Ajeng sangat mengenal Tante Puspa. Atau begitulah yang selama ini dia kira. Benarkah dia sudah mengenal wanita itu? Atau sebenarnya wanita itu pandai menyembunyikan tabiat aslinya?"Terlalu ekstrim kalau hanya karena memergoki aku dan Evan, dia langsung ingin melenyapkan aku. Aku nggak percaya sama kamu. Kamu aja berbohong selama 5 tahun di belakangku. Siapa yang menjamin bahwa kamu nggak berbohong lagi sekarang? Kali aja kamu berniat untuk mengadu domba aku dan Tante Puspa," serang Ajeng.Dimas gelagapan. "Maafkan aku, Jeng. Maaf. Aku tahu kamu tahu soal ini dari Evan. Aku akui aku salah. Tapi aku serius saat aku bilang bahwa aku sangat mencintai kamu."Ajeng mendengkus. "Mana ada orang yang mencintai pasangannya, tapi malah berselingkuh dengan banyak wanita? Nggak logis, Dim. Itu pemikiran yang nggak waras.""Aku tahu. Tapi aku benar-benar menjaga kamu agar nggak rusak sebelum menikah," kata Dimas.Ajeng menghela nafas panjang. "Lantas perselingkuhan kamu sama Ayu setelah kita menik
Puspa berjalan menuju ke tempat parkir kantor polisi dengan geram. Keponakannya itu selalu saja berbuat ulah. Dan sekarang, ketika dia serius menanggapi perkataan gadis itu, Nadia malah begitu ceroboh."Aku kan nggak tahu kalau Mas Evan ada di kamar itu, Tante," rajuk Nadia sambil mengikuti Puspa dengan setengah berlari.Puspa berbalik, menatap Nadia dengan mata melotot seram yang tidak pernah ditunjukkan sebelumnya."Seharusnya kamu nggak usah ikut muncul, dasar keponakan tolol! Kamu itu sejak dulu nggak becus apa-apa. Bapakmu menelpon Tante, nyuruh kamu harus segera kembali ke kota asalmu begitu terbebas dari kantor polisi!"Ingin sekali Puspa berteriak dan memukul keponakannya sampai otak gadis itu keluar dari kepala. "Apa? Aku nggak mau Tante! Aku mau pindah ke sini aja.""Dan mengganggu rumah tangga anakku? Jadi selama ini kamu selalu merecoki rumah tangga Ella? Dan apa kemarin yang kamu lakukan di sana? Mau menjebak Evan agar menghamili kamu?" Benar-benar kesal, Puspa menoyor k
"Ramennya enak banget deh, Mi. Mau coba?" tawar Ajeng.Ibu mertuanya menggeleng. Wanita itu meringis melihat Ajeng yang begitu lahap menyantap ramen di restoran Jepang yang ada di mall, padahal sebelumnya sudah menghabiskan satu porsi chicken katsu."Kamu belum makan siang ya tadi?" tanya Mami Dahlia.Wanita itu hanya menyantap paket nasi dan tumis ayam yang dicampur dengan bawang bombai."Nggak nafsu makan, Mi. Cuma minum aja," jawab Ajeng sebelum menyeruput kuah ramen."Ya pantesan kamu masuk angin. Telat makan begitu. Kondisi ayah kamu gimana?"Ajeng meminum teh lemon dan mendesah lega. Rasanya benar-benar menyegarkan."Alhamdulillah semakin baik, Mi. Kemarin Ajeng udah video call ayah."Mereka kembali makan. Sebenarnya Ajeng ingin sekali bertanya pada ibu mertuanya. Mumpung Mami Dahlia tidak seperti ibunya Dimas yang terus menatapnya sinis karena menganggap dia tidak selevel dengan keluarga wanita itu. Tapi hatinya merasa ragu."Kamu jadinya tinggal di rumah Mami mulai sekarang? K
Mami Dahlia masuk dan menatap Bu Widya dengan sorot mata tajam, apalagi ketika melihat tangan mantan mertua Ajeng yang masih terangkat seperti hendak menampar."Eh, nggak kok Bu Dahlia. Saya cuma mau menyapa Ajeng aja," kata Bu Widya dengan senyum salah tingkah.Ajeng memutar mata malas. Jika dibandingkan dengan Mami Dahlia, status sosial Bu Widya memang jauh di bawah ibu mertuanya. Tiba-tiba Ajeng mencium bau parfum wanita itu dan langsung mengernyitkan hidung."Kok bau parfum Tante menyengat banget ya?" komentar Ajeng sambil menutup hidungnya dengan tangan. Dia kembali mual.Bu Widya melotot dan refleks membuka mulut, seperti akan mencaci Ajeng, namun menutupnya kembali karena melirik Mami Dahlia. Wanita itu segera mengendus parfum di baju dan bagian ketiak. Mami Dahlia pun ikut mencium baju Bu Widya dan kening wanita itu mengernyit."Nggak menyengat kok, Jeng," kata Mami Dahlia.Bu Widya tersenyum menang dan menatap Ajeng dengan sinis. "Benar kan, Bu? Dia ini memang tidak punya sop
Ajeng memapah tubuh Mami Dahlia keluar dari rumah Evan, meskipun dia sendiri merasa shock dan lemas. Kenyataan yang baru saja mereka dengar dari mulut Ella dan Rudi membuat mereka linglung."Lho, kok keluar lagi, Nyonya?" Raka menatap mereka bingung."Kita pulang," jawab Mami Dahlia singkat. Wajah wanita itu terlihat pucat.Raka memapah tubuh ibu mertuanya, sedangkan Ajeng kembali melihat ke arah pintu rumah Evan yang sudah dia tutup dari luar. Tidak menyangka bahwa dia kembali memergoki kedua orang itu setelah percakapan terakhir mereka di rumah sakit.Jantungnya berdegup lebih cepat. Langsung menghubungkannya dengan teori Bayu dan pemaksaan Ella. Jadi benar bahwa Ella selingkuh dengan Rudi, lalu memaksa Ajeng untuk menjadi tameng? Agar semua orang lebih fokus pada Ajeng dan bersimpati pada Ella, sehingga tidak akan satupun orang yang menyangka bahwa Ella berselingkuh dari Evan?"Nyonya? Anda ikut pulang juga atau menginap di sini?"Ajeng gelagapan. Baru sadar bahwa pipinya telah bas
Puspa sangat marah sekali ketika pulang dari kantor polisi, suaminya justru memarahinya habis-habisan karena dia menghabiskan 350 juta untuk membantu Nadia terbebas dari hukuman penjara."Semua ini gara-gara Ajeng. Kalau saja dia nggak menjadi pelakor, semua ini nggak akan terjadi," ucapnya geram.Dia ingat sekali suaminya memotong jatah bulanannya sebagai hukuman agar tidak lagi berbuat ulah. Padahal, Puspa baru sekali ini saja melakukan kesalahan. Itupun demi rumah tangga anak mereka."Kamu sudah membuat adikmu dan suaminya harus membayar 800 juta untuk membebaskan anak mereka gara-gara ulah kamu. Kenapa tiba-tiba kamu ingin mencelakai Ajeng?" Begitulah ucapan Susno dengan wajah memerah setelah suami adiknya menelpon lelaki itu."Punya keponakan juga nggak berguna. Sukanya menghabiskan uang terus," gerutunya."Sudah sampai, Bu," kata sopir pribadinya begitu mobil berhenti di depan rumah Ajeng. "Saya antar atau ibu keluar sendiri?""Saya keluar sendiri. Cuma sebentar saja. Tunggu say
"Huwek!""Istirahat aja, Nyonya. Jangan dipaksakan," ucap Bi Marni sambil memijat tengkuk Ajeng. "Kita ke rumah sakit aja ya, Nya."Ajeng menggeleng. "Cuma masuk angin biasa kok, Bi. Mungkin juga karena cuacanya dingin.""Saya telponkan Tuan Evan ya," tawar Bi Marni dengan wajah khawatir."Nggak usah. Dia lagi sibuk di luar kota. Aku cuma masuk angin kok, bukan penyakit yang parah. Biar dia pulang ke Ella."Sesaat kemudian, terdengar suara tangisan. Puspa yang mengintip di depan pintu kamar mandi yang sedikit terbuka langsung tertegun."Ada masalah apa, Nyonya? Ada masalah dengan jantung bapak di Singapura?"Ajeng kembali menggeleng. "Sebentar lagi aku pergi dari sini, Bi. Kondisi Ella udah semakin membaik. Itu artinya pernikahan kami sebentar lagi berakhir.""Aduh, Nyonya, jangan bilang begitu. Tuan Evan kelihatannya sayang banget sama Nyonya kok. Dulu pas Nyonya habis dilukai sama karyawan Deca, orangnya sendiri yang merawat Nyonya.""Mungkin karena paksaan Ella, Bi. Evan dari dulu
"Mama! Ini semua bukan salah Rudi! Kami saling mencintai, bahkan sebelum aku menikah dengan Evan! Kalau saja mama nggak egois dengan menjodohkan aku, aku dan Rudi sudah menikah. Mama udah menghancurkan pernikahan impian aku!" teriak Ella sebelum mencengkeram kepalanya."Ap-apa?" Tante Puspa tercengang, begitu juga dengan Ajeng yang hanya bisa terpaku di tempatnya berdiri."Selama ini aku udah bilang sama mama kalau aku udah punya kekasih. Aku udah punya calon. Aku udah bilang ke mama kalau aku mau menikah sama Johan. Jadi jangan salahkan aku kalau aku tetap berhubungan sama dia setelah menikah. Aku tertekan, Ma. Mama pernah nggak sih peduli sama aku? Mama cuma perhatian sama Ajeng yang bahkan bukan anak kandung mama!"Ajeng menatap kosong pintu yang sedikit terbuka di hadapannya. Tidak pernah menyangka bahwa Ella tertekan dengan pernikahannya. Selama ini, Ella terlihat sangat bahagia."Jadi Rudi itu Johan? Jadi selama ini...kamu selingkuh dengan sopir kamu sendiri?""Hanya dengan cara