Ajeng baru sadar bahwa dia pernah melihat wajah Rudi sebelumnya. Ketika melihat pria itu dari jarak dekat, dia baru ingat bahwa pria itu adalah Johan Rudiyana, kakak tingkatnya sekaligus pacar Ella ketika kuliah dulu.Penampilan laki-laki itu berubah total. Dari seorang pemuda yang modis dan memakai pakaian serba bermerk, menjadi seorang sopir pribadi dengan pakaian seadanya. Apakah benar bahwa orangtua pria itu bangkrut? Dia tidak pernah tahu soal lelaki ini kecuali bahwa dulu Johan adalah seorang pangeran kampus."Aku nggak menyangka, ternyata selama ini kamu bermain gila di belakang Evan," tukasnya dengan wajah jijik. "Kamu pasti yang memaksa Ella, kan? Kamu sengaja menyamar sebagai sopir biar bisa melancarkan aksi kamu. Kenapa? Tujuan kamu apa?"Pria yang benar-benar terlihat mirip dengan Nicholas Saputra itu menatapnya datar selama beberapa detik, sampai akhirnya tersenyum miring."Kamu terlalu menilai tinggi Ella."Mulut Ajeng menganga ketika Rudi dengan santai meninggalkannya.
"Mas, ini Ansel. Adik sepupuku. Dulu dia datang pas kita menikah," kata Ajeng ketika melihat Ansel yang tengah rebahan di atas sofa.Pria itu langsung bangkit dan buru-buru menyalami Evan sambil memperkenalkan diri."Udah lama di sini?" tanya Evan."Baru kemarin, Kak. Rencananya mau sehari lagi di sini. Kangen sama Kak Ajeng," jawab Ansel sebelum tersenyum salah tingkah sambil menggaruk kepalanya."Ya sudah. Kalau ada apa-apa, bilang sama saja Bi Marni. Atau kamu bisa mengajak Raka jalan-jalan. Saya mau istirahat dulu," ucap Evan sambil menepuk bahu Ansel."Sana, minta temenin Raka keliling kota. Jangan tidur mulu," suruh Ajeng sambil mengibaskan tangan.Dia menyusul Evan yang sudah terlebih dulu menaiki tangga menuju ke kamar mereka di lantai dua."Mas, tuntutan buat Tante Puspa tolong dicabut ya. Aku udah maafin dia kok. Tante Puspa juga udah minta maaf ke aku," pinta Ajeng, mencoba peruntungan.Sebenarnya dia takut meminta pada lelaki itu, karena bagaimanapun juga, mereka hanya men
Jantung Ajeng berdegup dengan sangat kencang, sampai-sampai tangannya gemetaran dan terasa dingin. Bi Marni bahkan harus menggenggam kedua tangannya dengan erat."Kenapa dengan Sekar Anjani?" Ajeng berharap bukan alasan yang buruk.Rahasia yang mulai terkuak satu persatu saja sudah membuatnya panas dingin, apalagi ini malah melibatkan nama itu."Nyonya kenal dengan Sekar Anjani?" tanya Bi Marni dengan mata membelalak.Ajeng tidak menjawab. Dia benar-benar sibuk memikirkan berbagai kemungkinan. Apa hubungannya Sekar Anjani dengan Ella? "Siapa yang berhubungan dengan Sekar Anjani? Ella atau Mas Evan?" tuntutnya."Saya de...""Kalian ngapain di belakang rumah? Nggak makan siang?"Ajeng dan Bi Marni terlonjak dengan tatapan ngeri ketika melihat Evan berdiri di pintu belakang rumah. Keduanya memegang dada masing-masing karena rasanya jantung seperti mau copot."Eh, i-ini...tadi Nyonya...""Aku lagi lihatin taman bunga di belakang rumah, Mas. Baru tahu ternyata ada banyak bunga di sini, ma
Ajeng kembali mengusap air matanya ketika Evan tidak kunjung pulang keesokan harinya. Ansel dan Bi Marni bahkan sampai kewalahan menenangkannya."Ibuku nggak selingkuh. Benar kan, Sel? Kamu tahu sendiri ibuku tuh perempuan baik-baik," kata Ajeng untuk yang kesekian kalinya."Tante perempuan baik-baik kok, Kak. Tapi sebaiknya kita tanya semuanya sama beliau. Kita nggak tahu masa lalu mereka seperti apa," saran Ansel.Pria itu mengusap rambut Ajeng yang masih terisak di pelukannya. "Aku merasa kayak pelacur, Sel. Mau-mau aja dipaksa mengikuti permainan mereka."Ajeng menyentuh perutnya yang masih datar. Ada rasa bahagia karena ternyata dia bisa hamil, tapi ada rasa kecewa sekaligus marah karena ternyata dia ditipu habis-habisan."Sssttt, jangan ngomong begitu. Sebaiknya tenangkan diri kakak. Setelah ini kita pikirkan jalan keluarnya. Aku ada tabungan 500juta. Nanti kita tanya Tante sisa duitnya masih berapa, setelah itu kita kembalikan ke Kak Ella."Ajeng mengangguk. Uang denda dari Na
Evan tidak tahu kenapa Ajeng terlihat aneh setelah dia pulang. Niat hati ingin memberi kejutan karena dia pulang secara diam-diam tanpa memberi kabar, dia justru dikejutkan dengan pemandangan yang tak lazim.Istrinya tengah berbincang dengan Rudi dan terlihat ketakutan setelah pria itu pergi. Dia ingin menuntut jawaban dari Rudi tentang apa yang mereka bicarakan, tapi pria sialan itu justru masuk ke dalam rumah lewat pintu samping.Lalu ketika dia tengah memadu kasih untuk melampiaskan rindu yang menggebu-gebu, di situlah masalah dimulai. Istrinya tiba-tiba menanyakan tentang Sekar Anjani. Dan dengan bodohnya dia malah mengatakan yang sebenarnya.Ia memarkir mobil secara asal di halaman rumahnya dan membanting pintu mobil setelah keluar dari sana. Seharusnya Ajeng tidak tahu mengenai masalah Ella dan Sekar Anjani, ibu mertuanya. Seharusnya itu menjadi rahasia dia, Ella, dan Rudi.Ketika dia melihat Rudi tengah mengelap mobil milik Ella, dia langsung mencengkeram kerah kaos pria itu de
"Jeng, kemarilah."Ajeng yang sejak tadi mondar-mandir gelisah di dalam kamar rawat inap salah satu rumah sakit swasta terkenal langsung berhenti. Ponsel masih menempel di telinga kanannya."Evan nggak bisa dihubungi, El. Sepertinya lagi meeting deh. Duh, aku belum ijin juga kalau ada urusan mendadak," kata Ajeng dengan wajah tak enak."Sini, Jeng," panggil Ella lagi.Melihat kondisi sahabatnya yang lemah di atas ranjang rumah sakit, Ajeng langsung bergegas mendekati Ella. Dia menyambut tangan Ella yang sejak tadi terulur."Kamu kenapa nggak bilang kalau sakit? Kanker darah itu bukan penyakit yang bisa disepelekan. Kenapa kamu nggak bilang sama Evan?" omel Ajeng dengan wajah jengkel.Ajeng dan Ella adalah sahabat sejak kuliah dan sudah seperti saudara kandung saking dekatnya. Orangtua Ella bahkan sudah menganggap Ajeng seperti anak mereka sendiri."Menikahlah dengan Mas Evan, Jeng."Sayang sekali, rumah orang tua Ella lumayan jauh dari rumah yang ditempati oleh Ella dan Evan. Tidak mu
Mata Ajeng melotot ngeri sambil melambai-lambaikan tangan dengan cepat. "Nggak, Tante. Ella cuma bercanda kok. Dia lagi melantur," elak Ajeng sambil menggeleng. Tatapan Evan berubah menjadi dingin, menusuk Ajeng hingga membuat bulu kuduknya berdiri. Mana mungkin dia mau menjadi istri kedua pria dingin seperti kulkas itu? Apalagi Evan adalah big boss di perusahaan tempat dia bekerja. "Ella, mami minta penjelasan." Tante Dahlia, ibu mertua Ella, menarik tangan Ajeng dan menyeretnya menuju ke ranjang yang ditempati oleh Ella. Padahal Ajeng ingin segera kabur dari rumah sakit dan menenangkan diri dengan tenggelam dalam pekerjaan yang menumpuk. Tapi kehadiran wanita berusia setengah abad itu mengacaukan semuanya. Ella tersenyum ketika melihat cengkeraman tangan ibu mertuanya di pergelangan tangan Ajeng. Sementara Evan menatap sang istri dingin. "Jelaskan kenapa kamu sampai terbaring tak berdaya di rumah sakit ini? Kenapa nggak mengabari aku, malah dia yang lebih dulu tahu?" tunt
Selama beberapa detik, Ajeng hanya diam di tempatnya. Mencerna perkataan Evan yang terdengar seperti dialog dalam sebuah drama. "Apa kamu tuli?" Bentakan Evan menyadarkan Ajeng. Dia sedikit mundur ketika melihat tatapan Evan yang dipenuhi dengan kebencian dan amarah. "Cepat tandatangani perjanjian pranikah ini dan kita menikah. Aku nggak mau menunda-nunda pengobatan istriku lagi." "Kamu gila, Van? Kalian memang pasangan gila. Kenapa kamu malah setuju dengan permintaan Ella?" cecar Ajeng. "Kamu pikir aku mau menikahi kamu? Kalau bukan karena Ella yang mengancam akan membiarkan bayi kami celaka karena penyakitnya nggak diobati, aku nggak akan sudi menikahi kamu." Ajeng tahu Evan sangat mencintai Ella. Bahkan pria itu begitu setia dan tidak mencari wanita lain hanya karena berbulan-bulan tidak dilayani di atas ranjang seperti kata Ella. Tapi tetap saja, perkataan itu menyakiti hatinya. Seolah-olah Ajeng sengaja menawarkan diri dan memaksa Ella agar Evan mau menikah denganny