Adriana terdiam cukup lama sampai berhasil menyelesaikan kekacauan di depannya. Dia menutup mapnya, lalu bangkit berdiri. Daniel juga ikut berdiri."Kau tidak perlu bertanya pada orang lain. Coba tanya ibumu sendiri," ucap Adriana akhirnya setelah berhasil mengeluarkan suaranya. "Kenapa bukan kau yang bercerita? Hah?"Suara Daniel meninggi. Dia terlihat frustasi karena jawaban yang diberikan Adriana tidak memuaskan ras ingin tahunya. Adriana sengaja memutar kata-katanya."Aku tidak berhak mengatakannya. Aku ingin kejujuran itu keluar dari mulut ibumu sendiri. Tanpa paksaan atau desakan dari siapapun," jawab Adriana sesantai mungkin. Padahal sebenarnya dia tengah memendam amarah yang menggelegak di dalam dadanya."Kau sama saja dengan mama. Senang membuat teka-teki," timpal Daniel datar."Terus terang aku tidak akan pernah sama dengan ibumu," bantah Adriana. Meskipun darahnya mengalir di tubuhku, dia menambahkan dalam hati. "Sepertinya aku tidak mampu membuatmu membuka suara. Baiklah
"Aku bilang aku tidak mau," seru Laura. Sejak tadi dia sudah memberitahu ibunya bahwa dia tidak menyetujui usul ibunya. Tapi ibunya terus memaksa agar dia mau mengikuti permintaan yang benar-benar bukan keluar dari keinginannya."Ini semua demi kebaikanmu. Kau akan semakin populer," tukas Ambar bersikeras dengan keputusannya. "Banyak orang akan mengenalmu. Tidak hanya itu tanpa kau sadari kau melakukan promosi gratis pada hotel milik papamu."Laura memijat keningnya yang tiba-tiba berdenyut. Suasana hatinya malam ini berubah seketika. Itu semua karena ide gila dari ibunya. Mungkin menurut ibunya itu bagus tapi tidak menurut dia. Dia memiliki cara lain untuk lebih terkenal. Yang pasti bukan dengan cara yang ibunya sampaikan."Coba mama bayangkan. Untuk bertemu denganku mereka harus membeli banyak novelku," ucap Laura pelan tapi nada suaranya terdengar sangat tegas."Tidak ada yang salah dengan itu. Justru hal itu bisa mendongkrak hasil penjualan novelmu," tukas ibunya santai. "Kau akan
"Apa tubuhmu ada yang terluka?" Daren mengamati Adriana dengan seksama. Tubuh Adriana terguncang dan bergetar di bawah pegangan tangannya. Kedua mata Adriana terlihat berkaca-kaca. Melihat itu Daren merasa sangat sakit hati. Dia lalu memeluk Adriana, menenangkan kekasihnya itu."Semua sudah berakhir. Percayalah semua akan baik-baik saja," ucap Daren menenangkan.Adriana terisak di dalam pelukan Daren. Dia tidak pernah menyangka akan mendapatkan perlakuan kasar seperti itu. Semula dia berpikir dia akan mendengar suara protes dari para tamu undangan.Ternyata Adriana salah. Tidak hanya protes yang dia terima. Cacian, hujatan, ujaran kebencian, juga lemparan barang-barang yang beraneka rupa. Dia sempat merasakan lemparan benda keras tepat mengenai keningnya. Kini dia baru menyadari bahwa keningnya berdarah, lalu tangannya menyentuh keningnya untuk mengusap darahnya."Kau berdarah. Kau harus segera diobati." Daren membelalakkan matanya saat melihat kening Adriana terluka.Daren mengajak A
"Apa tidak masalah bila kita pergi begitu saja?" tanya Adriana pada Daren saat mereka tengah dalam perjalanan pulang. Dia menoleh ke belakang, menatap pada bayangan kosong di belakang sana."Aku rasa tidak masalah. Biarkan saja mereka, Daniel dan ibumu, menyelesaikan masalah mereka sendiri," jawab Daren santai sambil menatap ke depan. Perhatiannya kini tertuju pada lalu lintas yang cukup padat merayap.Adriana menarik napas panjang. Benaknya melayang ke kejadian sebelumnya. Pikirnya, bukan seperti itu yang dia harapkan. Ibunya mengakuinya sebagai anak karena terpaksa bukan karena keinginannya sendiri. Adriana tidak terlalu menyukainya. Seharusnya ibunya mengakui keberadaannya dengan kata-kata yang tulus."Apa yang sedang kau pikirkan?"Pertanyaan Daren berhasil membawa Adriana kembali ke dunia nyata. Dia mengulas senyum masam. Daren seolah bisa membaca isi pikirannya saat ini."Aku memikirkan tentang ibuku," jawab Adriana, lalu dia memandang ke arah luar jendela."Buat apa kamu memikir
"Laura .... sekarang kau ada di mana?"Adrian nama ulang pertanyaanya sekali lagi karena Laura tidak kunjung berbicara. Adriana hanya mendengar suara tarikan napas Laura. Hal ini membuat dia semakin mengkhawatirkan keadaan Laura."Laura .... Apa kau mendengarku?" bentak Adriana kesal."Aku mendengarkanmu," sahut Laura akhirnya.Adriana menghilang napas lega. Dari suaranya Laura terdengar baik-baik saja. Entah apa yang dilakukan Laura sekarang, dia sangat penasaran dan ingin tahu keadaan Laura sebenarnya."Katakan padaku posisimu sekarang," pinta Adriana sedikit mendesak."Aku akan memberi tahumu di mana aku sekarang hanya kalau kau tidak memberi tahu Daniel maupun mama," balas Laura dengan suara yang diseret-seret.Adriana menarik napas panjang. Permintaan Laura sangat berat untuk dia lakukan. Sekarang Daniel pasti sangat mengkhawatirkan Laura dan ingin tahu keberadaan Laura saat ini."Baiklah kalau itu maumu. Aku berjanji tidak akan memberi tahu mereka. Apa sekarang kau puas?"Laura
Kedua mata Laura membulat lebar setelah mendengar jawaban Adriana. Adriana tidak mungkin membawa dia ke rumahnya. Adriana pasti tidak serius dengan apa yang dia lakukan."Turunlah dari mobilku sekarang," pinta Adriana. "Kau tidak perlu khawatir, kau akan aman tinggal di sini." Adriana menambahkan.Dengan berat hati akhirnya Laura turun dari mobil Adriana. Kepalanya terangkat saat dia memandang kondisi rumah Adriana yang sangat bagus dan terawat. Tidak mungkin dia akan tinggal di sini, batin Laura tidak percaya dengan penglihatannya saat ini."Kau pasti tidak serius mengajakku ke sini," ucap Laura setelah mereka turun dari mobil."Kenapa kau bisa bilang seperti itu? Tentu saja aku serius dengan kata-kataku." Adriana terdengar sedikit tersinggung karena Laura tidak percaya padanya. "Aku tidak tahu harus membawamu ke mana. Jadi aku putuskan mengajakmu ke rumahku. Lagi pula Daniel dan mamamu tidak pernah mengetahui rumah ini."Adriana mengayun langkahnya panjang-panjang. Sesampainya di de
"Aku pikir sebaiknya mama tidak mengganggu Adriana lagi. Dia tidak pernah bersikap buruk sebelumnya," ucap Daniel pelan. Dia menatap ibu tirinya dengan sorot memohon. "Biarkan Laura juga. Selama ini Mama selalu mengekang dia. Mungkin sekarang adalah kesempatan bagi Laura untuk mengembangkan diri tanpa campur tangan dari mama.""Kau tidak bisa berkata seperti itu. Aku tidak mungkin membiarkan Laura bersama Adriana karena Adriana memberikan pengaruh yang buruk pada Laura," timpal Ambar cepat."Kata siapa Adriana memberikan pengaruh yang buruk? Itu hanya asumsi Mama sendiri. Adriana bukan orang seperti itu," kata Daniel membela Adriana. "Selama Adriana bekerja denganku, dia tidak pernah melakukan kesalahan atau memberikan pengaruh yang buruk pada pegawai lain.""Kau ....""Bukankah Mama telah mendapatkan semua keinginan mama? Lalu kenapa Mama masih mengusik hidup Adriana?"Daniel tidak habis pikir dengan jalan pikiran ibu tirinya. Semua keinginan dia telah terpenuhi. Tapi kenapa dia masih
"Hentikan ini sekarang juga!"Adriana mengucek matanya. Penglihatannya kini menjadi lebih jelas. Ternyata laki-laki itu adalah Daniel. Dia mengulas senyum lebar merasa lega Daniel datang di saat yang tepat."Jangan pedulikan Daniel! Kalian harus mendapatkan Laura," perintah Ambar dengan nada yang sengit. Sekalipun tidak tampak rasa takut di wajah Ambar. Dia akan menyingkirkan siapa saja yang menghalangi jalannya, termasuk Daniel. Anak tirinya sendiri.Daniel berjalan cepat maju ke depan. dengan gerakan gesit dia menyerang orang-orang suruhan ibu tirinya. Dia melancarkan beberapa pukulan mematikan yang tepat mengenai dada perut wajah mereka. Meskipun dia sendirian, dia berhasil melumpuhkan tiga orang laki-laki bertubuh kekar itu. Tidak sia-sia selama ini dia belajar karate sampai mendapatkan sabuk hitam."Menyingkir dari sini! Atau aku akan memanggil polisi ke sini." Daniel membentak dan mengancam dengan suara yang keras membuat mereka lari tunggang langgang meninggalkan halaman rumah