Ajeng tersentak ketika sebuah tangan besar menyentuh keningnya."Kamu demam.""Hmm?" Keningnya mengernyit. Wajahnya memang terasa hangat. Mungkin pengaruh dari luka di leher bagian belakangnya."Makan dulu, lalu minum obat." Suara tegas Evan tidak membuatnya membuka mata. Setelah pulang kerja, Ajeng langsung merebahkan diri di atas ranjang. Tadi dokter di klinik milik Deca Group hanya memberinya antibiotik agar lukanya cepat mengering. Ternyata cukup dalam. Pantas saja tubuhnya sedikit demam.Rambutnya disibak dan diperiksa, setelah itu terdengar Evan mengumpat kasar. Beberapa saat kemudian, Ajeng mendengar Evan memarahi seseorang."Saya tidak mau tahu. Laporkan dia ke polisi atas kasus penganiayaan. Minta bukti rekaman CCTV ke operator dan bukti visum ke dokter Indra. Ada lagi satu video dari salah satu karyawan. Tambahkan lagi tuntutannya dengan pencurian kalung berlian dan pencemaran nama baik. Besok, kamu harus sudah memecat dia dan memasukkannya ke dalam daftar hitam. Jangan sam
Pemecatan Bu Martha, seorang manajer marketing yang sudah bekerja selama 15 tahun untuk PT Deca Indonesia, perusahaan inti Deca Group, mengagetkan semua karyawan. Bahkan berita ini menyebar begitu cepat layaknya api yang membakar daun kering di semua anak perusahaan milik Deca Group.Banyak spekulasi bermunculan. Dan yang paling heboh adalah gosip mengenai Ajeng, staf admin bawahan Bu Martha, yang menjadi simpanan CEO Deca.Karyawan begitu heboh setelah video mengenai perundungan Bu Martha pada Ajeng tersebar, dan setelah itu ada polisi yang mendatangi perusahaan guna menangkap sang manajer atas tuduhan penganiayaan dan pencurian kalung berlian senilai 30 juta rupiah."Gila, ini sih beneran si Ajeng jadi simpanan Mr. Evan. Karyawan rendahan macam dia mana bisa beli kalung berlian dengan harga wow begitu?" kata salah satu karyawan ketika jam makan siang."Kalian lihat videonya nggak? Dia juga pake 2 cincin berlian sama anting berlian juga. Gila sih emang, fix dia memang beneran jadi si
Puspa terus memikirkan perkataan keponakannya mengenai keberadaan Ajeng yang mencurigakan di rumah menantunya.Sebenarnya dia kurang suka dengan Nadia, karena berkali-kali gadis itu ingin menggoda Evan. Sudah beberapa kali ia menegur Nadia dan ibu gadis itu yang merupakan adiknya, tapi dianggap hanya angin lalu oleh mereka."Jangan terburu-buru percaya pada perkataan anak itu. Mama ingat kan, dulu Nadia pernah nekat hampir menjebak Evan di kamar Ella? Kalau saja nggak ada saksi si ART di rumah Evan, udah hancur rumah tangga anak kita," kata Susno, suami Puspa, sambil membaca berita di tablet.Puspa menggigit bibir bawahnya. Dalam hati tidak yakin jika Ajeng bisa berbuat senekat itu. Dia sangat tahu wanita itu. Tidak pernah sekalipun berusaha untuk menggoda Evan, bahkan selalu menunggu Evan tidak ada di rumah jika mau menemui Ella."Tapi Nadia bilang, Ajeng masuk ke kamar Evan dan Ella. Terus....terus dia denger suara kayak desahan gitu, Pa," kata Puspa dengan gelisah.Susno menurunkan
"Kenapa sih, Ma? Bukannya tadi mau ketemu Ella?" Susno menurut saja ketika Puspa menarik tangannya menuju ke mobil."Udah, papa diem aja. Nanti aja ke rumah Ella. Dia sedang sibuk. Itu mobilnya masih bisa dipakai, kan? Ayo buruan pergi.""Tapi orang bengkel mau ke sini, Ma," tolak Susno."Kita ke bengkel sekalian. Kalau papa nggak mau pergi, mama mau naik taksi aja."Mau tidak mau, Susno menurut saja membawa mobilnya meskipun mesinnya terdengar kasar dan tarikannya berat. Wajah Puspa terlihat pucat, dan kini wanita itu terlihat melamun sambil menyandarkan kepala di sandaran kursi.Apa yang sebenarnya dilihat oleh sang istri di rumah menantu mereka? Kenapa Puspa terlihat lebih pendiam?Sementara Puspa, pikirannya kacau. Seharusnya bukan seperti itu yang dia lihat. Seharusnya perkataan Nadia benar. Tapi kenapa tidak sesuai dengan harapannya? Apa yang sebenarnya terjadi dengan rumah tangga anaknya? Siapa kira-kira yang bisa dia percaya sekarang? Lantas di mana Evan? Tadi dia mendengar n
Pagi ini, Ajeng merasa tubuhnya begitu segar. Setelah 3 hari dirawat oleh Evan, Ajeng lama-kelamaan merasa tersentuh karena begitu diperhatikan. Berbeda sekali dengan ketika dia masih menikah dengan Dimas. Jangankan diperhatikan dan dirawat, saat Ajeng sakit, Dimas malah sibuk pergi bersama teman-temannya.Sikap Evan yang tiba-tiba berubah itu tentu membuat Ajeng terjatuh ke dalam pesona pria yang selama ini bersikap dingin padanya. Evan yang sekarang benar-benar lembut dan perhatian.Wajahnya terasa panas dan jantungnya berdebar tak karuan. Selama 3 hari ini, pria itu tidak memaksanya untuk melayani. Mereka tidur dalam satu ranjang, tapi masih berpakaian lengkap. Dan itu membuat hati Ajeng terasa penuh."Ih, gitu aja kamu udah luluh, Jeng," gumamnya sambil menyentuh kedua pipinya yang memerah. Senyumnya malu-malu.Pagi ini ketika terbangun lebih dulu, ia malah tertidur di lengan Evan sambil memeluk pria itu. Jantungnya semakin berdebar. Dia menutup wajahnya karena malu sekaligus sal
Ajeng merasakan perubahan drastis dari sikap Evan setelah dengan ceroboh ia mengatakan cinta pada pria itu. Tidak, pria itu tidak marah. Juga tidak berubah menjadi dingin seperti di novel-novel yang dibacanya.Evan justru memperlakukan dia dengan lembut. Seolah-olah dia adalah berlian langka yang berharga."Aku nggak mau kamu bersikap lembut," bisiknya di bawah kucuran air dingin.Pria itu tersenyum miring. "Aku tahu kamu lebih suka yang kasar."Senyum Ajeng mengembang ketika Evan mengabulkan permintaannya. Mereka seperti pasangan gila yang menghabiskan waktu hanya untuk bercinta. Melupakan semuanya sejenak. Melampiaskan kerinduan yang entah kenapa semakin menggebu-gebu. Seolah-olah waktu mereka di dunia hanya tinggal beberapa hari saja.Ajeng bahkan tidak peduli dia akan kehilangan semuanya setelah ini. Sejak awal dia sudah tidak punya apa-apa untuk dibanggakan. Tidak akan ada anak. Jadi, dia akan mengambil semua yang diberikan oleh Evan.Butuh waktu 2 jam untuk keluar dari kamar man
"Mama! Lepaskan rambut Ajeng!"Puspa menatap tak percaya pada menantunya yang membantu melepaskan cengkeramannya di rambut Ajeng. Pria itu bahkan memeluk Ajeng sambil mengelus rambut yang tadi ditariknya."Mama nggak menyangka kalian sejahat ini sama Ella. Apa salah dia sampai-sampai kamu selingkuh?" pekik Puspa dengan dada bergemuruh. Tangannya menunjuk Ajeng yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Kamu! Dasar perempuan busuk! Kamu menusuk Ella dari belakang, padahal selama ini dia baik sama kamu!""Tante, Tante salah paham. Ajeng bisa jelasin...""Nggak perlu! Semua udah jelas! Saya jijik sama kamu, Ajeng. Saya menyesal telah menganggap kamu sebagai anak saya sendiri!" Puspa ingin menampar wajah Ajeng, tapi dihalangi oleh Evan. Membuatnya semakin naik pitam.Puspa melampiaskannya dengan memukuli lengan Evan meskipun dia harus berjinjit. Amarahnya benar-benar meledak dan dia ingin membunuh mereka berdua."Tante, Ajeng mohon jangan begini. Kita bicarakan secara baik-baik ya." Ajeng
Setelah ketahuan dan diserang oleh Tante Puspa, Ajeng merasa gelisah. Dia tetap ingin berterus terang pada wanita yang sudah dia anggap sebagai ibunya sendiri itu, tapi Evan melarangnya."Kenapa sih aku nggak boleh jujur? Aku nggak mau Tante Puspa salah paham." Ajeng tidak suka dengan keputusan Evan yang dinilainya hanya mementingkan kepentingan Evan saja."Dia belum boleh tahu." Jawaban singkat dari pria itu membuat Ajeng jengkel.Dia melengos dan menatap pemandangan di luar mobil dengan mood yang hancur. Reputasi Ajeng rusak gara-gara kesalahpahaman itu. Padahal jika dia langsung jujur mengenai statusnya dan Evan, mungkin Tante Puspa mau mendengarkannya.Semuanya karena paksaan dari Ella, putri wanita itu sendiri. Seharusnya Tante Puspa menuntut jawaban dari Ella, bukan malah menuduhnya sebagai pelakor.Dan Evan malah menyuruhnya untuk diam saja. Bagaimana bisa? Tante Puspa sudah membencinya. Pasti perempuan itu menganggap bahwa Ajeng tidak tahu diri dan serakah.Saat sampai di ruma
H-1 sebelum pesta dilaksanakan di sebuah kapal pesiar mewah, Siska mengetuk pintu kamar Ajeng untuk menanyakan tentang kepastian acara besok. Dia lupa pesta diadakan jam berapa, karena betapa banyaknya pekerjaan di kantor yang harus dia selesaikan sebelum akhirnya naik ke kapal pesiar demi menghadiri pesta pernikahan sang sahabat."Jeng, kamu lagi sibuk nggak?" teriaknya setelah mengetuk pintu beberapa kali.Dia tadi melihat Evan bersama Dana sedang bercengkerama dengan bos besar dan nyonya besar Braun, jadi dia pikir Ajeng mungkin sedang berada di kamar untuk mempersiapkan segala sesuatu."Jeng?"Tidak ada jawaban. Dia mendorong pintu yang ternyata tidak terkunci."Aku buka ya. Maaf kalau aku mengganggu," ucapnya sambil tersenyum. Tidak sabar untuk bergosip ria dengan Ajeng. "Besok pestanya jam bera...pa..."Siska langsung menganga dengan mata membelalak ketika melihat tubuh yang hanya dibalut dengan handuk di bagian bawah pinggul. Dia terengah kaget dan hal itu membuat sang pemilik
Siska menatap mantan calon mertuanya tak percaya sekaligus geram. Padahal selama dia menjalin hubungan dengan Bayu, wanita itu begitu baik padanya. "Apa selama ini Tante hanya berpura-pura baik di depan saya? Kalau memang Bayu sudah bertunangan sejak kuliah, kenapa Tante menerima saya sebagai calon menantu?" tuntutnya.Ibu Bayu langsung gelagapan ketika Meliana mengerutkan kening, lalu menatap wanita itu curiga."Eh, ng-nggak kok Mel. Nggak usah percaya sama dia. Mama nggak kenal siapa dia. Bayu selalu setia sama kamu kok," kata ibu Bayu cepat-cepat.Hati Siska sakit sekali mendengarnya. Seandainya saja pernikahan itu sudah terlanjur terjadi, apakah dia akan ditindas oleh wanita itu? Dia jadi teringat dengan nasib Ajeng ketika menikah dengan Dimas. "Ck, ternyata memang bener ya. Orang jahat itu manipulatif dan pinter berpura-pura. Untung saya nggak jadi menikah sama Bayu. Nggak kebayang saya menjadi perempuan yang dibodohi oleh suami dan keluarganya."Siska beralih menatap Meliana.
Siska terus menangis entah sudah berapa lama. Dadanya sesak sekali dan rasanya dia ingin menghilang dari dunia ini. Cintanya pada Bayu begitu besar. Dia sudah menyerahkan seluruh hatinya pada pria itu karena berpikir bahwa Bayu adalah belahan jiwanya."Kenapa pria yang terlihat baik dan setia seperti Bayu ternyata bajingan?" tanyanya setelah tangisnya reda, namun masih sesenggukan."Biasanya kan memang begitu," jawab Raka dengan santai.Siska langsung melotot pada pria yang telah bertahun-tahun menjadi rekan kerjanya menjadi orang kepercayaan Evan. Raka langsung mengangkat kedua tangannya."Biasanya memang begitu. Pria yang terlihat kalem dan nggak neko-neko tuh justru menyimpan banyak rahasia. Coba lihat Mr. Evan. Dia itu dingin, kelihatan nggak peduli sama perempuan. Eh tahu-tahu istrinya dua kan? Tapi kasusnya kan beda. Diam-diam dia bucin akut sama Ajeng."Siska menyeka air mata di wajahnya, tak peduli dengan make-up yang ikut luntur."Rasanya sakit banget, Ka. Kenapa aku nggak ja
"Semua dokumen sudah lengkap?""Sudah, Mr.," jawab Siska dengan antusias. Jantungnya berdegup kencang karena sebentar lagi akan bertemu dengan tunangannya. Kesibukannya sebagai sekretaris CEO di perusahaan multinasional membuatnya begitu sibuk dan sering pulang malam, sehingga waktu untuk bertemu dengan tunangannya sangat sedikit."Semangat banget yang mau ketemu tunangan," goda Raka ketika mereka sampai di lobi perusahaan.Siska hanya tersenyum, namun debar dalam dadanya semakin kencang. Padahal mereka sebentar lagi menikah, tapi Siska merasa seperti baru saja jadian dengan sang tunangan.Mereka masuk ke dalam mobil dinas khusus CEO yang disediakan oleh perusahaan. Mobil mewah keluaran terbaru yang anti peluru, karena keselamatan Evan Braun sangatlah penting."Gimana liburannya di Malang, Pak?" tanya Raka membuka percakapan sambil fokus melihat jalanan di depannya."Menyenangkan. Istri saya pintar memilih tempat liburan yang bagus," jawab Evan sambil tersenyum.Siska yang duduk di s
Dari sekian banyak orang yang mengenalnya, kenapa justru wanita itu yang datang menjenguknya? Bahkan orangtuanya sudah tidak peduli lagi, apalagi kekasihnya."Maaf ya baru bisa menjenguk kamu. Nih, aku bawain makanan kesukaan kamu," kata Ajeng sambil tersenyum."Kenapa?"Wanita itu mendongak. Gerakan tangannya meletakkan dua kotak makanan dan satu gelas minuman terhenti."Aku pengen bawain kamu makanan yang enak. Nggak aku kasih racun kok, udah diperiksa juga sama petugas," jawab Ajeng."Kenapa kamu mau repot-repot datang?" jelasnya.Ajeng menghela nafas panjang. Wanita itu terlihat lebih bercahaya dan tetap awet muda, persis seperti ketika dia pertama kali dikenalkan pada wanita itu oleh Ella dulu.Hanya Ajeng yang tidak pernah mengusiknya, meskipun tahu bahwa dia membawa pengaruh buruk pada sahabat wanita itu. Jadi ketika Ella ikut terjerumus ke dalam sekte sesat demi bisa menghancurkan Ajeng, Johan tidak mendukung Ella sama sekali.Baginya, Ajeng itu seperti kertas putih yang sayan
"Kamu juga harus mati, Johan. Enak saja kamu masih hidup dengan tenang, sedangkan aku harus menjadi bulan-bulanan mereka."Johan membelalak ketika melihat Nadia mendekatinya dengan pakaian yang sama seperti terakhir kali dia melihat wanita itu. Rambut panjang Nadia acak-acakan. Perut wanita itu berlubang dan mengeluarkan banyak darah. Lalu di tangan kanan wanita itu....Janin merah yang tiba-tiba saja melihat ke arahnya dengan mata melotot. Bibir janin itu tertarik membentuk senyuman dengan gigi-gigi runcing yang terlihat tajam."Ayah."Johan menjerit ketakutan. Dia langsung berlari dengan sekuat tenaga. Nadia sudah mati, dia yakin itu. Dia sendiri yang mengatakan pada Ansel di mana keberadaan Nadia sebelum kabur ke Australia. Belum jauh dia berlari, kakinya tersandung. Membuatnya jatuh dengan keras. Dua orang berjubah hitam dan bertudung menarik tangannya dan memaksanya untuk berdiri. "Nggak! Nggak lepasin aku! Aku udah bukan bagian dari kalian lagi!""Siapapun yang menjadi pengkhi
Pesta pernikahan Ajeng dan Evan diadakan di kapal pesiar yang mewah. Seluruh karyawan Deca di kantor pusat dan karyawan Ajeng di Otten Supermarket turut hadir dalam pesta.Banyak yang takjub dengan pesta mereka, apalagi Evan benar-benar maksimal dalam menjamu tamu. Mereka semua menikmati makanan mewah dan mahal yang biasanya hanya bisa dinikmati oleh kalangan atas."Ternyata Mr. Evan lebih bahagia bersama Ajeng ya," ucap salah satu karyawan Deca yang dulu satu divisi dengan Ajeng."Iya bener. Waktu sama Bu Ella dulu, dia nggak pernah tersenyum. Kaku banget kayak kanebo kering. Pestanya juga biasa aja nggak semewah ini," sahut yang lain."Pantesan Bu Marta langsung dipecat dan dijebloskan ke penjara begitu mencelakai Ajeng. Secinta itu orangnya sama Ajeng. Lihat aja deh, senyumnya nggak pernah luntur tuh. Benar-benar bucin akut.""Aku sih mendukung Ajeng. Dia emang baik orangnya. Bahkan meskipun sekarang udah menjadi istri konglomerat, dia nggak pernah lupa sama kita-kita.""Eh iya ben
"Sudah tahu punya anak bayi, kenapa malah nggak pulang-pulang? Lihat nih, Dana sampai nangis ngejer kayak gini. Mbok ya diajak kalau jalan-jalan. Benar-benar nggak kasihan sama anak," omel Sekar begitu Ajeng dan Evan baru pulang setelah Maghrib.Ajeng langsung meraih Dana yang menangis sesenggukan sampai suaranya serak dan buru-buru menepuk-nepuk punggung bayi itu."Cup...cup...maaf ya mama baru pulang. Dana nyariin mama ya?" ucapnya dengan wajah bersalah.Dia langsung duduk di depan televisi dan menyusui bayi itu yang langsung diam. Perasaan bersalah kembali menyerangnya. Seharusnya mereka mengajak Dana. Siapa yang tahu bahwa anak itu mencari-carinya, padahal tadi Dana kelihatan senang ketika diajak oleh neneknya."Kalian ini kalau masih punya anak bayi, jangan sering ditinggal. Dia masih butuh perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya. Bayi itu peka. Jangan sampai dia merasa diabaikan," omel Sekar lagi.Kalau biasanya Ajeng menjawab, maka kali ini dia hanya diam saja. Dia jarang m
"Sudah?" Evan langsung berdiri begitu melihat Ajeng keluar dari ruang kunjungan. "Kenapa kamu kelihatan sedih?"Ajeng hanya tersenyum tipis. Mendadak dia merasa energinya tersedot habis setelah melihat kondisi Ansel. Bagaimanapun juga, pria itu adalah adik sepupunya. Dulu, sebelum dia mengenal Ella, dia dan Ansel sudah seperti adik kakak. Mereka begitu akrab dan hangat, sampai-sampai Ajeng tidak sadar bahwa timbul rasa lain di hati Ansel.Secara agama, memang Ansel itu bukanlah mahramnya. Jadi ketika pria itu menaruh hati padanya, tidak ada yang salah, karena memang mereka halal untuk menikah. Tapi tetap saja, Ajeng merasa itu saru (tidak pantas)."Kita ke Selecta ya, Mas. Aku pengen ngadem. Pikiranku suntuk banget," pinta Ajeng sambil menggandeng lengan suaminya.Dana dititipkan ke kakek dan neneknya, dan tentu saja Sekar sangat senang sekali. Apalagi Dana tipe bayi yang tidak gampang rewel. Kecuali jika anak itu tidak suka pada seseorang yang juga tidak menyukainya. "Siap. Mas jug