Terima kasih sudah membaca~ Aku menambah dua bab pada hari ini sebagai ungkapan terima kasih atas dukungan teman-teman. Fayola dan Galang masih bertahan di peringkat pertama dalam perolehan gem buku baru per tanggal 4 April 2023. Yeaayy! ♡♡♡ Selamat Kamis Putih bagi yang merayakan~ Salam sayang, Meina H.
Aku membuka kelopak mata dan segera menutupnya lagi. Mataku berkunang-kunang dan kepalaku mendadak sakit. Merasakan ada seseorang memeluk tubuhku, aku tersenyum. Ini adalah salah satu keuntungan menikah. Aku tidak tidur sendirian atau kedinginan lagi, karena punya selimut hidup. Menghirup aroma yang tidak biasa, juga keadaan tubuhku yang tanpa pakaian, aku tidak mengerti. Aku dan Fay tidak pernah tertidur sebelum membersihkan tubuh dan berpakaian. Aku menoleh dan melihat kepala yang tidak aku kenal. Kepala Fay imut, tidak sebesar ini. Aku segera duduk. Kamar ini bukan kamar tidur kami. Berengsek. Wanita ini bukan Fay. Apa yang terjadi? Aku bergegas mencari pakaianku, mengumpulkannya, dan masuk ke kamar mandi. Sial. Sial. Sial! Apa yang telah terjadi kepadaku semalam? “Hm, pagi, Lang,” sapa wanita sialan itu tanpa tahu malu. Aku tidak membalas dan bergegas keluar kamar. Aku tidak memedulikan kendaraan yang aku pakai, tetapi bergegas mencari toko terdekat. Begitu menemukannya lewat p
Kepalaku sakit mengetahui siapa orang yang sudah menyebabkan hal ini terjadi kepadaku. Apa yang Trici berikan kepadanya sehingga dia mengkhianati aku? Sepertinya aku harus memberi tahu semua rekanku di tempat kerja mengenai targetku ke depan selama berada di kantor itu. Pulang ke rumah juga tidak banyak menolong. Fay melakukan perang dingin denganku. Dia tidak mau duduk di dekatku, membiarkan aku menyentuhnya, atau bicara dengannya. Hanya pada saat ada anak-anak, barulah dia berusaha untuk bersikap normal. Namun aku tidak mengambil kesempatan atas keadaan itu. Aku hanya bicara seadanya ketika ada Ezio dan Athena di antara kami. Aku tidak menyentuh dia, apalagi Lala otomatis menggeram kalau aku mencoba dekat dengan tuannya itu. “Om berantem, ya, dengan Tante Yola?” tanya Ezio saat aku menemani dia sampai tertidur. “Kata Papa, kalau perempuan sedang marah, cukup iyakan saja semua ucapannya.” Aku tertawa kecil. Seandainya saja dia tahu, masalah antara aku dan Fay tidak bisa diselesaik
~Fayola~ Akhirnya, hal yang ditakutkan oleh semua istri terjadi juga. Suamiku tidur dengan perempuan lain. Bukan wanita biasa yang tidak aku kenal, melainkan orang yang selama ini telah membuat hidupku susah dan tidak berhenti memfitnah aku. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari itu. Aku kehilangan pekerjaanku lagi, walau aku mengambil keputusan itu sendiri sebelum mereka memecat aku. Lalu aku juga harus kehilangan suamiku yang berhasil dia seret ke ranjangnya. Dadaku sakit sekali. Aku ingin menarik jantungku keluar dari tempatnya untuk mengurangi rasa sakit yang tidak pernah aku alami ini. Berulang kali aku melihat ke arah balkon, tetapi ada ikatan yang sangat kuat menahan kakiku tetap berada di tempat tidur. “Tuhan, aku tidak kuat kalau begini terus,” isakku. “Aku lebih bahagia saat aku sendiri. Semua orang berbohong. Pernikahan sama sekali tidak membuat aku bahagia.” Seandainya saja tidak ada anak-anak, aku akan melompat dan mengakhiri hidupku sekarang juga. Aku tidak mau meras
“Maaf, Bu. Anda tidak boleh masuk jika tidak ada janji sebelumnya,” kata sekuriti yang bertugas. Wah, sombong juga keluarga ini. Mentang-mentang kaya raya, tidak menerima tamu yang datang mendadak. Aku pikir alasannya karena aku tidak mereka kenal. Pantas saja Trici juga bersikap sangat mengesalkan dan merasa memiliki perusahaan di mana dia hanya menjadi manajer divisi. “Tolong, berikan surat ini kepada majikan Bapak. Aku tunggu respons dari mereka.” Aku tetap berdiri tegak, tidak mau mundur sebelum misiku hari ini tercapai. Sebentar saja, pria itu kembali dengan langkah tergopoh-gopoh. Gerbang besar nan tinggi itu pun dibuka dan dia mempersilakan aku masuk. Wastu itu berlantai tiga dengan pilar besar pada teras, menunjukkan betapa kokoh bangunan megah tersebut. Beberapa saat lagi aku akan tahu seangkuh apa keluarga yang sudah membesarkan perempuan arogan tidak tahu malu itu. Pintu dibuka dan seorang pria separuh baya menyambut aku. Dia mengajak aku untuk mengikutinya. Tidak jauh
Aku memulai hari dengan satu keyakinan: menjauhkan pengganggu dari pernikahan kami. Segalanya berjalan dengan baik, orang tuanya juga percaya kepadaku dan berniat untuk membantu. Namun bukannya mendapat solusi, aku malah berhadapan dengan masalah baru yang pelik. “Aku mengerti kita semakin tua akan semakin bijak. Tetapi aku tidak bisa memahami kamu. Orang yang menyakiti kamu biasanya kamu balas dengan memaki atau apalah. Mengapa kamu malah mengalah? Trici tidak boleh sampai menang mudah,” kata Mala dengan berang. “Yola, jika kamu sungguh-sungguh mencintai Galang, kamu harus memperjuangkan dia. Jangan diam saja seperti ini. Aku tidak suka melihat kamu selalu pasrah dengan keadaan. Iya, kamu berhasil walau hanya diam saat menghadapi mantan dan teman jahatmu, tetapi Sonya dan Trici kasusnya berbeda. “Trici seorang janda. Tidak ada suami dan anak yang menahan dia untuk mendekati Galang. Jadi, kamu tidak boleh pasrah. Beda dengan Sonya yang cuma iseng mendekati dia, tetapi ada suami dan
“Nyonya, apa tidak sebaiknya kita—” kata Tama, masih berusaha untuk membujuk.“Aku sudah bilang tidak,” kataku dengan tegas. “Tolong, cepat sedikit. Kita harus tiba lebih dahulu daripada dia. Aku tidak mau dia tahu kita datang ke bandara untuk menjemputnya.”Dasar bodoh! Hanya karena dia mengetikkan kata cinta, aku luluh dan datang tanpa pikir panjang untuk menemui dia. Ternyata dia sudah memberi tahu wanita itu untuk menemuinya di sana. Bodoh. Mungkin dia sudah memberi tahu dia mengenai kemungkinannya hamil.Galang sudah pasti akan meninggalkan aku dan lebih memilih wanita jahat itu. Kalau memang dia yang diincar, mengapa hidupku harus ikut terseret juga? Mengapa menyusahkan aku di tempat kerja? Mengapa tidak dari awal saja dia menjebak Galang dengan kehamilannya?Sonya. Tentu saja semua ini diawali oleh perempuan pengkhianat itu. Karena perbuatannya bekerja sama dengan Trici, aku yang harus mengalami kesusahan tanpa henti. Doddy tidak setia kepadanya, itukah sebabnya dia juga mau ak
Bukannya aku tidak percaya kepadanya, tetapi aku lelah. Aku capai dengan semua yang mencoba memisahkan kami. Ketika kami menjalani hidup masing-masing, tidak ada yang ngebet mendekati Galang. Mengapa mereka baru datang bertubi-tubi setelah aku menikah dengannya? Pertama Sonya, lalu Trici. Siapa lagi yang akan datang kemudian? Apa masalah kami hanya berkutat di sini saja? Ada berapa dari mereka yang akhirnya akan berhasil menyeretnya ke tempat tidur lagi seperti Trici? Harus berapa kali aku merasakan patah hati ini baru mereka berhenti? “Mereka yang sudah menyusahkan kita tidak akan aku biarkan lepas begitu saja,” lanjutnya. “Aku tidak peduli kamu melarang atau tidak setuju. Mereka berdua akan aku balas!” “Lang,” protesku. Mereka berdua? Berarti dia sudah tahu siapa yang bekerja sama dengan Trici untuk menjebaknya. Dia pasti sengaja tidak menyebut namanya agar aku tidak khawatir. Namun aku tidak perlu tahu, biar itu menjadi urusannya saja. “Tidak. Aku sudah cukup bersabar. Aku tida
Pria itu mengambil waktu sejenak sebelum menyatakan pendapatnya. Melihat matanya berkaca-kaca, aku menundukkan kepala, tidak sanggup memandang mata penuh luka itu. Galang memegang tanganku, memberi kekuatan kepadaku. “Aku sangat kecewa kalian berani memukul anak kecil. Mereka memang sering aktif dan melakukan hal yang membuat kita kehilangan kesabaran, tetapi tidak dengan memukul,” katanya lirih. “Aku terkejut melihat cucuku, cucuku, punya memar begitu besar pada punggungnya. Kalian—” Pria itu diam sejenak untuk menyeka matanya. “Tega sekali kalian memukulnya sekeras itu. Apa kalian tidak punya perasaan? Aku sampai bertanya apa salahku sehingga cucuku tidak mau aku sentuh, ternyata kalian sudah melukainya. Gila kalian! “Apa susahnya menjauh dari mereka kalau tidak suka? Larang mereka datang. Beres, ‘kan? Mengapa harus dipukul? Mereka itu darah daging kalian juga.” Dia melihat ke arah Kak Erlangga dan Devi. “Apa kalian tidak cukup memukul ayah dan ibu mereka sejak masih kecil? Lihat