Share

Bab 3

Penulis: Vya Kim
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-29 14:12:48

Aruna tak sadarkan diri, ia dibawa oleh Bintara sendiri ke klinik Hotelnya.  

Bintara membaringkan tubuh Aruna, dokter jaga segera memeriksa tekanan darah Aruna.

“Kenapa Asisten saya, Dok?”

“Tekanan darahnya rendah, dia harus banyak istirahat.”

“Gak ada hal lain Dok?”

“Untuk memeriksa lebih lanjut anda sebaiknya keluar dulu Tuan, mungkin akhir-akhir ini dia stress dan kelelahan bisa jadi pemicunya. Anda tampak sangat memperhatikan karyawan anda, ya.”

Bintara tersenyum tipis, kata-kata dokter seolah mengatakan bahwa reaksinya berlebihan untuk seorang Presdir kepada bawahannya. Bintara pun keluar ruang periksa, dan kembali ke ruangannya.

Lalu dokter pun melakukan serangkaian tes pada Aruna termasuk memeriksa urinnya. Beberapa saat kemudian, dokter tersebut mengangkat pandangan dari hasil tesnya, wajahnya sedikit serius. "Aruna, saya punya berita yang harus saya sampaikan pada Anda. Anda sedang hamil."

Aruna merasakan dunianya runtuh. Dia terdiam, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Pikirannya dipenuhi dengan kekacauan dan pertanyaan. Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana dia akan menjelaskan ini pada keluarga dan pada Presdir?

Dokter melanjutkan, memberikan informasi tentang perawatan yang dibutuhkan selama kehamilan, tetapi kata-kata itu hanya terdengar samar bagi Aruna. Stres dan kecemasan telah mengambil alih pikirannya, membuatnya hampir tidak bisa berpikir dengan jernih.

Hari itu hanya setengah hari Aruna bekerja, ia di ijinkan pulang oleh Bintara. Namun Aruna tak dapat mengatakan apa pun tentang kehamilannya saat ini, ia butuh waktu untuk sendiri 

Setelah kembali pulang, Aruna merenung dalam keheningan kamar rumahnya. Masalah yang dia hadapi  sekarang terasa lebih besar dan lebih berat dari sebelumnya.

Aruna merasakan tekanan yang tak tertahankan di dadanya. Dia berbaring di atas tempat tidur dengan air mata yang mengalir deras, menangkap betapa rumitnya situasi yang dia hadapi. Dalam keheningan malam, Aruna merasakan beban yang begitu berat, dan dia tahu bahwa tantangan yang dihadapinya hanya akan semakin berat dari waktu ke waktu.

**

Esoknya Aruna kembali masuk kerja dengan sebuah keputusan yang akan ia ambil saat ini, ia telah memikirkannya semalaman.

Saat Aruna memasuki ruang kerja Presdir Bintara, napasnya terasa sesak. Dia mencoba menahan detak jantung yang semakin cepat. Ruangan yang biasanya penuh dengan kesibukan dan aktivitas kini terasa hening, menciptakan suasana tegang yang tak tertahankan.

Bintara, seorang pria berwibawa dengan aura kepemimpinan yang khas, mendongak dari meja kerjanya saat melihat Aruna memasuki ruangan dengan ekspresi yang serius. “Aruna, ada lagi yang harus saya tandatangani?” tanya Bintara dengan nada yang lembut, tetapi ada ketegangan yang terselip di matanya.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, Aruna menyerahkan surat pengunduran dirinya pada Bintara. “Pak Bintara, saya minta maaf, tetapi saya harus mengundurkan diri dari pekerjaan ini,” ucapnya dengan suara yang penuh rasa bersalah.

Bintara terkejut. “Apa yang terjadi, Aruna? Kenapa keputusan ini begitu mendadak?”

Aruna menatap lurus ke mata Bintara, mencoba menyembunyikan gelombang emosi yang bergulir di dalam dirinya. “Saya merasa bahwa ini adalah langkah yang terbaik bagi saya. Saya harus menyelesaikan beberapa hal di kehidupan pribadi saya.”

Bintara menatap Aruna dengan penuh pertanyaan di matanya. “Apakah ada masalah yang aku tidak tahu, Aruna?”

Aruna menggeleng lemah. “Tidak, Pak Bintara. Semuanya baik-baik aja. Saya cuma perlu waktu untuk diri saya sendiri.”

Bintara merasa ada sesuatu yang disembunyikan Aruna. Dia merasakan adanya ketidakpastian dan keraguan dalam kata-kata Aruna. Namun, dia memilih untuk tidak menekan lebih jauh pada saat ini.

Setelah pertemuan singkat tersebut, Aruna meninggalkan ruangan Bintara dengan hati yang berat. Dia merasa dilema tak ada titik terang dalam langkah apa pun yang ia ambil.

Di sisi lain, Bintara merasa terkejut dan bingung dengan keputusan tiba-tiba Aruna. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Aruna darinya, tetapi dia tidak bisa memaksakan Aruna untuk membuka diri jika Aruna sendiri tidak siap.

Setelah Aruna meninggalkan kantor Presdir, ia kembali ke mejanya berniat membereskan sisa-sisa pekerjaan sebelum ia resign.  Ia menyortir dan  menumpuk dokumen yang harus segera di serahkan kepada Bintara.

Cukup memakan waktu lama baginya hingga ia merasa sudah lelah dan terdiam menatap dokumen-dokumen itu. Tapi perhatiannya tertuju pada dokumen lain di dalam tasnya, sebuah hasil tes yang menyatakan bahwa dirinya hamil ini berulang kali Aruna lihat. Antara percaya dan tidak ia mengelus perutnya sambil memandangi hasil tes itu.

“Aruna!”

Panggilan itu sontak membuat Aruna terkejut dan segera membalik hasil tes itu dan menumpuknya bersama dokumen lain.

“Sori, kamu kaget, ya? Aku lebih kaget lagi denger dari Pak Bin, kalau kamu mau resign!” Sebastian tampak kecewa dengan keputusan Aruna yang tiba-tiba. Pasalnya dialah yang merekomendasikan Aruna untuk di terima di sini.

“Maaf, aku ada hal mendesak yang harus aku urus.” Jawab Aruna tak bergairah. Ia pun segera membawa tumpukan dokumen itu dan beranjak dari mejanya menjauhi pertanyaan Sebastian yang mungkin akan bertubi-tubi menghujaninya.

Ia masuk ruangan Bintara lagi, memberikan segala laporan yang ia kerjakan dalam waktu dekat ini.

**

Beberapa minggu setelah Aruna mengundurkan diri dari hotel, Bintara masih merasa bingung dan terganggu oleh keputusan mendadak yang diambil asistennya itu. Kehidupan sehari-hari di kantor terasa kurang bersemangat tanpa kehadiran Aruna, baik sebagai asisten yang handal maupun sosok yang selalu menyemangatinya.

Seperti saat ini Bintara tak bergairah memeriksa laporan terakhir yang Aruna berikan sebelum dirinya resign. Ketika ia membaca salah satu berkas yang tampak berbeda, ia mengerutkan dahinya, ia baca dengan teliti, sepersekian detik kemudian netranya membulat membaca berkas itu.

Berkas hasil tes kehamilan Aruna yang terselip di antara dokumen-dokumen lainnya. Perasaan kaget, tak percaya juga syok tercampur jadi satu.

“Aruna hami?” gumamnya.

Dia segera memutuskan untuk mengonfrontasi Aruna, membutuhkan kejelasan atas apa yang terjadi. Dia menelpon Aruna untuk bertemu dengannya secara pribadi di sebuah restoran dalam ruang VIP yang tertutup.

Ketika ia akhirnya bertemu dengan Aruna, ekspresi wajah Bintara sudah mengungkapkan bahwa ada sesuatu hal serius yang ingin dia bicarakan.

“Aruna, aku menemukan ini di antara dokumen-dokumen yang kamu kasih waktu itu,” ucap Bintara sambil menunjukkan hasil tes kehamilan itu pada Aruna.

Aruna terkejut dan tidak bisa menyembunyikan rasa cemasnya. “Pak Bintara, saya... saya gak bermaksud untuk sembunyikan ini dari Bapak, Saya udah membuat keputusan untuk pergi dan...”

Bintara mengangkat tangannya untuk menghentikan Aruna. “Aku tahu kamu udah mengundurkan diri, tapi ini masalah yang serius, Aruna. Kenapa kamu gak kasih tahu aku sebelumnya?”

Aruna menatap Bintara dengan tatapan yang penuh penyesalan. “Saya gak tahu bagaimana cara mengatakannya, Pak. Saya gak mau menimbulkan masalah lebih besar lagi di hidup Bapak, makanya saya pergi aja.”

Bintara diam sejenak, mencerna semua informasi yang baru saja dia terima. Setelah beberapa saat, dia mengambil keputusan yang tak terduga.

“Aruna, aku... Aku tahu ini gak akan mudah, tapi aku gak mau menutupi fakta bahwa aku ngerasa bertanggung jawab atas kehamilan kamu. Kita harus menyelesaikan ini bersama-sama,” ujar Bintara dengan suara yang mantap.

Aruna menatap Bintara terkejut berusaha mencerna kata-kata Bintara. “Apa yang Bapak maksud, Pak?”

Bintara mengambil nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan, “Aku mau kita menikah, Aruna. Aku mau tanggung jawab.”

Aruna terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Bintara akan mengambil langkah sebesar ini. Air mata mulai mengalir di pipinya, tetapi kali ini bukan karena kesedihan, melainkan karena campuran rasa lega dan haru yang meluap dalam dirinya.

“Pak Bintara, saya... saya gak tahu apa yang harus saya katakan,” ucap Aruna dengan suara yang gemetar.

Bintara mengambil tangan Aruna dengan lembut. “Kalau kamu mau aku perjuangin, aku akan maju hadapi semua yang menghalangi.”

Ya, Bintara tahu langkahnya pasti akan banyak yang menghalangi, terlebih jika istrinya, Serena tahu Segalanya.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Dikdik Zaenal
wah nikah LG Bintara...
goodnovel comment avatar
Vya Kim
kasian baby nya ya ...
goodnovel comment avatar
Vya Kim
...... bengek
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 4

    Tak ada jalan lain selain menyetujui pernikahan ini, Bintara segera mengurus persiapan pernikahannya walau harus di laksanakan secara diam-diam. “Kenapa harus diam-diam, Nak? Kamu itu anak gadis berharga buat Ayah! Dia gak hargain kamu?” Walau sang Ayah sangat marah, namun Aruna tetap memintanya untuk jadi wali di pernikahannya, dan mengungkapkan keadaan sebenarnya pada keluarganya. “Maafin Aruna, Yah! Aruna gak bisa jadi anak yang baik buat Ayah Ibu!” Sambil menangis Aruna benar-benar menyesali semuanya, tapi ia juga tak bisa menceritakan kejadian sebenarnya pada orang tua. Nasi sudah menjadi bubur, keluarga Aruna terpaksa menerima semua persiapan pernikahan yang dilakukan dengan cepat dan rahasia. Mereka memilih sebuah vila pribadi di luar kota, jauh dari pandangan dan perhatian publik. Undangan hanya diberikan kepada beberapa orang terdekat dari pihak Aruna saja yang dapat dipercaya untuk merahasiakan pernikahan ini, Sementara dari pihak Bintara hanya di hadiri orang-orang kepe

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-29
  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 5

    Sebuah jepretan beberapa foto Aruna di kirim secara real time ke ponsel Serena. Saat ini Aruna tengah berada di sebuah rumah sakit, mengantri gilirannya untuk di periksa kandungan. “Wanita ini hamil?” Tanpa memberitahu siapa pun, Serena pergi dengan menyetir mobilnya sendiri, bahkan melarang supirnya untuk untuk ikut dan mengantarnya. ** Aruna duduk dengan gelisah di ruang tunggu klinik kandungan, mengelus perutnya yang semakin membesar. Keputusan untuk tetap menjalani kehamilan ini dan menikah dengan Bintara telah memberikan harapan baru dalam hidupnya. Namun, di balik harapan itu, ada juga ketakutan dan kecemasan yang terus menghantuinya. Ia tidak tahu bagaimana masa depannya akan terbentuk, terutama dengan situasi yang begitu rumit di awal pernikahannya. Saat Aruna tenggelam dalam pikirannya, seorang wanita anggun dengan rambut panjang berwarna coklat dan berpakaian rapi masuk ke ruang tunggu dan duduk di sebelahnya. Wanita itu tersenyum ramah. “Permisi ya, kamu juga lagi nung

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-29
  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 6

    Aruna duduk di depan teras rumahnya pada siang hari yang cerah, sinar matahari menari di atas daun-daun yang bergerak pelan. Di tangannya yang lembut, benang-benang warna pastel menjalin simpul demi simpul, membentuk pola indah yang kelak akan menjadi topi mungil untuk calon bayinya. Setiap tusukan jarum rajut yang ia lakukan penuh dengan cinta dan harapan, seakan ia merajut masa depan yang penuh kehangatan bagi anak yang sedang ia nantikan.Desiran angin membawa aroma bunga dari taman, menambah kedamaian di sekitarnya. Burung-burung berkicau riang, seolah memberikan irama yang harmonis pada setiap gerakan tangannya. Di tengah ketenangan itu, Aruna merenung tentang kehidupan baru yang akan segera hadir, membawa kebahagiaan yang tak terhingga. Setiap helai benang yang tersulam mengandung impian dan doa, melingkupi bayinya dengan kasih sayang yang tak terhingga.Teras rumah yang sederhana itu menjadi saksi bisu dari momen-momen berharga, di mana seorang ibu merajut cinta dan harapan ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-24
  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 7

    Pagi itu, dengan tangan yang masih gemetaran, Aruna memutuskan untuk menghubungi Bintara. Ia duduk di ruang tamu, mencoba menenangkan diri sambil menunggu suara suaminya di ujung telepon. Ketika akhirnya Bintara mengangkat, Aruna mendengar nada suaranya yang hangat, namun kini bercampur dengan kekhawatiran. "Aruna, ada apa? Kamu kedengaran cemas," tanya Bintara, suaranya penuh perhatian. Aruna menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Bin, aku baru aja menerima pesan anonim yang mengganggu. Aku akan mengirimkan fotonya kepadamu sekarang." Dengan tangan yang masih gemetar, Aruna mengirimkan foto potongan rekaman CCTV itu kepada Bintara. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Bintara melihat pesan itu. Keheningan yang menyusul semakin menambah kecemasan di hati Aruna. "Aku gak ngerti," kata Bintara akhirnya, suaranya terdengar bingung. "Ini foto kita, tapi apa maksud dari pesan ini?" "Aku juga gak tahu," jawab Aruna, suaranya hampir pecah. "Tapi ini membuatku

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-24
  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 8

    Ketika malam tiba, Aruna bersiap untuk tidur. Ia mengenakan piyama lembut dan menata bantal-bantal di tempat tidur dengan hati-hati. Suasana kamar terasa tenang, hanya terdengar suara lembut angin malam yang berhembus melalui jendela yang sedikit terbuka. Aruna merasakan kelelahan setelah hari yang panjang, namun hatinya masih dipenuhi kecemasan dan harapan yang samar-samar.Bintara berdiri di pintu kamar, menatap Aruna yang tampak rapuh namun kuat. Dia merasa segan untuk mendekat, seolah ada tembok tak kasat mata yang menghalanginya. Ia hanya bisa berdiri di sana, diam di ambang pintu, hatinya dipenuhi perasaan bersalah dan kebingungan.Aruna mendongak dan melihat suaminya yang tampak ragu. Dia duduk di tepi tempat tidur, menatap Bintara dengan tatapan lembut namun penuh harap. "Bin, apa kamu mau tidur di kamar tamu lagi malam ini?"Bintara menelan ludah, matanya berkedip-kedip gelisah. "Aku cuma gak mau mengganggumu, Aruna. Aku pikir kamu butuh isti

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-25
  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 9

    Pagi harinya, sinar matahari pagi yang hangat menelusup melalui celah-celah tirai, menciptakan cahaya lembut yang menyinari kamar. Aruna dan Bintara terbaring di atas ranjang, tubuh mereka hanya ditutupi oleh selimut yang melingkar erat. Udara pagi yang segar menyapu kulit mereka, memberikan rasa nyaman yang baru pertama kali mereka rasakan bersama sejak pernikahan diam-diam itu. Mereka baru saja melakukan hubungan suami-istri untuk pertama kalinya, sebuah momen yang penuh dengan kecanggungan namun juga keintiman yang mendalam. Nafas mereka masih terengah, tetapi ada keheningan yang berbeda kali ini, sebuah keheningan yang sarat dengan kepuasan dan kelegaan. Di bawah selimut, tubuh mereka saling merapat, merasakan kehangatan satu sama lain. Aruna memandangi wajah Bintara yang masih terpejam, melihat kelembutan yang jarang ia temukan sebelumnya. Rambutnya yang acak-acakan dan garis wajahnya yang tampak tenang membuat Bintara terlihat lebih manusiawi, lebih dekat.

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-25
  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 10

    Saat Bintara berpakaian setelah mandi, ia mengenakan kemeja putih yang rapi, mengancingkannya dengan teliti sebelum meraih jasnya yang tergantung di lemari. Ia mengenakan jas itu, memperbaiki kerahnya di depan cermin. Aruna, yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk, mengamati gerak-geriknya dengan penuh perhatian."Aku harus pergi sekarang," kata Bintara, suaranya terdengar agak tergesa. "Ada urusan hotel yang perlu diurus."Aruna berhenti sejenak, menatap suaminya. "Urusan hotel?" tanyanya, mencoba menyembunyikan rasa curiga yang perlahan muncul. "gak bisa ditunda, ya?"Bintara menggelengkan kepala dengan sedikit senyum yang dipaksakan. "Sayangnya gak bisa, ini mendesak. Aku akan segera kembali, jangan khawatir."Sementara Bintara bersiap, Aruna berjalan ke dapur dan mulai menyiapkan bekal untuk suaminya. Ia memasukkan beberapa makanan favorit Bintara ke dalam kotak makan, memastikan semuanya tertata dengan rapi. "Jangan lupa makan meskip

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-26
  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 11

    Jinu berdiri di sudut ruangan, berusaha menjaga ketenangan meski dadanya bergemuruh. Setiap kali Bintara menatapnya, tatapan itu terasa seperti pisau yang mengiris kulitnya. Namun, Jinu tahu bahwa ia harus tetap tenang dan terkendali. Ia sudah mempersiapkan alibi, tetapi menghadapi Bintara yang begitu waspada tetap membuat keringat dingin mengalir di punggungnya Sebastian, yang sejak awal membaca ketegangan yang semakin memuncak antara Bintara dan Jinu, merasa suasana semakin panas. Ia berdiri sedikit di belakang, matanya cermat mengamati setiap gerak-gerik. Di telinganya, ear piece HT bergetar lembut, menandakan ada pesan mendesak yang harus disampaikan. Suaranya dari resepsionis terdengar jernih dan tegas, meski menyimpan ketegangan yang jelas. "Pak Bintara," panggil Sebastian dengan nada hati-hati, mencoba memecah fokus Bintara dari konfrontasinya dengan Jinu. "Ada kabar penting dari resepsionis." Bintara menoleh, wajahnya masih memancarkan amarah yang tertahan. "Apa itu, Seba

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-26

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 121

    Di bawah langit petang yang mulai bersemburat jingga, Aruna, Bintara, dan Rohana berdiri di gazebo restoran hotel, memandang hamparan lapangan golf yang terbentang luas. Angin sore berhembus lembut, membawa keharuman bunga-bunga yang mekar di sekitar mereka.Bintara melingkarkan lengannya di pinggang Aruna, menariknya lebih dekat sebelum mengecup kening istrinya dengan penuh cinta."Aku sangat mencintaimu," bisik Bintara, suaranya penuh dengan kehangatan dan ketulusan.Aruna tersenyum, namun senyumnya tiba-tiba memudar, wajahnya berubah pucat. Dia menutupi mulutnya dengan tangan, mencoba menahan mual yang tiba-tiba menyerangnya. Bintara segera terlihat khawatir, alisnya berkerut dalam kecemasan. "Aruna, kamu baik-baik saja?"Aruna hanya mengangguk pelan, lalu melepaskan Rohana ke pelukan babysitter yang berdiri tak jauh dari mereka. Setelah memastikan Rohana aman, Aruna kembali menatap Bintara dengan senyuman yang lembut. Tanpa berkata apa-apa, ia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 120

    Di tengah suasana meriah di Grand Opening Hotel, Bu Najiah juga turut hadir. ia tampak menikmati sore di suatu gazebo di taman belakang restoran hotel, ditemani riak air kolam yang memantulkan sinar matahari senja. Ikan-ikan berenang tenang, seolah menambah kedamaian di sekitarnya. Namun, jauh di dalam hatinya, ada kegelisahan yang belum terobati. Suara langkah kaki mendekat dari arah belakangnya. Ia tahu siapa itu sebelum sosoknya muncul di samping. "Lama tidak bertemu," sapa Adi Jaya, suaranya lembut namun ada nada canggung di dalamnya. Bu Najiah menoleh, melihat Adi Jaya yang berdiri dengan sikap yang penuh kehati-hatian. Matanya menatap tajam, namun ada kebingungan yang mengintip di balik ketegasan itu. "Ya, sudah cukup lama," jawab Bu Najiah pelan, sedikit mengeraskan hatinya untuk tidak terbawa perasaan. Pandangannya kembali ke kolam, menyembunyikan kegelisahan yang menghantui dirinya. Adi Jaya me

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 119

    Sementara Dong Min mulai menemukan harapan baru dalam hidupnya, jauh di tempat lain, hati Sebastian perlahan-lahan tersentuh oleh pesona seorang wanita yang kini telah menjadi pusat perhatiannya.Grand opening hotel yang berlangsung meriah menjadi saksi dari perasaan yang tak terduga ini. Acara penuh kemegahan itu menampilkan segala kemewahan yang telah disiapkan dengan teliti oleh Bintara dan timnya.Setiap sudut ruangan dipenuhi sorak-sorai dan senyuman para karyawan yang resmi direkrut. Ini adalah momen puncak dari segala kerja keras dan usaha yang telah dilakukan selama berbulan-bulan.Ketika pita merah yang melambangkan pembukaan resmi hotel itu akhirnya dipotong oleh Bintara yang berdiri gagah di samping Aruna, gemuruh tepuk tangan menggema di seluruh ruangan.Semua orang tampak tenggelam dalam kegembiraan dan kebanggaan. Namun, di tengah keramaian itu, ada satu orang yang seolah berada dalam dunianya sendiri.Sebastian, yang biasan

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 118

    Di klinik lapas, suasana terasa sunyi dan muram. Dong Min masih terbaring lemah di ranjang, tubuhnya yang kurus tampak rapuh, hampir seperti bayangan dari dirinya yang dulu. Tatapannya kosong, sering kali melamun, seakan terjebak dalam pikirannya sendiri yang kelam. Luka di pergelangan tangannya sudah mulai sembuh, namun luka di hatinya masih terasa perih, membekas dalam setiap helaan napasnya.Suster yang merawatnya selalu datang, membawa kehangatan yang berusaha meruntuhkan tembok dingin yang dibangun Dong Min di sekelilingnya.Seperti saat ini, ia datang dengan semangkuk bubur hangat, berharap bisa membuat Dong Min mau makan sedikit, agar kekuatannya kembali. Namun, setiap kali ia mendekat, Dong Min selalu berpaling, menolak kehadirannya dengan sikap acuh yang menyakitkan."Tuan Dong Min, kamu harus makan agar cepat pulih..." ujar suster itu dengan suara lembut, meski ada kelelahan dalam nadanya. Ia meletakkan mangkuk bubur di meja samping tem

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 117

    Serena mengangguk, memikirkan penjelasan Nina. "Mmm, kalau begitu aku tahu cara agar dia bisa berhenti menggangguku..." ujarnya dengan senyum kecil yang penuh arti. Nina menatapnya penasaran. "Apa rencanamu, Serena?" Serena menjelaskan dengan semangat baru, "Aku harus mengajak Mira kerjasama nanti. Aku ingin membantunya menumbuhkan kembali kepercayaan dirinya. Setelah keluar dari sini, aku berencana membuka usaha kecil-kecilan. Mungkin dia bisa bergabung denganku."Nina mendengar dengan penuh perhatian, tetapi keraguan tetap ada di wajahnya. "Itu ide yang bagus, Serena, tapi pasti akan sulit membujuknya. Mira punya banyak luka dan kepercayaan yang hilang. Dia mungkin tidak akan mudah menerima tawaranmu."Serena tersenyum tipis, matanya memancarkan tekad yang kuat. "Aku tahu ini tidak akan mudah, tapi aku percaya setiap orang punya sisi baik. Mungkin ini adalah cara untuk membantu dia melihat bahwa ada harapan dan kesempatan kedua, sama seperti y

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 116

    "Serena...," panggil Nina kemudian."Ya?" Serena menatap Nina sendu."Aku punya satu permintaan, maukah kau melakukannya untukku?" Tatap Nina dengan nanar."Apa itu?" tanya Serena.Nina menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Jika nanti kau keluar dari penjara, bisakah kau datang pada anakku dan mengasuhnya?"Serena terkejut, menatap Nina dengan heran. "Kenapa kau berkata begitu? Bukankah kau juga akan keluar dari penjara?"Nina tersenyum getir, air mata mengalir di pipinya. "Aku tidak tahu apakah aku akan hidup sampai hari itu tiba," bisiknya sambil menyerahkan selembar kertas pada Serena.Serena meraih kertas itu dengan tangan gemetar. Saat ia membaca hasil tes rumah sakit yang diberikan Nina, matanya terbelalak. "Leukimia...," gumamnya tak percaya.Nina mengangguk, air mata tak tertahankan lagi. "Aku sudah berusaha sekuat tenaga, tapi kondisiku semakin memburuk. Aku tidak ingin anakku hidup tanpa cint

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 115

    Keesokan harinya, mereka pun beranjak untuk merencanakan kunjungan ke penjara tempat Serena ditahan. Bintara merasa sedikit gelisah, tapi ia tahu bahwa ini adalah langkah penting untuk menutup lembaran masa lalu dan melangkah ke depan dengan hati yang lebih tenang. Di mobil, dalam perjalanan ke penjara, suasana hening sesekali diwarnai dengan percakapan ringan. Namun, masing-masing dari mereka tenggelam dalam pikirannya sendiri. Aruna merenung, memikirkan pertemuannya dengan Serena yang akan datang. Ia ingin melihat langsung bagaimana keadaan Serena, apakah mantan istri Bintara itu sudah berubah atau masih sama seperti dulu. Sesampainya di penjara, mereka melangkah masuk dengan langkah mantap. Petugas penjara mengarahkan mereka ke ruang kunjungan. Suasana di penjara terasa berat dan penuh dengan ketegangan yang tersimpan di dinding-dinding dingin bangunan itu. Serena duduk di sana, menatap ke luar jendela kecil yang ada di ruang kunjungan. Ketika pin

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 114

    Pagi itu di rumah baru Aruna dan Bintara di Bandung, udara terasa sejuk dengan sinar matahari yang hangat menyelinap melalui jendela. Burung-burung berkicau ceria di luar, seolah-olah ikut merayakan hari baru. Di dalam rumah, aroma harum kopi dan roti panggang memenuhi udara.Aruna dengan cekatan menghidangkan sarapan di meja makan. Senyum manisnya terpancar saat melihat Bintara yang duduk menunggu dengan penuh kasih. "Bagaimana kemajuan hotelmu, Sayang?" tanya Aruna sambil menyusun piring-piring dan makanan di atas meja."Semua lancar," jawab Bintara, matanya bersinar penuh kebanggaan. "Ada Sebastian yang urus, aku tinggal nerima laporan aja. Sekarang lagi rekrut pegawai juga. Sebentar lagi grand opening hotel."Aruna tersenyum mendengar kabar baik itu. "Aku juga udah daftar kuliah online," tambahnya dengan nada riang.Bintara mengangkat alisnya, terkesan dengan semangat istrinya. "Benarkah? Hebat! Kamu memang selalu punya semangat untu

  • Menjadi Istri Kedua Tuan Presdir   Bab 113

    Di dunia ini, kita hidup berdampingan dengan berbagai kisah dan perjalanan hidup. Setiap individu memiliki jalan yang berbeda, namun semua saling berkaitan dalam jalinan takdir yang tak terduga.Seperti Serena, yang kini mulai menyadari kesalahannya dan bertekad untuk memulai semuanya dari awal. Penjara yang awalnya dirasa sebagai akhir, justru menjadi tempat refleksi dan pembelajaran.Dia berusaha bangkit, belajar dari masa lalu yang kelam, dan berharap dapat menebus kesalahannya dengan tindakan yang lebih baik di masa depan.Di sisi lain, ada Dong Min yang tenggelam dalam keputusasaan. Kehidupan yang dulu gemilang kini hancur berantakan. Namun, di balik setiap kegelapan, selalu ada cahaya yang menyinari. Tanpa disadarinya, ada orang-orang seperti suster Jaine yang peduli dan berusaha keras untuk menyelamatkannya, memberikan harapan dan kesempatan kedua yang tak ternilai.Kemudian, ada kisah Aruna dan Bintara, pasangan yang menghadapi setiap rint

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status