Layla terkesiap, dia sedikit terkejut dengan penuturan seorang pengurus itu. Mereka meminta Layla untuk ikut membantu mengajar santri putri, karena pesantren modern sedang kurang tenaga pengajar dalam bidang kitab."Insya Allah.saya bisa, tapi saya juga perlu persetujuan dari Ustadz Abidzar terlebih dahulu, mungkin bisa untuk memberi saya beberapa waktu untuk menanyakan perihal ini, Ustadzah." Jawab Layla.Layla sebenarnya sangat ingin, apalagi di rumah dia sering kesepian. Mungkin dengan mengajar di pesantren modern bisa mengisi waktunya lebih bermanfaat lagi. Tapi dia juga harus mendiskusikan nya dengan Abidzar."Alhamdulillah jika begitu, saya persilakan Ustadzah Layla untuk membicarakan nya terlebih dulu dengan Ustadz Abidzar." Tutur seorang Ustadzah berjilbab hitam syar'i itu.Layla mengangguk patuh. Lalu dia beralih menatap Salsabila dan Sasa yang masih duduk di pojok depan ruangan itu."Kami pamit dulu Ustadzah, Alhamdulillah kaki Salsa sudah sedikit membaik." Ucap Sasa dengan
Namaku Layla, Aku lahir dari seorang ibu yang begitu baik. Beliau memberiku banyak kasih sayang dan cinta, hingga aku besar pun kasih sayang nya tidak pernah pudar.Bagiku ibu lah segalanya, selalu menjadikan ratu. Ibu bisa menjadi teman untukku, Ibu bisa mendengar semua keluh kesah dan masalah ku.Tapi semua itu berakhir, saat itu kelulusan ku. Saat aku kelas tiga akhir, ibuku meninggal kan ku untuk selamanya. Aku sangat bersedih, berduka, dan aku benar-benar merasa jatuh. Kehidupan semakin berbeda. Semuanya terasa sepi, biasanya ibu akan selalu tersenyum hangat padaku.Kejadian itu sangat jelas ku ingat, dimana aku akan memberi ibu piala, tapi di saat itu juga ibu pergi dariku, untuk selamanya.Aku sebisa mungkin untuk ikhlas, aku berharap bisa bertemu dengan ibu suatu saat nanti. Aku, Layla, pernah menjadi santriwati teladan dua periode di pesantren salaf. Dimana saat periode pertama itu aku masih duduk di kelas tiga Tsanawiyah dan periode kedua disaat aku sudah jenjang Aliyah k
"Ouh Maaf. Tadi saya cuma gak sengaja mau belikan Layla es krim." Ucap Yusuf kebingungan."Jangan diambil!" Larang Abidzar pada Layla."Mas, kan cuma es krim. Gak apa-apa ya?" Pinta Layla memelas. Dia tidak enak hati pada Yusuf yang telah berbuat baik pada dirinya.Akhirnya Layla mengambil es krim itu. "Makasih ya Yusuf. Lain kali jangan repot kek gini." Ucap Layla sambil tersenyum.Yusuf hanya mengangguk pelan. Kemudian memilih meninggalkan Layla dengan Abidzar.Abidzar menatap Layla yang memakan es krim nya itu tampak tidak suka. Bisa-bisa nya Layla menerima pemberian dari seorang Yusuf.Abidzar tidak suka dengan sikap Yusuf yang menurut nya berlebihan. Lebih ke arah melebihi teman. Anggap Abidzar penuh frustasi."Ayo kita pulang. Acaranya sudah selesai." Ucap Abidzar langsung menarik tangan Layla menuju mobil nya."Tapi Mas …" ucap Layla.Mereka pun akhirnya meninggalkan pesantren modern. Abidzar terlihat tidak baik-baik saja. Dia membawakan mobilnya cukup mengebut. Membuat Layla t
Abidzar sudah sampai di pekarangan rumah nya. Dia langsung masuk. Sesampainya di dalam dia tidak melihat keberadaan istrinya.Ternyata Layla sedang berada di dapur. Layla sedang mempersiapkan makanannya."Assalamu'alaikum Layla." Ucap Abidzar."Wa'alaikumussalam Mas. Sudah pulang? Gimana kerjaan nya hari ini." Tanya Layla sambil menyalami Abidzar."Alhamdulillah baik. Setelah ini liburan semester ganjil selama dua Minggu. Jadi Mas bisa nemenin kamu tiap hari." Ucap Abidzar sambil menggenggam tangan Layla."Alhamdulillah kalau lancar Mas. Padahal aku udah besar, gak usah ditemenin loh." Canda Layla dengan tersenyum hangat."Iya iya udah besar, tapi kan Mas pengen nemenin.""Iya Mas, yaudah makan dulu yuk. Pasti lapar kan?"Akhirnya mereka langsung makan siang, sebenarnya sudah sore. Tapi memang tadi Abidzar waktu di pesantren modern belum makan siang. Banyak tugas dan kerjaan yang harus diselesaikan di hari ini juga.Waktu mereka makan dan saling mengobrol ringan, terdengar suara oran
Maryam hanya diam mendengar semua kata-kata yang terdengar pilu dari kakak perempuannya itu. Terlihat juga raut kecewa dari orang tuanya, kalau sudah begini apa yang harus Maryam lakukan. Maryam meminta maaf lalu kemudian tetap berjuang, atau Maryam terus bekerja hingga dia menabung banyak uang sampai keluarga nya bangga dan terbebas dari kekurangan, benar saja Maryam sekarang dilema."Maaf Bu, setelah gajian nanti Maryam lunasi hutang ibu. Dan setelah ini Maryam tidak akan menyusahkan lagi." Maryam mendekat dan duduk di depan ibunya. Lalu Kulsum, menghela nafas pasrah. "Sudah tidak apa-apa, tapi benar kata kakakmu, sebaiknya kamu jangan lanjut buat kuliah. Kita ini serba kekurangan, apalagi kalau kamu nanti kuliah sudah gak bisa kerja lagi. Kalaupun tetap kerja nanti takutnya kecapean.Maryam sadar, atau hanya sebatas mimpi. Satu-satunya orang yang Maryam anggap akan selalu mendukung ternyata juga sudah tidak yakin terhadap dirinya. Maryam tau diri, cukup, dia sudah tidak punya lagi
"Iya, gak papa kalau mau poligami kok Mas. Silahkan saja. Tapi jangan sama aku lagi." Ucap Layla sambil tersenyum. "Layla, jangan dengerin perkataan Abudzar ya, dia kalau ngomong emang suka aneh loh." Ucap Ratna.Abidzar hanya terdiam, akibat salah ucapnya. Semuanya jadi rumit. Pasti setelah ini dia akan dimarahin habis-habisan oleh Ummah nya.***Di lain tempat, Jihan berniat ingin menemui Abidzar lagi di Pesantren Modern. Dia mengira kalau Abidzar hari ini akan mengajar.Waktu masuk pintu utama, secara tidak sengaja dia berpasangan dengan seorang laki-laki yang tidak asing."Yusuf, ini kamu Yusuf kan? Santri pesantren Salaf Nurul Huda." Tanya Jihan meyakinkan."Iya benar, maaf ini dengan siapa ya." Yusuf lupa terhadap wanita itu. Padahal kepada Layla yang berubah penampilan dia tidak melupa. Aneh memang kalau pikiran sudah dikuasai rasa suka."Ini aku Jihan. Teman kamu dulu waktu masa Tsanawiyah. Masa lupa sih." Ucap Jihan sedikit kesal."Ouh Jihan ya, aku kira siapa. Soalnya kamu
"Iya, Ummah, ada apa?" Tanya Abi sekali lagi."Itu, besok ummah mau menginap di rumah kalian selama beberapa hari. Boleh kan?" Ucap mamanya Abidzar bertanya."Ya ampun, dikira ada apa, ya boleh lah Ummah. Boleh banget malahan, tiap hari disini juga boleh." Ucap Abidzar."Ya sudah, sana tidur, kasian Layla sendiri tuh, maaf ya, Ummah ganggu malam-malam." Nasihat mamanya Abi."Baik, Ummah." Ucap Abi sambil memutus panggilan telfon nya."Ada apa Mas? Ada sesuatu yang terjadi kah, Sampek Ummah nelfon malam-malam." Tanya Layla khawatir."Itu Layla, Ummah dalam beberapa hari ke depan mau menginap disini. Ummah besok siang mungkin kesini nya, cuma mau ngabarin itu aja sih." Jawab Abidzar menerangkan."Ouh, aku kira ada apa. Syukurlah kalau cuma mau bilang itu." Jawab Layla.Akhirnya mereka pun lanjut untuk tidur, Layla tetap tidur di kamar Abidzar. Dia masih berjaga-jaga takut Abidzar memerlukan sesuatu jika demam nya kambuh lagi. Akhirnya setelah hampir tiga Minggu mereka bisa satu kamar da
"Gak apa-apa Mas, cuma belum siap aja. Kalau udah siap nanti juga dibuka tanpa disuruh." Ucap Layla sedikit menjelaskan."Ouh, gitu, bukan karena kamu punya mata ninja kan?" Tanya Abidzar sedikit menggoda."Ish, apa sih Mas, ya nggak lah. Aku normal, masa punya mata ninja." Ucap Layla.Setelah itu mereka pun terlelap untuk beberapa saat. Hingga sampai waktu sholat Dzuhur, Layla terbangun terlebih dahulu. Sedangkan Abidzar masih begitu terlelap.Layla hendak ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, dikarenakan Abidzar masih tertidur. Layla membuka cadarnya ke kamar mandi.Keluar dari kamar mandi dia langsung sholat Dzuhur, usai sholat Dzuhur dia hendak keluar kamar untuk memasak.Abidzar terbangun, dia terkejut Layla sudah tidak ada di kamarnya. Dia melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah satu. Dia langsung melaksanakan sholat Dzuhur sendirian.Ternyata Layla lagi memasak bersama Ratna- ibu mertuanya. Mereka sambil bercanda gurau menceritakan Abidzar semasa waktu kecilnya. Layla lup
Malam yang begitu hening. Layla semakin kebingungan akan sikap Abidzar. Terkadang Abidzar begitu meyakinkan untuk dirinya. Tapi di hati itu Abidzar masih meragukan lagi. 'Mas, kenapa kau menghadirkan diriku jika dihatimu masih ada dia. Ternyata sakit, apa boleh aku mengeluh?' Layla membatin dalam kesendirian nya.Setelah kejadian di dapur itu, Layla memilih untuk kembali ke kamarnya. Dia lebih baik membawa tubuhnya beristirahat. Sudah terlalu lelah untuk semua kejadian di hari itu.Di kamar sebelah, tepatnya di kamar tamu. Abidzar termenung. Dia terdiam kaku, pikirannya berkecamuk. Memikirkan semua yang telah terjadi.Abidzar sadar jika dia salah, selama ini dia tidak tegas akan semuanya. Harusnya jika dia memang masih mencintai Jihan, dia bisa membatalkan perjodohan nya dengan Layla.Tapi Abidzar malah membuat kedua wanita itu sama-sama kecewa. Jihan yang kecewa terhadap sebuah janji yang telah diucapkan Abidzar. Sedangkan Layla yang telah kecewa sebab Abidzar tidak bisa memusatkan
Semenjak kejadian pagi ini, Layla tidak banyak bicara. Dia semakin banyak diam. Pikiran nya kalang kabut. Tidak mungkin hal semacam itu tidak sengaja. Abidzar pun menyadari tentang sikap Layla yang tidak seperti biasanya. Abidzar berpikir keras, siapa kira-kira yang berani melakukan hal tidak baik itu kepada Layla.Padahal Abidzar sejauh ini tidak mempunyai musuh. Atau sedikit pun dia tidak bermasalah dengan teman-teman nya sekalipun.Eh, tapi tunggu. Abidzar mengingat dengan jelas kata-kata itu. Sebuah ancaman kepada Layla untuk menjauhi dirinya. Berarti orang itu tidak suka dengan Layla. Berarti dia salah satu yang pernah dekat dengan Abidzar.Jihan? Tapi menurut Abidzar, seorang Jihan tidak mungkin bertindak seperti itu. Abidzar sangat tahu jika Jihan bukanlah sosok yang seperti itu. Tidak mungkin Jihan bertingkah berlebihan seperti ini.Terus siapa kalau bukan Jihan. Atau ada seseorang yang sangat tidak suka dengan hubungan rumah tangga nya dengan Layla. Hingga dia mau mengancam
"Gak apa-apa Mas, cuma belum siap aja. Kalau udah siap nanti juga dibuka tanpa disuruh." Ucap Layla sedikit menjelaskan."Ouh, gitu, bukan karena kamu punya mata ninja kan?" Tanya Abidzar sedikit menggoda."Ish, apa sih Mas, ya nggak lah. Aku normal, masa punya mata ninja." Ucap Layla.Setelah itu mereka pun terlelap untuk beberapa saat. Hingga sampai waktu sholat Dzuhur, Layla terbangun terlebih dahulu. Sedangkan Abidzar masih begitu terlelap.Layla hendak ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, dikarenakan Abidzar masih tertidur. Layla membuka cadarnya ke kamar mandi.Keluar dari kamar mandi dia langsung sholat Dzuhur, usai sholat Dzuhur dia hendak keluar kamar untuk memasak.Abidzar terbangun, dia terkejut Layla sudah tidak ada di kamarnya. Dia melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah satu. Dia langsung melaksanakan sholat Dzuhur sendirian.Ternyata Layla lagi memasak bersama Ratna- ibu mertuanya. Mereka sambil bercanda gurau menceritakan Abidzar semasa waktu kecilnya. Layla lup
"Iya, Ummah, ada apa?" Tanya Abi sekali lagi."Itu, besok ummah mau menginap di rumah kalian selama beberapa hari. Boleh kan?" Ucap mamanya Abidzar bertanya."Ya ampun, dikira ada apa, ya boleh lah Ummah. Boleh banget malahan, tiap hari disini juga boleh." Ucap Abidzar."Ya sudah, sana tidur, kasian Layla sendiri tuh, maaf ya, Ummah ganggu malam-malam." Nasihat mamanya Abi."Baik, Ummah." Ucap Abi sambil memutus panggilan telfon nya."Ada apa Mas? Ada sesuatu yang terjadi kah, Sampek Ummah nelfon malam-malam." Tanya Layla khawatir."Itu Layla, Ummah dalam beberapa hari ke depan mau menginap disini. Ummah besok siang mungkin kesini nya, cuma mau ngabarin itu aja sih." Jawab Abidzar menerangkan."Ouh, aku kira ada apa. Syukurlah kalau cuma mau bilang itu." Jawab Layla.Akhirnya mereka pun lanjut untuk tidur, Layla tetap tidur di kamar Abidzar. Dia masih berjaga-jaga takut Abidzar memerlukan sesuatu jika demam nya kambuh lagi. Akhirnya setelah hampir tiga Minggu mereka bisa satu kamar da
"Iya, gak papa kalau mau poligami kok Mas. Silahkan saja. Tapi jangan sama aku lagi." Ucap Layla sambil tersenyum. "Layla, jangan dengerin perkataan Abudzar ya, dia kalau ngomong emang suka aneh loh." Ucap Ratna.Abidzar hanya terdiam, akibat salah ucapnya. Semuanya jadi rumit. Pasti setelah ini dia akan dimarahin habis-habisan oleh Ummah nya.***Di lain tempat, Jihan berniat ingin menemui Abidzar lagi di Pesantren Modern. Dia mengira kalau Abidzar hari ini akan mengajar.Waktu masuk pintu utama, secara tidak sengaja dia berpasangan dengan seorang laki-laki yang tidak asing."Yusuf, ini kamu Yusuf kan? Santri pesantren Salaf Nurul Huda." Tanya Jihan meyakinkan."Iya benar, maaf ini dengan siapa ya." Yusuf lupa terhadap wanita itu. Padahal kepada Layla yang berubah penampilan dia tidak melupa. Aneh memang kalau pikiran sudah dikuasai rasa suka."Ini aku Jihan. Teman kamu dulu waktu masa Tsanawiyah. Masa lupa sih." Ucap Jihan sedikit kesal."Ouh Jihan ya, aku kira siapa. Soalnya kamu
Maryam hanya diam mendengar semua kata-kata yang terdengar pilu dari kakak perempuannya itu. Terlihat juga raut kecewa dari orang tuanya, kalau sudah begini apa yang harus Maryam lakukan. Maryam meminta maaf lalu kemudian tetap berjuang, atau Maryam terus bekerja hingga dia menabung banyak uang sampai keluarga nya bangga dan terbebas dari kekurangan, benar saja Maryam sekarang dilema."Maaf Bu, setelah gajian nanti Maryam lunasi hutang ibu. Dan setelah ini Maryam tidak akan menyusahkan lagi." Maryam mendekat dan duduk di depan ibunya. Lalu Kulsum, menghela nafas pasrah. "Sudah tidak apa-apa, tapi benar kata kakakmu, sebaiknya kamu jangan lanjut buat kuliah. Kita ini serba kekurangan, apalagi kalau kamu nanti kuliah sudah gak bisa kerja lagi. Kalaupun tetap kerja nanti takutnya kecapean.Maryam sadar, atau hanya sebatas mimpi. Satu-satunya orang yang Maryam anggap akan selalu mendukung ternyata juga sudah tidak yakin terhadap dirinya. Maryam tau diri, cukup, dia sudah tidak punya lagi
Abidzar sudah sampai di pekarangan rumah nya. Dia langsung masuk. Sesampainya di dalam dia tidak melihat keberadaan istrinya.Ternyata Layla sedang berada di dapur. Layla sedang mempersiapkan makanannya."Assalamu'alaikum Layla." Ucap Abidzar."Wa'alaikumussalam Mas. Sudah pulang? Gimana kerjaan nya hari ini." Tanya Layla sambil menyalami Abidzar."Alhamdulillah baik. Setelah ini liburan semester ganjil selama dua Minggu. Jadi Mas bisa nemenin kamu tiap hari." Ucap Abidzar sambil menggenggam tangan Layla."Alhamdulillah kalau lancar Mas. Padahal aku udah besar, gak usah ditemenin loh." Canda Layla dengan tersenyum hangat."Iya iya udah besar, tapi kan Mas pengen nemenin.""Iya Mas, yaudah makan dulu yuk. Pasti lapar kan?"Akhirnya mereka langsung makan siang, sebenarnya sudah sore. Tapi memang tadi Abidzar waktu di pesantren modern belum makan siang. Banyak tugas dan kerjaan yang harus diselesaikan di hari ini juga.Waktu mereka makan dan saling mengobrol ringan, terdengar suara oran
"Ouh Maaf. Tadi saya cuma gak sengaja mau belikan Layla es krim." Ucap Yusuf kebingungan."Jangan diambil!" Larang Abidzar pada Layla."Mas, kan cuma es krim. Gak apa-apa ya?" Pinta Layla memelas. Dia tidak enak hati pada Yusuf yang telah berbuat baik pada dirinya.Akhirnya Layla mengambil es krim itu. "Makasih ya Yusuf. Lain kali jangan repot kek gini." Ucap Layla sambil tersenyum.Yusuf hanya mengangguk pelan. Kemudian memilih meninggalkan Layla dengan Abidzar.Abidzar menatap Layla yang memakan es krim nya itu tampak tidak suka. Bisa-bisa nya Layla menerima pemberian dari seorang Yusuf.Abidzar tidak suka dengan sikap Yusuf yang menurut nya berlebihan. Lebih ke arah melebihi teman. Anggap Abidzar penuh frustasi."Ayo kita pulang. Acaranya sudah selesai." Ucap Abidzar langsung menarik tangan Layla menuju mobil nya."Tapi Mas …" ucap Layla.Mereka pun akhirnya meninggalkan pesantren modern. Abidzar terlihat tidak baik-baik saja. Dia membawakan mobilnya cukup mengebut. Membuat Layla t
Namaku Layla, Aku lahir dari seorang ibu yang begitu baik. Beliau memberiku banyak kasih sayang dan cinta, hingga aku besar pun kasih sayang nya tidak pernah pudar.Bagiku ibu lah segalanya, selalu menjadikan ratu. Ibu bisa menjadi teman untukku, Ibu bisa mendengar semua keluh kesah dan masalah ku.Tapi semua itu berakhir, saat itu kelulusan ku. Saat aku kelas tiga akhir, ibuku meninggal kan ku untuk selamanya. Aku sangat bersedih, berduka, dan aku benar-benar merasa jatuh. Kehidupan semakin berbeda. Semuanya terasa sepi, biasanya ibu akan selalu tersenyum hangat padaku.Kejadian itu sangat jelas ku ingat, dimana aku akan memberi ibu piala, tapi di saat itu juga ibu pergi dariku, untuk selamanya.Aku sebisa mungkin untuk ikhlas, aku berharap bisa bertemu dengan ibu suatu saat nanti. Aku, Layla, pernah menjadi santriwati teladan dua periode di pesantren salaf. Dimana saat periode pertama itu aku masih duduk di kelas tiga Tsanawiyah dan periode kedua disaat aku sudah jenjang Aliyah k