"Lebih baik kamu perbaiki sikapmu daripada terus meminta aku memaafkan kamu, rasanya aku tidak ingin melihat wajahmu dulu, kita tidak bisa saling berhadapan. Aku mau kamu cari kegiatan di rumah ini untuk satu hari penuh, terserah mau kamu apa, aku berikan kamu uang kalau mau belanja seharian." Wiliam mengeluarkan kartunya yang tidak akan habis walaupun Silvi belanja banyak barang. Silvi tentu tidak terima jika Wiliam semarah ini kepadanya. "Sayang tolong kamu jangan kaya gini. Aku minta maaf dan aku tidak mau belanja atau pergi dari rumah ini walaupun hanya satu hari, tadi aku sudah minta maaf sama kamu, apa aku perlu bersujud di depanmu agar kamu mau memaafkan aku? Baik akan aku lakukan!" Silvi mulai bersujud membuat pria di depannya merasa iba dan mengangkat tubuh istrinya untuk berdiri. "Bangunlah dan ikuti perintah aku sebelum aku bertambah marah. Biarkan aku menangani Vea terlebih dahulu, aku tau rasanya cemburu memang tidak enak, tapi aku perlu waktu menyelesaikan dengan V
Wiliam dan Vea duduk di depan dokter yang sudah mengumpulkan hasil tes kesuburan mereka berdua. Keduanya sangat penasaran dengan hasilnya. "Gimana dok hasilnya, apa bisa keluar hari ini juga?" Dibalik pertanyaan yang ditanyakan Vea pada dokter, ada Wiliam yang terus memandangi istrinya yang lebih tidak sabar daripada dirinya. "Hasilnya akan keluar beberapa hari. Nanti pihak rumah sakit akan menghubungi kalian berdua," jawab dokter. Wiliam sudah tahu kalau hasilnya tidak mungkin langsung keluar dikarenakan dia pernah tes yang sama dengan ketiga istrinya yang lain. "Kalau begitu kami permisi dulu dok," pamit Wiliam menarik tangan Vea agar ikut keluar dari ruangan dokter. Dokter mempersilahkan mereka keluar, dokter yang sama seperti yang dibawa Silvi pertama kalinya. Saat mereka berdua keluar, ada seseorang yang menggunakan kaca mata hitam dan memakai selendang untuk menutupi kepalanya. "Aman kan dok?" Seseorang itu masuk dan langsung duduk di sana menatap dokter yang sek
Sampai di rumah Wiliam mengajak Vea masuk ke dalam ruang kerja yang selama ini tidak ada yang berani masuk termasuk Silvi ke dalam sana. "Masuklah," kata Wiliam. Vea membaca ada tulisan jangan berani masuk ke dalam sana kecuali atas izinku, dia melihat ke mata Wiliam. "Oh, itu tulisan berlaku untuk mereka bertiga, kamu masuk saja karena aku yang mempersilahkannya. Sekarang Vea merasa dirinya sangat istimewa dibandingkan ketiga istri Wiliam yang lain, Wiliam juga selama ini selalu menolongnya termasuk mempertemukan orang tuanya. "Wiliam. Kamu pasti mencintai aku lebih besar daripada mereka bertiga?" Pernyataan itu keluar begitu saja dari mulut Vea, dia mau tahu jawaban Wiliam. Hatinya membutuhkan semua itu. "Benar sayang. Cuma kamu yang bisa membuat aku begitu mencintai, masuklah dan jangan berisik di sini, aku takut mereka melihat kita berdua." Vea mengangguk dan masuk mengikuti Wiliam. Hatinya berbunga-bunga setelah tahu Wiliam begitu sangat mencintainya. Dicarinya be
Tiga jam berada di dalam kamar Ria membuat Vea dan Wiliam khawatir dengan orang rumah yang akan mencari keberadaan mereka. "Wiliam. Kamu tau kan Silvi masih setengah hati padaku, nanti dia marah atau tidak kita seperti ini di dalam kamar Ria? Seharusnya kalau memang madunya tidak ada, jatahnya akan diserahkan pada istri pertama." Vea duduk bersama Wiliam di dekat tempat tidur, mereka sudah puas bermain banyak gaya di sana. Sedangkan Wiliam mulai keluar dengan perlahan dan bertatapan langsung dengan Silvi di depan pintu kamar. "Kamu di kamar Ria, Mas?" Silvi menengok ke dalam ternyata benar dugaannya kalau Vea ada di bersama suaminya. Sekarang Vea akan bertanya pada Wiliam. "Kamu tau peraturan di rumah ini kalau maduku tidak ada maka jatahnya hanya boleh sama aku kan? Mas tau sendiri apa yang aku buat ini untuk mendisiplinkan para maduku agar tidak meninggalkan kewajibannya pada Mas," protes Silvi di sela Vea mulai keluar berada di samping Wiliam. Vea mendengar jika peraturan
Kemarahan Silvi berhenti ketika dia harus menyiapkan sesuatu yang sudah dijanjikan dirinya dengan Wiliam untuk menyiapkan segala sesuatu persiapan resepsi pernikahan Vea dan suaminya. "Aku lupa. Pergilah ke kamarmu Cici, aku tidak mau melihat wajahmu dulu, lain kali kamu jangan bicara sebelum aku yang memintanya." Silvi dengan tegas tidak mau Cici berbicara seenaknya dan memberontak seperti Vea. Karena selama ini Silvi yang berkuasa di rumah Wiliam. "Iya, Kak Silvi maafkan aku." Cici pergi dari pandangan Silvi yang sudah memegang ponselnya dan segera menghubungi seseorang agar urusannya bisa selesai hari ini. Semua sudah dipersiapkan, Wiliam sendiri mau malam ini adalah resepsi pernikahannya bersama Vea yang secara langsung akan dilakukan di sebuah hotel ternama yang tidak jauh-jauh dari istrinya yang lain yaitu Ria, dia mau Ria juga bisa hadir walaupun sibuk bekerja di dalam dapur. Pada malam hari ketika Vea sendiri belum bersiap-siap. Secara mendadak tubuh Vea diangk
Jam sudah berputar sangat cepat sehingga malam membuat acara resepsi Wiliam dan Vea selesai. Ada Silvi yang mengikuti Wiliam untuk suaminya segera pergi dari hotel bersamanya. Vea ditinggal bersama Cici yang membantunya untuk berjalan ke arah luar hotel. Sedangkan Ria harus menginap di hotel itu karena tuntutan pekerjaan. "Malam ini sudah selesai, jatah kamu sama Vea telah digunakan untuk resepsi, jadi mulai dini hari kamu akan bersamaku lagi Wiliam." Sontak membuat Wiliam menyadari akan hal itu. Dia sedikit menyesal mengapa acaranya harus di malam bersama Vea. "Kalau begitu kita pulang, kamu jangan berisik dulu aku mau istirahat di dalam mobil, kamu tau tadi aku banyak bertemu sama orang." Wiliam memegangi kepala. Rasanya acara ini membuatnya lelah dan banyak pikiran setelah ujungnya dia tidak bisa menyentuh pengantinnya. "Kalau begitu iya, Mas. Kamu masuk dulu ke dalam mobil, aku mau bicara sama Vea," kata Silvi. Tangan Wiliam menarik paksa Silvi masuk ke dalam mobil untuk
Silvi masuk ke dalam rumah, dia mau melihat kondisi madunya yang ada di dalam kamar. Betapa terkejutnya Silvi tidak melihat Vea di atas tempat tidur. "Ke mana dia?" Segera Silvi masuk untuk menggeledah kamar Vea, di dalam kamar mandi kosong, ternyata Silvi melihat Vea ada di balkon. "Rupanya dia ada di sini, sepertinya dia habis menangisi malam mesra aku bersama Mas Wiliam. Lihat matanya bengkak sekali. Aku puas melihatnya seperti ini, tapi aku akan tambahkan agar penderitaannya bertambah sama seperti aku." Diambilnya gelas yang berisi air milik Vea tadi malam. Begitu cepat air itu diguyurkan ke muka wanita itu sampai bangun dan terkejut ada Silvi di depannya. "Kamu?" Vea bangun dari sana dan menghapus air yang tadinya ada di wajahnya. Ternyata Silvi mau menindasnya lagi di saat tidur. "Benar aku. Jadi kamu sedih mendengar aku bermain sama Mas Wiliam? Kamu tau kan malam ini juga masih jatahnya aku sampai dini hari, rasanya sangat nikmat bermain sama Mas Wiliam. Kamu tidak a
Dari sudut mata Silvi berada di depan suaminya yang marah akan tamparannya pada Vea tidak membuatnya sadar. "Mas dengarkan aku dulu. Tadi Vea yang mencari gara-gara sama aku, kamu dengar sendiri apa yang dibicarakan dia tentang aku, dia juga bilang waktu di dalam kamar aku sangat busuk dan munafik, aku cuma manusia Mas, aku bisa sakit hati juga walaupun aku sudah merelakan kalian menikah, tapi seharusnya dia bisa menghargai aku sebagai istri pertama kamu," kata Silvi mengadu pada Wiliam dan membuat seolah pertengkarannya dengan Vea adalah salah madunya. Wiliam mencoba menurunkan emosinya untuk membalas apa yang dikatakan Silvi orang yang selama ini selalu berulah dan pria itu tahu secara diam-diam. "Cukup Silvi! Sekarang kamu minta maaf sama Vea atau aku akan kasih kesempatan Vea untuk menampar balik wajahmu itu!" Dengan tegas Wiliam bersikap adil pada keduanya, bahkan Vea sendiri tidak bicara sama sekali tetapi Wiliam mengerti jika Vea tidak mungkin memulai pertengkaran kalau