Memang top Monika...
Setelah kejadian mengejutkan tadi dan seluruh fakta yang ia ketahui Chalista langsung berjalan cepat menuju ke kamarnya. Seluruh pertanyaan yang ingin dia tanyakan pada Morgan dia abaikan karena takut ketahuan oleh Monika.Termasuk, semua pertanyaanya pada Rafael dia simpan untuk saat ini karena dia tak bisa menemui pria itu sembarangan saat mereka sedng ada di rumah mama dan papanya itu sangat beresiko.Perlahan kaki jenjang wanita itu berjalan menapaki tangga spiral yang akan membawanya menuju ke lantai dua. Penerangan di jalan menuju ke kamarnya hanya temaram, lampu malam dengan warna kuning keemasan karena memang pelayan akan mematikan lampu utama menjelang jam tidur.Chalista langsung mendorong pintu kamarnya saat dia sudah sampai di depan pintu berwarna putih itu dan dia masuk dengan mengunci pintunya rapat rapat.Namun, saat ia masuk lampunya mati. Bukan mati lampu tapi hanya lampu kamarnya yang mati. Ini aneh karena semua lampu lain di rumah menyala tapi kenapa hanya ruangan ka
“Sayang…aku sangat merindukanmu..ah bagaimana bisa kau senikmat ini hm?” desah Rafael saat dia mulai memompa pusakanya ke liang kenimatan Chalista, membuat gadis itu merep melek menahan kenikmatan tiada tara yang Rafael berikan.Hal ini mengingatkannya pada malam itu, malam pertamanya tiba di rumah dan malam kecelekaaan itu terjadi saat Rafael menidurinya untuk pertama kalinya dan ia sangat syok waktu itu sampai tak bisa berkata kata lagi apalagi dia masih perawan dan Rafael sendiri melihat bercak darah yang ada pada sprey di kamarnya.Mendadak ia terpikir sesuatu. “Ahhmmm Raf…tunggu.” Ia menyela saat Rafael ingin memainkan kedua payudaranya yang naik turun karena dipompa pria itu dari bawah. Hal ini membuat Rafael kesal, dia paling tak suka diganggu saat sedang berhubungan seperti ini.Pria itu langsung mendekatkan wajahnya agar hidungnya beradu dengan hidung wanita itu, dan kedua mata mereka bertatapan. Dengan nakalanya Rafael menjilat bibir ranum wanita itu hingga ke dagu dna lehern
Rafael mematikan saklar lampu yang ada di kamar Chalista saat ia bergegas keluar dengan baju yang asal dipakai saja dengan kancing yang masih terbuka beberapa di bagian atasnya.Keringat panas masih menetes dari dahi pria itu karena bekas percintaan panasnya yang hampir membuat kesadarannya hilang. Bayangan Chalista yang ada di atasnya, membuatnya kembali mengeras.Dia menoleh perlahan pada punggung mulus wanita itu yang sedang menyelimuti dirinya dengan selimut tebal. Semburat senyum terbit di wajah tampan Rafael yang akan pergi keluar meninggalkan wanita pujaanya dengan rasa terpaksa karena dia tidak bisa mengambil resiko untuk tidur di kamar wanita lain yang ada tepat di sebelah kamar istrinya.Ya, segila apapun Rafael saat ini mencintai Chalista, tapi dia masih berusaha berpikir normal.Semuanya masih ada di bawah kendalinya, selama semua rencanya yang sudah ia susun berjalan dengan lancar, dengan bantuan Morgan tentunya dan ia tak akan pernah melepaskan wanita ini. Tidak saat dia
Ibu dan anak itu kini saling tatap menatap dalam suasana hening. Mata mereka sama sama mengisyaratkan keinginan yang berbeda tapi harus ada yang mengalah diantara mereka.Mayang, berucap dengan nada lebih serius dari biasanya. “Pergi ke kamar istrimu sekarang juga Rafael!” Suaranya bergema kembali di ruangan itu.Mendengarnya, Rafael mengepalkan tangannya erat erat hingga memperlihatkan buku jarinya. Perasaanya sangat campur aduk saat ini dan dari semua orang yang ada di rumah ini harus mamanya yang memergokinya keluar dari kamar Chalista.Dari semua waktu yang ada, kenapa timingnya harus bertepatan saat ia barusaja keluar dari kamar Chalista?Selama bertahun tahun ia cukup mendengar bawahannya mengeluh tentang banyak hal tentang dirinya dan mereka selalu mengatakan kata andalannya yautu “Hari sial tidak ada di kalnder” dan Rafael selalu bekerja dengan mengabaikan semua itu hingga akhirnya dia sendirilah yang sekarang mengalaminya. Memang hari sial tak ada yang tau, dan Rafael percaya
Rafael mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dia menatap papanya dengan tatapan tak percaya dengan apa yang barusaja didengarnya.Rafael benar benar tak habis pikir dengan jalan pikiran papanya selama ini. Tiba-tiba penyesalan merayap menyelimuti perasananya saat ini memikirkan bagaimana dia selalu bangga pada papanua sejak dia kecil sebelum kejadian perselingkuhan yang mengubah pandangannya pada papanya ini.Abimanyu, selalu menjadi sosok paling ia hormati, tapi sekarang Rafael bahkan sudah lupa bagaiamana dia bisa mengagumi sosok pria pengecut dan menjijikkan seperti ini.Rafael menatap papanya tepat di matanya, menyalurkan semua perasaan benci yang selama ini ia simpan rapat rapat dalam hatinya hingga rasanya ia tak bisa bernapas lagi jika melihat bagaimana mamanya masih sangat mencintai pria di depannya ini.Saat semua tak berjalan seperti yang kita pikirkan, kita mulai mempertanyakan semua hal. Termasuk kali ini, Rafael bahkan mempertanyakan bagaimana bisa pria di depannya ini menyebut
Chalista berdiri dengan jantung berdebar kencang tepat di balik pintunya. Dia barusaha selesai mengunci pintunya rapat rapat karena dia mendengar suara mamanya sedang memergoki Rafael tadi di luar.Saat ia akan tidur sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya, dia syok saat mendngar suara Mayang dari luar persis tepat saat Rafael barusaja keluar dari kamarnya. Chalista bahkan tak tau apa Rafael sudah memakai pakaiannya dengan benar atau belum saat dia keluar tapi yang pasti mamanya tidak mengetuk pintunya setelah itu.Chalista langsung meloncat dan mengunci pintu, lalu dia memakai semua pakaiannya yang berserakan takut takut mamanya kembali mengecek ke kamarnya. Dia benar benar tak tau apa yang terjadi saat ini.“Apa yang Rafael katakan sebagai alasan?” Chalista berucap dengan wajah khawatir sambil memegang dadanya, karena masih terkejut tadi.Chalista sangat was-was membayangkan apa yang terjadi diluar tadi karena setelah ia menutup pintu CHalista sudah tak mendengar apapun
Kedua orang itu berhenti tepat di depan pintu kamar Chalista. Rafael dan Chalista sontak melihat ke arah Abimanyu yang sedang menatap keduanya dengan tatapan tajam seakan matanya bisa membunuh CHalista hidup hidup di sana.Disisi lain Rafael terlihat tak terganggu sama sekali. Pria itu menatap dengan tatapan dingin andalannya yang memang selalu dia layangkan pada Abimanyu. Hal ini membuat Chalista ketakutan setengah mati, tangannya gemetar.Abimanyu adalah orang yang paling Chalista takuti selama ini.Chalista berucap dengan nada gemetar, “Pa….pa.” Kemudian dia langsung berhenti, mengehentikan langkah kakinya dengan Rafael yang berdiri di depannya.Chalista sungguh tak tau apa yang terjadi, dia hanya tau Rafael hampir tertangkap basah oleh mamanya tapi kini mamanya tidak ada dan malah papanya yang muncul. Kurang buruk apalagi hari ini baginya?Ia tak tau apa yang akan papanya ini pikirkan saat melihatnya pergi subuh seperti ini bersama Rafael padahal dia yang selalu mewanti wanti Chali
Disepanjang perjalanan Chalista terdiam sepenuhnya. Seakan dia perli banyak waktu untuk memproses ucapan Rafael tadi yang masih terngiang –ngiang di kepalanya sama seperti perkataan menyakitkan yang akan selalu dia ingat sampai mati, namun bedanya kali ini perkataan itu tidak menyakitinya.Tapi, meninggalkan sebuah harapan untuknya.“Sayang kita akan menikah di saan.” Perkataan Rafael itu masih saja terus menempel di otaknya dan terus berulang ulang terdengar melalui telinganya seperti Rafael mengucapkannya untuk dia dengar ribuan kali.Chalista kini mnegalikan tatapannya pada Rafael yang tengah menyetir mobil dengan tenang, dan wajahnya terlihat sangat tenang, dengan cahaya lampu di jalanan Chalista dapat melihat Rafael juga merasakan hal yang sama dengannya.Ada cahaya di wajahnya, ada harapan di wajahnya sama seperti dirinya. Hal ini membuat Chalista berpikir dalam hatinya, seberapa besar dia sudah mencitai pria di sampingnya ini? Seberapa besar dia mencintai kakak angkatnya ini, pr