Alex pulang ke Jakarta dengan tangan kosong karena tidak bisa gegabah terhadap Diana. Ia tahu Diana banyak yang jaga, tapi setidaknya laki-laki itu membawa berita penting tentang hubungan Abian dan Diana yang selama ini tidak diketahui oleh siapa pun.Tidak perlu tahu dari mana asalnya. Yang jelas Alex pastikan berita yang ia bawa cukup akurat. Dia bertindak hati-hati untuk memastikan semua yang dibawah adalah kebenaran.Sementara Miranda, wanita itu murka bukan main ketika mendapati Alex pulang tanpa membereskan Diana sama sekali."Jadi perempuan jalang itu masih bisa hidup dengan tenang di sekitaran Abian? Apa gunanya aku memberikan semua yang kupunya kalau begini hasilnya?" Prang!!!!prang!!!prang!!!Berbagai macam benda yang ada di hotel itu dibuang ke segala penjuru ruangan. Miranda benar-benar putus asa sampai tidak sadar mengamuk di hotel. Untung hotel yang ditempati mereka sekarang adalah milik keluarga Alex."Tenang dulu Miranda. Kau tidak akan mendapatkan apa-apa jika mengg
Liburan yang seharusnya dilalui dengan kegembiraan berakhir dengan perpecahan yang sulit diatasi. Karena masih diselimuti rasa kecewa cukup dalam, Raka memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Sementara Doni ikut pulang juga menemani Raka karena Abian yang menyuruh. Pria itu khawatir Raka kenapa-napa jika dibiarkan sendiri, itu sebabnya Doni dipaksa Abian supaya ikut turun tangan juga.Abian dan Diana sendiri pulang sore harinya dengan menggunakan penerbangan berbeda. Keadaan Diana cukup tertekan. Terbukti gadis itu hanya diam saja sepanjang perjalanan, tapi Abian berusaha mengingatkan berkali-kali kalau semua akan kembali membaik. Diana hanya perlu yakin dan percaya pada Abian seorang.“Apa yang harus aku lakukan sesampainya di Jakarta? Apa sebaiknya aku pulang ke rumah Kakek sampai keadaan kalian lebih kondusif?”“Kalau kamu mau seperti itu aku juga akan pulang ke rumah Kakek. Mulai sekarang di mana pun ada kamu, harus ada aku juga!” ucap Abian posesif. Bersemulah wajah polos Dian
Di saat Diana sedang kepikiran soal Abian, pria itu malah mendatangi Miranda untuk menyelesaiakan urusan mereka yang belum kelar. Memang semua sesuai dugaan Diana. Abian pasti akan menemui Miranda cepat atau lambat. Dan tahu kah apa yang terjadi setelahnya?Drama di babapk baru pun dimulai....“Nggak! Aku nggak mau putus!” Itu adalah suara teriakan Miranda yang menangis histeris saat Abian mengatakan kalau dirinya minta putus. Posisi Abian saat itu benar-benar tersudut sampai dia pusing dan bingung memikirkan bagaimana caranya melepas Miranda. Gadis itu bagai benalu yang terus menempel pada tubuh Abian. Menyebalkan, dan sialnya sulit untuk dilepaskan."Kita udah sering menghadapi masalah seperti ini Bian. Bahkan masalah lebih besar pun pernah. Putus nyambung di hubungan kita udah biasa. Kenapa sekarang kamu berubah?" teriak Miranda lagi.Abian memijit pelipisnya. Teriakan Miranda cukup keras. Ia takut orang lain akan terganggu dan berakhir menghardik mereka."Masalahnya hubungan k
"Ahhhh! Biannn Teruskan!" Miranda mulai diselimuti hasrat dan gairah cukup tinggi. Dia bisa merasakan aroma nafas Abian yang selama ini ia rindukan. Aroma yang terasa hangat dan menusuk kulit. Membuat Miranda menggelinjang bahkan sekujur tubuhnya ikut merinding bukan main.Rasanya seperti mimpi merasakan tangan Abian mulai bergerilya menjelajah anggota tubuhnya. Ini jarang terjadi meskipun hubungan mereka sedang baik-baik saja."Nikmati aku Bian. Saat ini aku milikmu. Lakukan apa pun yang ingin kamu lakukan padaku," bisik Mira pada Abian. Sengaja supaya laki-laki itu tergoda akan bisikan setan yang keluar dari bibir Miranda. Namun ....Sesuatu yang tidak terduga terjadi begitu saja ....Bugh! Abian terjatuh ke lantai dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sontak Miranda terkejut bukan main. Ini tidak sesuai dengan rencana yang telah disarankan oleh Alex. Harusnya setelah Abian meminum air putih yang sudah diberi obat perangsang oleh Miranda, Abian akan menerkamnya. Mereka lalu bercinta
Abian terbangun dengan keadaan yang sulit dijelaskan. Kepalanya pening disertai pandangan setengah kabur. Beberapa saat lelaki itu hanya diam sambil mencerna situasi apa yang sedang ia alami.Setelah merenung saat, dia baru menyadari apa yang terjadi beberapa menit ke belalang. Dia menoleh. dan tepat di sampingnya ada Miranda yang tidak mengenakan pakaian sehelai benang pun. Pelan-pelan lelaki itu berusaha duduk, namun betapa terkejutnya Abian saat menyibak selimut dan mendapati noda darah cukup banyak berada tepat di bawah paha Miranda dan dirinya. "Astaga! Darah apa ini?" Suara Abian menggema panik. Lelaki itu syok bukan main melihat pemandangan janggal yang ada di depannya saat ini. "Apa yang telah aku lakukan pada Miranda? Apa aku telah ---" Pikiran Abian jelas kemana-mana. Dia tidak bisa berpikir jernih saat ini. Pria itu berusaha keras memutar memorinya, tapi tak ada potongan apa pun yang Abian temukan selain momen saat dirinya menyerbu tubuh sintal milik Miranda. Dibay
Orang yang tahu persis betapa liciknya seorang Miranda adalah Alex. Ia tahu persis awal mula Miranda mendekati sosok CEO muda bernama Abian tersebut. Alex tahu persis bagaimana caranya Miranda mendekati laki-laki itu. Sebenarnya Miranda ini golongan wanita yang cukup gigih. Hanya saja gadis itu bisa memoles dirinya selugu mungkin hingga membuat Abian yang berhati malaikat itu terjerat. "Nggak usah kasih uang tips ke aku, Tuan! Ini memang sudah kewajiban aku." "Tapi baju kamu kotor dan basah. Aku harus gimana?" tanya Abian saat itu. Itu adalah kali pertamanya Abian mendatangi club malam dan tak sengaja bertemu dengan Miranda. Miranda yang sudah tahu temptnya bekerja kedatangan tamu VVIP langsung membuat drama seolah dirinya ditabrak oleh Abian. Kemudian Abian merasa iba dan tertarik terhadap gadis lugu yang menolak diberi lembaran uang merah oleh dirinya. "Kalau begitu gini saja. Gimana kalau besok siang aku traktir kamu makan di resto temenku. Ketebulan dia buka cabang baru
"Tunggu dulu!" Kamu dan Diana udah sampai melakukan hubungan yang kaya gitu kan? Apa jangan-jangan kalian berdua selama ini cuma kucing-kucingan doang? Kamu--" "Udah. Aku udah melakukan," jawab Abian singkat dan mematahkan fitnah durjana yang disoroti Doni. Doni menarik napas panjang. Lemas sekali ia mendengar jawaban setan yang keluar dari bibir sahabatnya ini. Kok bisa Abian menjawab dengan begitu santai seolah tidak punya dosa. Laki-laki ini memang benar-benar ya! "Kalau kalian berdua udah sampe ngelakuin anu-anu kenapa kamu malah ngelakuin sama Miranda juga Bian Sayang? Apa kamu ada rencana poligami? Kamu pengin punya istri dua? Jangan serakah Bian. Aku dan Raka saja belum punya satu pun! Kamu sudah mau nambah istri lagi saja!" Doni benar-benar gemas. Rasanya ia ingin memutilasi tubuh Abian menjadi ratusan potong dan memasaknya jadi rica-rica. "Bukan begitu konsepnya Don! Aku dan Miranda nggak ngelakuin atas dasar keinginan kami berdua. Aku ini dijebak!" "Hah? Kok bisa?"
Seharian ini perasaan Diana mendadak tidak nyaman. Padahal sejak pagi Abian sudah menjelaskan kalau dirinya akan menemui Miranda untuk menyelesaikan hubungan mereka yang belum kelar. Harusnya Diana lega karena harapan yang selama ini dinanti akan segera terwujud, tapi gadis itu malah mondar mandir di depan jendela sampai melewatkan acara makan siang dan malam. kakek Bram sudah mengajak Diana makan, namun gadis itu tetap kekeh menunggu sampai Abian pulang. Tepat pukul 9 malam mobil Abian terlihat memasuki halaman rumah. Buru-buru Diana keluar untuk menemui laki-laki itu. “Mas Bian!” pekiknya tepat saat Abian turun dari mobil. Dia sedikit terperanjat saat melihat Diana berlalu dan menubruknya dengan gerakan tak terduga. “Diana, apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja kan?” “Aku nggak kenapa-napa, Mas. Tapi seharian ini aku nggak berhenti mikirin Mas Bian. Mas nggak papa?” tanya Diana balik. Abian tergugu sejenak. Bibir laki-laki itu mendadak kelu dan sulit untuk digerakan.
Hari itu, ruangan dokter terasa lebih hangat dari biasanya bagi Abian. Dengan senyum yang tak bisa disembunyikan, dia memandangi layar USG yang menunjukkan gambar bayi mereka yang kedua. Antusiasme terpancar dari matanya yang berbinar saat membayangkan kehadiran anggota keluarga baru."Semoga aja yang kedua perempuan. Jadi formasi keluarga kita bakalan lengkap. Tapi kalau laki-laki juga tidak masalah. Aku juga suka," ujarnya sambil terus menatap foto hasil usg, seolah bisa melihat masa depan keluarganya yang bahagia.Di sampingnya, Diana yang mendengar ucapan Abian itu menoleh dengan ekspresi yang rumit. Matanya yang tadinya memancarkan kebahagiaan kini seolah tertutup oleh awan kegelisahan. "Sebenarnya hubungan kita ini bagaimana sih Mas? Kita jadi cerai atau tidak?" tanyanya dengan suara yang mendadak serius.Abian menoleh, ekspresi bahagianya berganti dengan tatapan yang lebih dalam. "Kamu maunya gimana?" tanyanya, mencoba menggali perasaan dan keinginan Diana yang sebenarnya."Ak
Lupakan isi hati perempuan yang sulit dipahami. Abian berusaha memaklumi sikap Diana yang aneh karena wanita itu sedang hamil sekarang.Pagi harinya, Abian dikejutkan oleh kabar Diana yang pingsan mendadak. Dia dilarikan ke rumah sakit karena kekurangan cairan.Abian saat itu cukup panik. Dia baru saja duduk di kursi kantor saat kabar itu datang. Tanpa basa-basi Abian langsung pergi menuju rumah sakit tempat Diana dilarikan.Sesampainya di rumah sakit ada kakeknya yang menunggu Diana. "Gimana keadaannya, Kek?" tanya Abian dengan wajah pucat pasi."Masih di dalam, dokter sedang menanganinya," jawab kakeknya sambil memandang lekat-lekat ke arah pintu ruang gawat darurat.Abian menghela napas berat. Pundaknya terasa seolah ditumpuk beban berat. Dia duduk di samping kakeknya, mencoba mengumpulkan keberanian untuk bertanya lebih lanjut tapi kata-kata terasa tersangkut di tenggorokannya.Beberapa menit terasa seperti jam berlalu hingga akhirnya seorang dokter keluar dari ruang tersebut. A
Diana menatap pintu kamar anaknya yang tertutup rapat, berharap suara lembut dari luar tidak akan membangunkan si kecil. Punggungnya terasa kaku, tangannya gemetar sedikit saat memegang gagang pintu. Ketika Abian berbicara, suaranya menimbulkan desas-desus yang menambah ketegangan di udara."Azka sudah tidur?""Sudah," sahut Diana, suaranya hampir tak terdengar, berusaha keras menyembunyikan kegugupannya."Kalau sudah selesai ayo tidur ke kamar. Bagaimanapun kita belum resmi cerai. Jadi usahakan jangan membuat orang salah paham," kata Abian dengan nada yang mencoba terdengar tenang namun Diana bisa mendengar sedikit kekecewaan di dalamnya.Kata-kata itu seperti jarum yang menusuk-nusuk perasaan Diana, membuatnya semakin merasa tidak nyaman. Tanpa menjawab, ia melangkah pergi, meninggalkan Abian yang masih berdiri di ambang pintu. Setiap langkahnya terasa berat, seolah-olah lantai di bawahnya menjadi lumpur yang menahan kakinya."Kamar kita masih sama kayak dulu. Ada di atas," sambun
Kakek Bram berdiri tegak di halaman villa, keriput di wajahnya semakin terlihat jelas, namun matanya masih tajam dan penuh semangat.Diana baru saja sampai di villa dan melihat sosok Kakek Bram yang sudah lama tidak bertemu dengannya. Tubuh Kakek Bram tampak lebih renta, namun ia tetap berdiri tegap dan berkharisma."Kakek," sapa Diana dengan suara agak gemetar, mengetahui Kakek Bram pasti punya maksud tertentu mendatanginya.Kakek Bram tersenyum tipis, "Apa kabar Diana? Lama tidak berjumpa!""Kabar baik, Kek!" jawab Diana sambil berusaha tersenyum, menutupi rasa cemas yang menyelimuti hatinya."Ayo masuk, Kakek pasti sudah menunggu lama di sini kan," ajak Diana, berharap bisa mengalihkan pembicaraan.Namun Kakek Bram menggelengkan kepalanya pelan, "Maaf, Diana. Kakek tidak mau basa-basi. Kamu pasti paham tujuan Kakek ke sini buat apa."Diana menelan ludah, hatinya berdebar semakin kencang. Ia tidak tahu apa yang akan dibahas Kakek Bram, namun ia tahu, apa pun itu, pasti sangat pentin
Diana menatap Prass dengan mata berkaca-kaca, seolah tak sanggup menahan kesedihan yang mendalam. Prass, yang sejak tadi mencoba menunjukkan sikap tegas, mulai merasa jantungnya berdegup kencang. Ia sadar, ini bukan hanya tentang kebahagiaan dirinya, tapi juga tentang Diana dan Bian."Maafkan aku, Mas Prass. Menurutku ini jalan terbaik untuk kita bertiga. Aku dengan jalanku, Mas Bian dengan jalannya, dan Mas Prass dengan langkah Mas sendiri," ungkap Diana dengan nada lirih.Prass mengepalkan tangannya, merasakan rasa kecewa yang begitu dalam. "Jadi begitu menurutmu. Jujur aku kecewa sekali dengan putusnya hubungan kita , Diana. Tapi aku cukup tercengang dengan isi pikiranmu. Menurutku kamu salah!"Diana terkejut, "Salah?""Hum. Kalau kamu masih sayang pada Abian. Kejarlah dia. Untuk apa kamu ikut menyerah?" kata Prass, mencoba menyadarkan Diana."Biar adil untuk Mas. Menurutku tidak etis jika aku berbahagia dia atas penderitaan orang," jawab Diana dengan suara terputus-putus."Sejak
Diana merasa hampa, ia menatap lantai dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa tidak berdaya, tidak bisa mencegah Abian pergi meninggalkannya. Diana memang terlalu egois untuk mengatakan bahwa dirinya masih membutuhkan laki-laki itu.Saat sedang tenggelam dalam kesedihan, tiba-tiba pintu terbuka dan Firman datang. Firman, bapak Nuna yang dulunya jahat namun kini sudah bertobat."Nuna, apa yang terjadi?" tanya Firman cemas, melihat wajah anaknya yang sembab karena menangis. "Mas Bian baru saja pergi, Yah. Dia minta tinggal satu bulan di sini sebelum kita bercerai, dan sekarang waktunya sudah tinggal di sini habis," jawab Nuna dengan suara serak."Terus kenapa kamu nangis?" tanya Firman heran, berusaha menenangkan Nuna.Nuna menangis semakin keras, Firman mencoba merangkul dan mengusap punggung Nuna, berusaha memberi dukungan pada anaknya yang sedang berduka. Di tengah kekacauan hati ini, Diana merasa sendiri dan terluka, namun ia bersyukur masih memiliki Firman yang peduli dan siap mend
Abian merasakan perasaan yang tidak adil menyeruak dalam hatinya. Ini seharusnya hari yang penuh kebahagiaan karena ia mengetahui istrinya sedang mengandung anak mereka. Namun, kebahagiaan itu sirna saat ia melihat Diana menangis sambil menyebut nama Prass, pria yang membuat harapan Abian dalam mendapatkan Diana kembali sedikit terhambat, malahan terancam hancur berantakan."Kenapa kamu nangis, Diana? Harusnya kamu bahagia dengan kehamilanmu," ujar Abian dengan nada sedih yang mencoba ditekan."Bahagia gimana? Kamu lupa kalau kita mau cerai. Dan juga, aku sudah terlanjur janji sama Mas Prass kalau kita akan menikah setelah pengajuan perceraianku dikabulkan. Sekarang gimana caranya aku cerai kalau aku hamil!" isak Diana yang tak mampu menahan tangisnya."Pras lagi Prass lagi! Kalau kamu hamil artinya Tuhan tidak ingin kita berdua cerai. Harusnya kamu sadar Diana. Bisa jadi ini petunjuk dari Tuhan," gerutu Abian, rasanya ingin meludah mendengar nama pria itu. Namun sekali lagi, ia ber
Mata Abian terus menatap Diana yang muntah-muntah di pojok kamar mandi. Dengan cepat, ia bergegas ke apotik untuk membeli obat.Sambil mengendarai mobil, pikirannya terus menerka apakah Diana benar-benar hamil atau tidak.Setibanya di rumah, Abian segera menyodorkan 5 buah tespack kepada Diana yang masih terengah-engah."Apa ini?" tanya Diana heran."Dicoba saja! Barangkali..." ucap Abian dengan nada bersemangat."Kamu gila ya? Aku tidak hamil. Datang bulanku bahkan masih kurang satu minggu lagi," bantah Diana."Apa salahnya mencoba," sahut Abian. Ia segera menarik tangan Diana dan membawanya ke kamar mandi. Abian memberikan sebuah wadah kecil untuk menampung urin Diana."Kamu ngapain?" tanya Diana dengan kesal."Ayo, kita buktikan sekarang juga. Aku hanya ingin memastikan secara langsung kalau kamu tidah hamil," jawab Abian dengan nada lembut namun tegas."Gila ya? Kalau mau coba benda ini paling tidak kamu keluar dulu!""Tidak mau! Mana tahu kamu nanti ganti air urin nya dengan air
"Wah ... Wah. Sepertinya ada tontonan gratis dan seru nih," gumam Bian."Mas Bian ngapain kesini?" Diana rasanya ingin menonjok muka Abian. Mau apa dia malah menyusul ke sini.Sudah tahu situasinya sedang tidak baik-baik saja, Abian malam datang seakan menyiram kobaran api dengan minyak tanah."Salam buat si miniom Prass," seru Abian.Prass merasa darahnya mendidih ketika mendengar kata-kata Abian.Wajahnya tampak merah padam, sedangkan tangannya mengepal erat hingga kulit putih memerah. Dia menatap sengit ke arah Abian, yang berdiri di ambang pintu gerbang dengan senyum sinis yang menghina."Kamu tenang aja. Mas nggak ada bayangin apa-apa. Kamu dan Abian masih sepasang suami istri. Kalian sah jika melakukan hal semacam itu," ujar Prass dengan suara bergetar. Dia berusaha menenangkan diri dan tidak terpancing oleh provokasi Abian."Akhirnya kamu sadar!" celetuk Abian, sambil tertawa kecil. Laki-laki itu muncul seperti hantu, dengan wajah pucat dan mata yang menyala mengejek."Menyerah