Tanpa disadarinya, nama Maura jelas tercetus dengan alami dari mulut Gani dan itu membuat Wulan tersenyum tipis. Dia tahu bahwa Gani masih belum bisa melupakan Maura dan bahkan setahun belakangan hidup tersiksa dengan ketiadaan Maura di sisinya.Kehadiran Maura memang sangat singkat dalam hidupnya, akan tetapi Gani mampu jatuh separah itu dan berubah sangat drastis seperti sekarang. Hanya Wulan yang benar-benar menyadari perasaan Gani satu tahun belakangan ini.“Kamu sebaiknya nggak usah mikirin hal lain lagi. Sekarang, mandi dan ganti pakaian. Acara Kesya nggak lama lagi akan dimulai. Kasian Sarah tuh dari tadi udah riwet sendiri,” bujuk Wulan yang sama sekali tidak membahas satu ucapan Gani tadi yang berhubungan dengan Maura.Bukannya Wulan tidak senang, hanya saja dia merasa harus pura-pura tidak mendengar semua ocehan Gani tadi. Wulan tidak ingin Gani menjadi malu atau akhirnya benar-benar membuang Maura dari dalam hati dan juga pikirannya.“Aku lelah, Ma. Tadinya aku lupa kalau h
“I-iya, Mas.”Sarah bergegas memanggil sopir Gani keluar rumah dengan wajah yang tampak takut. Bagaimana dia tidak takut jika mendengar suara bariton Gani yang menggelegar seperti itu. Sarah tidak lagi punya keberanian membantah, apalagi saat rahasianya hampir saja terbongkar.“Untung mama cepet pingsan begini. Aku harus cari cara supaya bisa membela diri di depan mas Gani nanti. Semoga, mama nggak bisa sadar lagi.” Sarah berkata di dalam hatinya sambil menatap Gani yang menggendong Wulan dan masuk ke dalam mobil.Sarah tidak bisa ikut karena dia harus tetap melanjutkan acara ulang tahun Kesya. Dia tidak mau rugi dan tidak mau kalau acara itu akhirnya batal. Sarah sudah menunggu lama untuk hari ini dan Kesya juga harus punya tempat yang jelas di rumah ini, sebagai ahli waris Gani tentunya. Semua orang harus tahu posisi Kesya dan Sarah tidak mau menunda waktu lagi.“Mba ... gimana acara dek Kesya?” tanya Juminah itu pada Sarah.“Gimana apanya? Ya tetap lanjut, dong. Kamu nggak liat nih
“Jo! Jaga bicaramu itu! Kamu tau kan sekarang kamu sedang berada di mana?” tanya Sarah dengan suara yang ditekankan.“Aku tau dan aku sadar dengan penuh di mana aku berada sekarang. Kamu nggak perlu mengingatkan aku tentang itu, Sarah,” sahut Jonatan dengan tegas pula kepada Sarah.“Mending kamu pulang dulu deh, Jo. Aku bisa bawa Kesya ketemu sama kamu besok. Hari ini nggak bisa, Kesya ada acara.” Sarah dengan jelas mengusir Jonatan dari rumahnya itu.Jo jelas mengatakan bahwa Kesya adalah putrinya dan dia ingin bertemu bayi perempuan itu sekarang. Namun, Sarah menghalangi Jo untuk bertemu Kesya dan bahkan mengusir lelaki itu dari rumahnya. Sarah tidak marah atau membantah ucapan Jonatan sama sekali saat sahabat terbaiknya itu mengatakan Kesya sebagai putrinya.Saat Sarah berusaha menyeret tangan Jonatan ke arah pintu keluar, pria itu menyentak tangannya dan tampak menatap Sarah dengan penuh kemarahan. Baru sekali ini Sarah melihat Jonatan dalam keadaan marah seperti itu.“Kamu ini ke
Langkah Jonatan terhenti tepat di depan sebuah ayunan tradisional yang tidak lagi bergerak. Namun, tidak ada siapa-siapa di sana. Mata Jonatan memindai ke sekeliling ruangan itu dan tetap tidak nmenemukan siapapun. Apa yang memang sebenarnya dia cari, tidak ada di tempat yang dia tuju saat ini. Kemudian, Jonatan berbalik untuk menatap Juminah dan Sarah lagi.“Di mana Kesya?” tanya Jonatan dengan nada marah.“Ta-tadi ada di sini kok, Mas.” Juminah menjawab dengan terbata-bata.“Jangan bohong kamu, ya!”“Benaran, Mas. Ini kan kamar dek Kesya dan saya baru aja selesai pakaikan dek Kesya baju sama hiasannya untuk ulang tahun,” jelas Juminah.“Terus, di mana Kesya sekarang?” tanya Jonatan dan sementara itu Sarah merasa aman karena berpikir bahwa Kesya memang tidak di kamarnya.Biasanya setelah menyiapkan Kesya, Juminah akan mengantarkan bayi perempuan itu ke kamar khusus bermainnya. Tidak akan dibiarkan oleh Juminah bayi perempuan itu sendirian karena Kesya sudah mulai aktif berjalan.Sang
“Mba, saya mau daftar pasien atas nama Kesya Amanda Gania lagi di UGD baru aja masuk,” ucap Juminah pada bagian administrasi yang saat ini berdiri menunggunya memberikan informasi.“Baik, Bu. Tunggu sebentar akan saya berikan formulirnya untuk diisi data-data pasien,” balas seorang perawat yang bertugas di bagian administrasi itu.“Iya, Mba. Makasih, ya.”Juminah masih berdiri dengan panik di depan meja pendaftaran yang tingginya sedagu wanita itu. Dia merasa bersalah dengan kejadian itu karena sudah lalai menjaga Kesya. Padahal, hanya sebentar saja dia keluar dari kamar itu dan insiden besar sudah terjadi begitu saja.Saat sedang menunggu itulah Juminah melihat sosok pria yang sangat dikenalinya. Itu adalah Gani yang berjalan ke arah bagian administrasi juga. Juminah berdiri untuk menghampiri Gani, akan tetapi tiba-tiba saja langkahnya surut.“Kalau aku samperin pak Gani, gimana aku menjelaskan kejadian dek Kesya nanti? Apa yang akan aku jelaskan? Aku takut salah bicara karena sepert
“Pa-Pak Gani! A-apa yang Bapak bilang barusan? Aku nggak ngerti,” ucap Juminah terbata-bata saat akhirnya dia membalikkan badan dan berhadapan langsung dengan majikannya itu.“Kamu jangan berpura-pura lagi, Juminah. Aku udah tau kalau sekarang Kesya berada di rumah sakit ini. Kenapa dia bisa masuk UGD? Apa yang udah kamu lakukan ke putriku?” tanya Gani membabi buta dan mengguncang tubuh wanita muda itu dengan emosinya.“Aku nggak ngerti maksud Pak Gani apa. Bapak seperti ini aja namanya udah tindakan kriminal dan aku bisa melaporkan Bapak loh.”“Oh, kamu mengancam aku? Kita bisa liat siapa yang akan dimasukkan ke penjara nanti. Aku atau kamu! Kesya jelas dalam pengasuhan kamu dan sekarang dia ada di UGD kan? Apapun yang aku katakan nanti, Sarah pasti akan setuju. Kamu pikir, kamu punya kekuatan apa untuk melawanku?” tanya Gani dengan nada menggertak pada Juminah.Gani sungguh tidak ada niat apapun untuk menyombongkan diri ataupun merasa dengan uang dan jabatannya semua bisa dilakukan.
“Apa sekarang mereka ada di dalam UGD bersama-sama?” tanya Gani dengan nada datar.“Iya, Pak Gani. Mba Sarah lagi nangis-nangis karena keadaan dek Sarah seperti itu.” Juminah menjawab dengan jujur lagi.“Apa aja yang laki-laki itu bilang? Kamu dengar namanya siapa?”“Mba Sarah manggil dia dengan sebutan Jo aja gitu, Pak. Aku nggak tau nama panjangnya. Cuma denger Jo gitu doang dari tadi mba Sarah manggil dia.”“Jo? Siapa Jo? Apa dia pernah datang ke rumahku sebelumnya, Jum?”“Seingat aku sih nggak pernah, Pak. Sejak dek Kesya lahir, memang ini pertama kalinya dia datang ke rumah dan sepertinya tadi juga mba Sarah nggak senang dengan kedatangan dia. Mba Sarah udah berusaha menyuruh dia pergi dan berjanji akan bertemu setelah acara ulang tahun dek Kesya.”Sekali lagi Juminah mengeluarkan kalimat yang panjang lebar untuk memberikan penjelasan kepada Gani. Semua itu tentu saja dari apa yang benar-benar dia ketahui dan selama ini Juminah memang tidak pernah melihat Jonatan datang ke rumah
“Tunggu aja nanti, Sarah. Aku pasti bisa membongkar kebohongan kamu selama ini. Udah lama aku curiga sama kamu dan Kesya. Gimana pun aku marah sama Sarah, kalau memang Kesya itu anak kandungku, nggak mungkin aku nggak merasa ada ikatan batin sama anak itu. Tapi, terus terang aja selama ini hatiku memang nggak bisa untuk dekat dan menyayangi dia seperti yang seharusnya.”Gani berkata seorang diri tentang bagaimana sikapnya selama ini kepada Kesya. Dia sendiri mengakui bahwa perasaannya tidak bisa dibohongi. Gani tidak bisa menyayangi Kesya seperti yang seharusnya dia lakukan sebagai seorang ayah.Itu sebabnya, sejak kelahiran Kesya ke dunia ini, Gani jadi jarang di rumah. Dia lebih suka menghabiskan waktu di kantor atau ruang kerjanya di rumah besar itu.Gani masih duduk seorang diri di dalam mobilnya saat Juminah sudah pergi lagi ke UGD untuk membantunya mengorek informasi yang bisa dia dapatkan. Saat itu pula, seorang wanita berjalan di depan mobil Gani dengan menggendong seorang bay
“Apa salahnya kalau aku ngomong seperti itu ke dia, Mas? Biar dia tau posisinya seperti apa dan selama dia pergi, kamu nggak menunggu dia sama sekali.”“Kamu udah berbohong dan membuat aku buruk di mata Maura!”“Mas! Memangnya kamu mau dia berpikir selama dia pergi dengan selingkuhannya itu, kamu nggak bahagia dan nggak bisa move on dari dia? Sementara, dia sama laki-laki itu hidup bahagia sampai punya anak.”Mendengar kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh Sarah, tentu saja Gani merasa bahwa semua itu ada benarnya juga. Gani tidak ingin terlihat sebagai lelaki yang patah hati di hadapan Maura. Sementara dia bahagia dengan lelaki lain di hidupnya.Sarah tahu bahwa dalam hatinya, Gani membenarkan yang baru saja dia katakan. Tidak sulit untuk menebak jalan pikiran Gani saat ini. Hanya saja, Sarah tidak mau terlalu menggebu gebu dan terlihat konyol di depan Gani.Saat ini, yang perlu dia lakukan adalah mengambil kembali kepercayaan Gani dan merusak pikirannya tentang Maura. Sarah har
“Mas Gani nggak usah jadi mempertanyakan hal itu. Sekarang yang dibahas adalah tentang mba Sarah dan pil yang waktu itu ada di kamarnya. Aku udah simpan dan aku udah bawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Hasilnya ... itu adalah pil KB dosis tinggi.”Maura menjelaskan hal yang sebenarnya dan sudah terpendam sangat lama di hatinya. Kertas hasil pemeriksaan obat itu pun masih tersimpan dengan baik di antara barang-barang berharga Maura.Hal itu karena Maura yakin suatu saat nanti dia akan membutuhkan kertas dari dokter yang sudah diterimanya dua tahun silam itu.“Jangan percaya sama ucapan dia, Mas. Bisa aja dia bohong sama kamu, Mas. Kita nggak tau obat apa yang dia ambil dari kamar aku dan obat apa pula yang dia bawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Orang kalau udah memang niatnya buruk, sampai kapan pun akan tetap buruk, Mas.” Sarah dengan cepat menjabarkan hal itu seperti sedang mencari pembelaan diri dengan menydutkan Maura.Maura menyunggingkan senyuman sinisnya pada Sarah. “Kalau Mb
Aku sangat bisa, Mas. Aku masih menyimpan hasil laporan tentang obat itu. Aku masuk ke kamar saat itu dan kamu tau juga kan, Mas? Kamu yang suruh aku tutup pintu kamar kamu dan mba Sarah? Itu waktu mama masuk rumah sakit dan kalian berdua menemani mama di sana. Aku sendirian di rumah dan kita berbalas pesan.”Memori ingatan Gani kembali mengilas masa lalu yang memang masih terpatri dalam otaknya. Dia ingat saat itu di mana Maura terpaksa pulang ke rumah dan sendirian di rumah. Hal itu dia lakukan agar Sarah tidak terus-terusan menyakiti hati Maura.“Ya. Aku sangat ingat dan masih terekam jelas dalam otakku,” jawab Gani singkat.“Kamu pasti juga masih ingat waktu kamu suruh aku mengambil dua butir obat yang berserakan di atas kasur kamu dan mba Sarah?” tanya Maura sekali lagi.Gani semakin teringat dengan hari itu dan dia memang meminta Maura untuk mengambil dua butir obat itu. Maura mengadukan padanya bahwa di kamar itu berserakan banyak sekali obat yang tidak tahu obat apa.Sebagai
“Apa maksud kamu, Mau?” tanya Gani yang kini mengguncang bahu Maura.Hal itu tentu saja membuat Melody menjadi terkejut dan takut. Bayi perempuan yang lucu itu langsung menangis sambil memeluk erat tubuh Maura. Maura tidak tega mendengar buah hatinya menangis ketakutan seperti itu.“Apa yang kamu lakukan, Mas? Kamu membuat Melody menjadi takut!” ucap Maura dan menepis tangan Gani dengan kasar.“Sayang ... nggak apa-apa, Sayang. Mami di sini, Nak. Nggak usah takut lagi, ya.” Maura berusaha menenangkan Melody dan hal itu membuat Gani tercengang.Jiwa keibuan jelas terlihat dari raut wajah Maura dan Sarah juga sedikit terkesip. Dia bahkan tidak pernah berkata selembut dan semanis itu kepada Kesya. Walaupuan Kesya terlahir dari rahimnya, akan tetapi dia sama sekali tidak pernah menyayangi Kesya seperti yang baru saja ditampilkan Maura kepada putrinya – Melody.Tangisan itu mereda dan Maura merasa lega secara bersamaan. Namun, sorot matanya jelas menatap ke arah Gani dengan tajam. Dia tida
“Jo-Jonathan? Siapa yang kamu maksud, Mas? Aku nggak tau sama sekali!” ucap Sarah gugup dan panik ketika nama Jonathan disebut oleh Gani.“Jangan bersandiwara lagi di depanku, Sarah. Aku bukan laki-laki bodoh yang bisa kamu tipu dan kamu bodohi terus,” ungkap Gani yang berusaha menahan amarahnya karena mengingat ini adalah rumah sakit dan tidak boleh ada kebisingan di sini.“Mas! Jangan bicara sembarangan kalau nggak ada bukti. Apa kamu pernah liat aku dekat sama pria lain selama ini, Mas? Kamu tau dengan jelas siapa-siapa aja teman aku kan?”“Aku nggak pernah tau siapa aja yang kamu simpan dan bohongi dari aku.”“Siapa yang udah mencuci otak kamu, Mas? Sepertinya ... semenjak kedatangan Maura dalam rumah tangga kita, kamu terlalu banyak berubah.”“Jangan sebut lagi nama wanita itu di sini. Dia nggak ada hubungannya sama sekali dengan yang aku bicarakan saat ini dengan kamu, Sarah!”“Tapi, memang dia yang membuat kamu berubah, Mas. Kamu jadi nggak percaya sama aku dan cinta kamu ke ak
Gani tidak bisa tenang dengan ucapan yang dilontarkan oleh Wulan tadi. Belum sempat wanita itu menjawab pertanyaan Gani, kondisinya kembali drop dan tak sadarkan diri hingga saat ini. Sedangkan Gani masih saja penasaran dengan kata-kata yang tadi dikatakan oleh Wulan kepadanya.“Kenapa tadi mama ngomong gitu? Apa mungkin memang, anak itu adalah anakku?” tanya Gani di dalam hatinya sambil terus duduk dan menunggu dokter selesai memeriksa Wulan di dalam ruangan.“Nggak. Itu nggak mungkin terjadi dan sepertinya memang nggak mungkin benar. dia udah pergi saat itu dan aku tau dia nggak hamil saat pergi. Usia anak itu memang pas seperti dia yang waktu itu baru menikah sama aku. Jadi, ada kemungkinan dia hamil sebelum menikah sama aku kan?” tanya Gani lagi seorang diri dan seperti sedang berbicara pada lantai keramik rumah sakit.“Tapi ... anak itu punya beberapa kesamaan sama aku. Dari mata dan hidungnya, itu mirip aku. Bibirnya mirip sama Maura, dan senyumannya sama persis dengan Maura. ba
Gani sudah menunggu selama hampir lima belas menit di luar ruangan, dan memang belum ada tanda-tanda Maura akan keluar dari ruangan anak. Hingga akhirnya dengan terpaksa Gani meninggalkan tempat itu karena sudah dihubungi oleh perawat yang menjaga Wulan.“Aku pasti akan menemukan kamu, Mau.” Gani bergumam sambil melangkah pergi.Gani menuju ke ruangan di mana Wulan saat ini berada dan sudah dipasangi dengan alat-alat medis. Wulan tersenyum dengan wajah yang pucat saat melihat Gani datang mendekat.“Kamu dari mana, Nak?” tanyanya pelan, nyaris tak terdengar.“Aku tadi keluar sebentar, Ma. Merokok. Mama nungguin aku dari tadi, ya? Maaf, ya Ma.” Gani berbohong menjawab pertanyaan Wulan.Sebagai orang tua, jelas saja Wulan bisa tahu jika Gani berbohong padanya. Namun, dia tidak ingin bertanya lebih lanjut tentang hal itu kepada Gani.“Nggak, baru aja Mama bangun.”“Mama mau apa?”“Senyummu.”Hening. Tidak ada sahutan dari Gani ketika mendengar jawaban dari ibunya itu. Dia tahu dengan jela
“Kamu kan ayahnya Melody. Masa kamu nggak bisa jawab pertanyaan dia sih?” tanya Maura setelah beberapa saat terdiam mendengar pertanyaan Rama tadi.Kini giliran Rama yang terdiam setelah Maura berbicara. Dia tidak menyangka sama sekali kalau jawaban Maura adalah kata-kata seperti itu. Namun, jujur saja di dalam hatinya Rama merasa senang karena pada akhirnya Maura mau mengatakan hal itu.“Iya, dong. Siniin dulu anak ayah yang cantik. Maminya pasti capek dari tadi gendongin boneka embul ini,” ucap Rama dan segera mengambil Melody dari gendongan Maura.Maura tidak mengelak dari Rama dan dengan senang hati memindahkan putrinya pada Rama. Mereka sudah tinggal bersama dalam hitungan tahun. Bagi Melody, tentu saja Rama memang adalah sosok ayah yang dicintainya. Bayi perempuan itu terlihat sangat nyaman pada Rama dan tertawa girang saat dipangku sang ayah.“Kamu jangan nangis nanti kalau diperiksa sama dokter, ya Sayang. Ayah akan selalu ada di samping kamu dan menjaga kamu dengan sepenuh ji
“Tunggu aja nanti, Sarah. Aku pasti bisa membongkar kebohongan kamu selama ini. Udah lama aku curiga sama kamu dan Kesya. Gimana pun aku marah sama Sarah, kalau memang Kesya itu anak kandungku, nggak mungkin aku nggak merasa ada ikatan batin sama anak itu. Tapi, terus terang aja selama ini hatiku memang nggak bisa untuk dekat dan menyayangi dia seperti yang seharusnya.”Gani berkata seorang diri tentang bagaimana sikapnya selama ini kepada Kesya. Dia sendiri mengakui bahwa perasaannya tidak bisa dibohongi. Gani tidak bisa menyayangi Kesya seperti yang seharusnya dia lakukan sebagai seorang ayah.Itu sebabnya, sejak kelahiran Kesya ke dunia ini, Gani jadi jarang di rumah. Dia lebih suka menghabiskan waktu di kantor atau ruang kerjanya di rumah besar itu.Gani masih duduk seorang diri di dalam mobilnya saat Juminah sudah pergi lagi ke UGD untuk membantunya mengorek informasi yang bisa dia dapatkan. Saat itu pula, seorang wanita berjalan di depan mobil Gani dengan menggendong seorang bay