Bagus Raf!
Chalista berdiri dengan jantung berdebar kencang tepat di balik pintunya. Dia barusaha selesai mengunci pintunya rapat rapat karena dia mendengar suara mamanya sedang memergoki Rafael tadi di luar.Saat ia akan tidur sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya, dia syok saat mendngar suara Mayang dari luar persis tepat saat Rafael barusaja keluar dari kamarnya. Chalista bahkan tak tau apa Rafael sudah memakai pakaiannya dengan benar atau belum saat dia keluar tapi yang pasti mamanya tidak mengetuk pintunya setelah itu.Chalista langsung meloncat dan mengunci pintu, lalu dia memakai semua pakaiannya yang berserakan takut takut mamanya kembali mengecek ke kamarnya. Dia benar benar tak tau apa yang terjadi saat ini.“Apa yang Rafael katakan sebagai alasan?” Chalista berucap dengan wajah khawatir sambil memegang dadanya, karena masih terkejut tadi.Chalista sangat was-was membayangkan apa yang terjadi diluar tadi karena setelah ia menutup pintu CHalista sudah tak mendengar apapun
Kedua orang itu berhenti tepat di depan pintu kamar Chalista. Rafael dan Chalista sontak melihat ke arah Abimanyu yang sedang menatap keduanya dengan tatapan tajam seakan matanya bisa membunuh CHalista hidup hidup di sana.Disisi lain Rafael terlihat tak terganggu sama sekali. Pria itu menatap dengan tatapan dingin andalannya yang memang selalu dia layangkan pada Abimanyu. Hal ini membuat Chalista ketakutan setengah mati, tangannya gemetar.Abimanyu adalah orang yang paling Chalista takuti selama ini.Chalista berucap dengan nada gemetar, “Pa….pa.” Kemudian dia langsung berhenti, mengehentikan langkah kakinya dengan Rafael yang berdiri di depannya.Chalista sungguh tak tau apa yang terjadi, dia hanya tau Rafael hampir tertangkap basah oleh mamanya tapi kini mamanya tidak ada dan malah papanya yang muncul. Kurang buruk apalagi hari ini baginya?Ia tak tau apa yang akan papanya ini pikirkan saat melihatnya pergi subuh seperti ini bersama Rafael padahal dia yang selalu mewanti wanti Chali
Disepanjang perjalanan Chalista terdiam sepenuhnya. Seakan dia perli banyak waktu untuk memproses ucapan Rafael tadi yang masih terngiang –ngiang di kepalanya sama seperti perkataan menyakitkan yang akan selalu dia ingat sampai mati, namun bedanya kali ini perkataan itu tidak menyakitinya.Tapi, meninggalkan sebuah harapan untuknya.“Sayang kita akan menikah di saan.” Perkataan Rafael itu masih saja terus menempel di otaknya dan terus berulang ulang terdengar melalui telinganya seperti Rafael mengucapkannya untuk dia dengar ribuan kali.Chalista kini mnegalikan tatapannya pada Rafael yang tengah menyetir mobil dengan tenang, dan wajahnya terlihat sangat tenang, dengan cahaya lampu di jalanan Chalista dapat melihat Rafael juga merasakan hal yang sama dengannya.Ada cahaya di wajahnya, ada harapan di wajahnya sama seperti dirinya. Hal ini membuat Chalista berpikir dalam hatinya, seberapa besar dia sudah mencitai pria di sampingnya ini? Seberapa besar dia mencintai kakak angkatnya ini, pr
“You look gorgeous, darling.” Chalista langsung tersenyum lebar saat menatap pantulan dirinya di depan cermin. Seorang penata rias dengan rambut blonde tengah merias wajah Chalista karena hari ini adalah hari pernikahannya dengan Rafael.Entah keberanian dan keyakinan darimana tapi Chalista sudah memantapkan pilihannya untuk menikahi Rafael, demi bayinya juga.“Thank you,” ucap Chalista masih dengan senyuman manis di wajahnya yang membuat kecantikanya bertambah berkali kali lipat.Chalista memakai adat jawa, dipadukan dengan kebaya dan kamen batik yang beberapa kali membuat decak kagum keluar dari penata rias berkebangsaan Singapura ini sejak tadi. Pasalnya, tidak hanya cantik, tapi dia juga terlihat sangat anggun dan menyatu dengan pakaian itu.Rafael memang sengaja mengundang seminim mungkin orang dari Indoensia agar dia tak perlu repot membayar uang tutup mulut pada mereka. Hanya pak penghulu yang ia tau berasal dari Indoensia dan diterbangkan langsung oleh Rafael.Mengingat Rafael
Brak!“Raf! Kamu mengejutkanku!” bentak Chalista saat dia tengah berusaha melepas riasan dan make up yang dia pakai sambil berdiri di cermin dengan kapas yang sudah berserakan diatasnya.Keduanya sedang ada di salah satu kamar VVIP yang dipesan Rafael yang merupakan salah satu hotel termewah di Singapura. Ibunya sudah balik ke Indonesia lebih dulu karena dia memang tidak bisa meninggalkan urusan panti. Chalista juga tidak bisa bersikap egois dengan memaksa ibunya tetap disini sementara Rafael terus menempel dengannya seperti ini.Kapan dia bisa menghabiskan waktu dengan ibunya? Hampir tidak bisa. Oleh karena itulah Chalista dengan terpaksa membiarkan ibunya pulang lebih dahulu.Lagipula, kehadirannya menjadi saksi tadi sudah cukup membuatnya sangat bahagia di hari spesesialnya ini.“Sayang,” lirih Rafael yang tadi datang dengan terburu-buru sambil memeluk Chalista dari belakang. Tangan besar Rafael memeluk pinggang ramping wanita itu karena perutnya belum membesar dan ia masih terlihat
“Ini akan menjadi malam pertama kita, apa yang membuatmu malu sayang?” bisik Rafael tatkala Chalista malah memeluknya dengan erat saat ia sedikit lagi saja sudah sepenuhnya bisa melihat dua gundukan yang selalu membuatnya panas dingin itu.Tangan Rafael memegang erat pinggang ramping wanita itu, dan sesuatu di bawah sana sudah menuntut untuk dipuaskan. “Sayaang,” bisik Rafael lagi agar Chalista mengizinkannya melihat tubuh telanjangnya dengan jelas, tapi wanita itu masih memeluknya erat.“Menurutlah saat aku masih sabar,” ucapnya dengan nada yang cukup mengintimidasi membuat sekujur tubuh Chalista menegang. Dia sudah bisa merasakan betapa Rafael menginginkannya saat ini karena suhu tubuhnya naik, dengan napas yang terburu-buru dan dia dapat merasakan sesuatu yang mengeras di bawah sana.Chalista menelah ludahnya susah payah. Walau sudah sering melakukannya dengan pria ini tapi itu tak membuatnya terbiasa. Setiap kali Rafael menyentuhnya ia selalu merasakan getaran yang sangat hebat dan
“Mas, lepas tangannya di sini udah mau sampai,” peringat Chalista saat keduanya masih di dalam mobil dengan seorang supir di depan sedang mengemudi tapi Rafael sejak tadi tak mau melepaskan tangan Chalista walau wanita itu sudah menolaknya.Entahlah aneh saja rasanya bermesraan dengan suaminya ini saat dia memakai pakaian formal seperti ini. dengan jas yang membalut tubuh kekarnya, rambutnya yang sudah tertata rapi rasanya masih mimpi bagi Chalista, sekarang saat Raafel sudah resmi menjadi suaminya sendiri.“Sebentar saja, untuk mengumpulkan semangat,” jawabnya dengan enteng, seketika membuat Chalista langsung menoleh ke arah Rafael yang masih menatap lurus ke depan tapi tangan kirinya memegang tangan kanan Chalista dengan sangat erat, seakan wanita itu akan hilang jika genggamannya melonggar.Chalista tak menjawab saat Rafael menagtaakn itu karena dia tau pria ini tidak ingin berangkat ke kantor hari ini. TAdi pagi, setelah melalukan pertempuran semalaman keduanya kesiangan bangun unt
Brak!Chalista sontak berdiri saat melihat Rafael membentakkan tangannya di meja panjang yang ada di ruangan rapat itu setelah mendengarkan perkataan Mr.Nick tentang syaratnya untuk mulai berinvestasi di perusahaan baru Rafael.Keadaan memeng sudah sangat menegangkan tadi saat Mr.Nick menyuruh orang yang tidak berkaitan langsung untuk keluar dari sini termasuk Chalista yang ditunjuk tadi tapi Rafael langsung mengancam tidak akan ada negosiasi jika sekretarisnya keluar dari ruangan.Sejak kejadian itu, suasana sudah mulai memanas mengingat Chalista tau suasana hati Rafael memang sudah buruk sejak pagi tadi dan dia yakin suasana hatinya kian memburuk saat ini.Entah apa yang direncakan Mr.Nick hingga dia menjadi seprotektif itu untuk mengajukan syaratnya karena di ruangan ini kini hanya ada beberapa orang yang memang memiliki jabatan yang tinggi saja sementara sisanya tadi sudah keluar atas permintaan Mr.Nick.Kini Chalista satu satunya wanita yang ada di ruangan rapat itu tengah memegan