Dengan kesal Alice melangkah menuju ke taman belakang rumah utama. Dia duduk di sebuah kursi taman memandang ke arah bunga-bunga indah dari berbagai jenis dan warna.Tidak jauh dari tempat Alice duduk, juga terdapat kolam ikan yang cukup besar. Karena airnya yang jernih, Alice dapat melihat ikan-ikan yang cantik berenang kesana kemari.Ketika Alice berdiri dari tempat duduknya, entah mengapa ada perasaan terancam dari arah belakangnya. Sesuatu yang sangat besar berlari ke arahnya.* * *Gavin saat ini sedang merokok di balkon ruang kerjanya, dia sedari tadi memandangi Alice yang sedang duduk di taman.Mata Gavin membeliak ketika menyaksikan seeokor anjing hitam yang sangat besar berlari dengan ganas ke arah Alice."ALICE, AWAS!" teriak Gavin dari balkon di ruang kerjanya. Gavin segera berlari menuju ke taman dimana Alice berada.* * *Anjing berjenis The Great Dane sangat terkenal dengan keganasannya dan kemampuannya membunuh mangsa dengan cepat. Anjing berjenis ini sangat sulit untuk
Gavin menatap Alice dengan penuh arti. Alice menoleh dan melihat bagaimana cara pria itu melihat padanya."Ada apa? Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Alice."Bagaimana kamu melakukannya?""Melakukan apa?""Anjing itu tiba-tiba patuh kepadamu, bagaimana caramu melakukannya?""Bukankah kamu melihatnya tadi, emm..maksudku cara aku melakukannya.""Ya, tapi kamu sangat tenang. Apa kamu tidak takut?"'Aish, selama pengalamanku melakukan pelatihan menjadi tentara elit di Casia, itu tidak seberapa. Kami biasanya berkemah ke hutan yang dipenuhi hewan buas, tidur di gua yang dipenuhi ular berbisa, mendaki jurang terjal tanpa pengaman. Bahkan jika melakukan kesalahan selama pelatihan, akan dimasukkan ke kandang singa atau harimau. Pelatihan yang mengerikan,' keluh Alice dalam hati."Hmmm..Aku hanya percaya pada perkataan ayahku. Beliau selalu berkata, 'Jika bertemu hewan buas sudah tidak mungkin berlari atau jika melawan pasti dimangsa. Maka mengalahkan hewan buas harus dengan otak dan ketena
Alice keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan jubah mandi dan handuk kecil di kepalanya, membelit rambutnya yang basah. Dia lupa membawa baju ganti sebelum masuk ke kamar mandi.Gavin yang sedang duduk di sofa sambil membaca majalah bisnis, menatap ke arah Alice.Mendapat tatapan dari Gavin, tangan Alice reflek menyilang di depan dadanya memegang sisi-sisi jubahnya agar tidak kendur."Emm, makan malam ini apa harus menggunakan baju khusus?" tanya Alice."Tidak, berpakaianlah senyaman yang kamu inginkan.""Oh..oke!"Alice melangkah ke depan meja rias. Dia mengambil pengering rambut dan membuka belitan handuk di kepalanya.'Di_dia..tampak cantik seperti itu,' batin Gavin. Tanpa sadar, jakunnya bergerak naik turun menatap pemandangan di hadapannya."Ada apa?" tanya Alice."Tidak_tidak apa-apa."Gavin kemudian membawa baju gantinya ke kamar mandi.Alice melanjutkan aktivitasnya mengeringkan rambutnya. Dia baru menyadari, bahwa di meja rias ini sudah tersedia berbagai produk peraw
"Selamat datang Gavin, Alice. Silahkan duduk. Sebentar lagi jamuan kita dimulai," ujar Gerard yang saat ini duduk di posisi kepala meja.Gavin membuka dan mendorong kursi untuk Alice di meja makan. Sementara salah satu pelayan kemudian melakukan hal yang sama kepada Gavin.Dia menunjukkan perhatiannya kepada istrinya, dan seluruh mata di tempat itu tertuju kepada mereka berdua."Wow, Alice. Biasanya kamu selalu tampak lusuh dan berdandan ala kadarnya saja. Aku tidak menyangka kamu bisa tampil cantik juga," puji Selena, namun nadanya semacam merendahkan."Ya, aku sebenarnya sedikit malas berdandan. Jika aku tampil menonjol, orang akan salah mengira kamu sebagai asistenku jika kita berdampingan," sindir Alice."Kamu?!" Selena melotot kepada Alice."Kakak, kamu dengar? Dia menghinaku dan..."Kalimat Selena terhenti ketika Gavin justru membukakan serbet dan menaruhnya di atas pangkuan Alice."Terima kasih," ujar Alice dengan tersenyum semanis mungkin kepada Gavin.Pelayan berbaris membawa
"Ayah, kenapa kamu pergi keluar? Bukankah Ayah sedang tidak sehat?" Gerard mendekat ke arah pria tua itu dan memegang tangannya menggantikan pelayan itu memapahnya.'Ayah? Apa dia Berti Welbert?' pikir Alice sambil memindai ke arah pria itu.Berti Welbert berjalan ke arah Alice. Menurut etikanya, karena yang lebih tua sedang datang menghampiri, otomatis Gavin dan Alice berdiri dari tempatnya duduk."Kakek," sapa Gavin."Alice, mengeluhlah padaku jika ada dari mereka yang menindasmu."Alice menatap pria itu dengan tersenyum, "Kakek, aku tidak ditindas, tidak usah khawatir."BUK"Kamu seharusnya tidak membiarkan istrimu memakan daging mentah itu!"Berti memarahi Gavin dan memukul bahunya dengan tongkat, namun Gavin hanya berdiri dengan tenang dan diam saja."Kakek, ini bukan salah Gavin, memang aku yang ingin memakannya," ujar Alice membela Gavin.Berti memandangi Alice dengan tatapan penuh arti, ada binar cerah di matanya. Dia memegang puncak kepala Alice."Alice, kamu..hmmm..." Kakek
Hening.Itu yang dirasakan James saat ini. Baik nyonya maupun tuannya, masing-masing sibuk dengan pemikirannya.Berbeda dengan apa yang mereka tampilkan ketika berada di rumah Gerard. Mereka berhasil bekerjasama menampilkan sepasang suami istri yang saling pengertian dan romantis.Kedua suami istri itu melangkah perlahan menuju ke kamarnya. Gavin memindai tampak punggung Alice yang tegap, berjalan di depannya.Sesampainya di kamar, Alice membersihkan riasan wajahnya di depan kaca meja rias. Gavin hanya berdiri dan menatap diam Alice dari pantulan kaca."Ada apa? Apa ada yang mau kamu bicarakan kepadaku?" tanya Alice."Andalkan aku Alice. Mulai sekarang kamu harus belajar mengandalkan aku."Alice menoleh ke arah Gavin dengan tatapan kebingungan, " Maksudmu?""Katakan apa saja keluhanmu kepadaku, kamu tidak harus menerima perlakuan tidak baik terus menerus. Menolaklah jika kamu tidak suka melakukannya. Aku akan ada dan berdiri untukmu."Alice mengkerutkan keningnya sejenak mendengarkan
"UH!"Alice terbangun di pagi hari, dia menatap sekeliling dan ketika kesadarannya telah penuh, dia terkejut.Dia meraba seluruh tubuhnya, dan juga membuka selimutnya."Fyuh," dia menghembuskan napas lega seketika."Kenapa? Apa kamu kecewa aku tidak melakukan apapun kepadamu semalam?" terdengar suara seorang pria di dekat telinga Alice.Ketika Alice menoleh, dia mendapati Gavin sedang menatapnya dengan posisi sebelah tangan menopang lehernya. Piyamanya yang longgar, membuat ototnya yang besar menyembul keluar dari balik bajunya. Aroma maskulin pria itu juga menguar masuk ke hidung Alice."Aish!" Alice merasa wajahnya panas, dia segera beranjak dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi sebelum pria itu melihat rona wajahnya yang berubah."Hehe, dia lucu juga kalau sedang salah tingkah," gumam Gavin sambil menatap punggung Alice yang menjauh pergi dan menghilang di balik pintu kamar mandi.* * *"Apa kamu yakin, tidak mau aku temani ke rumah Kakek?" ujar Gavin sembari menyantap sarapan
Alice tiba di rumah Berti Welbert, dia disambut oleh seorang pelayan."Nyonya Alice, Tuan Besar sudah menunggu di halaman belakang."Alice mengikuti dengan tenang langkah pelayan itu menuju ke arah taman belakang.Dari kejauhan, tampak pria berusia 70 tahunan lebih, tubuh ringkihnya duduk di kursi roda sambil menikmati hangatnya matahari. "Duduklah disini, Elisa."'Elisa? Berti Welbert tahu bahwa yang menikahi Gavin adalah Elisa dan bukan aku?' batin Alice."Aku berharap kamu menjaga batasanmu!""Apa maksud Tuan Besar?" Alice hanya berjudi dengan perkataannya. Alice yakin, Elisa tidak akan berani memanggil Berti Welbert dengan sebutan 'Kakek'."Aku mendengar, bahwa kamu dan Gavin sekarang tidur sekamar. Benarkah?""Iya, Tuan Besar.""Elisa, ingatlah. Bahwa sedari awal kamu hanya menggantikan posisi Alice hanya sampai dia datang dan membawa segel keluarga Rayes. Setelah Gavin dipastikan menjadi kepala keluarga dan memimpin perusahaan Welbert, aku akan membawamu menemui ibumu dan bahkan