Semua terjadi begitu cepat. Seluruh karyawan divisi marketing mematung di ambang pintu dengan mulut menganga. Ada yang merekam kejadian itu dengan ponsel."Kenapa ibu melakukan itu?" Raka menatap Bu Martha dingin. Ajeng bahkan heran kenapa pria itu berani melakukannya pada atasannya."Kamu nggak usah ikut campur. Apa karena kamu udah tidur sama janda gatel ini makanya membela dia?""Cukup! Jangan mengira karena saya karyawan baru di tempat ini, ibu bisa dengan mudah menuduh saya. Kenapa anda bisa menjadi manajer jika kelakuan anda sangat buruk?"Raka menarik lengan Ajeng dan mengajaknya keluar dari ruangan."Salah satu dari kalian, laporkan kejadian ini pada HRD. Kamu yang merekam, tunjukkan videonya sebagai bukti." Setelah itu Raka menarik Ajeng keluar dari ruangan menuju ke klinik perusahaan.Ajeng hanya menurut saja, karena leher belakangnya benar-benar terasa perih. Untungnya darah sudah berhenti."Eh, Raka maaf. Aku udah punya suami," kata Ajeng ketika Raka masih memegang tangann
Ajeng tersentak ketika sebuah tangan besar menyentuh keningnya."Kamu demam.""Hmm?" Keningnya mengernyit. Wajahnya memang terasa hangat. Mungkin pengaruh dari luka di leher bagian belakangnya."Makan dulu, lalu minum obat." Suara tegas Evan tidak membuatnya membuka mata. Setelah pulang kerja, Ajeng langsung merebahkan diri di atas ranjang. Tadi dokter di klinik milik Deca Group hanya memberinya antibiotik agar lukanya cepat mengering. Ternyata cukup dalam. Pantas saja tubuhnya sedikit demam.Rambutnya disibak dan diperiksa, setelah itu terdengar Evan mengumpat kasar. Beberapa saat kemudian, Ajeng mendengar Evan memarahi seseorang."Saya tidak mau tahu. Laporkan dia ke polisi atas kasus penganiayaan. Minta bukti rekaman CCTV ke operator dan bukti visum ke dokter Indra. Ada lagi satu video dari salah satu karyawan. Tambahkan lagi tuntutannya dengan pencurian kalung berlian dan pencemaran nama baik. Besok, kamu harus sudah memecat dia dan memasukkannya ke dalam daftar hitam. Jangan sam
Pemecatan Bu Martha, seorang manajer marketing yang sudah bekerja selama 15 tahun untuk PT Deca Indonesia, perusahaan inti Deca Group, mengagetkan semua karyawan. Bahkan berita ini menyebar begitu cepat layaknya api yang membakar daun kering di semua anak perusahaan milik Deca Group.Banyak spekulasi bermunculan. Dan yang paling heboh adalah gosip mengenai Ajeng, staf admin bawahan Bu Martha, yang menjadi simpanan CEO Deca.Karyawan begitu heboh setelah video mengenai perundungan Bu Martha pada Ajeng tersebar, dan setelah itu ada polisi yang mendatangi perusahaan guna menangkap sang manajer atas tuduhan penganiayaan dan pencurian kalung berlian senilai 30 juta rupiah."Gila, ini sih beneran si Ajeng jadi simpanan Mr. Evan. Karyawan rendahan macam dia mana bisa beli kalung berlian dengan harga wow begitu?" kata salah satu karyawan ketika jam makan siang."Kalian lihat videonya nggak? Dia juga pake 2 cincin berlian sama anting berlian juga. Gila sih emang, fix dia memang beneran jadi si
Puspa terus memikirkan perkataan keponakannya mengenai keberadaan Ajeng yang mencurigakan di rumah menantunya.Sebenarnya dia kurang suka dengan Nadia, karena berkali-kali gadis itu ingin menggoda Evan. Sudah beberapa kali ia menegur Nadia dan ibu gadis itu yang merupakan adiknya, tapi dianggap hanya angin lalu oleh mereka."Jangan terburu-buru percaya pada perkataan anak itu. Mama ingat kan, dulu Nadia pernah nekat hampir menjebak Evan di kamar Ella? Kalau saja nggak ada saksi si ART di rumah Evan, udah hancur rumah tangga anak kita," kata Susno, suami Puspa, sambil membaca berita di tablet.Puspa menggigit bibir bawahnya. Dalam hati tidak yakin jika Ajeng bisa berbuat senekat itu. Dia sangat tahu wanita itu. Tidak pernah sekalipun berusaha untuk menggoda Evan, bahkan selalu menunggu Evan tidak ada di rumah jika mau menemui Ella."Tapi Nadia bilang, Ajeng masuk ke kamar Evan dan Ella. Terus....terus dia denger suara kayak desahan gitu, Pa," kata Puspa dengan gelisah.Susno menurunkan
"Kenapa sih, Ma? Bukannya tadi mau ketemu Ella?" Susno menurut saja ketika Puspa menarik tangannya menuju ke mobil."Udah, papa diem aja. Nanti aja ke rumah Ella. Dia sedang sibuk. Itu mobilnya masih bisa dipakai, kan? Ayo buruan pergi.""Tapi orang bengkel mau ke sini, Ma," tolak Susno."Kita ke bengkel sekalian. Kalau papa nggak mau pergi, mama mau naik taksi aja."Mau tidak mau, Susno menurut saja membawa mobilnya meskipun mesinnya terdengar kasar dan tarikannya berat. Wajah Puspa terlihat pucat, dan kini wanita itu terlihat melamun sambil menyandarkan kepala di sandaran kursi.Apa yang sebenarnya dilihat oleh sang istri di rumah menantu mereka? Kenapa Puspa terlihat lebih pendiam?Sementara Puspa, pikirannya kacau. Seharusnya bukan seperti itu yang dia lihat. Seharusnya perkataan Nadia benar. Tapi kenapa tidak sesuai dengan harapannya? Apa yang sebenarnya terjadi dengan rumah tangga anaknya? Siapa kira-kira yang bisa dia percaya sekarang? Lantas di mana Evan? Tadi dia mendengar n
Pagi ini, Ajeng merasa tubuhnya begitu segar. Setelah 3 hari dirawat oleh Evan, Ajeng lama-kelamaan merasa tersentuh karena begitu diperhatikan. Berbeda sekali dengan ketika dia masih menikah dengan Dimas. Jangankan diperhatikan dan dirawat, saat Ajeng sakit, Dimas malah sibuk pergi bersama teman-temannya.Sikap Evan yang tiba-tiba berubah itu tentu membuat Ajeng terjatuh ke dalam pesona pria yang selama ini bersikap dingin padanya. Evan yang sekarang benar-benar lembut dan perhatian.Wajahnya terasa panas dan jantungnya berdebar tak karuan. Selama 3 hari ini, pria itu tidak memaksanya untuk melayani. Mereka tidur dalam satu ranjang, tapi masih berpakaian lengkap. Dan itu membuat hati Ajeng terasa penuh."Ih, gitu aja kamu udah luluh, Jeng," gumamnya sambil menyentuh kedua pipinya yang memerah. Senyumnya malu-malu.Pagi ini ketika terbangun lebih dulu, ia malah tertidur di lengan Evan sambil memeluk pria itu. Jantungnya semakin berdebar. Dia menutup wajahnya karena malu sekaligus sal
Ajeng merasakan perubahan drastis dari sikap Evan setelah dengan ceroboh ia mengatakan cinta pada pria itu. Tidak, pria itu tidak marah. Juga tidak berubah menjadi dingin seperti di novel-novel yang dibacanya.Evan justru memperlakukan dia dengan lembut. Seolah-olah dia adalah berlian langka yang berharga."Aku nggak mau kamu bersikap lembut," bisiknya di bawah kucuran air dingin.Pria itu tersenyum miring. "Aku tahu kamu lebih suka yang kasar."Senyum Ajeng mengembang ketika Evan mengabulkan permintaannya. Mereka seperti pasangan gila yang menghabiskan waktu hanya untuk bercinta. Melupakan semuanya sejenak. Melampiaskan kerinduan yang entah kenapa semakin menggebu-gebu. Seolah-olah waktu mereka di dunia hanya tinggal beberapa hari saja.Ajeng bahkan tidak peduli dia akan kehilangan semuanya setelah ini. Sejak awal dia sudah tidak punya apa-apa untuk dibanggakan. Tidak akan ada anak. Jadi, dia akan mengambil semua yang diberikan oleh Evan.Butuh waktu 2 jam untuk keluar dari kamar man
"Mama! Lepaskan rambut Ajeng!"Puspa menatap tak percaya pada menantunya yang membantu melepaskan cengkeramannya di rambut Ajeng. Pria itu bahkan memeluk Ajeng sambil mengelus rambut yang tadi ditariknya."Mama nggak menyangka kalian sejahat ini sama Ella. Apa salah dia sampai-sampai kamu selingkuh?" pekik Puspa dengan dada bergemuruh. Tangannya menunjuk Ajeng yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Kamu! Dasar perempuan busuk! Kamu menusuk Ella dari belakang, padahal selama ini dia baik sama kamu!""Tante, Tante salah paham. Ajeng bisa jelasin...""Nggak perlu! Semua udah jelas! Saya jijik sama kamu, Ajeng. Saya menyesal telah menganggap kamu sebagai anak saya sendiri!" Puspa ingin menampar wajah Ajeng, tapi dihalangi oleh Evan. Membuatnya semakin naik pitam.Puspa melampiaskannya dengan memukuli lengan Evan meskipun dia harus berjinjit. Amarahnya benar-benar meledak dan dia ingin membunuh mereka berdua."Tante, Ajeng mohon jangan begini. Kita bicarakan secara baik-baik ya." Ajeng