1 Bab dulu ya. maaf sabar dulu untuk tambahannya.
Bab631"Bu, kenapa harus seperti ini?" tanya Enggar, dengan menatap kecewa pada Jelita.Jelita menatap hampa kepada Enggar."Maafkan Ibu, Nak. Selama ini, Ibu memang menutupi segalanya dari kalian, panjang ceritanya, jika Ibu menceritakan segalanya.""Tapi bukankah kami berhak tahu kebenarannya. Enggar mengira, Ibu dan Ayah adalah orang sebatang kara, tapi ternyata, Enggar punya keluarga."Lelaki itu tertunduk lesu, seakan sedang mengalami patah hati."Kamu dan Bagus tidak tahu apa- apa, bagaimana mungkin Ibu dengan bangga mengatakan, bahwa kamu punya keluarga lain selain kami. Ibu dengan angkuhnya pergi meninggalkan rumah mereka selama bertahun- tahun. Apakah kalian pikir Ibu orang yang tidak tahu malu? Setelah sekian tahun pergi, kemudian ingin kembali begitu saja?""Ibu diam dan merahasiakan semuanya ini, demi kalian. Ibu tidak ingin, kalian berharap lebih," lirih Jelita."Mengenai Bagus yang anak angkat, apakah Ibu juga harus mengatakannya? Sedangkan sebagai seorang Ibu, cinta ini
Bab632Tiba- tiba pintu ruangan terbuka. Nampak Abel, Raisa dan juga Galih ada di sana."Kalian sudah datang rupanya, ayo masuk," sapa Kevin.Jelita pun nampak terkejut melihat ke datangan mereka, begitu juga dengan Galih, istri dan anak perempuannya itu.Mereka bertiga pun masuk, Abel dan Raisa nampak sangat gelisah sekali."Aduh, ada apa ini?" batin Abel, wanita berstatus menantu itu sangat gelisah saat ini.Mereka pun duduk, Raisa menatap Enggar, juga Lina dan kedua anak Enggar."Siapa mereka, Kek? Kok penampilannya gini banget," ejek Raisa, masih dengan tatapan heran, juga tidak senang."Eh iya, siapa mereka ini? Kok bisa ada di ruangan ini juga," timpal Abel dengan sengaja, agar rasa penasarannya terobati."Duduk saja, duduk belum sudah banyak tanya," jawab Elea, membuat mereka berdua pun diam seketika. Akhirnya mereka duduk.Enggar dan Lina sangat tidak nyaman dengan ucapan Raisa, tapi mereka juga tidak berani untuk menyahutnya."Abel, Raisa, dan Galih. Kalian tahu, kenapa Mamah
Bab633Pov Jelita.Kupandangi wajah bersedih Enggar dan Lina, ketika dengan lantangnya anak perempuan Galih menghina kami.Apakah menjadi orang miskin itu sangat menjijikan bagi mereka? Sehingga ketika masuk ke dalam ruangan hotel ini saja, dan mereka bersitatap pada kami, nampak sekali raut sinis bercampur jijik itu terlihat di pandangan Raisa dan Abel.Awalnya aku tidak menyangka, bahwa mereka juga datang kemari. Yang paling tidak kusangka, rupanya mereka di minta datang kemari, hanya untuk mengakui perbuatan mereka tempo hari padaku.Lucunya lagi, mereka nampak ingin menutupi fakta. Hanya saja, aku tidak menyangka, bahwa kepala pelayan, merekam semua percakapan mereka padaku.Pada akhirnya, Raisa terlihat tidak tahan lagi dan menunjukkan ke kasarannya di depan Papah dan Mamah. Yang parahnya lagi, dengan lantang dia menghina kami, yang selalu dianggap rendah.Plak .... aku tersentak, ketika melihat Galih menampar keras pipi Raisa.Wanita muda itu langsung tersungkur ke lantai, karen
Bab634Pov Jelita."Nenek, tolong Raisa," pekik gadis angkuh itu. Aku dan lainnya terdiam, ketika dia tiba- tiba bersimpuh di bawah kaki Mamah Elea.Sedangkan Abel, wanita itu terisak- isak, seakan ikut terharu dengan apa yang anak gadisnya lakukan."Nenek, selama ini kita begitu dekat. Tapi kenapa, Nenek jadi berubah begini sama Raisa. Raisa rasanya tidak terima, jika cinta kasih Nenek, di rebut orang lain," lirih Raisa. Ah, gadis nakal itu tetap saja menunjukkan ketidaksukaannya padaku.Mamah Elea masih terdiam, membiarkan Raisa mengungkapkan isi hatinya."Dari kecil kita hidup bersama, Nek. Sedih rasanya, jika Nenek tiba- tiba membenci Raisa dan Mamah begini," lanjut gadis angkuh itu."Raisa," panggil Mamah Elea."Kamu bisa berdiri dan menjauh nggak? Nenek sangat tidak nyaman sekali dengan sikap kamu ini. Dari bayi, kamu memang sudah hidup bersama kami. Bahkan, hingga usiamu sekarang ini. Tapi apakah pernah kamu begitu dekat sama Nenek dan Kakek? Rasanya tidak.""Meskipun 1 rumah, k
Bab635Pov Jelita "Enggar, renungkan perkataan kami ini baik- baik. Jika kamu dan Lina, menyayangi anak- anak kalian, jangan biarkan mereka merasakan hidup kesulitan," ujar Mamah Elea."Kalian semakin berumur, seharusnya semakin dewasa, kan!!" ujar Mamah Elea lagi.Enggar dan Lina hanya bisa terdiam. Sementara Papah dan Mamah Elea menatap kami dengan intens.Adam sendiri celingak- celinguk layaknya bocah yang tidak paham apa- apa, tapi dia tahu untuk tidak banyak bicara diantara banyaknya orang dewasa yang berbincang.Sementara Dastan, anak Bagus yang berusia baru beberapa bulan itu masih terlelap di dalam gendongan kain yang Lina lilitkan di tubuhnya."Tidak ada yang mau bersuara?" tanya Papah, memecah keheningan kami semua."Enggar akan pikirkan lagi," sahut anak lelakiku itu."Bagus! Saya kasih waktu kalian 2 hari saja, jangan membuat kami kecewa," ujar Papah menekankan kalimat peringatannya.Enggar mengangguk patuh, kami pun tidak diizinkan langsung pergi, melainkan dibawa berbel
Bab636Pov Jelita."Mamah," pekik Rara, terkejut karena Ibunya tiba- tiba di pukul."Berani sekali kamu berkata sekasar itu pada anakku!!" bentak Mamah Elea kepada Amira.Bagus terkejut, begitu juga dengan Amira. Wanita itu memegangi pipinya yang kesakitan, dan Bagus membantu wanita itu berdiri."Anak? Anak dari mana, saya akan tuntut Anda, karena berani sekali memukul wajah saya," teriak Amira, dan plak, untuk kedua kalinya Mamah Elea memukul wajah Amira."Aggrrrhhh, sakit!" pekik Amira."Tuntut saya! Biar saya tidak rugi kamu tuntut, saya ingin membuat wajahmu rusak sekalian," ujar Mamah Elea, membuat kami semua terkejut."Sudah, Mah! Jangan begitu di depan Rara, kasihan dia ketakutan," ucapku pelan mengingatkan.Mamah Elea yang nampak tersulut emosi, sekita menatap ke arah Rara yang memelukku sambil menangis."Dasar orang tua sialan," teriak Amira dengan berani."Akan kubuat kamu menyesal dan berlutut di depanku! Brengsek, berani sekali dia memukul- mukul pipiku," lanjutnya berapi-
Bab637Elea membawa keluarga kecil Jelita untuk berbelanja pakaian mereka. Wanita yang usianya sudah renta itu pun begitu semangat memborong beberapa pakaian yang cukup mahal untuk kedua cucu Jelita."Apa yang kamu pikirkan?" tanya Kevin, mendekati wanitanya itu, ketika mereka berdua sudah berada di kamar hotel.Aroma sabun menguar, di indera penciuman Elea. Kevin, meskipun usia lelaki itu juga sudah tidak muda lagi, namun setiap selesai mandi, dia akan lebih dulu mendekati istrinya."Aku ingin membeli hunian mewah, untuk Jelita dan anak- cucunya.""Oh ya, kata kamu, mereka sudah membeli rumah minimalis," ujar Kevin, kemudian lelaki itu memeluk istrinya dari belakang dan meletakkan kepalanya di punggung Elea."Iya benar, tapi aku sakit hati dengan hinaan menantu dan anak angkatnya Jelita hari ini. Aku tidak suka, ada orang yang menghina anakku," jelas Elea. Kevin tersenyum, dia tahu Elea sangat menyayangi Jelita. Maka dari itu, selagi cinta dan kasih Elea masih positif, dia tidak akan
Bab638"Bu, kenapa kita malah di hotel ini lagi?" tanya Enggar, ketika Jelita berkunjung ke kamar mereka."Permintaan Kakek dan Nenek kamu, tidak bisa di tolak begitu saja, Nak.""Bu, Enggar merasa malu, dan rendah diri, jika kita dianggap mengharap belas kasihan mereka," ungkap Enggar."Kamu merasanya bagaimana, Nak? Apakah menerima kebaikan, serta warisan dari mereka, bagian dari memelas?" tanya Jelita.Lina masih terdiam, sambil merebahkan diri, karena sedang memberikan asi untuk Dastan.Sedangkan Adam sendiri, anak lelaki itu sedang lelap tertidur, dengan memeluk mainannya. Mainan pertama yang cukup besar, yang dia bisa miliki."Aku merasa menjadi lelaki tidak berguna, bu.""Kalau begitu buang perasaan sia- sia itu, tunjukkan pada Ibu dan keluarga besar Ibu, kalau kamu adalah seorang laki- laki yang bertanggung jawab, dan bisa diandalkan. Jadikan semua yang mereka berikan, sebagai modal untuk kamu, mewujudkan semua impian kamu dan keluarga kecil kalian.""Ibumu ini bukan orang kay
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond