nanti jika sakit?" Suara hangat pria mengalun di telinga Alice. Alice menatap pria itu kemudian tersenyum, "Ada kau di sisiku, aku tidak akan sakit." Alice melingkarkan tangannya di pinggang Gavin, dan menyandarkan kepalanya di dadanya. Gavin mengecup pelan dahi istrinya
Berjam-jam waktu telah berlalu, Alice masih duduk di kursinya tanpa beranjak sedikitpun. Wajahnya terlihat lelah dan juga pucat. "Alice, sebaiknya kamu dan Ibu pulang dan beristirahat. Aku dan Jake akan menunggu di sini. Kami akan mengabari kamu jika Gavin telah sadar." Elisa merangkul bahu Alice yang duduk di sisinya. Semalaman Alice tidak tidur. Kini hari sudah berganti pagi. Waktu menunjukan pukul 09.00 pagi. Namun Gavin belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Mereka juga hanya bisa duduk dan menunggu di luar, karena Gavin saat ini masih berada di ruang observasi. "Ya, aku juga akan tetap di sini." Mario juga sejak semalam masih berada di sana. "Kami akan mengantarkan kamu, Bos!" Wella berkata kepada Alice sambil menunjuk dirinya dan Henry. "Benar Alice, setidaknya kau harus menjaga kondisimu juga. Beristirahatlah sejenak!" Ujar Jake pada Alice. Alice sebenarnya merasa tidak tenang jika harus pergi meninggalkan Gavin di rumah sakit. Tapi memang benar, dia harus menjaga k
Tuuuuuuuutttt Dokter melakukan teknik Resusitasi Jantung Paru kepada Gavin, namun tidak juga ada tanda-tanda detak jantungnya kembali. Mesin masih terus berbunyi, tanda detak jantung Gavin tidak terdeteksi. "Siapkan defibrillator!" Dokter meminta perawat memberikan alat kejut jantung. "50 Joule!" Perintah dokter pada perawat yang memegang alat defibrillator. "Everybody clear!" Dokter memberikan kejut jantung pertama kepada Gavin. Namun tidak ada reaksi apapun. "100 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tetap tidak ada reaksi apapun pada Gavin. "150 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tut...Tut...Tut... "Oke, jantung mulai berfungsi. Siapkan ruang operasi. Aku akan mensterilkan diri." Dokter kemudian keluar dari ruang gawat darurat. "Nyonya, sebaiknya Anda menunggu di luar. Kami akan mempersiapkan pasien untuk dioperasi." Alice mengangguk, namun sebelumnya ia memegang tangan Gavin sebelum keluar, "Sayangku
"Ya, aku bersedia bersaksi untuk kerajaan." Louis bersuara. Entah sejak kapan dia masuk ke dalam ruang rapat Parlemen. "Louis?" Isabela menatap tajam kepada pembunuh putrinya itu. Sebenarnya Isabela tahu bahwa yang meracuni Ansara adalah Louis dan Logan. Hanya saja, dia tidak punya cara untuk membuktikannya. Mereka berdua telah bersekongkol dengan sangat rapi. Seluruh rekaman kamera pengawas telah dihapus pada bagian dimana mereka memasukkan racun ke dalam makanan dan minuman Ansara. Setiap kali mereka secara bergantian meracuni Sara. "Aku akan menyerahkan diri dan mengakui perbuatanku. Aku juga akan menjadi saksi kejahatan Logan. Aku menyimpan beberapa bekas botol racun yang telah kosong. Aku rasa itu cukup kuat untuk dijadikan alat bukti." Louis berkata sambil menunjuk Logan. "Pria bajingan ini memaksa aku dan putraku untuk menjadi kaki tangannya. Namun, ketika kami sudah tidak dibutuhkan lagi, dia memerintahkan orang untuk membunuhku. Beruntung bagiku, Matheo tiba di rumah ber
"Rekam baik-baik semua bukti yang akan aku tunjukkan kepada kalian hari ini!" Lalu proyektor menampilkan seluruh bukti transfer uang senilai 1 milyar kepada seluruh anggota Dewan Parlemen yang berasal dari rekening Firlo More. Setelahnya, menampilkan seluruh percakapan Ketua, Wakil, dan beberapa anggota Dewan Parlemen sebelum rapat hari ini dimulai. 'Apakah kalian telah menerima uang senilai 1 milyar yang dikirimkan Firlo?' Terdengar suara Ketua Dewan Parlemen. 'Hahaha, kami telah menerimanya. Pokoknya, apapun yang tuan Firlo minta, akan kita lakukan. Jika mengikutinya, kita akan semakin kaya raya.' Seorang anggota merasa sangat senang. 'Ya, yaa.. Nominal 1 milyar setiap bulan, sangat besar. Tuan Firlo memang sangat murah hati.' Wakil Ketua Dewan Parlemen terdengar sangat bersemangat. 'Hei, sudah. Itu, Perdana Menteri telah datang!' Seseorang dari mereka meminta untuk menghentikan obrolan. 'Tuan Firlo, terima kasih atas hadiahnya. Hahaha.' Ketua Dewan Parlemen bersuara.
Pimpinan Rapat Dewan Parlemen mengamati waktu pada jam tangannya. "Sudahlah Pak Ketua Parlemen, lebih baik kita segera mulai saja rapatnya. Ini sudah pukul 09.05. Tidak baik menunda lebih lama lagi." Firlo mendesak Pimpinan Rapat agar segera mengetuk palunya dan membuka rapat. "Baiklah, semuanya harap tenang. Dengan mengucap syukur kepada Yang Maha Esa, maka Rapat Dewan Parlemen dalam rangka penetapan berlakunya konstitusi baru, telah dimulai secara resmi." Kemudian Pimpinan Rapat yang juga merupakan Ketua Dewan Parlemen, mengetuk palunya di atas meja. Tok "Hari ini adalah voting terakhir pemberlakuan konstitusi baru Negara Yustan tentang Anggaran Belanja Negara Perlengkapan Militer. Seperti yang kita ketahui, sebulan yang lalu, hanya Putri Mahkota Alice Anabel yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pemberlakuan konstitusi baru. Beliau berjanji, akan membawa bukti dan bantahan untuk menggagalkan pemberlakuan konstitusi baru ini." "Benar sekali. Namun, Putri Alice Anabel
"Alice, pakaianmu ini seluruhnya berwarna hitam. Tidakkah kamu ingin menambahkan warna lain?" Sera menyerahkan sebuah saputangan putih untuk Alice letakkan di saku jasnya. Karena menurut kebiasaan di Yustan menggunakan setelan jas serba hitam dan perlengkapan serba hitam, hanya boleh dilakukan ketika pemakaman. Menurut kepercayaan mereka, jika menggunakan pakaian dan perlengkapan serba hitam selain di acara pemakaman dapat membawa kesialan. "Tidak, Bu. Hari ini memang akan menjadi hari kesialan dan pemakaman bagi beberapa orang." Alice memasukkan sebuah saputangan berwarna hitam di saku jasnya. "Aku pergi Bu, Nenek." Alice melihat ke seseorang yang berdiri di belakang Sera. "Alice, kau terlalu tergesa-gesa untuk mendorong pergi Logan dan Firlo." Isabela merasa tidak setuju dengan rencana Alice yang membahayakan dirinya. Padahal dia dapat menyingkirkan mereka perlahan setelah menjabat sebagai Ratu Yustan kelak. "Nenek, untuk menyingkirkan rumput liar, harus mencabut hingga ke ak
"Kau, ajaklah Firlo dan Logan bertemu. Laporkan bahwa kau berhasil membunuh Alice." Jake memerintahkan Maxim keluar dari ruang tahanan untuk segera berpakaian rapi, kemudian mengembalikan ponsel miliknya. "Beberapa hari ini, mereka terus menerus menghubungimu. Aku tidak ingin mereka tahu bahwa kalian gagal membunuh Alice," sambung Jake lagi. "Maksudmu, agar mereka mengira rencananya berhasil dan mereka kemudian lengah?" Maxim menebak rencana mereka. "Ya, katakanlah seperti itu," ujar Jake sambil tersenyum. "Jangan mencoba berpikir untuk kabur! Kami akan mengikuti mu dan memantau setiap pergerakan mu." Jake memperingatkan Maxim. "Bagaimana jika aku berhasil kabur?" Maxim menatap sinis ke arah Jake yang tampak meremehkannya. "Pertama, aku yakin karena kau akan membawa alat penyadap ini di tubuhmu. Kedua, karena pasukanmu masih berada di bawah pengawasan kami. Dan ketiga, adik kandungmu ada di antara mereka. Kau tidak akan berani mengambil resiko dengan melakukan itu." Jake me