vote for next, thank youuu
Disepanjang perjalanan Chalista terdiam sepenuhnya. Seakan dia perli banyak waktu untuk memproses ucapan Rafael tadi yang masih terngiang –ngiang di kepalanya sama seperti perkataan menyakitkan yang akan selalu dia ingat sampai mati, namun bedanya kali ini perkataan itu tidak menyakitinya.Tapi, meninggalkan sebuah harapan untuknya.“Sayang kita akan menikah di saan.” Perkataan Rafael itu masih saja terus menempel di otaknya dan terus berulang ulang terdengar melalui telinganya seperti Rafael mengucapkannya untuk dia dengar ribuan kali.Chalista kini mnegalikan tatapannya pada Rafael yang tengah menyetir mobil dengan tenang, dan wajahnya terlihat sangat tenang, dengan cahaya lampu di jalanan Chalista dapat melihat Rafael juga merasakan hal yang sama dengannya.Ada cahaya di wajahnya, ada harapan di wajahnya sama seperti dirinya. Hal ini membuat Chalista berpikir dalam hatinya, seberapa besar dia sudah mencitai pria di sampingnya ini? Seberapa besar dia mencintai kakak angkatnya ini, pr
“You look gorgeous, darling.” Chalista langsung tersenyum lebar saat menatap pantulan dirinya di depan cermin. Seorang penata rias dengan rambut blonde tengah merias wajah Chalista karena hari ini adalah hari pernikahannya dengan Rafael.Entah keberanian dan keyakinan darimana tapi Chalista sudah memantapkan pilihannya untuk menikahi Rafael, demi bayinya juga.“Thank you,” ucap Chalista masih dengan senyuman manis di wajahnya yang membuat kecantikanya bertambah berkali kali lipat.Chalista memakai adat jawa, dipadukan dengan kebaya dan kamen batik yang beberapa kali membuat decak kagum keluar dari penata rias berkebangsaan Singapura ini sejak tadi. Pasalnya, tidak hanya cantik, tapi dia juga terlihat sangat anggun dan menyatu dengan pakaian itu.Rafael memang sengaja mengundang seminim mungkin orang dari Indoensia agar dia tak perlu repot membayar uang tutup mulut pada mereka. Hanya pak penghulu yang ia tau berasal dari Indoensia dan diterbangkan langsung oleh Rafael.Mengingat Rafael
Brak!“Raf! Kamu mengejutkanku!” bentak Chalista saat dia tengah berusaha melepas riasan dan make up yang dia pakai sambil berdiri di cermin dengan kapas yang sudah berserakan diatasnya.Keduanya sedang ada di salah satu kamar VVIP yang dipesan Rafael yang merupakan salah satu hotel termewah di Singapura. Ibunya sudah balik ke Indonesia lebih dulu karena dia memang tidak bisa meninggalkan urusan panti. Chalista juga tidak bisa bersikap egois dengan memaksa ibunya tetap disini sementara Rafael terus menempel dengannya seperti ini.Kapan dia bisa menghabiskan waktu dengan ibunya? Hampir tidak bisa. Oleh karena itulah Chalista dengan terpaksa membiarkan ibunya pulang lebih dahulu.Lagipula, kehadirannya menjadi saksi tadi sudah cukup membuatnya sangat bahagia di hari spesesialnya ini.“Sayang,” lirih Rafael yang tadi datang dengan terburu-buru sambil memeluk Chalista dari belakang. Tangan besar Rafael memeluk pinggang ramping wanita itu karena perutnya belum membesar dan ia masih terlihat
“Ini akan menjadi malam pertama kita, apa yang membuatmu malu sayang?” bisik Rafael tatkala Chalista malah memeluknya dengan erat saat ia sedikit lagi saja sudah sepenuhnya bisa melihat dua gundukan yang selalu membuatnya panas dingin itu.Tangan Rafael memegang erat pinggang ramping wanita itu, dan sesuatu di bawah sana sudah menuntut untuk dipuaskan. “Sayaang,” bisik Rafael lagi agar Chalista mengizinkannya melihat tubuh telanjangnya dengan jelas, tapi wanita itu masih memeluknya erat.“Menurutlah saat aku masih sabar,” ucapnya dengan nada yang cukup mengintimidasi membuat sekujur tubuh Chalista menegang. Dia sudah bisa merasakan betapa Rafael menginginkannya saat ini karena suhu tubuhnya naik, dengan napas yang terburu-buru dan dia dapat merasakan sesuatu yang mengeras di bawah sana.Chalista menelah ludahnya susah payah. Walau sudah sering melakukannya dengan pria ini tapi itu tak membuatnya terbiasa. Setiap kali Rafael menyentuhnya ia selalu merasakan getaran yang sangat hebat dan
“Mas, lepas tangannya di sini udah mau sampai,” peringat Chalista saat keduanya masih di dalam mobil dengan seorang supir di depan sedang mengemudi tapi Rafael sejak tadi tak mau melepaskan tangan Chalista walau wanita itu sudah menolaknya.Entahlah aneh saja rasanya bermesraan dengan suaminya ini saat dia memakai pakaian formal seperti ini. dengan jas yang membalut tubuh kekarnya, rambutnya yang sudah tertata rapi rasanya masih mimpi bagi Chalista, sekarang saat Raafel sudah resmi menjadi suaminya sendiri.“Sebentar saja, untuk mengumpulkan semangat,” jawabnya dengan enteng, seketika membuat Chalista langsung menoleh ke arah Rafael yang masih menatap lurus ke depan tapi tangan kirinya memegang tangan kanan Chalista dengan sangat erat, seakan wanita itu akan hilang jika genggamannya melonggar.Chalista tak menjawab saat Rafael menagtaakn itu karena dia tau pria ini tidak ingin berangkat ke kantor hari ini. TAdi pagi, setelah melalukan pertempuran semalaman keduanya kesiangan bangun unt
Brak!Chalista sontak berdiri saat melihat Rafael membentakkan tangannya di meja panjang yang ada di ruangan rapat itu setelah mendengarkan perkataan Mr.Nick tentang syaratnya untuk mulai berinvestasi di perusahaan baru Rafael.Keadaan memeng sudah sangat menegangkan tadi saat Mr.Nick menyuruh orang yang tidak berkaitan langsung untuk keluar dari sini termasuk Chalista yang ditunjuk tadi tapi Rafael langsung mengancam tidak akan ada negosiasi jika sekretarisnya keluar dari ruangan.Sejak kejadian itu, suasana sudah mulai memanas mengingat Chalista tau suasana hati Rafael memang sudah buruk sejak pagi tadi dan dia yakin suasana hatinya kian memburuk saat ini.Entah apa yang direncakan Mr.Nick hingga dia menjadi seprotektif itu untuk mengajukan syaratnya karena di ruangan ini kini hanya ada beberapa orang yang memang memiliki jabatan yang tinggi saja sementara sisanya tadi sudah keluar atas permintaan Mr.Nick.Kini Chalista satu satunya wanita yang ada di ruangan rapat itu tengah memegan
“MAS…Pak Rafael anda langsung keluar begitu saja?” pekik Chalista di lorong gedung perusahaan Rafael itu. Mereka ada di lantai 10 dan beberapa pegawai lainnya terlihat menyapa Rafael saat Chalista salah mengucapkan nama pria itu.Bisa bisanya dia memanggil Rafael dengan sebutan ‘mas’ di sini. Dia keceplosan di waktu yang tidak tepat. Walaupun sebagian besar pegawai di sini berbahasa Inggris namun tidak menutup kemungkinan kan ada pegawai dari Indonesia yang bekerja di perusahaan baru Rafael ini dan mencurigainya karena memanggil Rafael dengan sebutan ‘mas’?Argh! Begini jadinya kalau Chalista panik. Dia langsung mengejar Rafael yang tiba-tiba keluar begitu saja tanpa menunggu Mr.Nick menyelesaikan ucapannya sebelumnya.CHalista hanya khawatir ini malah semakin buruk. SIapa tau kan Mr.Nick masih punya sesutau yang ingin diucapakan? Tapi Rafael malah memutus sepihak pembicaraan mereka setelah berhasil membungkam Mr,Nick dengan bocoran data kondisi perusahannya.Rafael benar benar kejam.
“Mas…kita harus ke tempat acaranya sebentar lagi,” ucap Chalista di sisa kesadarannya saat Rafael mulai mencumbu area lehernya dengan sangat bergairah.Pria itu dengan kasar langsung mengesampingkan rambut panjang Chalista dan mulai mengecup leher jenjang wanita itu.Chalista langsung menggelinjang saat merasakan kenikmatan yang diberikan pria itu.Dia berusaha mengembalikan logikanya karena mereka masih ada di ruangan kantor Rafael dan jika mereka membuka pintu maka seluruh pegawai di lantai ini akan langsung melihat. Jika ada yang masuk Chalista yakin dirinya tak akan sempat memperbaiki dirinya yang penampilannya sudah cukup kacau ini.“Ahhh….mas.” Chalista menahan desahannya sambil menggigit bibir bawahnya tatkala tangan Rafael dengan nakal mulai menyapu area diantara kedua paha Chalista yang sudah basah dan panas itu.Beberapa kali pria itu berbisik mengatakan jangamn menahan desahannya tapi Chalista tak peduli, dia tetap menahannya karena memang mereka ada di kantor.“Jangan menaha