Setelah Adam pamit, Ayu segera mambasuh wajah dan gosok gigi. Setelahnya masuk kamar, tetapi sebelum merebahkan diri di kasur yang menemani selama lima tahun ini. Ia melakukan ritual malam terlebih dahulu. Mengaplikasikan krim malam ke seluruh wajah.Awal ia tinggal di desa ini merasa kedinginan karena suhu udara pada malam hari hampir mencapai 20° Celcius. Bahkan setiap malam ia harus menyalakan perapian agar ruangan tetap hangat. Namun, seiring berjalannya waktu ia mulai terbiasa dengan suhu udara di desa ini dan bahkan ia hanya menggunakan sweater rajut dan selimut. Tidak seperti di awal ia tinggal, memakai kaos kaki, sarung tangan, topi kupluk, jaket tebal, dan selimut tidak cukup satu. Ia memakai sampai tiga selimut sekaligus.Mungkin satu-satunya rumah yang menggunakan penghangat ruangan hanya villa pemilik perkebunan. Kepala desa di tempat ini saja, masih sama dengan penduduk lainnya. Hanya menggunakan jaket dan selimut seadanya ketika tidur.Ayu menatap lamat-lamat langit kama
Setelah Ayu menutup warung ia bergegas pulang. Rencananya ia akan bertemu pemilik ruko di ibukota. Ruko yang ditawarkan lumayan murah karena pemilik sangat butuh uang saat ini juga. Mudah-mudahan pemilik ruko tidak berubah pikiran. Lokasi ruko sangat dekat dengan gedung perkantoran dan cocok untuk membuka cafe.Secepat kilat Ayu mandi dan berpakaian, ia tidak boleh terlambat bertemu dengan pemilik ruko. Ditakutkan akan ada yang terlebih dahulu untuk membeli. Siapa cepat dia dapat. Ia akan bertemu sekitar jam 1 siang, selepas makan siang. Jika tidak terjadi kemacetan dipastikan Ayu akan sampai setengah jam lebih awal dari waktu yang dijanjikan.Ayu menunggu di salah satu warung depan ruko, mereka janji bertemu di tempat itu. Sambil menunggu ia memesan es teh manis dingin dan membuka ponselnya. Berselancar di dunia maya guna mengusir kebosanan. Selama ini dia jarang membuka media sosialnya dan ternyata teman-teman SMA nya dulu sudah banyak yang menikah."Sudah lama menunggu Bu Ayu?"Sap
"Apa? Ada yang membeli ruko bapak dengan harga yang lebih tinggi?"Netra Ayu membola mendengar suara di seberang, selalu begini setiap dia akan membeli ruko. Ini sudah yang ketiga kali, ia terduduk lesu di kursi teras kost Roma. Meski pemilik akan mentransfer uang Ayu kembali dan tentunya dengan dua kali lipat dari harga awal. Tetap saja membuat Ayu tidak suka dan mencurigai orang lain, tapi siapa?Entah siapa yang melakukan hal itu, tentunya ada orang lain yang tidak suka dengan Ayu. Selama ini Ayu merasa tidak memiliki musuh, lima tahun tinggal di desa ia selalu ramah dan tak pernah membenci orang lain. Ia juga tak pernah berbuat jahat, hidupnya selau lurus-lurus saja.Jika ruko yang pertama dan kedua gagal ia miliki, ia tidak ambil pusing dan tidak mempermasalahkan karena lokasi tidak strategis dan banyak yang perlu di renovasi. Untuk yang ketiga ia tidak terima, ia sudah membayar meski sebagian. Ruko itu juga sangat ia suka karena lokasinya berdekatan langsung dengan gedung perka
"Kau kembali, Son!"Bayu merangkul putra sulungnya kemudian melangkah bersama ke ruang keluarga. Duduk secara berhadapan, netra tuanya berpendar. Bahagia akan kehadiran putranya di rumah utama.Selama lima tahun terakhir, putra sulungnya hanya tinggal di apartemen tanpa sekalipun pernah pulang ke rumah. Meski mereka sering bertemu di ruangannya, anaknya lebih banyak menutup diri dan hanya bekerja dibalik layar. Itu sebabnya ia sangat bahagia ketika putranya kembali, ia seperti menemukan anaknya yang hilang."Ayah senang kamu mau kembali ke rumah kita," ucap Bayu menatap lekat pada wajah putra sulungnya."Aku telah memikirkah semuanya, tidak ada gunanya aku mengurung diri. Malah semakin membuatku terpuruk dan jatuh ke jurang yang dalam. Beruntung aku masih mempunyai kalian yang mau menopangku saat aku sudah jatuh terlalu dalam.""Bagus, itu baru namanya putra ayah!" Seorang pelayan masuk dan membawa teh dan kue kering. Setelah meletakkan di atas meja, pelayan itu pun permisi."Terima
Seharusnya Rendra yang menjemput ibunda dan adiknya ke bandara karena banyaknya pekerjaan yang harus ia selesaikan, akhirnya ia meminta supir pribadinya untuk menjemput. Dito menyerahkan semua dokumen pada Rendra untuk diperiksa. Yang biasanya ia hanya perlu menandatangani saja karena semua sudah pasti beres dibuat sang asisten.Namun, kali ini sang asisten seakan sengaja membuat ia sibuk. Padahal pria itu tahu bahwa akan menjemput ibunda dan adiknya yang baru kembali dari Jerman. Lagi-lagi sang asisten tak peduli, toh ada supir yang bisa menjemput. Seandainya pun, ia yang menjemput toh supir juga yang akan menyetir."Ada lagi yang perlu diperiksa?" tanya Rendra pada Dito dengan nada datar."Tidak ada, itu yang terakhir," jawab Dito santai seakan tak merasa bersalah telah membuat sang bos bekerja seharian penuh.Mereka hanya istirahat saat makan siang saja. Pagi ada rapat dengan para investor, setelah itu ada meeting dengan klien dari Jepang dan sorenya harus memeriksa dokumen yang ha
Ayu memutuskan untuk ke kebun kopinya setelah ia selesai merapikan warung makan. Sudah dua minggu ia tak pernah ke kebun. Mengingat bagaimana sibuknya ia harus pulang-pergi ke Jakarta hanya untuk bertemu pemilik ruko, yang pada akhirnya secara sepihak membatalkan pembeliannya. Betul saja, sesampainya di kebun, kopi sudah banyak berjatuhan dan sebagian sudah dimakan luwak. Tanpa menunggu lama ia langsung memetik kopi karena dari rumah ia sudah berpakaian dinas yaitu baju lengan panjang dan celana training, juga memakai kerudung. Tak lupa ia memakai caping sebagai penutup kepala guna menghindari sinar matahari yang langsung menerpa wajah yang telah ia olesi bedak dingin. Lebatnya buah kopi membuat ia bersemangat untuk memetik, tak terasa ember cat 25kg itu telah terisi penuh. Ia berencana memindahkan kopi kedalam goni, saat ia telah memindahkan setengah isi ember ke goni, ia terkejut mendengar suara mengaduh. "Aduh!" "Kamu tidak apa-apa?" Ayu bergegas menghampiri anak kecil yang ter
"Om!" seru Ober dengan girang begitu melihat pemuda berpakaian santai berdiri tegak tidak jauh darinya.Dengan langkah kecilnya Ober berlari menghampiri pemuda tinggi tegap dan pemuda itu dengan sigap menggendong."Kamu tidak apa-apa, Sayang?" tanya Rendra. Ober menggeleng sebagai jawaban.Rendra menurunkan Ober dari gendongan dan memeriksa setiap jengkal tubuhnya."Lututnya lecet, ia terjatuh tadi," ujar Ayu dengan gugup. Ia tahu, pria yang sedang dihadapinya, pria yang membuat dia sampai terlambat masuk kerja."Lutut sebelah kiri," beritahu Ayu. "Saya sudah mengobatinya," lanjut Ayu lagi."Terima kasih," ucap Rendra tulus.Rendra yang pertama kali menemukan Ober, ia sudah pernah ke pondok Ayu sebelumnya. Karena saat mengitari perkebunan, ia iseng ingin melihat Ayu. Karena seharian ia tak melihat dan warung Ayu juga tutup.Ia berkeliling kebun kopi Ayu dan melihat ada sebuah pondok. Ia pun memutuskan untuk duduk di pondok, karena matahari bersinar sangat terik. Wangi pondok Ayu yang
Ayu disambut hangat oleh keluarga Narendra, ternyata mereka sekeluarga sedang berada di desa X. Ini bukan akhir pekan, tapi kenapa mereka ada di sini? Kok nanya seperti itu? Tanah di desa ini hampir ½ adalah milik PT. Mandiri Sejahtera, jadi wajar mereka bisa ada di sini.Ayu duduk bersebelahan dengan Rendra di hadapan mereka pasangan suami istri Oceania dan Otto. Sedangkan di ujung meja ada Bayu, sebelah kanan istrinya - Deasy, di kiri anak Oceania - Ober. Anak Oceania yang paling kecil sedang di kamarnya, mungkin sudah terlelap.Sepanjang makan malam, Ober banyak berceloteh meski bahasa yang digunakan bercampur. Keluarga ini ternyata berbeda dengan keluarga lainnya. Ayu pernah menonton serial drama korea, dimana pada saat makan bersama, tidak ada yang boleh berbicara selama makan. Hanya dentingan garpu dan sendok beradu yang terdengar."Kamu sudah selesai?"Deasy melihat Ayu sudah membalik sendok dan membuat posisi sendok dan garpu menyilang. Pertanda Ayu telah selesai makan."Apa k
"Ayo, masuk!" ajak Ayu begitu mereka sudah keluar dari mobil.Namun, langkah Rendra terhenti kala melihat sesuatu yang panjang tepat berada dekat pintu masuk rumah. Pria itu ragu melangkah dengan kaki gemetar dan telapak tangannya mulai berkeringat dingin."Kenapa?" Ayu membalik badan dan melihat Rendra yang mematung dan mengikuti tatapan mata pria itu yang tertuju pada sebuah benda di dekat pintu. Kemudian Ayu mendekat dan mengambil benda itu."ini hanya tali," ucap Ayu sambil menunjukkan tali tepat di wajah Rendra. "Kenapa kamu melihatnya seperti ular?" lanjutnya lagi.Sontak pria itu mundur dan memegangi dada. Napasnya memburu, keringat sebesar jagung sudah membasahi wajah tampannya. Ingatan tentang 21 tahun silam berkelabat di benaknya dan pria itu jatuh tersungkur dengan wajah menghadap tanah. Masih memegangi dadanya. Melihat hal itu dengan langkah terburu Ayu mendekati Rendra."Jauhkan tali itu," ucap Rendra dengan napas tersenggal.Tanpa pikir panjang Ayu langsung membuang tali
"Kamu pesan makanan dulu! Aku mau ke toilet," ucap Rendra begitu mereka sampai di sebuah Resort.Resort yang mereka kunjungi memiliki sebuah restoran yang dibuka untuk umum. Resort ini juga sangat unik karena ada area makan di tengah kolam.Sebelumnya Rendra sudah memesan tempat untuk mereka. Melalui koneksi yang ia punya, akhirnya ia bisa memesan tempat di area kolam. Karena tempat itu biasanya sangat diminati, jadi sebelum berkunjung harus memesan terlebih dahulu sehari sebelumnya. Atau bisa juga menunggu giliran. Namun, sangat kecil kemungkinan mengingat banyaknya pengunjung ke tempat itu."Sudah pesan?" tanya Rendra begitu tiba dan mendudukkan bokong di kursi sebelah Ayu."Sudah," jawab Ayu dengan lirih hampir tak terdengar. Namun, dari tempat Rendra duduk, pria itu masih bisa mendengar suara Ayu walau samar."Apa yang kamu pesan?" Kenapa banyak tanya sekali? Apa gak sabar menunggu pramusaji saja yang menyajikan. Saat di mobil saja diam, tak ada percakapan diantara mereka. Kenapa
"Sambalnya enak, mah.""Uhuk."Sontak semua mata tertuju pada Ayu yang tiba-tiba saja terbatuk."Kamu tidak apa-apa?" tanya Rendra menyodorkan segelas air putih pada Ayu. Dengan sigap Ayu meraih gelas pemberian Rendra dan menegak habis cairan berwarna bening itu.Setelah meletakkan gelas Ayu pun berucap, "tidak apa-apa."Namun, wajahnya sudah memanas bak kepiting rebus. Ia tidak bisa menyembunyikan wajahnya, satu-satunya cara adalah dengan menundukkan kepala dan berpura-pura memotong daging, padahal potongan sudah pas untuk masuk ke mulut."Ayu yang membuat sambalnya, Pak," ucap Roma seakan tak peduli dengan keadaan sahabatnya."Enak sekali," puji Bayu dan Nia hampir bersamaan.Tidak dapat diragukan sambal racikan Ayu memang pas di lidah. Rasa pedas yang membuat lidah seakan terbakar dan menggoyangkan lidah tergantikan dengan adanya rasa manis dari sambal.Rendra yang memperhatikan Ayu yang semakin menunduk malu akhirnya menyodorkan ikan bakar, yang tentunya telah ia sisihkan tulangny
"Kenapa lo bisa kesini?"Roma bergeming tak menjawab pertanyaan Ayu. "Kau lihat Pak Rendra itu dari tadi asik kau saja yang dilihat.""Jangan lo alihkan pertanyaan gue!" ketus Ayu sambil menepuk kepala Roma dengan serai."Sakit!" Roma meringis kala menerima pukulan di kepala dan membuat ia harus memijitnya."Lo pacaran ama Pak Dito?"Pertanyaan telak membuat Roma membelalakan mata. Sepandai pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Sepandai pandainya menyimpan hubungan pasti akan ketahuan."Sejak kapan? Kenapa gak cerita?" cecar Ayu sembari mengangkat dagu.Dengan malu-malu Roma akhirnya menjawab,"sudah lama." Roma pun melirik pria yang sedang mereka bicarakan."Trus?""Terus apa?""Kenapa lo gak cerita?""Kau gak ada nanya," elak Roma.Hubungan Roma dan Dito sudah berlangsung lama, terbilang sejak Ayu masih bekerja di kantor yang sama dengan Ayu. Mereka merahasiakan hubungan itu karena tidak ingin diketahui oleh teman sekantor. Lagi, di perusahaan mereka bekerja tidak boleh ber
Ayu berlari begitu melihat Roma turun dari mobil. Tak menyangka sahabatnya yang berasal dari Tapanuli itu datang ke desa X. Mereka berpelukan sebagai tanda melepas rindu setelah Ayu mencium pipi kiri dan kanan Roma secara bergantian."Ayo kita ke sana."Ayu mengajak Roma ke arah meja yang berada di halaman villa. Mobil yang ditumpangi Roma, terparkir di halaman belakang hanya untuk menurunkan barang-barang yang dibawa dari kota. Bahan makanan yang khusus dibeli oleh keluarga Narendra. Sebagian bahan makanan akan mereka pakai untuk acara outdoor party malam ini.Seperti yang telah dijanjikan oleh Deasy, ibu dua anak itu mengajak Ayu untuk datang ke villa mereka. Sebelumnya, Deasy juga sudah ke warung Ayu. Meski warung Ayu tampak kumuh dari luar, Deasy tetap melangkah masuk ke warung tanpa merasa jijik sedikit pun. Karena di dalam warung tampak bersih, rapi dan kinclong berbeda dengan penampakan dari luar. Deasy memesan nasi uduk buatan Ayu, satu suapan masuk ke mulut dan berlanjut ke s
"Apa Kakak perlu bantuan?""Tidak," jawab Rendra dengan cepat.Bantuan yang dimaksud Nia adalah untuk mendekati Ayu. Ia tahu sang kakak sangat kaku dan tak tahu bagaimana cara untuk bersikap romantis. Entah bagaimana Rendra bisa berpacaran dengan Calantha dan menikah meski gagal."Kakak yakin tidak perlu bantuanku?" tanya Nia sekali lagi.Rendra mendengus kasar, memandang keponakan dan adik iparnya yang sedang bermain di halaman belakang villa. Sedangkan mereka duduk bersebelahan di sebuah ayunan sembari minum teh hangat.Rendra mengambil pisang goreng buatan bik Minah, pengurus villa yang sudah bekerja sejak Rendra masih kecil. Memasukkan ke mulut dan menggigit sedikit, rasa manis terasa di lidah dari pisang yang telah digoreng bercampur dengan tepung.Bik Minah memilih bekerja di villa karena umurnya sudah tidak muda lagi, tenaganya juga sudah mulai berkurang. Jika di villa tidak terlalu banyak yang dikerjakan karena villa jarang ditempati. Karena keluarga Narendra semua sedang ada
"Kau sudah bangun, Nak?"Rendra menghampiri Deasy yang sedang menata makanan di atas meja dibantu oleh asisten rumah tangga yang dikhususkan untuk menjaga dan mengurus villa mereka."Ya, Ma," jawab Rendra sembari menarik kursi dan mendaratkan bokongnya.Niat hati ingin sarapan di warung Ayu ia batalkan, lebih memilih sarapan di rumah. Karena tak ingin membuat sang mama sakit hati yang telah susah payah membuat sarapan untuk mereka. Rendra menerima piring berisi nasi goreng yang di atasnya ada telur mata sapi dari Deasy. Kemudian mencicipi nasi goreng buatan ibunya. "Enak," gumannya dan menyisihkan telur mata sapi tanpa berniat menyentuhnya.Masakan sang ibunda selalu menjadi nomor satu buat Rendra maupun adiknya. Meski memiliki asisten rumah tangga, Deasy selalu menyempatkan diri untuk memasak bagi keluarganya. Sebagai tanda bakti seorang istri untuk suami dan anak-anaknya."Sorry, boy. Ibu lupa kamu tak suka telur mata sapi. Mari untuk Ibu saja."Deasy langsung menyambar telur yang
Bab 18 Sejauh mata memandang hanya rumput ilalang yang terlihat dengan bantuan pencahayaan sinar rembulan di langit malam. Hembusan angin malam membuat rumput ilalang bergoyang seolah ada sesuatu diantara rumput yang bergerak seirama. Ayu menggosok kedua telapak tangan berharap hawa panas menjalar ke seluruh tubuh. Kemudian ia menyilangkan tangan di depan dada menghalau hawa dingin yang menusuk tulang. Hembusan angin malam langsung menerpa kulitnya, gaun yang ia kenakan tidak bisa menghalau dinginnya malam. Tanpa ia sadari sepasang tangan mendekap tubuhnya untuk menyampirkan jas mahal di pundak. Tanpa menoleh ia tahu siapa yang telah menyampirkan jas padanya. Aroma parfum mahal menyeruak ke indra penciuman begitu khas dan membuat dirinya sesaat terlena. Tubuhnya yang dingin seketika menghangat. "Kau sering kesini?" tanyanya pada pria yang telah berdiri di sampingnya, kedua tangan masuk ke saku celana bahan yang dikenakan. Ayu dan sepupunya sering ke sini, tapi di siang hari, bukan
Ayu disambut hangat oleh keluarga Narendra, ternyata mereka sekeluarga sedang berada di desa X. Ini bukan akhir pekan, tapi kenapa mereka ada di sini? Kok nanya seperti itu? Tanah di desa ini hampir ½ adalah milik PT. Mandiri Sejahtera, jadi wajar mereka bisa ada di sini.Ayu duduk bersebelahan dengan Rendra di hadapan mereka pasangan suami istri Oceania dan Otto. Sedangkan di ujung meja ada Bayu, sebelah kanan istrinya - Deasy, di kiri anak Oceania - Ober. Anak Oceania yang paling kecil sedang di kamarnya, mungkin sudah terlelap.Sepanjang makan malam, Ober banyak berceloteh meski bahasa yang digunakan bercampur. Keluarga ini ternyata berbeda dengan keluarga lainnya. Ayu pernah menonton serial drama korea, dimana pada saat makan bersama, tidak ada yang boleh berbicara selama makan. Hanya dentingan garpu dan sendok beradu yang terdengar."Kamu sudah selesai?"Deasy melihat Ayu sudah membalik sendok dan membuat posisi sendok dan garpu menyilang. Pertanda Ayu telah selesai makan."Apa k