“Jo! Jaga bicaramu itu! Kamu tau kan sekarang kamu sedang berada di mana?” tanya Sarah dengan suara yang ditekankan.“Aku tau dan aku sadar dengan penuh di mana aku berada sekarang. Kamu nggak perlu mengingatkan aku tentang itu, Sarah,” sahut Jonatan dengan tegas pula kepada Sarah.“Mending kamu pulang dulu deh, Jo. Aku bisa bawa Kesya ketemu sama kamu besok. Hari ini nggak bisa, Kesya ada acara.” Sarah dengan jelas mengusir Jonatan dari rumahnya itu.Jo jelas mengatakan bahwa Kesya adalah putrinya dan dia ingin bertemu bayi perempuan itu sekarang. Namun, Sarah menghalangi Jo untuk bertemu Kesya dan bahkan mengusir lelaki itu dari rumahnya. Sarah tidak marah atau membantah ucapan Jonatan sama sekali saat sahabat terbaiknya itu mengatakan Kesya sebagai putrinya.Saat Sarah berusaha menyeret tangan Jonatan ke arah pintu keluar, pria itu menyentak tangannya dan tampak menatap Sarah dengan penuh kemarahan. Baru sekali ini Sarah melihat Jonatan dalam keadaan marah seperti itu.“Kamu ini ke
Langkah Jonatan terhenti tepat di depan sebuah ayunan tradisional yang tidak lagi bergerak. Namun, tidak ada siapa-siapa di sana. Mata Jonatan memindai ke sekeliling ruangan itu dan tetap tidak nmenemukan siapapun. Apa yang memang sebenarnya dia cari, tidak ada di tempat yang dia tuju saat ini. Kemudian, Jonatan berbalik untuk menatap Juminah dan Sarah lagi.“Di mana Kesya?” tanya Jonatan dengan nada marah.“Ta-tadi ada di sini kok, Mas.” Juminah menjawab dengan terbata-bata.“Jangan bohong kamu, ya!”“Benaran, Mas. Ini kan kamar dek Kesya dan saya baru aja selesai pakaikan dek Kesya baju sama hiasannya untuk ulang tahun,” jelas Juminah.“Terus, di mana Kesya sekarang?” tanya Jonatan dan sementara itu Sarah merasa aman karena berpikir bahwa Kesya memang tidak di kamarnya.Biasanya setelah menyiapkan Kesya, Juminah akan mengantarkan bayi perempuan itu ke kamar khusus bermainnya. Tidak akan dibiarkan oleh Juminah bayi perempuan itu sendirian karena Kesya sudah mulai aktif berjalan.Sang
“Mba, saya mau daftar pasien atas nama Kesya Amanda Gania lagi di UGD baru aja masuk,” ucap Juminah pada bagian administrasi yang saat ini berdiri menunggunya memberikan informasi.“Baik, Bu. Tunggu sebentar akan saya berikan formulirnya untuk diisi data-data pasien,” balas seorang perawat yang bertugas di bagian administrasi itu.“Iya, Mba. Makasih, ya.”Juminah masih berdiri dengan panik di depan meja pendaftaran yang tingginya sedagu wanita itu. Dia merasa bersalah dengan kejadian itu karena sudah lalai menjaga Kesya. Padahal, hanya sebentar saja dia keluar dari kamar itu dan insiden besar sudah terjadi begitu saja.Saat sedang menunggu itulah Juminah melihat sosok pria yang sangat dikenalinya. Itu adalah Gani yang berjalan ke arah bagian administrasi juga. Juminah berdiri untuk menghampiri Gani, akan tetapi tiba-tiba saja langkahnya surut.“Kalau aku samperin pak Gani, gimana aku menjelaskan kejadian dek Kesya nanti? Apa yang akan aku jelaskan? Aku takut salah bicara karena sepert
“Pa-Pak Gani! A-apa yang Bapak bilang barusan? Aku nggak ngerti,” ucap Juminah terbata-bata saat akhirnya dia membalikkan badan dan berhadapan langsung dengan majikannya itu.“Kamu jangan berpura-pura lagi, Juminah. Aku udah tau kalau sekarang Kesya berada di rumah sakit ini. Kenapa dia bisa masuk UGD? Apa yang udah kamu lakukan ke putriku?” tanya Gani membabi buta dan mengguncang tubuh wanita muda itu dengan emosinya.“Aku nggak ngerti maksud Pak Gani apa. Bapak seperti ini aja namanya udah tindakan kriminal dan aku bisa melaporkan Bapak loh.”“Oh, kamu mengancam aku? Kita bisa liat siapa yang akan dimasukkan ke penjara nanti. Aku atau kamu! Kesya jelas dalam pengasuhan kamu dan sekarang dia ada di UGD kan? Apapun yang aku katakan nanti, Sarah pasti akan setuju. Kamu pikir, kamu punya kekuatan apa untuk melawanku?” tanya Gani dengan nada menggertak pada Juminah.Gani sungguh tidak ada niat apapun untuk menyombongkan diri ataupun merasa dengan uang dan jabatannya semua bisa dilakukan.
“Apa sekarang mereka ada di dalam UGD bersama-sama?” tanya Gani dengan nada datar.“Iya, Pak Gani. Mba Sarah lagi nangis-nangis karena keadaan dek Sarah seperti itu.” Juminah menjawab dengan jujur lagi.“Apa aja yang laki-laki itu bilang? Kamu dengar namanya siapa?”“Mba Sarah manggil dia dengan sebutan Jo aja gitu, Pak. Aku nggak tau nama panjangnya. Cuma denger Jo gitu doang dari tadi mba Sarah manggil dia.”“Jo? Siapa Jo? Apa dia pernah datang ke rumahku sebelumnya, Jum?”“Seingat aku sih nggak pernah, Pak. Sejak dek Kesya lahir, memang ini pertama kalinya dia datang ke rumah dan sepertinya tadi juga mba Sarah nggak senang dengan kedatangan dia. Mba Sarah udah berusaha menyuruh dia pergi dan berjanji akan bertemu setelah acara ulang tahun dek Kesya.”Sekali lagi Juminah mengeluarkan kalimat yang panjang lebar untuk memberikan penjelasan kepada Gani. Semua itu tentu saja dari apa yang benar-benar dia ketahui dan selama ini Juminah memang tidak pernah melihat Jonatan datang ke rumah
“Tunggu aja nanti, Sarah. Aku pasti bisa membongkar kebohongan kamu selama ini. Udah lama aku curiga sama kamu dan Kesya. Gimana pun aku marah sama Sarah, kalau memang Kesya itu anak kandungku, nggak mungkin aku nggak merasa ada ikatan batin sama anak itu. Tapi, terus terang aja selama ini hatiku memang nggak bisa untuk dekat dan menyayangi dia seperti yang seharusnya.”Gani berkata seorang diri tentang bagaimana sikapnya selama ini kepada Kesya. Dia sendiri mengakui bahwa perasaannya tidak bisa dibohongi. Gani tidak bisa menyayangi Kesya seperti yang seharusnya dia lakukan sebagai seorang ayah.Itu sebabnya, sejak kelahiran Kesya ke dunia ini, Gani jadi jarang di rumah. Dia lebih suka menghabiskan waktu di kantor atau ruang kerjanya di rumah besar itu.Gani masih duduk seorang diri di dalam mobilnya saat Juminah sudah pergi lagi ke UGD untuk membantunya mengorek informasi yang bisa dia dapatkan. Saat itu pula, seorang wanita berjalan di depan mobil Gani dengan menggendong seorang bay
“Kamu kan ayahnya Melody. Masa kamu nggak bisa jawab pertanyaan dia sih?” tanya Maura setelah beberapa saat terdiam mendengar pertanyaan Rama tadi.Kini giliran Rama yang terdiam setelah Maura berbicara. Dia tidak menyangka sama sekali kalau jawaban Maura adalah kata-kata seperti itu. Namun, jujur saja di dalam hatinya Rama merasa senang karena pada akhirnya Maura mau mengatakan hal itu.“Iya, dong. Siniin dulu anak ayah yang cantik. Maminya pasti capek dari tadi gendongin boneka embul ini,” ucap Rama dan segera mengambil Melody dari gendongan Maura.Maura tidak mengelak dari Rama dan dengan senang hati memindahkan putrinya pada Rama. Mereka sudah tinggal bersama dalam hitungan tahun. Bagi Melody, tentu saja Rama memang adalah sosok ayah yang dicintainya. Bayi perempuan itu terlihat sangat nyaman pada Rama dan tertawa girang saat dipangku sang ayah.“Kamu jangan nangis nanti kalau diperiksa sama dokter, ya Sayang. Ayah akan selalu ada di samping kamu dan menjaga kamu dengan sepenuh ji
Gani sudah menunggu selama hampir lima belas menit di luar ruangan, dan memang belum ada tanda-tanda Maura akan keluar dari ruangan anak. Hingga akhirnya dengan terpaksa Gani meninggalkan tempat itu karena sudah dihubungi oleh perawat yang menjaga Wulan.“Aku pasti akan menemukan kamu, Mau.” Gani bergumam sambil melangkah pergi.Gani menuju ke ruangan di mana Wulan saat ini berada dan sudah dipasangi dengan alat-alat medis. Wulan tersenyum dengan wajah yang pucat saat melihat Gani datang mendekat.“Kamu dari mana, Nak?” tanyanya pelan, nyaris tak terdengar.“Aku tadi keluar sebentar, Ma. Merokok. Mama nungguin aku dari tadi, ya? Maaf, ya Ma.” Gani berbohong menjawab pertanyaan Wulan.Sebagai orang tua, jelas saja Wulan bisa tahu jika Gani berbohong padanya. Namun, dia tidak ingin bertanya lebih lanjut tentang hal itu kepada Gani.“Nggak, baru aja Mama bangun.”“Mama mau apa?”“Senyummu.”Hening. Tidak ada sahutan dari Gani ketika mendengar jawaban dari ibunya itu. Dia tahu dengan jela