Share

Bencana

Author: Ayaya Malila
last update Last Updated: 2023-08-04 18:53:45

"Ko-kopi, Tuan?" tanya Anike sambil menelaah kembali kalimat pria tampan di hadapannya itu.

"Ya, seperti yang kau dengar tadi," jawab Carlen Meier acuh tak acuh. Pria itu bahkan sudah kembali serius membaca berkas-berkas yang ada di tangannya.

"Apakah ini bagian dari wawancara?" tanya Anike lagi.

Sejurus kemudian, Carlen meletakkan kertas-kertas ke atas meja. Ia lalu menatap Anike dingin. "Kau ingin pekerjaan atau tidak?"

"Tentu saja, Tuan."

"Kalau begitu, buatkan aku kopi."

"Apakah membuat kopi dengan jenis pekerjaan yang akan saya tekuni nanti, Tuan?" cicit Anike kebingungan.

"Anggap saja itu adalah caraku melihat apakah kau sanggup bekerja atau tidak."

"Baiklah."

Anike mengangguk ragu. Dia berbalik dan berjalan meninggalkan ruang kerja. Akan tetapi, sesampainya di ambang pintu, Anike teringat sesuatu.

Wanita itu sontak berbalik menghadap Carlen. "Maaf, Tuan ... kalau boleh tahu, dapurnya di sebelah mana?"

"Tanyakan pada asistenku yang membawamu tadi," timpal Carlen dingin. Lagi-lagi, pria itu tidak memandang ke arah Anike sama sekali.

Mendengar itu. Anike akhirnya bergegas keluar ruangan dan mulai mencari keberadaan asisten pria itu.

Sungguh!

Menurutnya, ini adalah wawancara kerja paling aneh yang pernah dirinya alami. Namun, Anike juga tak mungkin dapat menolak permintaan pria yang berusia jauh di atasnya tersebut.

Sayangnya, setelah mengetuk ruangan demi ruangan, Anike tak menemukan siapapun.

"Rumah sebesar ini, apa tidak ada pelayan?” bingung Anike seraya menyapu pandangan ke sekitar dengan sorot takjub, “ jika iya, bagaimana caranya supaya bisa tetap terlihat bersih dan rapi?"

"Sepuluh orang pelayan hanya datang setiap hari Senin, Rabu, dan Sabtu. Ini semua karena Tuan Carlen Meier sangat terobsesi terhadap kesunyian," ucap seseorang tiba-tiba membuat Anike terkejut setengah mati.

Ia langsung berbalik dan mendapati seorang gadis cantik yang sepertinya seusia dengannya.

Seolah memahami kebingungan Anike, gadis itu tiba-tiba berkata dengan logat bahasa Indonesia yang kaku, “Kenalkan, namaku Lula. Apakah kau asisten pribadi kakakku yang baru?"

"Lula? Anda adik Tuan Carlen Maier?"

"Ya, begitulah." Lula memamerkan senyum. "Apa dia menyuruhmu untuk membuatkan kopi?"

"Betul sekali, Nona," jawab Anike sopan.

"Jangan panggil aku Nona. Cukup Lula saja. Kalau begitu, mari, kuantar." Gadis cantik berambut coklat terang itu bersikap sangat ramah pada Anike. Jauh berbeda dengan yang ditunjukkan Carlen tadi.

Kini, Anike melewati koridor panjang.

Diperhatikannya sisi kanan koridor adalah tembok yang penuh dengan lukisan mahal, sedangkan sisi kirinya terdapat jendela-jendela kaca besar yang menampakkan pemandangan taman bunga yang cukup luas.

Sejenak Anike terpukau dengan apa yang dia lihat.

Rumah besar itu bagaikan istana di negeri dongeng.

"Dapurnya ada di sebelah sana," tunjuk Lula pada sebuah lorong lain yang terdapat di sebelah kirinya.

"Ah, i-iya. Terima kasih," ucap Anike tergagap.

Dia buru-buru berlalu dari hadapan Lula yang tetap berdiri di tempatnya.

Lalu, ia menemukan dapur dengan interior modern dan tampak sangat luas dan mewah. Bahkan, ia yakin dapur ini jauh lebih luas dari rumah kontrakan Tiara.

"Luar biasa. Aku bisa jogging di tempat selebar ini," celetuk Anike pelan.

"Kakakku tidak suka kopi pahit. Biasanya, dia menambahkan dua balok kecil gula pada cangkirnya." Suara Lula membuat Anike begitu terkejut.

Ia pun langsung menoleh dan mengernyit mendapati gadis yang tadi sempat berbincang dengannya itu sudah berdiri di belakang Anike.

"Lula?"

Gadis cantik bermata hazel itu hanya tersenyum, lalu membuka lemari kabinet yang terbuat dari kaca. Dia mengeluarkan sebuah cangkir beserta tatakannya dan menyerahkan benda berbahan porselen itu pada Anike.

"Terima kasih." Anike menerima cangkir tadi.

Dengan cekatan, dia meracik kopi, hingga aroma menggugah selera tercium.

Tak lupa, Anike menambahkan dua balok kecil gula–seperti yang telah dikatakan Lula.

Setelahnya, ia tersenyum pada Lula dan kembali ke ruang kerja Carlen membawa nampan.

"Silakan, Tuan," ucapnya tenang.

"Hm." Hanya kata itu yang keluar dari bibir tipis Carlen. Gayanya begitu berwibawa saat meraih cangkir dan menyesap kopinya perlahan. Namun sesaat kemudian, Carlen menyemburkan kopi tersebut ke arah samping.

"Apa-apaan ini!" sentaknya.

"Kenapa?" Anike tampak begitu terkejut sekaligus kebingungan.

"Rasanya manis sekali, sampai-sampai aku ingin muntah! Kau bisa membuat kopi atau tidak, hah!" omel Carlen dengan mata melotot.

"Bukannya anda penyuka rasa manis?" Anike membela diri.

"Siapa yang ...." Carlen tak melanjutkan kata-katanya. "Ah, sudahlah! Rupanya kau tidak becus bekerja."

"Maaf, Tuan Meier,” ucap Anike menahan emosi, “Saya tidak terima bila dinilai tidak becus bekerja hanya karena tak bisa membuat kopi sesuai selera Anda."

"Ck! Kau ternyata juga sangat berisik!"

Mendengar umpatan pria itu, tangan Anike sontak mengepal.

Hancur sudah pengendalian diri yang sedari tadi dia bangun.

"Baiklah. Terima kasih atas kesempatannya. Yang jelas, saya sangat bersyukur ditolak bekerja oleh Anda.”

Alis mata Carlen menajam. Pria itu tak menyangka bahwa Anike akhirnya melawan. "Kalau begitu, keluar kau dari sini!"

"Tanpa Anda suruh pun, aku pasti akan keluar dari sini!"

Segera, Anike maju dan mengambil map berisi surat lamaran kerja beserta surat-surat penting lainnya. Ia bergegas meninggalkan ruangan Carlen dalam amarah.

Begitu melihat sebuah pilar setinggi pinggang orang dewasa di samping pintu, Anike sontak menendangnya untuk melampiaskan emosi.

PRANG!

Anike tertegun setelahnya. Ia sama sekali tak mengira bahwa tendangannya cukup keras, hingga membuat pilar tersebut goyang dan guci antik di atasnya–terjatuh dan pecah.

"Ya, Tuhan," panik Anike.

Di sisi lain, Carlen mendengar keributan itu.

Gegas, ia pun bangkit dari kursi kebesarannya.

"Astaga ...." Carlen sontak menatap tajam Anike yang pucat pasi. "Guci itu adalah prasasti dari Dinasti Ming. Aku membelinya secara resmi dari divisi kementerian kebudayaan Cina!"

Anike terkejut mendengarnya. Namun, ia berusaha bersikap tenang. "Aku akan mengganti seluruh kerusakan yang sudah ditimbulkan.”

"Memang, berapa yang harus kubayar?" tanya Anike lagi. Perempuan itu bahkan melupakan bahwa tabungannya sudah tak ada.

Mendengar keberanian Anike, mata Carlen semakin menggelap.

Sebuah senyum sinis pun terpampang di wajahnya.

"Kalau begitu cepat transfer lima ratus juta sebelum kau keluar dari sini!" sahutnya, "selain itu, kau perlu membayar sepuluh juta lagi untuk tindakan dan perlakuanmu yang tidak menyenangkan!"

Related chapters

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Tanggung Jawab

    Anike membelalakkan mata tak percaya, setelah mendengar ucapan Carlen. “Lima ratus juta?”Gadis itu limbung dan bergerak mundur. Anike bahkan berpikir ia akan pingsan. Sayangnya, ia masih mampu berdiri. “Apa bisa dikurangi, Tuan? Ini sudah masuk Bulan Februari. Bulan penuh cinta,” ucap Anike mengiba.Di sisi lain, ia sedang mencari ide agar dapat melarikan diri dari sana.Carlen berdecak malas. “Persetan dengan bulan penuh cinta! Itu tak ada hubungannya dengan ganti rugi yang harus kau bayar!”“Tapi, lima ratus juta terlalu besar. Rumah dan tanah orang tuaku saja tidak sampai segitu jika dijual,” sahut Anike memasang raut penuh keresahan.“Aku tidak peduli. Bagaimanapun caranya, kau harus mengganti atas kerugian yang dirimu timbulkan, Nona,” tegas Carlen dingin. Tak lupa, ia memberi tatapan tajam.Anike terpaku beberapa saat.Dia tak mungkin meminta bantuan lagi kepada Tiara. Jika sampai sang kakak mengetahui bahwa dirinya kembali terjerumus dalam masalah besar karena kecerobohannya,

    Last Updated : 2023-08-05
  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Sebuah Kontrak

    Anike seketika merasa merinding. Namun, ia tak punya pilihan lain.“Boleh aku tahu penawaran apa, Tuan?” Anike memberanikan diri untuk bertanya. Dia harus siap dengan jawaban yang akan didapatnya.“Kau bisa terbebas dari jerat hukum, jika dirimu bersedia menikah kontrak denganku,” jawab Carlen, yang seketika membuat seluruh tulang dalam tubuh Anike seakan menjadi lembek.“Menikah kontrak?” ulang Anike pelan dengan nada tak percaya. Sepasang bola mata gadis asal Bandung tersebut bergerak tak beraturan. “Kenapa harus menikah kontrak?” tanyanya polos.“Kenapa? Bukankah itu jauh lebih baik jika dibandingkan dengan memakai jasa wanita panggilan,” ujar Carlen penuh cibiran.“Ya, Tuhan! Aku bukan wanita seperti itu!” Kekuatan Anike yang tadi sempat lenyap, tiba-tiba kembali setelah mendengar ucapan Carlen yang terkesan merendahkannya.“Terserah kau,” balas Carlen enteng, “aku hanya memberikan penawaran yang menurutku paling ringan untukmu.”Anike terdiam. Dia meremas bagian bawah blouse keme

    Last Updated : 2023-08-08
  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Rahasia

    "Kapok?" bingung Anike.Diperhatikannya Lula yang menatapnya sinis. Dia curiga pada gadis yang sempat mengerjainya dengan menyuruh Anike untuk menambahkan gula pada kopi Carlen itu.Di sisi lain, Lula menatap Anike semakin tajam. Anehnya, sesaat kemudian pandangan itu berubah lembut–membuat Anike merinding dengan perubahan mendadak itu."Hai, calon kakak ipar. Semoga kita bisa akrab," ujar Lula sambil mengulurkan tangannya pada Anike."Apa maksudnya dengan kapok terhadap perempuan Indonesia?" tanya Anike penasaran."Sudah, jangan hiraukan dia. Lula hanya menggodaku saja," sela Carlen sambil menggerakkan tangan sebagai isyarat untuk mengusir adiknya itu."Hubungi ayahmu sekarang. Suruh dia datang ke sini untuk menjadi wali seperti yang kau katakan tadi," titah Carlen setelah Lula keluar dari kamar."Maaf, tapi tidak bisa," tolak Anike, "ayah saya mabuk kendaraan. Dia susah sekali bepergian.""Mungkin lebih baik kau kupenjara saja, biar tidak merepotkan." Carlen menghela napas panjang.

    Last Updated : 2023-08-24
  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Percakapan

    “Kenapa mereka lama sekali?” pikir Carlen. Dia sudah menghabiskan sebatang rokok, sambil menunggu adik dan istri kontraknya yang sedang pergi ke toilet. “Coba kamu periksa,” suruhnya kepada Pandu.“Maaf, Tuan? Saya memeriksa ke toilet wanita?” Pandu terlihat ragu. Namun, dia tahu bahwa Carlen tidak menyukai bantahan. Terpaksa, sang asisten beranjak dari duduknya. Sambil melangkah menuju toilet, Pandu terus berpikir. Dia tertegun beberapa saat di depan pintu toilet wanita, hingga ada seorang perempuan keluar dari sana sambil uring-uringan.“Mau jadi apa negara ini jika anak mudanya tidak tahu tata krama,” gerutu wanita itu.“Apa ada masalah, Bu?” tanya Pandu. Dia mengira bahwa ibu itu marah terhadap dirinya, yang berdiri di depan pintu toilet wanita.“Bagaimana tidak jadi masalah besar? Saya baru duduk di closet dan sudah siap melakukan pelepasan. Namun, peluncuran roket terpaksa harus dihentikan, karena mendengar kegaduhan di bilik sebelah. Akhirnya, saya tidak jadi BAB!” Si wanita te

    Last Updated : 2023-08-25
  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Kejutan

    "Apa maksudmu dengan mencarikannya pasangan yang cocok? Bukankah kau adalah istrinya?"Anike seketika memukul mulutnya yang tak sengaja berbicara demikian. Hal itu justru membuat Lula semakin menatapnya tajam."Aku bukanlah istri sesungguhnya," ungkap Anike pada akhirnya."Maksudmu?""Tuan Carlen hanya menikahiku untuk menjadi budaknya," jelas Anike lesu."Ah, bicara apa kau ini. Tidak masuk akal sama sekali," gerutu Lula."Ini semua gara-gara guci antik itu. Aku tidak sengaja memecahkannya, sehingga aku harus menggantinya," keluh Anike."Guci antik yang mana?" Lula melipat kedua tangannya di dada."Guci yang berasal dari dinasti Ming itu tak sengaja tersenggol olehku. Guci itu akhirnya jatuh dan pecah," jawab Anike. "Karena aku tak punya uang untuk mengganti kerugian yang sangat besar, maka aku harus bersedia menjadi istri kontrak Tuan Carlen, sekaligus bersedia bekerja di rumah ini dan memenuhi segala kebutuhannya tanpa digaji," imbuhnya."Guci dari dinasti Ming?" ulang Lula kebing

    Last Updated : 2023-08-25
  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Terkurung

    "Ini semua gara-gara kau!" tunjuk Carlen tepat ke dahi Anike. "Aku memang menyuruhmu mencarikan pasangan, tapi setidaknya seleksi dulu yang benar!" Pria itu terus mengomel sembari mengemudi. Bahkan, hingga tiba di kediaman mewah pria asal Jerman tersebut. Dia bergegas masuk ke dalam rumah, meninggalkan Anike yang diam terpaku di sisi mobil."Tidak apa-apa. Itu semua bukan salahmu," ucap seseorang yang membuat Anike terkejut. Dia menoleh dan mendapati Lula berdiri di sampingnya dengan sorot mata penuh simpati."Kamu? Sejak kapan kamu di sini?" tanya Anike keheranan."Tenang saja, Kak. Aku akan berjuang untukmu."Bukannya menjawab, Lula malah mengatakan sesuatu yang membuat Anike makin bingung. "Aku tidur dulu. Sampai jumpa besok pagi," pamit Lula seraya menepuk pelan pundak Anike."Ah, memang keluarga gila," caci Anike pelan.Dia juga merasakan lelah jiwa raga, terlebih beban batin akibat permasalahan hidupnya yang melibatkan Carlen.Anike berjalan gontai menuju kamar.Dia merebahkan

    Last Updated : 2023-08-25
  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Saran Lula

    Carlen duduk termenung di ruang kerja.Acara kencan yang sudah dipersiapkan untuknya gagal total karena teman kencannya datang terlambat. Bahkan, ia tadi dikerjai oleh adiknya sendiri."Sialan!" gerutu Carlen sambil melempar kertas yang digulung ke lantai.Bagaimana Carlen tak merasa risau? Usianya sudah semakin tua. Namun, hingga saat ini dia belum mendapatkan titik terang tentang jodohnya.Sesaat kemudian, terdengar suara ketukan di pintu.Carlen segera mengubah posisi duduk, sehingga dia terlihat jauh lebih berwibawa.Pengusaha asal Jerman tersebut tahu bahwa yang datang ke sana pasti Anike karena dia memang memerintahkan wanita muda tersebut agar menghadapnya."Apakah Anda membutuhkan sesuatu, Tuan?" tanya Anike yang sudah berdiri di depan meja kerja suami kontraknya. Dia memandang pria dengan T-Shirt panjang hijau army tadi. Sebenarnya, Carlen merupakan pria yang sangat tampan dan gagah. Namun, sayang sekali karena dia memiliki perangai yang kurang menyenangkan."Kau tahu bahwa t

    Last Updated : 2023-08-25
  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Insiden di Kamar Mandi

    Anike duduk terpekur sendirian di depan meja yang terletak di sisi jendela. Kedua tangannya menopang kepala yang terasa cenut-cenut. Bagaimana tidak? Carlen memberikan kriteria wanita yang terasa sama sekali tak masuk akal untuk dijadikan pasangan. “Ke mana aku harus mencari?” gumam Anike. Pikirannya mendadak buntu. Di saat kalut seperti itu, tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka. Dengan santainya Carlen masuk dan berbaring begitu saja di atas ranjang yang seharusnya menjadi tempat tidur Anike. “Eh, Tuan? Kok di sini?” tanyanya. “Memangnya kenapa? Ini bagian dari rumahku juga,” sahut Carlen ketus. “Ta-tapi, anda ‘kan sudah memberikan kamar ini untukku,” protes Anike tak terima. “Ah, kau ini. Cerewet sekali.” Carlen yang semula berbaring, segera bangkit dan melepas T-shirt putihnya. Pria itu kembali bertelanjang dada, seperti pada saat mereka terkunci di dalam ruang pendingin. “Astaga ….” Anike begitu terpana melihat penampakan di hadapannya. Usia yang terlampau matang, tak membua

    Last Updated : 2023-08-30

Latest chapter

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Anugerah Terindah

    "Anike!" seru Carlen seraya melemparkan pistol yang berhasil dia rebut dari Diana, ke arah Marten. Marten sigap menangkap pistol tersebut dan menyembunyikannya di balik pinggang. Sementara Maya berteriak histeris melihat Anike yang terkulai. Dia menghambur bersamaan dengan Carlen yang mengangkat tubuh istrinya. Diana sendiri hanya bisa berdiri terpaku. Tubuhnya membeku melihat Anike yang bersimbah darah. "Awasi Diana! Aku akan membawa Anike ke rumah sakit!" titah Carlen yang tak memedulikan apapun lagi. Dia membopong sang istri yang tak sadarkan diri menuju mobil mewah yang masih terparkir di halaman."Ya, Tuhan! Ada apa ini, Tuan?" Yanto berlari tergopoh-gopoh mendekati majikannya. "Siapkan mobil! Antarkan aku ke rumah sakit!" seru Carlen. Tanpa membuang waktu, Yanto segera membukakan pintu mobil dan membantu membaringkan Anike di jok belakang. Dia meletakkan kepala Anike di pangkuan Carlen. Setelah memastikan bahwa Carlen dan Anike berada pada posisi nyaman, Yanto bergegas duduk

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Kemeja Putih

    "Kenapa, Tuan?" tanya Anike curiga. Diperhatikannya wajah tampan sang suami yang seolah tengah menyembunyikan sesuatu. "Kita harus pulang sekarang," ucap Carlen tanpa menjawab pertanyaan Anike. "Kamu juga Maya. Kemasi barang-barangmu sekarang juga. Kita akan kembali ke Jakarta sekarang sebelum bertolak ke Jerman," ajak Marten. Anike dan Maya tak membantah sama sekali. Setelah memberi pengertian pada Saodah dan Abdul Manaf, serta berpamitan pada para tamu, dua pasang mempelai itu bergegas meninggalkan gedung resepsi. Carlen dan Anike kembali ke rumah Abdul Manaf, sedangkan Marten membantu Maya bersiap-siap. Satu jam kemudian, sopir pribadi Carlen datang menjemput. Mereka masuk ke dalam mobil dengan tergesa-gesa, membuat Anike semakin was-was. "Sebenarnya ada apa ini, Tuan?" desaknya. Carlen yang duduk di samping Anike, hanya bisa menarik napas panjang. Butuh waktu lama baginya untuk menjawab pertanyaan sang istri. "Ini tentang Diana," ucap Carlen pada akhirnya. "Kenapa lagi dia?"

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Take Her Away

    Maya ragu-ragu menatap Marten. Pria di hadapannya itu sungguh bersikap di luar dugaan. Pertemuan mereka yang singkat sama sekali tak membuat Marten ragu untuk melamar Maya. "Apa anda yakin, Tuan?" tanyanya hati-hati. "Seratus persen!" jawab Marten tegas. "Meskipun kita baru saja bertemu dan berkenalan?" tanya Maya lagi, sekadar untuk memastikan. "Aku bukan pria plin-plan. Sekali 'iya', maka selamanya akan tetap seperti itu. Aku ingin menikahi dan membawamu pergi," jelas Marten. "Nanti kalau anda tidak cocok dengan sifat dan kebiasaanku, bagaimana? Saya orangnya suka ngambekan," ungkap Maya. "Suka kentut juga," sahut Tatang. "Makannya banyak!" Engkos Kusnandar juga tak mau kalah. "Itu semua adalah resiko yang harus kuterima dengan lapang dada," ucap Marten. "Aku sudah mempunyai modal awal, yaitu perasaan jatuh cinta padamu. Seharusnya rasa itu saja sudah cukup untuk mengatasi semua hal-hal tak menyenangkan yang mungkin muncul di masa yang akan datang," lanjutnya. "Tuan ...." Ma

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Lamaran Mendadak

    "Aku pergi dulu," ucap Marten. Dia tak memedulikan tugasnya sebagai pendamping Carlen di pelaminan. Marten malah berlari turun mengejar Maya. "Hei, sedang apa?" sapanya pada gadis cantik itu.Maya sedikit terkejut dan langsung menoleh. "Eh, Tuan," jawabnya balas menyapa. "Sedang membantu menghidangkan makanan untuk para tamu."Buat apa? Sudah ada wedding organizer yang mengurus segalanya. Ikut aku saja," ajak Marten. Dia menggandeng Maya keluar dari gedung, menuju ke taman belakang. "Mau apa ke sini, Tuan?" tanya Maya keheranan."Tidak ada. Hanya ingin mengobrol saja. Di dalam terlalu banyak orang. Selain itu, aku tak suka dipajang seperti patung," gerutu Marten."Itu namanya bukan dipajang, Tuan. Anda itu mewakili keluarga Tuan Carlen,' tutur Maya."Ah, ribet sekali. Aku tidak suka. Seharusnya cukup dua orang itu saling mencintai. Kalaupun menikah, tidak perlu mengundang banyak orang seperti ini. Merepotkan saja." Marten terus mengungkapkan rasa kesalnya."Nanti kalau anda menikah,

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Pesta Kampung

    "Berikan aku alamatnya!" desak Diana. "Maaf, saya sendiri juga tidak tahu," jawab Yanto. "Jangan bohong kamu, ya!" Diana nekat maju, mendekati Yanto. Tanpa ragu, dia menarik krah seragam satpam yang Yanto kenakan. "Cepat berikan alamat mertua Carlen! Atau aku akan ...." "Ada ribut-ribut apa ini?" tanya seseorang, memotong kalimat Diana begitu saja. Wanita itu segera melepaskan cengkeramannya dari Yanto dan menoleh ke arah suara. "Oh, Pak Pandu rupanya." Diana tersenyum sinis. "Silakan anda pergi dari sini kalau tidak ingin saya panggilkan polisi," ancam Pandu dengan raut datar. "Anda tidak bisa memaksa saya!" Diana malah mengangkat dagu, seolah menantang Pandu. "Anda sudah cukup banyak membuat masalah, Bu Diana. Mulai dari menjebak Tuan Carlen, melukai, menipu serta terlibat dalam penculikan terhadap Nyonya Anike. Jika Tuan Carlen berkenan memproses kasus ini ke jalur hukum, maka saya dapat memastikan bahwa anda akan mendekam lama di penjara. Apalagi koneksi Tuan Carlen terhada

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Dua Sisi

    Beberapa hari telah berlalu, kini Marten telah terbiasa melakukan segala pekerjaan rumah tangga. Mulai dari menyapu, mengepel dan mencuci piring. Dia bahkan bisa mencuci bajunya sendiri dengan cara manual. Selama waktu itu, dia juga semakin akrab dengan Maya. Seperti siang itu saat mereka berdua berbincang santai di teras depan. "Kapan teh Anike datang?" tanya Maya basa-basi. "Kabarnya sih hari ini. Tadi dia meneleponku," jawab Marten. "Anda sampai kapan di sini?" tanya Maya lagi. "Mungkin sampai selesai resepsi. Kenapa?" Marten balik bertanya. Dia mengalihkan perhatian sepenuhnya pada Maya dan menatap paras cantik itu dengan sorot penuh kekaguman. "Tidak apa-apa." Maya menggeleng pelan seraya memalingkan muka. Dia sama sekali tak terbiasa beradu pandang dalam jarak yang sedekat itu. "Apa kamu mau ikut denganku?" tawar Marten tiba-tiba, membuat Maya langsung menoleh ke arahnya. "Ikut? Ke ... kemana?" tanya gadis lugu itu terbata. "Kita ke Jakarta dulu, setelah itu aku akan men

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Air Mata Bawang

    Tanpa memedulikan celotehan Abdul Manaf, Marten langsung berdiri dan meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Pisau yang digunakan untuk membersihkan sisik ikan, Marten lemparkan ke atas tanah. "Hei, Nak Marten! Mau ke mana?" tanya Abdul Manaf keheranan. Tak hanya dirinya, bapak-bapak yang lain pun bingung melihat tingkah pria asli Jerman itu. "Ikannya masih banyak yang belum dibersihkan!" teriaknya. Akan tetapi, Marten tetap tak memedulikan panggilan itu. Fokus utamanya hanyalah Maya. Gadis itu terlihat sangat cantik dan segar dalam balutan daster merah. Wajahnya terlihat amat menawan meskipun tak berpoleskan make up sama sekali. "Hei! Ayo, bantu aku memutilasi ikan," ajak Marten sesaat setelah dirinya berhasil menyusul Maya dan mencekal lengannya. "Hah?" Maya langsung menoleh sambil mengernyitkan dahi. "Itu, membuang sisik ikan dan membelah perutnya," ujar Marten seraya mengarahkan telunjuknya pada Abdul Manaf bersama sekum

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Daster Merah

    Kegiatan menguras kolam ikan berlangsung sampai jam delapan pagi. Mereka baru berhenti setelah semua ikan berhasil ditangkap. Kolam tersebut menyisakan lumpur hitam yang semburat tak beraturan, akibat perang lumpur yang sempat berlangsung. "Aku merasa badanku gatal-gatal," gerutu Marten yang lebih dulu melompat keluar dari kolam. "Nak Marten mau mandi?" tanya Saodah. "Itu sudah pasti. Aku tidak tahan baunya," jawab Marten sambil bersungut-sungut. "Kalau begitu, harus antri. Di sini emak yang berhak masuk ke kamar mandi lebih dulu!" ujar Abdul Manaf. "Kalian punya berapa kamar mandi?" Marten menautkan alisnya. "Satu." Abdul Manaf tersenyum lebar seraya menepuk pundak Marten. "Apa! Jadi, aku harus antri?" Marten menunjuk batang hidungnya yang mancung. "Kau urutan terakhir," sahut Carlen enteng. Dia melangkah santai melewati Marten sambil merangkul Anike. "Sialan!" umpat Marten. Dia sudah tak taha

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Budak Cinta

    Anike dan Carlen tengah berkencan di ruang tamu. Mereka berdua asyik bercengkerama. Tak jarang Carlen mencuri-curi ciuman dari sang istri. Sementara Anike membalasnya dengan cubitan mesra di pipi dan pinggang. Namun, kemesraan itu harus terjeda ketika Marten masuk ke dalam rumah sambil senyum-senyum sendiri. "Kenapa berhenti? Lanjutkan pacarannya. Anggap saja aku tak ada di sini," ucap Marten santai saat pasangan suami istri itu menatap heran ke arahnya. "Darimana, Marten? Perasaan tadi kau masuk ke dalam kamar?" tanya Carlen bingung. "Kau tidak perlu tahu." Marten mengedipkan sebelah mata, kemudian berlalu begitu saja menuju kamarnya, membuat Carlen dan Anike semakin bertanya-tanya. Dua sejoli itu saling pandang sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali bermesraan. Tanpa terasa, waktu berjalan begitu cepat. Malam datang menjelang. Di kampung Anike, jam sembilan malam terasa seperti tengah malam. Warga lebih suka bergelung di balik selimut di kamar masing-masing. Seperti halnya Mar

DMCA.com Protection Status