"Bagaimana kabarmu selama beberapa bulan terakhir ini?" Liam bertanya dengan tatapan hangat kepada Alice. "Kabarku baik, Sensei!" jawab Alice. "Sekarang kita hanya berdua, emm maksudku bertiga. Bukankah sudah aman bagimu melepaskan masker wajahmu itu?" tanya Liam. Alice melepaskan masker wajahnya, dia juga merasa pengap menggunakan masker terus menerus. "Sebenarnya apa misimu di Albain? Bukankah kamu hanya mengambil cuti untuk menjemput adik dan juga ibumu?" "Ibuku menghilang, dan adikku terbaring di rumah dalam keadaan cacat setelah kecelakaan. Dan aku sekarang, sedang menyelidikinya." "Menyelidiki..? Apa maksudmu Alice?" tanya Liam bingung. "Paman, adik Alice menikah dengan seseorang bermarga Welbert, dan keluarga itu adalah yang terkuat dan terkaya di negara ini, kecelakaan kembarannya dan juga hilangnya ibu Alice mungkin ada hubungannya dengan mereka." Jake melaporkan sambil mengemudi. "Maksudmu, Alice sekarang sedang menyamar menjadi adik perempuannya? Dan dia masuk ke kel
"Bos, anda datang di waktu yang tepat!" ujar Wella yang setelah mendengar kabar Alice sudah tiba di pusat perbelanjaan, segera menuju ke ruang ganti. "Ada apa?" tanya Alice sambil mengganti bajunya satu persatu. "Tuan Gavin Welbert sudah tiba sebelum anda beberapa menit yang lalu. Dia ada di luar, sepertinya sengaja kemari untuk menyusul anda." "Benarkah? Apa dia sempat melihatmu?" tanya Alice sedikit panik. "Sepertinya tidak, untung saja aku cepat menyadarinya. Aku langsung mengambil beberapa pasang baju untuk dicoba di sini." "Syukurlah, terimakasih Wella." Alice bersyukur, Wella seorang yang tanggap dan bergerak cepat. Jika dia ketahuan, semua rencananya akan kacau. "Bos, aku keluar lebih dulu." Wella kemudian melompat ke kamar ganti di sebelah, dan keluar dari tempat Alice masuk tadi. Sekarang Wella berdandan dengan rambut palsu, pakaian pria dan menggunakan masker."Kenapa dia lama sekali?" ujar Gavin sudah menunggu di depan kamar ganti.Wella kemudian berjalan melewati Ga
"Halo, selamat pagi!" terdengar suara Narin datang ke rumah itu pagi sekali seperti biasanya, ketika Gavin dan Alice sedang menyantap sarapannya.Alice menatap kedatangan Narin dengan heran dan menatap ke arah Gavin, namun pria itu terlihat diam dan tidak bergeming. Gavin melanjutkan sarapannya dengan santai."Selamat pagi, bu_kan_nya hari ini tidak latihan?" tanya Alice bingung."Tidak apa, hari ini kita hanya akan melakukan hal-hal dasar dan sederhana. Aku akan mengajarimu cara bermeditasi, dan juga memberikan materi-materi dasar. Kamu hanya cukup melihat aku mempraktekkannya," ujar Narin yang dengan percaya diri menarik kursi meja makan dan duduk di dekat Gavin.Gavin tidak menanggapi perkataan Narin. Dia menatap Alice dan memandangi dia dengan lembut."Alice, aku mungkin akan sibuk hingga malam hari. Siang ini akan ada pertemuan khusus antara Perdana Menteri Albain dan Perdana Menteri Casia untuk membahas kerjasama antar negara. Seharusnya malam ini, kamu menemani aku ke perjamuan
Meskipun Alice telah mempelajari seluruh letak kamera pengawas di rumah utama, sepertinya tidak ada cara untuk lolos dari tangkapan kamera-kamera yang terpasang di hampir semua titik. Satu-satunya cara adalah menggunakan alat pengacak sinyal. Alat pengacak sinyal digunakan untuk mengganggu jaringan internet pada kamera pengawas selama beberapa detik. Setiap kali Alice akan melewati titik yang ada kameranya, kamera pengawas akan mengalami gangguan dan Alice tidak akan terekam ketika melewatinya. Alice mengunci kamar, dan berpura-pura tidur. Kemudian dia pergi dengan menggunakan setelan pakaian pria dan rambut palsu pendek. Alice juga mendandani wajahnya degan riasan agar tidak ada kesan feminim yang terlihat. Setelah beberapa menit, Alice berhasil sampai di mobil Buggati La Voiture berwarna hitam yang dikemudikan bawahannya. Dan setelah beberapa kilometer Alice berpindah ke dalam mobil mewah yang disertai bendera Negara Casia dengan plat mobil bernomor 01. "Kamu tampak sehabis b
Gavin diam terpaku melihat sosok pria yang berdiri tepat disamping Liam. Ketika pria muda yang mungkin masih berusia akhir 20an itu berjalan semakin mendekat kepadanya, ada perasaan familiar. "Gavin Welbert, dia adalah calon kepala keluarga Welbert, keluarga paling kuat dan berpengaruh di negara ini." Perdana Menteri Albain memperkenalkan Gavin kepada Liam Sanders dan Alpha. "Halo, Tuan Welbert," ujar Liam. "Halo, Tuan Sanders," balas Gavin. "Halo, Tuan Welbert," ujar Alpha. Namun tangan Alpha yang terjulur untuk berjabat tangan, sempat tergantung di udara beberapa saat. "Halo, Jenderal Alpha." Sapa Gavin kemudian setelah tersadar. Mario tiba-tiba datang di tengah mereka dan terlihat sangat senang bertemu dengan Alpha. Gavin melihat ketika Alpha ingin menarik tangannya kembali, dan Mario menahan tangannya beberapa waktu. Bahkan pria bertubuh tinggi itu menatap mata Alpha dengan tatapan yang tidak biasa. Ada perasaan aneh yang muncul di hati Gavin. Dia merasa risih dan tidak s
"Halo, Tuan Sanders dan Jenderal Alpha. Saya adalah Gerard Welbert dan ini adalah kakak ipar saya, Laura Hils." "Ya Tuan Gerard dan Nyonya Laura, salam kenal," ujar Liam dengan ramah. "Ya, salam kenal." Alice terlalu malas berpura-pura menghadapi orang-orang munafik itu. Jadi dia menjawab dengan singkat. "Perdana Menteri, aku izin ke toilet dulu," ujar Alice berpamitan kepada Liam. "Silahkan," jawab Liam. Liam memperhatikan ekspresi Alice yang tidak menyukai Gerard dan Laura, jadi dia juga berpura-pura sibuk dengan urusan lain, mengabaikan Gerard dan Laura. "Jake, kemari sebentar!" "Ya, Perdana Menteri!" Jake dan Liam sibuk membahas sesuatu. "Sial, mereka mengabaikan kita!" kesal Gerard. "Jenderal Alpha itu sangat sombong, bahkan mengucapkan salam saja tanpa melihat wajah kita. Benar-benar tidak sopan." "Pelankan suaramu Laura, kamu tidak boleh menjelekkan Jenderal Alpha seperti itu. Mereka orang-orang yang ditakuti di dunia. Itu sebabnya kita harus mampu menjal
"Hai, selamat pagi." Narin berjalan dengan gemulai ke arah Gavin dan Alice yang sedang berdiri di depan pintu. Alice mengantarkan Gavin yang akan berangkat kerja. 'Tumben, dia hari ini tepat waktu datangnya. Biasanya berlagak di meja makan,' cibir Alice dalam hati. "Selamat pagi," balas Alice datar. Sedangkan Gavin hanya diam. "Alice, bagaimana kalau mulai hari ini kita berlatih di Dojo? Kebetulan ada beberapa gadis muda yang juga berlatih bela diri mulai hari ini. Pasti lebih seru kalau latihan bersama. Bagaimana?" Alice menatap ke arah Gavin, tapi Gavin justru salah memaknai tatapan Alice. "Tidak, lebih baik Alice tetap latihan privat di rumah ini saja dan..." "Gavin, aku tidak keberatan. Aku juga jenuh di rumah terus. Lebih baik aku yang pergi ke Dojo, pasti lebih seru." Senyum Narin mengembang cerah seketika setelah mendengar jawaban Alice. 'Dasar bodoh, kamu justru akan menderita di Dojo,' sorak Narin dalam hatinya. Gavin menatap Alice, sedikit tidak percaya.
"A_aku belum ma_ti? Huhuhu..aku belum mati." Lutut Narin lemas setelah lemparan Alice benar-benar mengenai apel di atas kepalanya. Dia takut setengah mati sampai terkencing di celana. "Hmmm, aku mau cari sasaran baru lagi," ujar Alice yang kemudian berdiri setelah memungut pisau dan apelnya. Dia mendekati Tania, Selena, Melly dan Lina. "Cap..cip..cup..kem..bang..kun..cup..si.." Alice kembali bernyanyi dan menunjuk mereka dengan pisau yang di pegangnya. "A_Alice, kumohon jangan lakukan ini lagi," Selena ketakutan. "Hmmm? Jangan lakukan? Tapi kalian akan mengadukan aku kepada Gavin, dan Perdana Menteri. Tadi kalian mengancamku," ujar Alice memasang wajah sedih. "Alice..kami berjanji..kami berjanji tidak akan mengatakan kejadian hari ini," ujar Melly. "Aku tidak perlu janji kalian!" TANK Alice melempar tas yang dibawanya tadi, dan isinya keluar di hadapan mereka semua. Isinya adalah kapak, gergaji kecil, pisau berbagai jenis dan ukuran. Semuanya terlihat baru dan tajam