Isi surat Yusuf itu dapat terbaca dengan jelas, berupa tulisan tangan sendiri, surat itu tertulis begitu rapi.Hai, Layla.Maaf sebelumnya, seharusnya aku tidak mengirimkan surat ini untukmu, tapi aku hanya ingin memberitahukan kepadamu beberapa hal. Salam juga untuk Ustadz Abidzar.Pertama, maaf belum bisa menjadi teman yang baik untukmu. Maaf jika selama kita kenal aku belum bisa membuat mu bahagia. Banyak kesalahan dariku yang mungkin membuat mu merasa tersinggung. Tolong maafkan aku.Maaf juga jika aku pernah mempunyai rasa untukmu, Layla. Aku ingin aku berdamai dengan rasaku ini, aku pergi bukan karena aku ingin membenci mu. Tapi aku ingin melupakan semua kenangan kita selama di pesantren salaf, meskipun aku hanya dapat melihat mu dari kejauhan. Aku harap kita bisa bertemu kembali di kehidupan yang lebih baik dan aku harap rasa ini sampai disini saja.Semoga kamu bahagia dengan pasangan mu itu, aku harap kamu tidak marah dengan kejujuran ku ini. Aku harap kamu tidak menjadi benci
Tasya terperanjat, kebingungan dengan kalimat yang keluar dari mulut Vano. "Kenapa memangnya?" Tanya Tasya beralih menatap fokus Vano."Gak ada, gue cuma nebak Delvan aja sih." Vano mengedikkan bahu.Suasana kelas kembali hening, percakapan dua orang itu membawa ke ranah serius. Tak ada jawaban dari Tasya.Azri yang tidak betah langsung memecah suasana itu. "Ck, bahas apa sih kalian berdua. Udah lah, urusan hati biar Tasya dan Delvan aja yang nyelesain. Kita bantu doa aja noh si Delvan.""Tumben otak Lo bener." Sindir Dylan yang langsung ditatap tajam oleh Azri."Bambang Lo." Ucap Azri."Guru gue tuh." Sahut Dylan tak mau kalah."Ck, guru gue juga ege." Azri pindah tempat duduk menjauhi Dylan. Lama-lama mereka berbicara semakin gak tau akar permasalahan. Semakin tidak jelas.Vano yang terdiam, lalu ikut berdiri. "Mendingan kita ke tempat olimpiade buat dukung Delvan. Daripada buat rusuh gak jelas disini." Ajak Vano kepada kedua temannya."Nah, ide bagus tuh No." Seru Azri."Gue boleh
Maryam menolah ke asal suara itu, terlihat seorang perempuan yang memakai Hoodie abu-abu mengendarai sepeda motor matic mendekat ke arah Maryam dan Laras."Jangan mentang-mentang kamu Maryam, sadar diri. Mana bisa cewek miskin kayak kamu bisa kuliah, kuliah itu gak murah dan sangat mahal. Kamu gak pantes." Ucap perempuan itu lagi dengan kesal.Laras hanya diam memperhatikan reaksi Maryam untuk selanjutnya. "Iya aku memang miskin, gak pantes buat kuliah kok. Tapi aku masih berusaha, kan gak ada yang salah kalau seseorang mau berusaha?" Maryam berucap dengan nada lembut."Maaf ya Maryam, benar kata Rani, kalau biaya kuliah itu gak murah. Kita aja waktu kemarin pendaftaran disuruh menyediakan biaya minimal lima juta, itu pun bukan lagi biaya untuk setiap harinya." Laras menimpali ucapan Maryam. Dan perempuan tadi itu bernama Rani, tetangga Maryam yang tidak terlalu jauh rumahnya.Mereka semua satu angkatan, pun juga dengan Lili. Laras dan Rani merupakan dari golongan orang yang cukup ber
Hendi tidak berani menatap kedua orang tuanya, dia tidak ingin membuat kedua orang tuanya kecewa karena pekerjaan nya itu. "Belum ada kepastian Pak, ini juga lagi berusaha cari pekerjaan lain biar gak nganggur." Hendi berucap dengan ragu.Ahmad tersenyum tenang menatap putra sulungnya itu, "Gak apa-apa, pelan-pelan saja Nak. Kami gak maksa kamu buat harus segera dapat kerja. Tapi kamu juga tau sendiri kan bapak sama ibu ya kerjanya gini-gini saja."Hendi beralih menatap ibunya, dan Kulsum pun ikut menenangkan. Akhirnya Hendi lega. Dia tidak jadi khawatir karena kedua orang tuanya pun tak memaksa soal pekerjaan itu. Tapi Hendi tetap akan berusaha lebih keras lagi supaya bisa dapat pengganti kerja yang lebih baik.***Hari ini suasananya sangat terang, menyengat kulit dan sekitar. Tapi tidak dengan sosok wanita muda yang sedang berniat tulus untuk memulai pekerjaan nya. Iya, dia Maryam sudah berpakaian rapi, dia akan mulai bekerja di warung itu sejak hari ini.Usai berpamitan kepada ibu
Maryam bingung dengan penawaran Ali, dia tidak ingin merepotkan teman lama yang belum terlalu dekat ini. Maryam mencari-cari alasan agar tidak diantar oleh Ali dan bisa menolak dengan cara baik."Tidak Ali, aku setelah ini harus langsung ke rumah teman. Mungkin lain waktu saja ya, soalnya gak enak sudah terlanjur janji." Maryam beralasan dengan ajakan baik Ali.Ali kembali tersenyum dan mengelus kepala Maryam, "iya gak apa-apa, hati-hati di jalan ya. Tapi sebelumnya, boleh aku minta nomor handphone nya kan?" Tanya nya dengan nada selembut mungkin.Jangan tanya keadaan Maryam sekarang, dia sudah tak karuan. Pipinya merona menghangat, siapa pun wanita yang diperlukan seperti dirinya barusan bakalan baper garis keras. Ali ada-ada aja sih, orang lagi sedih malah digituin, kan jadinya Maryam lupa sama kesedihan nya tadi.Maryam terkesiap dan lalu menyebutkan nomor handphone nya, lebih tepat nomor WhatsApp nya dia. Lalu Ali langsung menyimpan nomor Maryam. "Terima kasih, nanti kita bisa ber
Maryam hanya menatap kakaknya itu dengan tatapan datar "Aku habis ikut tes, dari kampus." Ucap Maryak dengan cepat dan dia langsung melewati kakaknya itu.Firda langsung mengikuti langkah Maryam yang sedang mengambil beberapa perlengkapan obat. "Kamu masih belum sadar diri ya! Masih aja maksain takdir buat kuliah. Terus itu kenapa kakinya kok luka?" Tanya Firda sambil mengomeli Maryam."Maaf Kak, aku akan berusaha biar bisa kuliah, meskipun nanti harus kerja paruh waktu. Ini tadi keserempet motor." Jawab Maryam dengan suara melemah. Dia terlihat begitu lelah, karena kakinya sangat sakit tapi masih memaksa untuk jalan kaki pulang.Tadi Maryam ingin menerima tawaran dari Ali, tapi dia tetap saja tidak enak. Apalagi kan Ali itu hanya beberapa kali masih bertemu dengan Maryam, bukan teman dekat Maryam juga. Maryam takut merepotkan Ali juga sih, pikirnya."Kamu kenapa Nak? " Tanya ibu Kulsum kepada Maryam, dia mendekati Maryam dan melihat kaki Maryam yang terluka.Firda berusaha memojokka
Layla menangis di kamarnya. Dia begitu kecewa pada hadiah yang diberi Abidzar. Semua hadiahnya sangat-sangat diluar ekspektasi.Layla berharap dia akan mendapat hadiah buket bunga yang cantik berwarna pink beserta cokelat Silverqueen yang amat banyak. Tapi naas nya itu semua tidak ada.Ini Abidzar yang tidak tahu keinginan seorang perempuan atau memang Layla saja yang tidak pandai bersyukur.Abidzar menghampiri Layla. "Maafin Mas ya, Mas kira kamu bakalan suka. Tapi mas salah. Besok deh Mas beliin yang lain, kamu request sendiri nanti deh ya." Pinat Abidzar memohon."Gak salah kok Mas. Aku aja yang kurang bersyukur dan terlalu berlebih-lebihan." Ucap Layla sambil meneteskan air mata.Hanya perihal hadiah yang salah, dia sampai menangis. Sungguh wanita yang sangat cengeng."Beneran Layla, nanti Mas beliin bunga yang lebih bagus lagi deh. Sama boneka yang kamu suka." Ucap jujur Abidzar."Iya Mas, terserah."Layla pasrah dan tak mau berharap lebih. Mau dibelikan yang baru lagi tidak apa
Hari itu, Abidzar ada kegiatan di pondok pesantren modern dimana tempat dia mengajar. Dia diminta oleh pengasuh pondok pesantren untuk menjadi salah satu pembicara dalam acara seminar santri. Abidzar begitu senang mendengar, dawuh Kyai tersebut. Dia tidak menyangka jika dipilih dari banyaknya ustadz yang mengajar di pesantren tersebut. "Ustadz Abidzar, mohon kesediaan nya untuk menjadi salah satu pembicara inti dalam acara seminar di pesantren kita nanti." Ucap Kyai Zulfikar selaku pengasuh pondok pesantren modern itu."Inggih Kyai, saya mau. Tapi saya belum ada persiapan sama sekali buat acara ini, Kyai." Ucap Abidzar begitu tunduk, pasalnya dia memang belum tau. Dia ke pesantren pada saat itu hanya ingin menghadiri acar seminar tersebut. Perasaan nya saat ini antara senang, bangga dan terkejut jadi campur aduk. "Tidak apa-apa ustadz Abidzar, saya rasa ustadz Abidzar sudah cukup mumpuni untuk menjadi pembicara dalam acara-acara besar seperti ini." Ucap Kyai Zulfikar sambil meyakin
Abidzar bersikap biasa saja, dan Aldo langsung tercengang, bisa-bisa nya sahabat nya ini bersikap seolah-olah perjodohan nya hal yang biasa."Bagus dong, kamu sekarang gak perlu cari cewek lagi, Do." Abidzar berucap dengan santai."Astaghfirullah Bi, kamu memang bukan sahabat terbaik. Bisa-bisa nya respon mu seperti ini, aku aku saja beberapa hari ini sampai gak bisa tidur gara-gara perjodohan ini." Ucap Aldo bersulut - sulut."Memangnya kenapa?" Tanya Abidzar.Aldo pun menjelaskan kalau calonnya itu sangat berbanding terbalik dengan nya, mulai dari pakaian dan pendidikan nya serta pemahaman agamanya. Abidzar pun yang mulai memahami perasaan sahabat nya itu hanya diam mendengarkan curhatan nya.Aldo juga bercerita kalau dia pernah curhat juga dengan Arsya, dia juga menceritakan semua nasihat yang pernah Arsya lontarkan. Abidzar sedikit takjub dengan nasihat dari adiknya itu, ternyata Arsya sudah berpikir dewasa dan Abidzar menanggapi nya dengan sangat antusias sekali."Ternyata dia su
Selesai bermain dengan Rendi, mereka langsung keluar dari arena bermain itu. Layla menggendong Rendi, dia tampak bahagia hari ini."Terima kasih ya Rendi, sudah mau main sama kami." Layla menatap anak kecil itu dengan bahagia.Rendi hanya mengangguk, dia saking bahagianya. Sudah ada beberapa jenis makanan dan mainan yang dia dapat usai bermain bersama dengan Abidzar dan Layla."Kami pamit pulang dulu." Ucap Abidzar dan langsung menggandeng Layla. Anak kecil yang bernama Rendi itu langsung menarik pergelangan tangan ibunya, dia tampak sangat bahagia sekali.***Layla dan Abidzar sudah sampai di rumah nya. Mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Tak lupa juga Layla menyiapkan makan malam untuk Abidzar. Abidzar terlihat bersantai di ruang tamu. Dia sedang membaca buku mengenai pelajaran ilmu Fiqh. Dia sedang menyiapkan materi untuk besok pagi, untuk diajarkan ke santrinya.Layla yang sudah selesai memasak langsung menghampiri Abidzar. Sambil membawa segelas teh hangat untuk Ab
Abidzar sudah terlihat siap dengan pakaian khas nya. Dia memakai sarung hitam polos, dengan hem lengan panjang berwarna dongker dan tak lupa kopyah hitamnya, yang bertuliskan santri.Begitu lah pakaian khas Abidzar, sejak mondok bahkan sampai sekarang pun. Berbeda dengan waktu mengajar, maka dia akan memakai searagam pengajar yang telah disediakan oleh pihak pesantren.Layla menghampiri Abidzar dengan sedikit melangkah pelan, sangat pelan hingga Abidzar tidak menyadari kedatangan istrinya itu."Duaaaar." Ucap Layla dengan raut tidak bersalah. Dia berhasil membuat Abidzar terkejut."Astaghfirullah, Mas kira apa. Hampir saja jantung Mas mau copot." Ucap Abidzar memegangi dadanya dengan deru nafas panjang."Kasian sekali Mas Abi, kaget gak? Pasti kaget ya." Ujar Layla dengan tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya.Abidzar yang melihat tingkah Layla langsung melajukan langkahnya meninggalkan Layla yang masih tertawa di ruang tamu.Abidzar berpura-pura marah terhadap Layla, d
Layla terdiam mendengar ucapan Abidzar. Pikiran nya menelusuri perkataan Abidzar, apa benar yang dikatakan Abidzar demikian adanya. Layla langsung menatap Abidzar dengan lurus."Tidak Mas, kita tidak ada rasa apapun. Aku bertemu dengan nya beberapa kali, kalaupun ada itu bukan rasa suka, melainkan hanya kagum biasa saja." Jawabnya lembut."Tapi dia tadi selalu memperhatikan mu, aku tidak suka." Kilah Abidzar berubah menatap ke lain arah menghindari tatapan Layla.Layla menarik bibirnya ke atas tersenyum senang, dia terlihat menjelajahi sikap Abidzar."Melihat belum tentu suka, memperhatikan juga belum tentu ada rasa. Mas Abi kalau cemburu bilang, tidak baik ditutupi." Canda Layla menarik lengan kanan Abidzar dan mengecupnya singkat."Bukankah diri ini sudah ada penghuninya, dan pemilik nya sudah jelas di depan mata. Buat apa cemburu, kalau Mas Abi sudah tahu kebenaran nya?" Imbuh Layla.Abidzar yang mendapat perhatian kecil dari istrinya langsung tersenyum lebar. Dia langsung mengecup
Layla merasa juga kalau wajahnya memanas. Dia kesusahan dengan cadarnya.Salah satu perempuan menegur Layla,"Di buka lah cadarnya, masa makan saja masih pakai cadar. Malu ya, takut dibilang jelek, takut dibilang gak cocok sama suaminya. Padahal kan suaminya itu ganteng banget loh."Dia Dewi, anak gadis nya pak Budi, anak dari ketua RT di lingkungan itu. Terlihat sangat ketus dan jutek.Namun meskipun seperti itu dia jadi gadis rebutan beberapa lelaki. Banyak yang menginginkan nya, tapi Dewi banyak menolak.Layla tidak menjawab, dia masih menahan wajahnya yang dirasa sudah terdapat beberapa benjolan itu."Iya Mbak Layla, kita kan di ruangan ini khusus para perempuan, kenapa masih memakai cadar. Apa segitunya ya kalau orang bercadar itu." Ucap Bu Asih-yang merupakan tetangga julit itu."Maaf Bu, sepertinya saya ada masalah sedikit, saya harus pamit dari sini terlebih dahulu." Ucap Layla langsung berdiri meninggalkan ruangan itu.Layla tidak menghiraukan tatapan beberapa ibu-ibu yang tid
Diana terkesiap ketika mendapati Arsya mendekati nya. Aldo yang melihat Arsya langsung tersenyum hangat, dia sangat merindukan adik dari sahabat nya yang sudah di anggap saudara ini."Halo Sya, lama tidak bertemu, gimana kuliahnya?" Sapa Aldo menyambut uluran tangan Arsya yang masih terdiam menelisik Diana."Alhamdulillah lancar Bang." Ungkap Arsya lemas, Arsya melihat kedekatan Diana dan Aldo langsung teringat perkataan waktu itu. Dimana Aldo bercerita kalau dijodohkan dengan seorang wanita yang sangat berbanding terbalik dengan nya. Arsya hanya menghembuskan nafas panjangnya."Loh, kamu tadi panggil nama Diana, memangnya kalian kenal?" Tanya Aldo sambil menatap Arsya dan Diana bergantian."Nggak!" Ucap Diana."Iya." Ucap Arsya.Aldo bingung dengan jawaban dari dua orang yang berada di hadapannya itu, yang satunya menjawab iya dan yang satunya menjawab tidak."Kami dulu pernah satu sekolah bang, aku kenal dengan Diana tapi mungkin Diana yang tidak kenal denganku." Jawab Arsya akhirny
"Tidak bisa begitu, ini semua bukan hak pengurus santri wati yang menentukan. Tapi sebelumnya dirembuk dulu, kalau seperti ini saya yang kecewa sama kalian. Bahkan untuk kegiatan selanjutnya bisa saja saya tidak mempercayai tugas ini lagi ke kalian, mau kalian begitu?" Tanya Aldo sangat tidak suka dengan cara pengurus santri wati yang terlalu bersikap disiplin. Padahal mereka sendiri juga sering telat dalam mengumpulkan tugas nya. Dasar para wanita, tidak pernah mau mengalah dah merasa salah.Para pengurus santri putri hanya menunduk, entah sedang merasa bersalah dengan Aldo atau dia tidak enak kepada Ustadz Bimo.Salsabila hanya diam, dia tidak ada niatan untuk meminta maaf kepada Aldo. Aldo jadi sedikit kesal, padahal dia mengira kalau Salsabila itu santri yang begitu disiplin, ternyata perkiraan nya salah.Memang benar, kita tidak bisa melihat orang hanya dari sisi luar saja. Terkadang mereka tidak sesuai dengan yang kita tafsirkan. Arsya hanya melihat kejadian itu tanpa ada niat
Jihan sedang berada di suatu tempat, tepatnya di taman tengah kota. Dia sedang menunggu kedatangan seseorang. Jihan sudah merencanakan sebuah rencana, dimana dia akan membuat ancaman terhadap Layla.Seorang laki-laki memakai topi hitam dan masker mendekati Jihan."Ada apa?" Tanya nya dengan nada serak."Aku butuh bantuan mu." Jawab Jihan dengan nada sangat serius."Itu sih gampang. Kalau ada cuan nya semua beres." Ungkap laki-laki itu.Namanya Kemal, dia teman kuliah Jihan. Jihan sedang kuliah di sebuah universitas swasta memasuki semester enam. Kemal merupakan teman satu jurusan dan satu angkatan juga.Entah apa yang sudah membuat Jihan hingga mempunyai rencana jahat terhadap Layla. Kebencian dan kedengkian sudah menguasai dirinya. Teman dekat Jihan pun sedikit menjauh darinya, mereka tidak ingin berurusan dengan kejahatan. "Teror wanita ini. Alamat nya sudah lengkap. Pakai ancaman apapun, buat dia takut. Buat dia sejauh-jauhnya dari laki-laki ini." Ungkap Jihan sambil menyodorkan
Abidzar mengikuti langkah Ryan, mereka jalan bersebelahan di lorong kelas santri putra. Abidzar sedikit penasaran dengan calonnya Ryan, karena tadi dengan jelas Abidzar melihat nama calonnya itu adalah Jihan. Abidzar sempat berpikir kalau Jihan yang di maksud mungkin Jihan yang itu, tapi kan nama Jihan itu banyak bukan cuma satu doang di muka bumi ini.Ketika sampai di parkiran luar, Ryan mengetuk kaca mobilnya dan menyuruh calonnya itu turun. Dan benar saja Abidzar sempat tertegun sebentar, bukan tertegun karena terpesona dengan Jihan tapi dia sangat syok kalau calonnya Ryan adalah Jihan. Jihan yang sangat dikenal oleh Abidzar, seseorang yang pernah dekat dengannya namun hanya dalam batas suka sesaat."Bang Abi, ini Jihan, calonku. Kami akan segera menikah dalam waktu cepat ini." Papar Ryan menjelaskan.Jihan pun juga syok, dia juga belum mengetahui kalau ternyata sepupu yang Ryan maksud adalah Abidzar. Jihan tidak berani menatap Abidzar, bahkan sedari tadi dia terus menunduk.Abidza