Bab624Elea mendengar semua ucapan Galih dari dalam kamar, perasaannya semakin tidak nyaman. Sekian lama hidup bersama di dalam rumah, kini Galih memutuskan untuk pergi, tentu saja hal itu sangat membuat tidak nyaman Elea dan Kevin."Kamu tersinggung dengan kami?" tanya Elea yang kini berdiri di belakang Kevin.Kevin dan Galih melihat ke arah Elea."Bukan begitu, Mah. Hanya saja, Galih tidak nyaman dengan sikap Raisa dan Abel yang sudah berlebihan.""Mas, kenapa sih kita yang harus pergi?" tanya Abel yang ternyata menyusul Galih."Kembali ke kamar! Aku sedang bicara sama orang tuaku.""Mas, seenaknya kamu memutuskan sesuatu, yang bahkan belum kita benar- benar bicarakan," jawab Abel, masih tidak mau menuruti perintah Galih untuk kembali ke kamar."Apa hakmu bicara begitu?" bentak Galih."Masuk ke kamar! Sebelum hilang kesabaranku," teriak Galih lagi dengan emosi, membuat Abel sangat terkejut.Abel tidak lagi berani menyahut, dia pun bergegas pergi menuju kamar mereka."Haruskah kami ya
Bab625Pov JelitaUsai makan, kami semua berkumpul bersama, dan aku asik sambil menimang si kecil Dastan. Aku menatap pilu, wajah keluarga kecil ini, yang kini tersenyum manis. Adam berceloteh riang, seakan mendapat sinar kehidupan yang baru. "Besok mas tidak kerja dulu, mau perbaiki dapur yang sudah lapuk, dan membeli beberapa keperluan lainnya."Enggar terdengar berbicara pelan pada istrinya, aku pun berpura-pura tidak mendengar, dan asik mendengarkan celotehan Adam._________Pagi hari menyinari rumah kayu yang hampir ambruk ini. Bau bara api dari tungku dapur menguar, menusuk indra penciumanku.Lina dan Enggar sibuk saling bantu membuat sarapan pagi, sesekali terdengar gelak tawa kecil mereka berdua. Aku tersenyum, meskipun keluarga ini kekurangan dari segi ekonomi, tapi mereka memiliki cinta yang luar biasa. Saling menguatkan dan mendukung.Andai saja pernikahanku semanis mereka, mungkin rasanya tidak akan sesakit sekarang ini. Bukannya dendam pada mas Abizar, tapi rasa sakitny
Bab626Sebelum aku memberikan kejutan itu pada mereka, aku membuat ulah terlebih dahulu.Dua hari setelahnya, aku meringkuk diatas kasur."Ibu kenapa, apa Ibu sakit?" Lina dan Enggar yang sudah bangun pun mendekat ke arahku."Mungkin hanya tidak enak badan," sahutku."Enggar belikan obat ya, Bu." Aku menggeleng lemah.Enggar dan Lina menatap sedih, juga khawatir kepadaku."Enggar, Lina, Ibu ngompol," kataku. Lina menatap Enggar. "Mas, belikan Ibu popok dewasa, soalnya kita nggak banyak punya sarung. Kasian Ibu, kalau celananya basah lagi, nanti."Kupikir Lina akan marah, ternyata ia malah mengkhawatirkanku.Enggar pun berpamitan untuk keluar, aku tidak merespon."Bu, kita ganti dulu ya!" ucapnya lembut. Aku mengangguk. Dengan telaten, Lina mengurusku. Ia pun tetap berusaha sabar, menyuapiku makan, padahal dia harus mengurus bayi juga.Enggar datang membawakan popok dewasa. "Bu, kita pake popok ya! Biar Ibu nyaman, tidak basah tempat tidurnya.""Ibu nggak mau," jawabku ketus, senga
Bab627"Aku tahu ini berat, tapi kuharap kamu bisa bersabar dan berbesar hati untuk mau memahami sikap Ibu," lirih Enggar kepada Lina. Keduanya berbincang di tengah malam, disaat anak- anak mereka sudah lama terlelap.Dan di saat ini, Jelita berpura- pura tidur, karena dia cukup gelisah."Mas, aku menyayangi Ibu kamu, seperti Ibuku sendiri, mana mungkin aku keberatan atas sikapnya. Kita tidak tahu apa yang saat ini dia rasakan, aku sedih melihatnya, Mas. Semoga Ibu segera sembuh dari sakitnya," lirih suara Lina.Kedua berpelukan."Terimakasih istriku, kamu memang wanita terbaik yang aku miliki. Aku sangat bersukur luar biasa, karena dalam keadaan susahku, kamu selalu ikhlas menerima dan mendampingi lelaki payah ini.""Jangan berkata seperti itu, kamu itu suamiku, ayah dari anak- anakku, dan terutama pilihanku sendiri. Mana mungkin, aku tidak menerima kamu apa adanya.""Allahu akbar, masya Allah, istriku," lirih Enggar dan mengecup kening istrinya."Anak- anakku, Ibu ikut bahagia denga
Bab628"Heh miskin! Berani sekali kamu bentak Mamahku." Suara Raisa meninggi."Kenapa saya tidak berani? Apa alasan saya harus takut pada kalian, yang hanya bisa menghina sesama manusia! Kalian sekaya apa memangnya? Jadi begitu angkuhnya memanggil saya dengan sebutan miskin!!""Memang kamu miskin! Terima kenyataan dong! Jangan jadi pengemis harta orang tua," ujar Abel."Aku atau kalian yang pengemis?" tanya Jelita balik, masih dengan sikap yang tenang."Aku tidak mempermasalahkan apapun dari warisan yang orang tuaku berikan, tapi kenapa, menantu perempuannya yang mengaku kaya ini merasa tidak cukup, bahkan mau mengambil bagianku, apa nggak malu?" tanya Jelita sambil menatap remeh Abel."Heh, suamiku kerja keras banting tulang membesarkan perusahaan Papah dan Mamah! Wajar jika aku tidak rela, kamu yang tidak membantu apa- apa, malah ikut dapat bagian, nggak sudi.""Loh terserah orang tuaku dong! Harta mereka, ya harta kami anak- anaknya. Kamu sebagai orang luar yang cukup di hargai, ha
Bab269"Kenapa wajah kamu murung begitu?" tanya Kevin, ketika memasuki kamar, mendapati Elea yang termenung memandangi ke arah jendela kamarnya."Sudah puluhan tahun, dia menjauh dari kita, sudah puluhan kali juga, dia menolak terhubung dengan kita. Dan sudah berkali- kali juga, dia menutupi semua kesulitannya dari kita. Sebagai orang tua yang hidup bergelimang harta, aku merasa semua sia- sia."Mendengar penuturan Elea, Kevin sedikit bingung.Lelaki itu menarik napas berat, kemudian duduk di sisi wanitanya."Ada apa? Kamu lagi membahas tentang Jelita?" tanya Kevin lagi, memastikan pemahamannya."Iya. Anak nakal itu, aku benar- benar sakit hati, jika mengingat dia. Rasanya aku takut mati mendadak, sebelum dia benar- benar mendapatkan jaminan masa tua yang baik.""Aku tahu kamu sangat mencintai Jelita, dan untuk itu, aku sangat berterima kasih. Tapi kenapa, tiba- tiba kamu berkata sedramatis ini, tidak biasanya.""Aku mendatangkan luka bagi Jelita. Abel, wanita yang kupikir baik, karen
Bab630"Maaf, kami hanya di tugaskan untuk menjemput Ibu Jelita dan keluarganya. Selebihnya, kami tidak bisa menjelaskan apa- apa," ujar salah satu lelaki itu."Jika tidak jelas begini, kami tidak akan mau ikut," jawab Lina dengan tegas."Maaf, kami tidak menerima penolakan," ujar lelaki itu.Lina merasa kesal dan masuk ke dalam rumah mereka. Ada perasaan was- was di hatinya, ketika dua lelaki itu malah memilih duduk di depan rumah mereka.Menunggu kedatangan Enggar dan mertuanya, Lina semakin gelisah.Berselang 10 menit, Enggar dan Jelita pun datang.Melihat kedatangan Enggar dan Jelita, kedua orang yang tadinya duduk langsung berdiri dan memberi hormat pada Jelita, membuat Jelita melotot."Ibu Jelita, kami di perintahkan bapak Kevin dan Ibu Elea, untuk menjemput Anda sekeluarga.""Menjemput kemana? Kami lagi mau pindahan," jawab Jelita. Dia tidak suka dengan semua ini."Bu, siapa itu pak Kevin dan Ibu Elea?" tanya Enggar. Namun Jelita tidak mau langsung menjawab, dia merasa bingung h
Bab631"Bu, kenapa harus seperti ini?" tanya Enggar, dengan menatap kecewa pada Jelita.Jelita menatap hampa kepada Enggar."Maafkan Ibu, Nak. Selama ini, Ibu memang menutupi segalanya dari kalian, panjang ceritanya, jika Ibu menceritakan segalanya.""Tapi bukankah kami berhak tahu kebenarannya. Enggar mengira, Ibu dan Ayah adalah orang sebatang kara, tapi ternyata, Enggar punya keluarga."Lelaki itu tertunduk lesu, seakan sedang mengalami patah hati."Kamu dan Bagus tidak tahu apa- apa, bagaimana mungkin Ibu dengan bangga mengatakan, bahwa kamu punya keluarga lain selain kami. Ibu dengan angkuhnya pergi meninggalkan rumah mereka selama bertahun- tahun. Apakah kalian pikir Ibu orang yang tidak tahu malu? Setelah sekian tahun pergi, kemudian ingin kembali begitu saja?""Ibu diam dan merahasiakan semuanya ini, demi kalian. Ibu tidak ingin, kalian berharap lebih," lirih Jelita."Mengenai Bagus yang anak angkat, apakah Ibu juga harus mengatakannya? Sedangkan sebagai seorang Ibu, cinta ini
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond