"Apa tubuhmu ada yang terluka?" Daren mengamati Adriana dengan seksama. Tubuh Adriana terguncang dan bergetar di bawah pegangan tangannya. Kedua mata Adriana terlihat berkaca-kaca. Melihat itu Daren merasa sangat sakit hati. Dia lalu memeluk Adriana, menenangkan kekasihnya itu."Semua sudah berakhir. Percayalah semua akan baik-baik saja," ucap Daren menenangkan.Adriana terisak di dalam pelukan Daren. Dia tidak pernah menyangka akan mendapatkan perlakuan kasar seperti itu. Semula dia berpikir dia akan mendengar suara protes dari para tamu undangan.Ternyata Adriana salah. Tidak hanya protes yang dia terima. Cacian, hujatan, ujaran kebencian, juga lemparan barang-barang yang beraneka rupa. Dia sempat merasakan lemparan benda keras tepat mengenai keningnya. Kini dia baru menyadari bahwa keningnya berdarah, lalu tangannya menyentuh keningnya untuk mengusap darahnya."Kau berdarah. Kau harus segera diobati." Daren membelalakkan matanya saat melihat kening Adriana terluka.Daren mengajak A
"Apa tidak masalah bila kita pergi begitu saja?" tanya Adriana pada Daren saat mereka tengah dalam perjalanan pulang. Dia menoleh ke belakang, menatap pada bayangan kosong di belakang sana."Aku rasa tidak masalah. Biarkan saja mereka, Daniel dan ibumu, menyelesaikan masalah mereka sendiri," jawab Daren santai sambil menatap ke depan. Perhatiannya kini tertuju pada lalu lintas yang cukup padat merayap.Adriana menarik napas panjang. Benaknya melayang ke kejadian sebelumnya. Pikirnya, bukan seperti itu yang dia harapkan. Ibunya mengakuinya sebagai anak karena terpaksa bukan karena keinginannya sendiri. Adriana tidak terlalu menyukainya. Seharusnya ibunya mengakui keberadaannya dengan kata-kata yang tulus."Apa yang sedang kau pikirkan?"Pertanyaan Daren berhasil membawa Adriana kembali ke dunia nyata. Dia mengulas senyum masam. Daren seolah bisa membaca isi pikirannya saat ini."Aku memikirkan tentang ibuku," jawab Adriana, lalu dia memandang ke arah luar jendela."Buat apa kamu memikir
"Laura .... sekarang kau ada di mana?"Adrian nama ulang pertanyaanya sekali lagi karena Laura tidak kunjung berbicara. Adriana hanya mendengar suara tarikan napas Laura. Hal ini membuat dia semakin mengkhawatirkan keadaan Laura."Laura .... Apa kau mendengarku?" bentak Adriana kesal."Aku mendengarkanmu," sahut Laura akhirnya.Adriana menghilang napas lega. Dari suaranya Laura terdengar baik-baik saja. Entah apa yang dilakukan Laura sekarang, dia sangat penasaran dan ingin tahu keadaan Laura sebenarnya."Katakan padaku posisimu sekarang," pinta Adriana sedikit mendesak."Aku akan memberi tahumu di mana aku sekarang hanya kalau kau tidak memberi tahu Daniel maupun mama," balas Laura dengan suara yang diseret-seret.Adriana menarik napas panjang. Permintaan Laura sangat berat untuk dia lakukan. Sekarang Daniel pasti sangat mengkhawatirkan Laura dan ingin tahu keberadaan Laura saat ini."Baiklah kalau itu maumu. Aku berjanji tidak akan memberi tahu mereka. Apa sekarang kau puas?"Laura
Kedua mata Laura membulat lebar setelah mendengar jawaban Adriana. Adriana tidak mungkin membawa dia ke rumahnya. Adriana pasti tidak serius dengan apa yang dia lakukan."Turunlah dari mobilku sekarang," pinta Adriana. "Kau tidak perlu khawatir, kau akan aman tinggal di sini." Adriana menambahkan.Dengan berat hati akhirnya Laura turun dari mobil Adriana. Kepalanya terangkat saat dia memandang kondisi rumah Adriana yang sangat bagus dan terawat. Tidak mungkin dia akan tinggal di sini, batin Laura tidak percaya dengan penglihatannya saat ini."Kau pasti tidak serius mengajakku ke sini," ucap Laura setelah mereka turun dari mobil."Kenapa kau bisa bilang seperti itu? Tentu saja aku serius dengan kata-kataku." Adriana terdengar sedikit tersinggung karena Laura tidak percaya padanya. "Aku tidak tahu harus membawamu ke mana. Jadi aku putuskan mengajakmu ke rumahku. Lagi pula Daniel dan mamamu tidak pernah mengetahui rumah ini."Adriana mengayun langkahnya panjang-panjang. Sesampainya di de
"Aku pikir sebaiknya mama tidak mengganggu Adriana lagi. Dia tidak pernah bersikap buruk sebelumnya," ucap Daniel pelan. Dia menatap ibu tirinya dengan sorot memohon. "Biarkan Laura juga. Selama ini Mama selalu mengekang dia. Mungkin sekarang adalah kesempatan bagi Laura untuk mengembangkan diri tanpa campur tangan dari mama.""Kau tidak bisa berkata seperti itu. Aku tidak mungkin membiarkan Laura bersama Adriana karena Adriana memberikan pengaruh yang buruk pada Laura," timpal Ambar cepat."Kata siapa Adriana memberikan pengaruh yang buruk? Itu hanya asumsi Mama sendiri. Adriana bukan orang seperti itu," kata Daniel membela Adriana. "Selama Adriana bekerja denganku, dia tidak pernah melakukan kesalahan atau memberikan pengaruh yang buruk pada pegawai lain.""Kau ....""Bukankah Mama telah mendapatkan semua keinginan mama? Lalu kenapa Mama masih mengusik hidup Adriana?"Daniel tidak habis pikir dengan jalan pikiran ibu tirinya. Semua keinginan dia telah terpenuhi. Tapi kenapa dia masih
"Hentikan ini sekarang juga!"Adriana mengucek matanya. Penglihatannya kini menjadi lebih jelas. Ternyata laki-laki itu adalah Daniel. Dia mengulas senyum lebar merasa lega Daniel datang di saat yang tepat."Jangan pedulikan Daniel! Kalian harus mendapatkan Laura," perintah Ambar dengan nada yang sengit. Sekalipun tidak tampak rasa takut di wajah Ambar. Dia akan menyingkirkan siapa saja yang menghalangi jalannya, termasuk Daniel. Anak tirinya sendiri.Daniel berjalan cepat maju ke depan. dengan gerakan gesit dia menyerang orang-orang suruhan ibu tirinya. Dia melancarkan beberapa pukulan mematikan yang tepat mengenai dada perut wajah mereka. Meskipun dia sendirian, dia berhasil melumpuhkan tiga orang laki-laki bertubuh kekar itu. Tidak sia-sia selama ini dia belajar karate sampai mendapatkan sabuk hitam."Menyingkir dari sini! Atau aku akan memanggil polisi ke sini." Daniel membentak dan mengancam dengan suara yang keras membuat mereka lari tunggang langgang meninggalkan halaman rumah
"Pasien berhasil menjalani operasi," ucap dokter itu akhirnya setelah melihat Adriana menangis tersedu-sedu. "Tapi kondisinya saat ini masih kritis. Dia kehilangan banyak darah. Selain itu jantungnya terluka terkena tusukan benda tajam." Dokter itu melanjutkan penjelasannya.Saat mendengar itu, Adriana segera mengusap pipinya. Dengan berpegangan tangan pada Daren, dia berusaha berdiri dengan tegak. Samar-samar terlihat senyum tipis di bibirnya."Terima kasih, Dokter. Kami akan menunggu kabar baik selanjutnya," timpal Daniel yang berjalan mendekati mereka.Dokter itu langsung pergi setelah melaksanakan tugasnya. Operasi yang baru saja dia lakukan terhitung sangat berat dan melelahkan. Dia beserta timnya membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan operasi itu. Operasi itu memang berhasil dilaksanakan. Tapi dia masih harus menunggu sampai pasiennya melewati masa kritis. Setelah itu dia baru bisa bernapas dengan lega."Sebaiknya kau pulang lebih dahulu," kata Daniel pada Adriana. "Aku
Adriana terus berjalan tanpa berniat untuk berhenti. Dia bergeming saat Daniel memanggil namanya dari arah belakang. Sekarang dia butuh tempat untuk menyendiri. Suasana hatinya memburuk usai bertemu dengan ibunya. Meskipun dia berhasil membuat ibunya bungkam tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun, dia tetap merasa sangat kesal.Adriana membelok saat bertemu belokan yang mengarah ke taman. Ke sana dia sekarang. Kebetulan taman itu sepi, jadi dia bisa meluapkan kekesalannya dengan sepenuh hati. Dia sempat berpikir ibunya akan berubah setelah melihat kondisi Laura yang masih tergolek tidak sadarkan diri di ruang ICU. Rupanya dia salah. Ibunya tidak akan mengubah sifat buruknya dalam waktu yang singkat.Di bawah pohon akasia yang rindang Adriana melihat sebuah bangku batu yang kosong. Dia pun berjalan ke sana dan duduk di atas bangku itu. Udara di bawah pohon ini terasa sangat sejuk. Adriana menarik nafas panjang lalu menghembuskannya pelan-pelan. Dia melakukan itu selama berulang-ulang