"Halo, selamat pagi!" terdengar suara Narin datang ke rumah itu pagi sekali seperti biasanya, ketika Gavin dan Alice sedang menyantap sarapannya.Alice menatap kedatangan Narin dengan heran dan menatap ke arah Gavin, namun pria itu terlihat diam dan tidak bergeming. Gavin melanjutkan sarapannya dengan santai."Selamat pagi, bu_kan_nya hari ini tidak latihan?" tanya Alice bingung."Tidak apa, hari ini kita hanya akan melakukan hal-hal dasar dan sederhana. Aku akan mengajarimu cara bermeditasi, dan juga memberikan materi-materi dasar. Kamu hanya cukup melihat aku mempraktekkannya," ujar Narin yang dengan percaya diri menarik kursi meja makan dan duduk di dekat Gavin.Gavin tidak menanggapi perkataan Narin. Dia menatap Alice dan memandangi dia dengan lembut."Alice, aku mungkin akan sibuk hingga malam hari. Siang ini akan ada pertemuan khusus antara Perdana Menteri Albain dan Perdana Menteri Casia untuk membahas kerjasama antar negara. Seharusnya malam ini, kamu menemani aku ke perjamuan
Meskipun Alice telah mempelajari seluruh letak kamera pengawas di rumah utama, sepertinya tidak ada cara untuk lolos dari tangkapan kamera-kamera yang terpasang di hampir semua titik. Satu-satunya cara adalah menggunakan alat pengacak sinyal. Alat pengacak sinyal digunakan untuk mengganggu jaringan internet pada kamera pengawas selama beberapa detik. Setiap kali Alice akan melewati titik yang ada kameranya, kamera pengawas akan mengalami gangguan dan Alice tidak akan terekam ketika melewatinya. Alice mengunci kamar, dan berpura-pura tidur. Kemudian dia pergi dengan menggunakan setelan pakaian pria dan rambut palsu pendek. Alice juga mendandani wajahnya degan riasan agar tidak ada kesan feminim yang terlihat. Setelah beberapa menit, Alice berhasil sampai di mobil Buggati La Voiture berwarna hitam yang dikemudikan bawahannya. Dan setelah beberapa kilometer Alice berpindah ke dalam mobil mewah yang disertai bendera Negara Casia dengan plat mobil bernomor 01. "Kamu tampak sehabis b
Gavin diam terpaku melihat sosok pria yang berdiri tepat disamping Liam. Ketika pria muda yang mungkin masih berusia akhir 20an itu berjalan semakin mendekat kepadanya, ada perasaan familiar. "Gavin Welbert, dia adalah calon kepala keluarga Welbert, keluarga paling kuat dan berpengaruh di negara ini." Perdana Menteri Albain memperkenalkan Gavin kepada Liam Sanders dan Alpha. "Halo, Tuan Welbert," ujar Liam. "Halo, Tuan Sanders," balas Gavin. "Halo, Tuan Welbert," ujar Alpha. Namun tangan Alpha yang terjulur untuk berjabat tangan, sempat tergantung di udara beberapa saat. "Halo, Jenderal Alpha." Sapa Gavin kemudian setelah tersadar. Mario tiba-tiba datang di tengah mereka dan terlihat sangat senang bertemu dengan Alpha. Gavin melihat ketika Alpha ingin menarik tangannya kembali, dan Mario menahan tangannya beberapa waktu. Bahkan pria bertubuh tinggi itu menatap mata Alpha dengan tatapan yang tidak biasa. Ada perasaan aneh yang muncul di hati Gavin. Dia merasa risih dan tidak s
"Halo, Tuan Sanders dan Jenderal Alpha. Saya adalah Gerard Welbert dan ini adalah kakak ipar saya, Laura Hils." "Ya Tuan Gerard dan Nyonya Laura, salam kenal," ujar Liam dengan ramah. "Ya, salam kenal." Alice terlalu malas berpura-pura menghadapi orang-orang munafik itu. Jadi dia menjawab dengan singkat. "Perdana Menteri, aku izin ke toilet dulu," ujar Alice berpamitan kepada Liam. "Silahkan," jawab Liam. Liam memperhatikan ekspresi Alice yang tidak menyukai Gerard dan Laura, jadi dia juga berpura-pura sibuk dengan urusan lain, mengabaikan Gerard dan Laura. "Jake, kemari sebentar!" "Ya, Perdana Menteri!" Jake dan Liam sibuk membahas sesuatu. "Sial, mereka mengabaikan kita!" kesal Gerard. "Jenderal Alpha itu sangat sombong, bahkan mengucapkan salam saja tanpa melihat wajah kita. Benar-benar tidak sopan." "Pelankan suaramu Laura, kamu tidak boleh menjelekkan Jenderal Alpha seperti itu. Mereka orang-orang yang ditakuti di dunia. Itu sebabnya kita harus mampu menjal
"Hai, selamat pagi." Narin berjalan dengan gemulai ke arah Gavin dan Alice yang sedang berdiri di depan pintu. Alice mengantarkan Gavin yang akan berangkat kerja. 'Tumben, dia hari ini tepat waktu datangnya. Biasanya berlagak di meja makan,' cibir Alice dalam hati. "Selamat pagi," balas Alice datar. Sedangkan Gavin hanya diam. "Alice, bagaimana kalau mulai hari ini kita berlatih di Dojo? Kebetulan ada beberapa gadis muda yang juga berlatih bela diri mulai hari ini. Pasti lebih seru kalau latihan bersama. Bagaimana?" Alice menatap ke arah Gavin, tapi Gavin justru salah memaknai tatapan Alice. "Tidak, lebih baik Alice tetap latihan privat di rumah ini saja dan..." "Gavin, aku tidak keberatan. Aku juga jenuh di rumah terus. Lebih baik aku yang pergi ke Dojo, pasti lebih seru." Senyum Narin mengembang cerah seketika setelah mendengar jawaban Alice. 'Dasar bodoh, kamu justru akan menderita di Dojo,' sorak Narin dalam hatinya. Gavin menatap Alice, sedikit tidak percaya.
"A_aku belum ma_ti? Huhuhu..aku belum mati." Lutut Narin lemas setelah lemparan Alice benar-benar mengenai apel di atas kepalanya. Dia takut setengah mati sampai terkencing di celana. "Hmmm, aku mau cari sasaran baru lagi," ujar Alice yang kemudian berdiri setelah memungut pisau dan apelnya. Dia mendekati Tania, Selena, Melly dan Lina. "Cap..cip..cup..kem..bang..kun..cup..si.." Alice kembali bernyanyi dan menunjuk mereka dengan pisau yang di pegangnya. "A_Alice, kumohon jangan lakukan ini lagi," Selena ketakutan. "Hmmm? Jangan lakukan? Tapi kalian akan mengadukan aku kepada Gavin, dan Perdana Menteri. Tadi kalian mengancamku," ujar Alice memasang wajah sedih. "Alice..kami berjanji..kami berjanji tidak akan mengatakan kejadian hari ini," ujar Melly. "Aku tidak perlu janji kalian!" TANK Alice melempar tas yang dibawanya tadi, dan isinya keluar di hadapan mereka semua. Isinya adalah kapak, gergaji kecil, pisau berbagai jenis dan ukuran. Semuanya terlihat baru dan tajam
"Aku pinjam mobilmu, mana kuncinya?" tanya Alice pada Narin. Tap Alice menangkap lemparan ringan dari Narin, sebuah kunci mobil. "Kamu mau kemana Alice? Bagaimana jika nanti Gavin mencari dan menanyakanmu?" "Jam segini dia sibuk di perusahaan. Jika dia meneleponmu, buatlah alasan yang masuk akal. Kamu pandai membuat alasan." ujar Alice, mengingat mulut Narin yang pandai berbohong. Narin hanya mengangguk. Alice melajukan mobil milik Narin di jalan raya, sedangkan Maybach yang biasa digunakannya, dia tinggalkan di Dojo. Alice mengikuti alamat yang diberikan Jake kepadanya kemarin. Dan setelah beberapa saat, Alice sampai di sebuah bangunan rumah sakit yang cukup besar, tertulis 'Rumah Sakit Jiwa Albain' pada plang namanya. Alice melangkah ke dalam, melihat sekeliling. Dia mendatangi ruang informasi. "Elisa? Sudah lama aku tidak melihatmu. Ingin menjenguk ibumu, ya?" ujar seorang wanita paruh baya dengan baju perawat, sebelum Alice sampai di ruang informasi. "Ehm, iya,"
"Elisa dimana? Kenapa dia lama tidak mengunjungi ibu? Apa kamu pernah bertemu dengannya?" tanya Sera penasaran. Alice menceritakan tentang Elisa, dan bagaimana Alice kemudian bisa masuk ke keluarga Welbert untuk menggantikan Elisa. "Oh, Tuhan, Elisaku. Hiks hiks," hati Sera merasa sakit setelah mendengar keadaan Elisa yang beberapa waktu lalu mengalami kecelakaan. Alice menatap ibunya dengan heran, "Ibu, sepertinya Ibu tidak_ Emm, maksudku_" Alice takut mengatakan kalimat yang tidak tepat pada ibunya. Sera tersenyum dengan santai dan tidak tampak marah. Dia mengerti maksud kalimat Alice. "Kenapa Alice? Kamu ingin berkata 'kenapa sepertinya ibu tidak terlihat seperti orang gila?' Itu kan yang kamu maksud?" "Hmmm, iya Bu," Alice mengangguk. "Ibu tidak gila, sayang. Ibu sangat sehat dan normal. Ibu di sini, agar Gerard dan Laura tidak menggunakan ibu untuk mengancam Elisa dan kamu. Tuan Berti Welbert yang sengaja menyembunyikan ibu di sini, karena di sini lebih aman diban