Bab362Pagi itu, aku sarapan dengan anak- anak dan suami seperti biasanya. "Kapan kita liburan? Kapan Mamah sama Papah ada waktu untuk kami?" tanya Cinta, anak sulungku yang kini beranjak remaja.Aku menghela napas berat, pertanyaan ini begitu sering aku dengar di kala sarapan pagi."Cinta, dipikiran kamu kok ya liburan terus? Apa kamu nggak lihat Mamah sama Papah itu sibuk dan banyak kerjaan? Lagian semua ini untuk kalian berdua," ujarku memberi penjelasan yang sama berulang kali."Sibuk terus! Kapan ada waktu buat kami? Kami juga butuh kalian," jawab Cinta dengan tatapan kecewa padaku."Cinta, sabar ya, Nak. Mamah Papah akan usahakan untuk buat schedule liburan bareng kalian. Tapi untuk saat ini, Cinta sabar dulu ya," timpal mas suami dengan lembut.Ini nih yang buat Cinta semakin melunjak, janji- janji manis Papahnya yang entah kapan dia realisasikan."Schedule terus juga alasan Papah, lama- lama kami berdua ini seperti anak yatim piatu," desis Cinta dan meletakkan dengan cukup ke
Bab363Aku menarik napas dalam- dalam, menghembuskannya dengan perlahan. Aku pergi meninggalkan kantorku, menuju ke rumah Delima. Rasanya, dadaku benar- benar sesak diabaikan begini. Sesampainya di rumah Delima, ada mas Andre dan istrinya juga di sana. Mereka menyapaku dengan ramah dan mempersilahkan aku masuk langsung ke dalam kamar Delima.Memang biasa sudah begitu, aku tidak pernah sungkan ketika berkunjung kemari."Jadi kamu diabaikan mereka?" Delima memperjelas pemahamannya, mengenai ceritaku yang tadi panjang lebar aku katakan padanya."Iya. Bahkan seperti sengaja," jawabku lagi.Delima tersenyum."Mencari rezeki demi keluarga itu sewajarnya saja. Mereka juga butuh perhatian dan kasih sayang kamu, El. Dikurangi, bukan berarti di tinggalkan."Aku menghela napas berat lagi."Tapi akhir- akhir ini butik sedang ramai, para investor pun semakin berdatangan menawarkan kerjasama. Perusahaan kecil yang aku bangun sedang masa dalam perkembangan, Del. Aku hanya ingin fokus membesarkanny
Bab364Delima memegang tanganku."Maaf. Sepertinya dia sengaja, menjadikan kamu alasan kemarahannya."Aku menatal Delima dengan perasaan tidak nyaman."Aku yang minta maaf, aku terus kesini mengganggu kalian," jawabku."Tidak. Aku senang, aku senang sekali kamu masih mau berteman dan menjengukku. Jujur saja, kadang aku kesepian di rumah," lirihnya. Aku tersenyum kecil."Delima, beristirahatlah. Jangan tapi banyak pikiran ya, aku pulang dulu." Aku melihat jam di tanganku."Sudah mau sore, aku nggak enak berlama- lama di luar, sedangkan aku jarang meluangkan waktu untuk anak- anak."Delima membalas senyumanku dan memegang tangan ini dengan erat."Iya. Pulanglah, berikan waktu terbaikmu untuk mereka cantik. Ingat, jangan terlalu sibuk, mereka butuh perhatian kamu.""Terimakasih." Aku memeluk Delima."Jaga kesehatanmu." Usai berkata, aku pun gegas meninggalkan kediaman mas Andre yang di ruang tengah sudah hancur berserakan beling- beling kaca. Entahlah, kurasa mereka gila.Kulajukan mobil
Bab365Semakin tinggi pohon, maka semakin kencang angin meniupnya, mungkin pribahasa itu cocok untuk menggambarkan kehidupanku kini.Aku perlahan menjauh dari mas Arya, yang jelas sekali tidak menyukai aku mendekatinya. Selama ini, dia memang sangat membebaskanku memilih apapun yang aku sukai. Meskipun kadang dia menegurku, tak jarang juga aku mengabaikan tegurannya.Dan kini, dia begitu kecewa padaku. Bukan hanya mas Arya, Cinta yang merupakan anak sulungku pun bersikap sama, dingin kepadaku.Aku hanya bisa meratapi nasib kini, di pembaringan ini, lelahku bukannya hilang, aku malah semakin merasa tertekan dengan keadaan.Aku memilih mandi dan membersihkan diri, selesai mandi aku gegas mengenakan baju. Bunyi ketukan di depan pintu kamar terdengar."El, ayo makan malam," ujar suara Ina terdengar jelas dari depan pintu kamar kami.Namun belum sempat aku bereaksi, mas Arya lebih dulu bangun dari pembaringannya di sofa dan berjalan menuju daun pintu.Di bukanya daun pintu sedikit."Ayo m
Bab366Di hotel, setelah 2 hari Kevin tidak ada kabar, akhirnya lelaki itu datang menemui Sechan."Kamu dari mana saja? Kenapa dua hari menghilang?" lirih Sechan, ada kekhawatiran di bola mata hitam wanita itu.Kevin tidak menyahut, namun dia langsung mencari kasur dan merebahkan diri.Sechan mendekat dan duduk disisi ranjang, setelah dari tadi terus berdiri."Kamu mau mandi dulu? Biar aku siapkan air hangat," tanya Sechan dengan suara lembutnya."Sechan," lirih Kevin. "Ya." "Aku tahu, kamu menikah denganku karena ancaman mereka. Kini kamu tenang saja, aku sudah membawa Ayahmu ke Indonesia."Kevin bangkit dan duduk.Pernyataan Kevin membuat Sechan terkejut."Sungguh?""Ya." Kevin mengeluarkan secarik kertas, yang berisi alamat kediaman Ayah Sechan.Sechan meraih kertas itu dengan bahagia dan lega."Alhamdulilah, makasih banyak, Vin."Kevin mengangguk."Aku sudah membelikan rumah dan ini." Kevin menyodorkan kartu ATM, yang sudah dia sediakan untuk Sechan."Disana ada uang 1M. Itu unt
Bab367Arya pun datang ke kediaman Kevin, untuk membahas masalah yang kini menimpa Sechan.Di apartemen, ketiga lelaki itu mulai berbincang."Jadi Felix sekarat?" tanya Arya terkejut.Arya mengangguk."Aku terlalu emosi, ketika melakukannya," lirih Kevin dengan pasrah."Dan bagaimana nasib Sechan kalau begini? Kita semua juga tahu, Felix bukan orang yang tidak memiliki uang. Ayah Felix juga bagian dari orang kaya di negara mereka," tutur Arya dengan pikiran yang semakin pusing."Aku dan Zurnal juga sudah tahu pelaku pelemparan batu kepada Elea. Tapi kami sengaja diam dan tidak melanjutkan," lanjut Arya.Kevin yang asalnya menunduk pun langsung mendongak menatap Arya."Kenapa?""Aku tidak ingin hidup keluarga kecilku tidak tenang. Kupikir hal itu masih sepele, jadi masih bisa aku maafkan.""Cih! Lelaki macam apa kamu? Pengecut. Andai istrimu mati gara- gara batu itu bagaimana? Atau jika orang yang melakukan itu mengulanginya lagi tanpa bisa kamu cegah bagaimana?"Sorot mata Kevin menaj
Bab368Arya memutuskan untuk merebahkan diri dan tidur di samping istrinya itu.Pikirannya gelisah, ucapan- ucapan Kevin membayang diingatannya.Apakah benar, jika dia sepengecut itu? Bukankah yang dia lakukan hanya agar keluarganya jauh dari kejahatan orang- orang.Selama ini, Kevin adalah orang yang selalu pasang badan demi menyelamatkan Elea. Bahkan, lelaki itu rela mati, demi membebaskan Elea dari penyekapan.Ingatan- ingatan di masa lalu, membayang dimata Arya. Masih bisa lelaki itu ingat dengan jelas, bagaimana besarnya perasaan Kevin pada Elea di masa lalu."Apakah dia masih mencintai Elea?" batin Arya."Dulu ketika dia mencintai Asmara, dia juga menyimpan rasa itu cukup lama. Dan kini, apakah rasa itu juga tetap sama untuk Elea?" Batin Arya mulai tidak tenang, dia pun memandangi kembali wajah Elea yang terlelap.Beberapa hari ini, dia selalu mengabaikan Elea.Lelaki itu sungguh tidak tenang, dan memutuskan untuk kembali keluar dari kamar, berniat menuju dapur untuk mengisap se
Bab369Dan tepat hari sabtu pagi, Elea pun dengan semangat mengajak anak- anak mereka ke Ancol."Kita ke Ancol yuk!!" ucap Elea, ketika mereka mulai mau sarapan."Malas, aku pengen ke restoran saja," jawab Cinta."Emm, yaudah, Cinta mau ke restoran mana?" tanya Elea, masih dengan sikap yang tenang."Ke restoran baru itu, ala- ala Koreon.""Yaudah ayok! Nanti jam 10 kita ke sana.""Kami saja yang berangkat! Kamu urus saja pekerjaan kamu dengan baik. Lagi pula, selama ini kamu terus sibuk dengan urusanmu kan?" timpal Arya, membuat dada Elea berdebar."Maksud kamu? Kamu nggak mau aku ikut, Mas?" tanya Elea, memperjelas pemahamannya."Kurasa kamu nggak bodoh! Mana mungkin kamu nggak paham," jawab Arya dengan sikap acuh tak acuh.Mata Elea mulai berkaca- kaca, dan Arya malah membuang pandangan, seolah tidak mau perduli dengan perasaan Elea."Tega kamu, Mas. Kamu menolak aku untuk ikut, padahal aku sudah meluangkan waktu untuk kamu dan anak- anak.""Siapa yang suruh? Memangnya aku selama in
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond