"Argh, sampai saat ini tidak ada apapun yang kutemukan!" ujar Alice sambil merebahkan dirinya di sofa ruang perpustakaan di rumah utama. Hari ini dia mencoba menyelidiki setiap sudut di ruang perpustakaan rumah utama."Milea juga tampaknya aman dan baik-baik saja. Mungkin dia telah kembali ke negara Filepi. Syukurlah kalau memang seperti itu," gumamnya sambil membolak balik halaman buku tentang strategi perang.Beberapa hari telah berlalu, dan penyelidikan Alice tidak membuahkan hasil sedikitpun. Keadaan sangat tenang. Gavin masih belum kembali dari Thurad. Laura dan Selena juga tidak mencari masalah dengannya. Aktivitas Alice sehari-hari kebanyakkan di perpustakaan rumah, sesekali ke rumahnya untuk menjenguk Elisa, dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan segel keluarga Rayes dan juga mencari ibunya.Drrrttt drrrtttSuara telepon Alice membuyarkan lamunannya.Matanya membelalak seketika melihat itu adalah alarm yang berasal dari gelang tangan milik Milea.'Ada apa ini? Apa dia d
"Aku tidak pernah mencari masalah dengan kalian. Aku membunuh anggota kalian karena mereka menyerangku duluan," jawab Alice membela diri."Hmmm..bagaimana jika kamu mengalahkan Hulman, Dias dan juga aku terlebih dahulu. Kurasa aku akan mempertimbangkannya," ujar Lukas."Kita bertarung satu persatu, dan jika kamu kalah, nyawa wanita ini saja taruhannya. Bagaimana? Aku rasa itu cukup adil sebagai pembalasan untuk anggota kami yang kamu bunuh," sambung Lukas lagi sambil mengarahkan pisau tajam ke leher Milea dan membuat sedikit luka disana.Alice tahu, mereka tidak akan keluar dengan mudah dari tempat itu."HENTIKAN! Jangan sakiti dia lagi, aku akan terima tantangan darimu!" jawab Alice cepat."Hahaha, bagus-bagus. Kami ingin tahu sejauh mana kemampuan kamu.""Jangan banyak bicara, ayo kita selesaikan secepatnya!" ujar Alice tidak sabar."Kamu terlalu sombong!" jawab Hulman yang kemudian maju dengan tidak sabaran menerjang ke arah Alice.Hulman mengayunkan tinjunya dan tendangan kepada Al
"Tuan, kita sudah mendarat di Albain."Terdengar suara James membangunkan Tuannya yang tampak kelelahan itu dan tertidur sepanjang penerbangan dari Thurad ke Albain."Benarkah?" dengan penuh semangat Gavin melangkahkan kakinya menuruni pesawat.Dia berhasil menyelesaikan segala urusan dan pekerjaannya di Thurad dan kembali lebih awal daripada perkiraan.Di bandara supir telah siap sedia menunggu kedatangan Gavin Welbert.Gavin tidak membuang-buang waktunya, dia segera memasuki mobilnya dan berniat kembali ke kediaman Welbert secepatnya.Sampai di halaman rumah utama, Gavin bergegas membuka pintu dan melangkah keluar dengan cepat, sebelum supir membuka pintu untuknya.James hanya menggelengkan kepalanya, "Tuan sangat merindukan Nyonya.""Tuan, anda sudah kembali?" ujar Weni menyapa Gavin."Dimana Alice?" tanya Gavin."Nyonya, tadi terburu-buru pergi. Dia tidak mengatakan akan kemana, Tuan," jawab Weni sedikit takut, mungkin Gavin akan marah.Gavin lalu mengecek layar ponselnya dan meli
"Kondisinya tidak buruk. Ini hanya luka permukaan saja. Tidak usah khawatir. Ini resep obatnya. Tidak perlu rawat inap."Dokter memeriksa Alice dan melakukan pemeriksaan keseluruhan. Alice tidak mengalami luka dalam ataupun patah tulang hanya kakinya yang terkilir, jadi dia diperbolehkan untuk pulang."Terimakasih Dokter," ujar Gavin yang kemudian kembali menggendong Alice dalam pelukannya."Gavin, turunkan aku. Ini memalukan, semua orang sedang melihat kita," ujar Alice memberontak untuk turun dari gendongan Gavin."Diam dan tenanglah, atau kamu akan aku cium di hadapan orang-orang itu," ancam Gavin karena kewalahan menahan Alice yang bergerak minta diturunkan dari gendongannya.Alice segera patuh dan diam dalam pelukan Gavin. Dia menggendong Alice menuju ke parkiran dan memasukkan Alice bersama dengannya di kursi belakang.Kini Alice duduk diatas pangkuan Gavin."Kenapa seperti ini? Lepaskan aku. Aku mau duduk dengan benar! Ugh!"Tapi Gavin justru mempererat pelukannya, kedua tangan
"Bagaimana keadaan kakimu hari ini?" tanya Gavin ketika Alice baru bangun.Alice baru saja membuka matanya beberapa menit yang lalu, namun dia tidak segera beranjak dari tempat tidur. Kini dia melihat Gavin telah siap dengan kemeja dan setelan jas kerjanya. Dia selalu tampak memperhatikan penampilannya.Warna pakaian yang digunakannya tampak serasi dengan dasi dan juga jas yang dikenakannya.'Tunggu?! Dasi itu, bukannya dasi yang dipilihkan Wella? Dia memakainya!' batin Alice."Ya, aku sudah jauh membaik. Kakiku sudah tidak sakit lagi," ujar Alice sambil matanya terpaku ke arah dasi Gavin."Kenapa? Apa dasinya tidak cocok dengan bajuku?" tanya Gavin karena mata Alice tertuju ke arah lehernya."Tidak, itu terlihat ba_gus.""Terimakasih, aku menyukainya," ujar Gavin sambil tersenyum lebar."Y_ya, aku hanya sempat khawatir itu tidak sesuai dengan seleramu," wajah Alice bersemu merah tanpa dia sadari.Gavin melihat rona wajah Alice yang berubah, tapi dia tidak ingin membuatnya semakin mal
"Halo, aku adalah pelatih bela diri anda, namaku Narin.""Ya, Halo, namaku Alice," jawab Alice ramah."Alice, dia adalah pelatih bela diri yang akan mengajar kamu. Narin ahli dalam seni bela diri Yudo dan Taekwondo. Selain belajar dasar-dasar Yudo dan Taekwondo, kamu juga akan diajarkan seni pertarungan gaya bebas," ujar Gavin memperkenalkan Narin."Kamu tenang saja, aku akan mengajarkan dia dengan baik," ujar Narin sambil memegang lengan atas Gavin, tatapan ramahnya terlalu berlebihan pada Gavin."Aku akan ke ruang kerja, karena ada hal yang harus aku selesaikan dulu secepatnya.""Oke, serahkan disini padaku," jawab wanita itu dengan nada sok lembut.Sesuai perkataan Gavin beberapa hari yang lalu, Alice akan mulai belajar ilmu bela diri setelah dia pulih sepenuhnya. Jadi sore hari ini Gavin pulang kerja lebih awal, karena membawa pelatih bela diri ke rumah.Narin.. Wajahnya bisa dikatakan tergolong cukup cantik, postur tubuhnya ideal, bahkan pada bagian tertentu cukup berisi. Badanny
"Hai, Gavin, Alice."Sapa seorang wanita ketika Alice dan Gavin sedang menikmati sarapan.'Kenapa hari ini dia datang di pagi hari? Bukannya sore hari?' batin Alice. Namun, mulutnya tetap tersenyum manis dan menjawab, "Oh, hai Narin!""Alice, karena Narin di sore hari punya jadwal mengajar di Dojo, jadi jadwal latihan pribadi untukmu di pagi hari," ujar Gavin."Oke, aku tidak masalah." Alice menjawab sambil menatap Narin dari kepala hingga ke ujung kaki.'Dia bangun jam berapa? Pasti pagi sekali untuk menyiapkan dandanan semenor itu untuk melatih bela diri. Ckckck.' Alice berpikir dan tanpa sadar bibirnya menarik senyuman tipis.Gavin melihat senyum di wajah Alice, "Ada apa? Apa ada hal yang baik?" tanya Gavin."Hmmm?!" Alice mengerutkan alisnya, bingung dengan pertanyaan Gavin."Kamu tiba-tiba tersenyum, apa ada hal baik?" Gavin mengulang pertanyaannya."Tidak, aku senang karena Sensei (panggilan untuk pelatih bela diri) sangat bersemangat mengajariku. Aku rasa, aku akan cepat menguas
"Dasar wanita siluman, menyebalkan sekali. Kesabaranku hampir habis." Alice menggerutu di kamar mandi mengingat perbuatan Narin.Hari ini Narin datang pagi-pagi sekali kerumah, ikut sarapan dan mengobrol dengan ceria di meja makan dengan Gavin. Alice jadi kehilangan nafsu makannya.Narin juga lagi-lagi tidak mengajarkan ilmu bela diri, namun hanya menyuruh Alice berlari 10 putaran dan juga setengah berjongkok selama satu jam. Narin menambahkan 5 putaran, karena Alice kemaren terlihat baik-baik saja dan tidak mengeluh."Di dunia ini kekurangan laki-laki? Setiap hari kerjanya berusaha keras mendekati pria beristri. Aish!" ujarnya kesal sambil menyabun tubuh dan wajahnya dengan kasar karena terbawa emosi.Setelah 15 menit, Alice menyelesaikan mandi dan telah memasang bajunya. Saat dia tengah mengeringkan rambutnya, dia mendengar teleponnya berdering."Bos, anda tidak membaca pesan yang aku kirim?""Pesan? Tunggu!"Alice membuka pesan yang belum terbaca olehnya, karena dia seharian disibuk
"AYO, KERAHKAN TENAGA KALIAN!" Alice berteriak kencang memerintahkan para tentara pasukan elit Albain untuk melalui halang rintang yang dibuatnya di tengah-tengah hutan lebat pegunungan Albain. Ratusan tentara elit Albain itu telah melalui pelatihan Alice selama hampir 1 bulan ini. Pelatihan yang diberikan Alice benar-benar mengerikan. Sang Alpha, menciptakan neraka untuk membentuk tentara-tentara terlatih dan profesional. Ketika pelatihannya berakhir, Alice melihat kembali seluruh catatan skor dari setiap orang. "Bagus, bagus. Kalian mengalami peningkatan, meskipun hanya sedikit." Alice memuji para peserta pelatihannya. Seluruh peserta bukannya senang, mereka malah merasa merinding. Jika Alice mengucapkan kata 'peningkatan sedikit' itu artinya, besok harinya akan dibuat sebuah rintangan pelatihan yang baru dan lebih sulit. "Ada apa dengan wajah kalian? Mengapa di wajah kalian aku melihat ada 'keluhan'?" Alice menatap barisan tentara itu satu persatu. "TIDAK, YANG MULIA RATU!
Alice melangkah perlahan di komplek pemakaman dengan memegang seikat karangan bunga Krisan Putih di tangannya. Langkahnya terhenti di sebuah makam keluarga yang terlihat masih baru. Tanahnya masih basah, belum ditumbuhi subur oleh rumput hias yang cantik seperti makam di sekitarnya. Dia berjongkok dan meletakkan bunga Krisan Putih yang dipegangnya. Dipegangnya pusara dengan hati-hati. Perutnya kini agak membuncit, jadi Alice tidak tahan berjongkok lama-lama. Ketika Alice akan bangkit berdiri, sepasang tangan merangkul bahunya dari belakang untuk membantunya. Lalu pada bahunya disampirkan sebuah mantel hangat. "Mengapa kau tidak menggunakan pakaian yang agak tebal? Sekarang sudah hampir musim dingin. Bagaimana nanti jika sakit?" Suara hangat pria mengalun di telinga Alice. Alice menatap pria itu kemudian tersenyum, "Ada kau di sisiku, aku tidak akan sakit." Alice melingkarkan tangannya di pinggang Gavin, dan menyandarkan kepalanya di dadanya. Gavin mengecup pelan dahi istrinya
Berjam-jam waktu telah berlalu, Alice masih duduk di kursinya tanpa beranjak sedikitpun. Wajahnya terlihat lelah dan juga pucat. "Alice, sebaiknya kamu dan Ibu pulang dan beristirahat. Aku dan Jake akan menunggu di sini. Kami akan mengabari kamu jika Gavin telah sadar." Elisa merangkul bahu Alice yang duduk di sisinya. Semalaman Alice tidak tidur. Kini hari sudah berganti pagi. Waktu menunjukan pukul 09.00 pagi. Namun Gavin belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Mereka juga hanya bisa duduk dan menunggu di luar, karena Gavin saat ini masih berada di ruang observasi. "Ya, aku juga akan tetap di sini." Mario juga sejak semalam masih berada di sana. "Kami akan mengantarkan kamu, Bos!" Wella berkata kepada Alice sambil menunjuk dirinya dan Henry. "Benar Alice, setidaknya kau harus menjaga kondisimu juga. Beristirahatlah sejenak!" Ujar Jake pada Alice. Alice sebenarnya merasa tidak tenang jika harus pergi meninggalkan Gavin di rumah sakit. Tapi memang benar, dia harus menjaga k
Tuuuuuuuutttt Dokter melakukan teknik Resusitasi Jantung Paru kepada Gavin, namun tidak juga ada tanda-tanda detak jantungnya kembali. Mesin masih terus berbunyi, tanda detak jantung Gavin tidak terdeteksi. "Siapkan defibrillator!" Dokter meminta perawat memberikan alat kejut jantung. "50 Joule!" Perintah dokter pada perawat yang memegang alat defibrillator. "Everybody clear!" Dokter memberikan kejut jantung pertama kepada Gavin. Namun tidak ada reaksi apapun. "100 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tetap tidak ada reaksi apapun pada Gavin. "150 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tut...Tut...Tut... "Oke, jantung mulai berfungsi. Siapkan ruang operasi. Aku akan mensterilkan diri." Dokter kemudian keluar dari ruang gawat darurat. "Nyonya, sebaiknya Anda menunggu di luar. Kami akan mempersiapkan pasien untuk dioperasi." Alice mengangguk, namun sebelumnya ia memegang tangan Gavin sebelum keluar, "Sayangku
"Ya, aku bersedia bersaksi untuk kerajaan." Louis bersuara. Entah sejak kapan dia masuk ke dalam ruang rapat Parlemen. "Louis?" Isabela menatap tajam kepada pembunuh putrinya itu. Sebenarnya Isabela tahu bahwa yang meracuni Ansara adalah Louis dan Logan. Hanya saja, dia tidak punya cara untuk membuktikannya. Mereka berdua telah bersekongkol dengan sangat rapi. Seluruh rekaman kamera pengawas telah dihapus pada bagian dimana mereka memasukkan racun ke dalam makanan dan minuman Ansara. Setiap kali mereka secara bergantian meracuni Sara. "Aku akan menyerahkan diri dan mengakui perbuatanku. Aku juga akan menjadi saksi kejahatan Logan. Aku menyimpan beberapa bekas botol racun yang telah kosong. Aku rasa itu cukup kuat untuk dijadikan alat bukti." Louis berkata sambil menunjuk Logan. "Pria bajingan ini memaksa aku dan putraku untuk menjadi kaki tangannya. Namun, ketika kami sudah tidak dibutuhkan lagi, dia memerintahkan orang untuk membunuhku. Beruntung bagiku, Matheo tiba di rumah ber
"Rekam baik-baik semua bukti yang akan aku tunjukkan kepada kalian hari ini!" Lalu proyektor menampilkan seluruh bukti transfer uang senilai 1 milyar kepada seluruh anggota Dewan Parlemen yang berasal dari rekening Firlo More. Setelahnya, menampilkan seluruh percakapan Ketua, Wakil, dan beberapa anggota Dewan Parlemen sebelum rapat hari ini dimulai. 'Apakah kalian telah menerima uang senilai 1 milyar yang dikirimkan Firlo?' Terdengar suara Ketua Dewan Parlemen. 'Hahaha, kami telah menerimanya. Pokoknya, apapun yang tuan Firlo minta, akan kita lakukan. Jika mengikutinya, kita akan semakin kaya raya.' Seorang anggota merasa sangat senang. 'Ya, yaa.. Nominal 1 milyar setiap bulan, sangat besar. Tuan Firlo memang sangat murah hati.' Wakil Ketua Dewan Parlemen terdengar sangat bersemangat. 'Hei, sudah. Itu, Perdana Menteri telah datang!' Seseorang dari mereka meminta untuk menghentikan obrolan. 'Tuan Firlo, terima kasih atas hadiahnya. Hahaha.' Ketua Dewan Parlemen bersuara.
Pimpinan Rapat Dewan Parlemen mengamati waktu pada jam tangannya. "Sudahlah Pak Ketua Parlemen, lebih baik kita segera mulai saja rapatnya. Ini sudah pukul 09.05. Tidak baik menunda lebih lama lagi." Firlo mendesak Pimpinan Rapat agar segera mengetuk palunya dan membuka rapat. "Baiklah, semuanya harap tenang. Dengan mengucap syukur kepada Yang Maha Esa, maka Rapat Dewan Parlemen dalam rangka penetapan berlakunya konstitusi baru, telah dimulai secara resmi." Kemudian Pimpinan Rapat yang juga merupakan Ketua Dewan Parlemen, mengetuk palunya di atas meja. Tok "Hari ini adalah voting terakhir pemberlakuan konstitusi baru Negara Yustan tentang Anggaran Belanja Negara Perlengkapan Militer. Seperti yang kita ketahui, sebulan yang lalu, hanya Putri Mahkota Alice Anabel yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pemberlakuan konstitusi baru. Beliau berjanji, akan membawa bukti dan bantahan untuk menggagalkan pemberlakuan konstitusi baru ini." "Benar sekali. Namun, Putri Alice Anabel
"Alice, pakaianmu ini seluruhnya berwarna hitam. Tidakkah kamu ingin menambahkan warna lain?" Sera menyerahkan sebuah saputangan putih untuk Alice letakkan di saku jasnya. Karena menurut kebiasaan di Yustan menggunakan setelan jas serba hitam dan perlengkapan serba hitam, hanya boleh dilakukan ketika pemakaman. Menurut kepercayaan mereka, jika menggunakan pakaian dan perlengkapan serba hitam selain di acara pemakaman dapat membawa kesialan. "Tidak, Bu. Hari ini memang akan menjadi hari kesialan dan pemakaman bagi beberapa orang." Alice memasukkan sebuah saputangan berwarna hitam di saku jasnya. "Aku pergi Bu, Nenek." Alice melihat ke seseorang yang berdiri di belakang Sera. "Alice, kau terlalu tergesa-gesa untuk mendorong pergi Logan dan Firlo." Isabela merasa tidak setuju dengan rencana Alice yang membahayakan dirinya. Padahal dia dapat menyingkirkan mereka perlahan setelah menjabat sebagai Ratu Yustan kelak. "Nenek, untuk menyingkirkan rumput liar, harus mencabut hingga ke ak
"Kau, ajaklah Firlo dan Logan bertemu. Laporkan bahwa kau berhasil membunuh Alice." Jake memerintahkan Maxim keluar dari ruang tahanan untuk segera berpakaian rapi, kemudian mengembalikan ponsel miliknya. "Beberapa hari ini, mereka terus menerus menghubungimu. Aku tidak ingin mereka tahu bahwa kalian gagal membunuh Alice," sambung Jake lagi. "Maksudmu, agar mereka mengira rencananya berhasil dan mereka kemudian lengah?" Maxim menebak rencana mereka. "Ya, katakanlah seperti itu," ujar Jake sambil tersenyum. "Jangan mencoba berpikir untuk kabur! Kami akan mengikuti mu dan memantau setiap pergerakan mu." Jake memperingatkan Maxim. "Bagaimana jika aku berhasil kabur?" Maxim menatap sinis ke arah Jake yang tampak meremehkannya. "Pertama, aku yakin karena kau akan membawa alat penyadap ini di tubuhmu. Kedua, karena pasukanmu masih berada di bawah pengawasan kami. Dan ketiga, adik kandungmu ada di antara mereka. Kau tidak akan berani mengambil resiko dengan melakukan itu." Jake me