Wulan tetap tidak mengatakan apa yang saat ini dirasakannya pada Gani. Wanita itu memilih untuk tetap diam dan tidak memperpanjang masalah yang menurutnya masih bisa diredam.“Jujur aja sama aku, Ma. Apa yang sedang Mama pikirkan saat ini?” tanya Gani pada Wulan dengan nada yang sangat lembut.“Mama hanya rindu pada Maura. Terserah kamu mau marah dan benci sama dia, atau nggak percaya sama sekali sama semua kebaikan dan ketulusan dia selama ini. Tapi, Mama ini orang tua dan Mama merasa bahwa Maura nggak seperti yang dikatakan oleh Sarah dulu.”“Jangan dibahas lagi tentang dia di rumah ini, Ma!”“Kenapa? Kamu merasa bisa hidup tanpa dia? Selama ini apa kamu baik-baik aja, Gan?” tanya Wulan dengan sedikit menekan Gani.“Mama nanya apaan sih, Ma? Selama ini kita baik-baik aja kan? Aku tetap menjalani hidupku seperti biasa. Ada atau nggak ada dia, toh semuanya sama aja kok, Ma. Nggak ada pengaruhnya sama sekali!” ungkap Gani dengan penuh penekanan.“Kamu juga bisa membohongi orang lain at
Tanpa disadarinya, nama Maura jelas tercetus dengan alami dari mulut Gani dan itu membuat Wulan tersenyum tipis. Dia tahu bahwa Gani masih belum bisa melupakan Maura dan bahkan setahun belakangan hidup tersiksa dengan ketiadaan Maura di sisinya.Kehadiran Maura memang sangat singkat dalam hidupnya, akan tetapi Gani mampu jatuh separah itu dan berubah sangat drastis seperti sekarang. Hanya Wulan yang benar-benar menyadari perasaan Gani satu tahun belakangan ini.“Kamu sebaiknya nggak usah mikirin hal lain lagi. Sekarang, mandi dan ganti pakaian. Acara Kesya nggak lama lagi akan dimulai. Kasian Sarah tuh dari tadi udah riwet sendiri,” bujuk Wulan yang sama sekali tidak membahas satu ucapan Gani tadi yang berhubungan dengan Maura.Bukannya Wulan tidak senang, hanya saja dia merasa harus pura-pura tidak mendengar semua ocehan Gani tadi. Wulan tidak ingin Gani menjadi malu atau akhirnya benar-benar membuang Maura dari dalam hati dan juga pikirannya.“Aku lelah, Ma. Tadinya aku lupa kalau h
“I-iya, Mas.”Sarah bergegas memanggil sopir Gani keluar rumah dengan wajah yang tampak takut. Bagaimana dia tidak takut jika mendengar suara bariton Gani yang menggelegar seperti itu. Sarah tidak lagi punya keberanian membantah, apalagi saat rahasianya hampir saja terbongkar.“Untung mama cepet pingsan begini. Aku harus cari cara supaya bisa membela diri di depan mas Gani nanti. Semoga, mama nggak bisa sadar lagi.” Sarah berkata di dalam hatinya sambil menatap Gani yang menggendong Wulan dan masuk ke dalam mobil.Sarah tidak bisa ikut karena dia harus tetap melanjutkan acara ulang tahun Kesya. Dia tidak mau rugi dan tidak mau kalau acara itu akhirnya batal. Sarah sudah menunggu lama untuk hari ini dan Kesya juga harus punya tempat yang jelas di rumah ini, sebagai ahli waris Gani tentunya. Semua orang harus tahu posisi Kesya dan Sarah tidak mau menunda waktu lagi.“Mba ... gimana acara dek Kesya?” tanya Juminah itu pada Sarah.“Gimana apanya? Ya tetap lanjut, dong. Kamu nggak liat nih
“Jo! Jaga bicaramu itu! Kamu tau kan sekarang kamu sedang berada di mana?” tanya Sarah dengan suara yang ditekankan.“Aku tau dan aku sadar dengan penuh di mana aku berada sekarang. Kamu nggak perlu mengingatkan aku tentang itu, Sarah,” sahut Jonatan dengan tegas pula kepada Sarah.“Mending kamu pulang dulu deh, Jo. Aku bisa bawa Kesya ketemu sama kamu besok. Hari ini nggak bisa, Kesya ada acara.” Sarah dengan jelas mengusir Jonatan dari rumahnya itu.Jo jelas mengatakan bahwa Kesya adalah putrinya dan dia ingin bertemu bayi perempuan itu sekarang. Namun, Sarah menghalangi Jo untuk bertemu Kesya dan bahkan mengusir lelaki itu dari rumahnya. Sarah tidak marah atau membantah ucapan Jonatan sama sekali saat sahabat terbaiknya itu mengatakan Kesya sebagai putrinya.Saat Sarah berusaha menyeret tangan Jonatan ke arah pintu keluar, pria itu menyentak tangannya dan tampak menatap Sarah dengan penuh kemarahan. Baru sekali ini Sarah melihat Jonatan dalam keadaan marah seperti itu.“Kamu ini ke
Langkah Jonatan terhenti tepat di depan sebuah ayunan tradisional yang tidak lagi bergerak. Namun, tidak ada siapa-siapa di sana. Mata Jonatan memindai ke sekeliling ruangan itu dan tetap tidak nmenemukan siapapun. Apa yang memang sebenarnya dia cari, tidak ada di tempat yang dia tuju saat ini. Kemudian, Jonatan berbalik untuk menatap Juminah dan Sarah lagi.“Di mana Kesya?” tanya Jonatan dengan nada marah.“Ta-tadi ada di sini kok, Mas.” Juminah menjawab dengan terbata-bata.“Jangan bohong kamu, ya!”“Benaran, Mas. Ini kan kamar dek Kesya dan saya baru aja selesai pakaikan dek Kesya baju sama hiasannya untuk ulang tahun,” jelas Juminah.“Terus, di mana Kesya sekarang?” tanya Jonatan dan sementara itu Sarah merasa aman karena berpikir bahwa Kesya memang tidak di kamarnya.Biasanya setelah menyiapkan Kesya, Juminah akan mengantarkan bayi perempuan itu ke kamar khusus bermainnya. Tidak akan dibiarkan oleh Juminah bayi perempuan itu sendirian karena Kesya sudah mulai aktif berjalan.Sang
“Mba, saya mau daftar pasien atas nama Kesya Amanda Gania lagi di UGD baru aja masuk,” ucap Juminah pada bagian administrasi yang saat ini berdiri menunggunya memberikan informasi.“Baik, Bu. Tunggu sebentar akan saya berikan formulirnya untuk diisi data-data pasien,” balas seorang perawat yang bertugas di bagian administrasi itu.“Iya, Mba. Makasih, ya.”Juminah masih berdiri dengan panik di depan meja pendaftaran yang tingginya sedagu wanita itu. Dia merasa bersalah dengan kejadian itu karena sudah lalai menjaga Kesya. Padahal, hanya sebentar saja dia keluar dari kamar itu dan insiden besar sudah terjadi begitu saja.Saat sedang menunggu itulah Juminah melihat sosok pria yang sangat dikenalinya. Itu adalah Gani yang berjalan ke arah bagian administrasi juga. Juminah berdiri untuk menghampiri Gani, akan tetapi tiba-tiba saja langkahnya surut.“Kalau aku samperin pak Gani, gimana aku menjelaskan kejadian dek Kesya nanti? Apa yang akan aku jelaskan? Aku takut salah bicara karena sepert
“Pa-Pak Gani! A-apa yang Bapak bilang barusan? Aku nggak ngerti,” ucap Juminah terbata-bata saat akhirnya dia membalikkan badan dan berhadapan langsung dengan majikannya itu.“Kamu jangan berpura-pura lagi, Juminah. Aku udah tau kalau sekarang Kesya berada di rumah sakit ini. Kenapa dia bisa masuk UGD? Apa yang udah kamu lakukan ke putriku?” tanya Gani membabi buta dan mengguncang tubuh wanita muda itu dengan emosinya.“Aku nggak ngerti maksud Pak Gani apa. Bapak seperti ini aja namanya udah tindakan kriminal dan aku bisa melaporkan Bapak loh.”“Oh, kamu mengancam aku? Kita bisa liat siapa yang akan dimasukkan ke penjara nanti. Aku atau kamu! Kesya jelas dalam pengasuhan kamu dan sekarang dia ada di UGD kan? Apapun yang aku katakan nanti, Sarah pasti akan setuju. Kamu pikir, kamu punya kekuatan apa untuk melawanku?” tanya Gani dengan nada menggertak pada Juminah.Gani sungguh tidak ada niat apapun untuk menyombongkan diri ataupun merasa dengan uang dan jabatannya semua bisa dilakukan.
“Apa sekarang mereka ada di dalam UGD bersama-sama?” tanya Gani dengan nada datar.“Iya, Pak Gani. Mba Sarah lagi nangis-nangis karena keadaan dek Sarah seperti itu.” Juminah menjawab dengan jujur lagi.“Apa aja yang laki-laki itu bilang? Kamu dengar namanya siapa?”“Mba Sarah manggil dia dengan sebutan Jo aja gitu, Pak. Aku nggak tau nama panjangnya. Cuma denger Jo gitu doang dari tadi mba Sarah manggil dia.”“Jo? Siapa Jo? Apa dia pernah datang ke rumahku sebelumnya, Jum?”“Seingat aku sih nggak pernah, Pak. Sejak dek Kesya lahir, memang ini pertama kalinya dia datang ke rumah dan sepertinya tadi juga mba Sarah nggak senang dengan kedatangan dia. Mba Sarah udah berusaha menyuruh dia pergi dan berjanji akan bertemu setelah acara ulang tahun dek Kesya.”Sekali lagi Juminah mengeluarkan kalimat yang panjang lebar untuk memberikan penjelasan kepada Gani. Semua itu tentu saja dari apa yang benar-benar dia ketahui dan selama ini Juminah memang tidak pernah melihat Jonatan datang ke rumah