"Aku bilang aku tidak mau," seru Laura. Sejak tadi dia sudah memberitahu ibunya bahwa dia tidak menyetujui usul ibunya. Tapi ibunya terus memaksa agar dia mau mengikuti permintaan yang benar-benar bukan keluar dari keinginannya."Ini semua demi kebaikanmu. Kau akan semakin populer," tukas Ambar bersikeras dengan keputusannya. "Banyak orang akan mengenalmu. Tidak hanya itu tanpa kau sadari kau melakukan promosi gratis pada hotel milik papamu."Laura memijat keningnya yang tiba-tiba berdenyut. Suasana hatinya malam ini berubah seketika. Itu semua karena ide gila dari ibunya. Mungkin menurut ibunya itu bagus tapi tidak menurut dia. Dia memiliki cara lain untuk lebih terkenal. Yang pasti bukan dengan cara yang ibunya sampaikan."Coba mama bayangkan. Untuk bertemu denganku mereka harus membeli banyak novelku," ucap Laura pelan tapi nada suaranya terdengar sangat tegas."Tidak ada yang salah dengan itu. Justru hal itu bisa mendongkrak hasil penjualan novelmu," tukas ibunya santai. "Kau akan
"Apa tubuhmu ada yang terluka?" Daren mengamati Adriana dengan seksama. Tubuh Adriana terguncang dan bergetar di bawah pegangan tangannya. Kedua mata Adriana terlihat berkaca-kaca. Melihat itu Daren merasa sangat sakit hati. Dia lalu memeluk Adriana, menenangkan kekasihnya itu."Semua sudah berakhir. Percayalah semua akan baik-baik saja," ucap Daren menenangkan.Adriana terisak di dalam pelukan Daren. Dia tidak pernah menyangka akan mendapatkan perlakuan kasar seperti itu. Semula dia berpikir dia akan mendengar suara protes dari para tamu undangan.Ternyata Adriana salah. Tidak hanya protes yang dia terima. Cacian, hujatan, ujaran kebencian, juga lemparan barang-barang yang beraneka rupa. Dia sempat merasakan lemparan benda keras tepat mengenai keningnya. Kini dia baru menyadari bahwa keningnya berdarah, lalu tangannya menyentuh keningnya untuk mengusap darahnya."Kau berdarah. Kau harus segera diobati." Daren membelalakkan matanya saat melihat kening Adriana terluka.Daren mengajak A
"Apa tidak masalah bila kita pergi begitu saja?" tanya Adriana pada Daren saat mereka tengah dalam perjalanan pulang. Dia menoleh ke belakang, menatap pada bayangan kosong di belakang sana."Aku rasa tidak masalah. Biarkan saja mereka, Daniel dan ibumu, menyelesaikan masalah mereka sendiri," jawab Daren santai sambil menatap ke depan. Perhatiannya kini tertuju pada lalu lintas yang cukup padat merayap.Adriana menarik napas panjang. Benaknya melayang ke kejadian sebelumnya. Pikirnya, bukan seperti itu yang dia harapkan. Ibunya mengakuinya sebagai anak karena terpaksa bukan karena keinginannya sendiri. Adriana tidak terlalu menyukainya. Seharusnya ibunya mengakui keberadaannya dengan kata-kata yang tulus."Apa yang sedang kau pikirkan?"Pertanyaan Daren berhasil membawa Adriana kembali ke dunia nyata. Dia mengulas senyum masam. Daren seolah bisa membaca isi pikirannya saat ini."Aku memikirkan tentang ibuku," jawab Adriana, lalu dia memandang ke arah luar jendela."Buat apa kamu memikir
"Laura .... sekarang kau ada di mana?"Adrian nama ulang pertanyaanya sekali lagi karena Laura tidak kunjung berbicara. Adriana hanya mendengar suara tarikan napas Laura. Hal ini membuat dia semakin mengkhawatirkan keadaan Laura."Laura .... Apa kau mendengarku?" bentak Adriana kesal."Aku mendengarkanmu," sahut Laura akhirnya.Adriana menghilang napas lega. Dari suaranya Laura terdengar baik-baik saja. Entah apa yang dilakukan Laura sekarang, dia sangat penasaran dan ingin tahu keadaan Laura sebenarnya."Katakan padaku posisimu sekarang," pinta Adriana sedikit mendesak."Aku akan memberi tahumu di mana aku sekarang hanya kalau kau tidak memberi tahu Daniel maupun mama," balas Laura dengan suara yang diseret-seret.Adriana menarik napas panjang. Permintaan Laura sangat berat untuk dia lakukan. Sekarang Daniel pasti sangat mengkhawatirkan Laura dan ingin tahu keberadaan Laura saat ini."Baiklah kalau itu maumu. Aku berjanji tidak akan memberi tahu mereka. Apa sekarang kau puas?"Laura
Kedua mata Laura membulat lebar setelah mendengar jawaban Adriana. Adriana tidak mungkin membawa dia ke rumahnya. Adriana pasti tidak serius dengan apa yang dia lakukan."Turunlah dari mobilku sekarang," pinta Adriana. "Kau tidak perlu khawatir, kau akan aman tinggal di sini." Adriana menambahkan.Dengan berat hati akhirnya Laura turun dari mobil Adriana. Kepalanya terangkat saat dia memandang kondisi rumah Adriana yang sangat bagus dan terawat. Tidak mungkin dia akan tinggal di sini, batin Laura tidak percaya dengan penglihatannya saat ini."Kau pasti tidak serius mengajakku ke sini," ucap Laura setelah mereka turun dari mobil."Kenapa kau bisa bilang seperti itu? Tentu saja aku serius dengan kata-kataku." Adriana terdengar sedikit tersinggung karena Laura tidak percaya padanya. "Aku tidak tahu harus membawamu ke mana. Jadi aku putuskan mengajakmu ke rumahku. Lagi pula Daniel dan mamamu tidak pernah mengetahui rumah ini."Adriana mengayun langkahnya panjang-panjang. Sesampainya di de
"Aku pikir sebaiknya mama tidak mengganggu Adriana lagi. Dia tidak pernah bersikap buruk sebelumnya," ucap Daniel pelan. Dia menatap ibu tirinya dengan sorot memohon. "Biarkan Laura juga. Selama ini Mama selalu mengekang dia. Mungkin sekarang adalah kesempatan bagi Laura untuk mengembangkan diri tanpa campur tangan dari mama.""Kau tidak bisa berkata seperti itu. Aku tidak mungkin membiarkan Laura bersama Adriana karena Adriana memberikan pengaruh yang buruk pada Laura," timpal Ambar cepat."Kata siapa Adriana memberikan pengaruh yang buruk? Itu hanya asumsi Mama sendiri. Adriana bukan orang seperti itu," kata Daniel membela Adriana. "Selama Adriana bekerja denganku, dia tidak pernah melakukan kesalahan atau memberikan pengaruh yang buruk pada pegawai lain.""Kau ....""Bukankah Mama telah mendapatkan semua keinginan mama? Lalu kenapa Mama masih mengusik hidup Adriana?"Daniel tidak habis pikir dengan jalan pikiran ibu tirinya. Semua keinginan dia telah terpenuhi. Tapi kenapa dia masih
"Hentikan ini sekarang juga!"Adriana mengucek matanya. Penglihatannya kini menjadi lebih jelas. Ternyata laki-laki itu adalah Daniel. Dia mengulas senyum lebar merasa lega Daniel datang di saat yang tepat."Jangan pedulikan Daniel! Kalian harus mendapatkan Laura," perintah Ambar dengan nada yang sengit. Sekalipun tidak tampak rasa takut di wajah Ambar. Dia akan menyingkirkan siapa saja yang menghalangi jalannya, termasuk Daniel. Anak tirinya sendiri.Daniel berjalan cepat maju ke depan. dengan gerakan gesit dia menyerang orang-orang suruhan ibu tirinya. Dia melancarkan beberapa pukulan mematikan yang tepat mengenai dada perut wajah mereka. Meskipun dia sendirian, dia berhasil melumpuhkan tiga orang laki-laki bertubuh kekar itu. Tidak sia-sia selama ini dia belajar karate sampai mendapatkan sabuk hitam."Menyingkir dari sini! Atau aku akan memanggil polisi ke sini." Daniel membentak dan mengancam dengan suara yang keras membuat mereka lari tunggang langgang meninggalkan halaman rumah
"Pasien berhasil menjalani operasi," ucap dokter itu akhirnya setelah melihat Adriana menangis tersedu-sedu. "Tapi kondisinya saat ini masih kritis. Dia kehilangan banyak darah. Selain itu jantungnya terluka terkena tusukan benda tajam." Dokter itu melanjutkan penjelasannya.Saat mendengar itu, Adriana segera mengusap pipinya. Dengan berpegangan tangan pada Daren, dia berusaha berdiri dengan tegak. Samar-samar terlihat senyum tipis di bibirnya."Terima kasih, Dokter. Kami akan menunggu kabar baik selanjutnya," timpal Daniel yang berjalan mendekati mereka.Dokter itu langsung pergi setelah melaksanakan tugasnya. Operasi yang baru saja dia lakukan terhitung sangat berat dan melelahkan. Dia beserta timnya membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan operasi itu. Operasi itu memang berhasil dilaksanakan. Tapi dia masih harus menunggu sampai pasiennya melewati masa kritis. Setelah itu dia baru bisa bernapas dengan lega."Sebaiknya kau pulang lebih dahulu," kata Daniel pada Adriana. "Aku
Adriana memukul dada Daren berkali-kali untuk meluapkan kekesalannya, kecewanya, juga rindu yang dia rasakan pada Daren. Daren hanya diam saja, membiarkan Adriana meluapkan perasaannya. Lalu, kedua tangan Adriana terkulai lemah di samping tubuhnya."Seharusnya kau tidak menghubungi aku lagi. Seharusnya kau terus pergi, seharusnya kau biarkan aku melupakanmu untuk selamanya," ucap Adriana disertai dengan isak tangis. "Maafkan aku. Tak seharusnya aku berbuat seperti itu padamu. Aku terpaksa melakukannya karena kondisi nenek sangat buruk. Saat dia sadar, dia hanya ingin bertemu denganmu."Adriana masuk ke ruang ICU, tempat nenek Daren berbaring. Perlahan dia menghampiri ranjang nenek Daren. Dia berbisik di telinga nenek Daren."Nenek .... Ini aku Adriana."***"Maafkan aku atas kejadian tadi," ucap Adriana setelah mereka sampai di apartemen Daren. Nenek Daren langsung masuk ke kamarnya dan ingin beristirahat karena dia merasa sangat kelelahan."Bukan masalah besar. Aku tidak merasa terg
Setelah setelah berpikir selama sehari penuh. Setelah mendengar nasehat dari Airin untuk yang kesekian kali. Akhirnya ada memutuskan untuk pergi dari kehidupan Daren selamanya. Tidak ada masa depan bagi dia juga Daren.Namun sesuatu yang tidak pernah Adriana sangka kini terjadi. Di saat dia telah begitu yakin dengan keputusannya, hatinya kembali goyah. Karena Daren menghubungi dia setelah sekian hari menghilang tanpa kabar berita."Bisakah kau datang ke Hongkong? Nenek ingin bertemu denganmu."Deg. Adriana kembali mengingat nenek Daren. Pertemuan singkat mereka sangat mengesankan juga menyakitkan.***"Daren .... Apa kau mendengarkanku?"Mata Daren mengerjap saat dia menyadari tangan Adriana melambai-lambai di depan wajahnya. Dia menoleh ke samping, dan mendapati Adriana tengah menatapnya dengan sorot heran yang kentara. Daren mengulas senyum tipis, lalu menarik Adriana agar lebih mendekat padanya."Maaf, aku tidak mendengar kapan kau masuk," pinta Daren sambil menepuk punggung Adrian
Adriana terbangun dari tidurnya sambil menangis sesenggukan. Mimpinya seolah benar-benar nyata sehingga dia bisa menangis tersedu-sedu. Dalam mimpinya dia melihat Daren tengah mengadakan upacara pernikahan dengan wanita lain. Dia menatap ke arah tempat kosong yang Daren tinggalkan. Bahkan meskipun Daren telah pergi berhari-hari, dia masih bisa mencium aroma tubuh kekasihnya itu.Adriana menarik napas panjang. Dia mencoba menenangkan dirinya, lalu menepis mimpi buruknya itu. Apakah itu pertanda bahwa dia harus melepaskan Daren selamanya? Tidak ada pengharapan yang tersisa untuknya walau hanya secuil? Adriana melipat lututnya. Dia menangis lagi sambil memeluk lututnya itu.Adriana terlonjak kaget karena bunyi dering ponselnya. Dia meraba-raba saklar lampu, lalu menyalakan lampu kamarnya hingga terang benderang. Ponselnya masih berdering menunggu dia mengangkat panggilan telepon dari seseorang di sana. Adriana langsung melompat turun. Dia berpikir mungkin saja itu telepon dari Daren.
Adriana lihat sangat lesu saat dia bekerja. Diam-diam Mala memperhatikannya, merasa sangat kasihan pada bawahnya itu. Hubungan mereka tidak terlalu dekat, jadi dia merasa sungkan untuk bertanya pada Adriana.Ponsel Adriana berbunyi, menyadarkan Adriana dari lamunannya. Telepon dari Daniel. Dia bergegas mengangkatnya."Ya, Daniel. Aku akan ke ruanganmu sekarang," ucap Adriana. Adriana memandang Mala, memberi isyarat pada atasannya itu bahwa dia harus menghadap ke ruangan Daniel. Mala mengangguk mengerti. Adriana langsung berjalan cepat menuju ruangan Daniel."Ini adalah undangan perayaan empat bulan usia kehamilan Jillian. Kau harus datang ke sana. Kami akan menunggumu," pinta Daniel memaksa.Adriana tertawa lebar. "Baiklah kalau itu maumu. Sepertinya aku tidak bisa melewatkan acara khusus untuk calon keponakanku." Setelah itu Adriana kembali ke ruangannya sendiri.***Adriana akhirnya datang ke acara Gender Reveal anak Daniel dan Jillian itu. Dia merasa cemburu terhadap pasangan lain
Waktu berjalan begitu cepat. Tahu-tahu sekarang sudah menjelang akhir tahun. Adriana melihat kalender duduknya berada di atas meja di kamarnya. Selama itu tidak ada perubahan status hubungan antara dia dan Daren.Bila yang lain telah hidup berbahagia dengan pasangan masing-masing dalam ikatan pernikahan. Tidak dengan dirinya. Daren seolah tidak memiliki keinginan yang sama dengan dia. Kekasihnya itu tidak ingin terikat dalam komitmen pernikahan. Entah apa yang menyebabkan Daren seperti itu, jarang tidak pernah membuka hatinya untuk dirinya."Ternyata kau di sini. Sejak tadi aku mencarimu kemana-mana tapi aku tidak menemukanmu," ucap Daren terlihat sangat gusar sekali.Adriana memandang Daren melalui cermin di depannya. "Apakah ada sesuatu yang buruk terjadi padamu?" tanya Adriana sambil mengerutkan keningnya."Aku harus ke Hongkong hari ini," jawab Daren cepat.Adriana langsung memutar tubuhnya. "Ada apa? Nenek baik-baik saja' kan?" tanya Adriana terlihat sangat khawatir. Meskipun se
Satu bulan kemudian.Adriana tersenyum lebar melihat calon pengantin wanita yang terlihat bahagia itu. Dia begitu iri karena impiannya belum tercapai sampai sekarang. Daren seolah tidak mengerti perasaannya sebenarnya.Selama satu bulan ke belakang, Adriana mulai akrab dengan Jillian. Jillian sudah menganggapnya sebagai seorang sahabat meskipun mereka baru saling mengenal. Karena selama ini Jillian tidak pernah memiliki seorang sahabat dekat."Kau terlihat sangat cantik hari ini. Pengantin wanita tercantik yang pernah aku lihat, ucap Adriana memberi komentar.Jillian tersenyum senang mendengar ucapan Adriana. Dia kini berdiri di depan cermin setinggi badan, memandang pantulan dirinya dalam balutan gaun pengantin pilihannya. Kurang dari satu jam dia akan menikah dengan Daniel. Dia merasa sangat gelisah juga takut. Karena setelah ini dia akan tinggal bersama dengan Daniel dan keluar dari rumah yang selama ini dia tinggali."Terima kasih," ucap Jillian tanpa bisa menutupi rasa gugupnya.
Sesuai dengan janjinya semalam, Daniel menjemput Jillian di kantor Jillian sepulang dia bekerja. Dari tempatnya menghentikan mobilnya di halaman gedung kantor Media tech, dia melihat Jillian keluar dari gedung itu dengan langkah terburu-buru. Jillian melihat ke samping kanan-kirinya, memeriksa memeriksa bahwa tidak ada orang lain yang melihatnya.Jillian masuk masuk ke dalam mobil Daniel. Dia meminta dana segera pergi dari sana. Jangan sampai ada teman yang melihat dia masuk ke dalam mobil Daniel."Kenapa kau bertingkah sangat aneh?" tanya Daniel heran dengan sikap Jillian."Aku tidak ingin ada yang melihatku masuk ke dalam mobilmu lalu menjadikanku sebagai bahan gosip di kantor," jawab Jillian yang cepat. "Kau tidak tahu bahwa teman-temanku adalah penggosip yang ulung, yang bisa membuatmu stres karena menjadi bahan pembicaraan selama berhari-hari.""Mengetahui buruknya sifat karyawan perusahaanmu, membuatku memutuskan bahwa sebaiknya kau segera mengundurkan diri dari pekerjaanmu. Aku
Tubuh Daniel membeku saat dia melihat orang lain yang membuka pintu rumah Jillian. Dia memicingkan matanya, seharusnya yang dia temui adalah Jillian. Tapi saat ini orang lain lah yang berdiri di depan pintu. Wanita paruh baya yang wajahnya mirip dengan Jillian"Maaf sebelumnya. Silakan masuk.""Apa Jillian ada?" Daniel mengedarkan pandangannya ke penjuru ruang tamu rumah itu. Sayangnya wajah Jillian tidak tampak sama sekali."Jillian ada di kamarnya. Dia baru saja pingsan," jawab wanita itu dengan hati-hati."Boleh saya melihatnya?" "Tunggu sebentar. Kalau kau tidak keberatan siapa namamu?"Daniel menyunggingkan senyum tipis. "Saya Daniel," jawab Daniel mantap.Setelah itu Daniel menemui Jillian di kamarnya. Rupanya Jillian sudah sadar. Jillian berusaha membuka matanya saat menyadari Daniel berada di kamarnya."Daniel .... Maafkan aku karena mengacaukan acara makan malam kita," ucap Jillian penuh rasa bersalah."Tidak apa-apa. Kita bisa melakukannya lain kali," balas Daniel penuh peng
Mendengar ucapan Daniel, membuat mantan tunangan Jillian murka. Sesuatu terjadi di luar perkiraan Jillian dan Daniel. Rey, mantan tunangan Jillian, mengeluarkan sebilah pisau dari saku celananya. Dalam gerakan cepat dia berhasil melukai wajah Jillian dan lengan Daniel. Setelah itu dia langsung kabur dari sana.Jillian mengaduh kesakitan. Telapak tangannya dipenuhi oleh darah. Dia pun akhirnya jatuh pingsan ke tanah karena merasa terkejut atas tindakan yang dilakukan oleh Rey.Daniel lalu memanggil sopir pribadinya. Tanpa menunggu waktu lebih lama dia langsung membawa Jillian ke rumah sakit. Jillian membutuhkan bantuan segera.Sesampainya di rumah sakit, Daniel meminta dokter menangani luka di wajah Jillian terlebih dahulu. Setelah itu baru dirinya. Tapi ternyata mereka mendapat penanganan secara bersama-sama."Kondisi pasien baik-baik saja. Dia belum sadarkan diri karena masih terkejut dengan apa yang dialami. Luka di wajahnya sudah ditangani oleh dokter, tapi mungkin nanti akan mening