Home / Romansa / Menjadi Istri Dadakan Guru Killer / BAB 61 - Permainan Dimulai

Share

BAB 61 - Permainan Dimulai

last update Last Updated: 2025-01-26 10:43:50
Papa mengendarai mobilnya dengan fokus penuh, sesekali melirik kaca spion. Setelah insiden penguntitan kemarin, dia memutuskan tidak ingin Viera naik bus sekolah.

"Kamu gugup?" tanya Papa, menyadari jemari Viera yang berkali-kali meremas ujung tas.

Viera tersenyum lemah. "Sedikit."

Perjalanan terasa berbeda hari ini. Setiap sudut jalan, setiap kendaraan yang lewat, dipantau dengan waspada. Papa sengaja mengambil rute tidak biasa, berbelok-belok tanpa pola yang mudah ditebak.

"Nanti kamu akan didampingi Ian dan guru-guru lain selama evakuasi," Papa menjelaskan. "Tim kepolisian juga akan menyamar di antara murid-murid."

Viera mengangguk. Pikirannya melayang pada Bu Anita - guru BK yang ternyata terlibat. Bayangan kepercayaan yang dikhianati membuat perutnya terasa mual.

"Pa," dia akhirnya berbicara, "aku takut. Tapi... aku juga ingin semua ini selesai."

Papa menggenggam tangannya sebentar. "Kamu kuat, Viera. Kamu tidak sendirian."

Mobil berhenti di depan gerbang sekolah.
R.D. Skypigeon

Terima kasih Rianoir atas hadiah koinnya ლ(◉❥◉ლ)

| 2
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 62 - Milikku (1)

    Suara Bu Anita yang mengatur barisan murid terdengar samar. Setiap gerakannya kini terlihat berbeda di mata Viera - tidak lagi sebagai guru yang melindungi, tapi sebagai bagian dari sebuah permainan tersembunyi yang lebih kompleks.Ponselnya bergetar lagi. Viera tidak langsung membaca pesan. Dia sudah memutuskan untuk tidak lagi bereaksi seperti yang diharapkan oleh penguntitnya."Kamu kenapa?" Ian berbisik."Aku sudah lelah," jawab Viera pelan. "Lelah diam saja."Tatapannya bertemu sekilas dengan Pak Rudi. Kali ini, dia tidak mengalihkan pandang. Ada sesuatu yang baru dalam caranya menatap - bukan ketakutan, tapi pengakuan.Aku sudah tau siapa kamu, batinnya.Dan permainan baru saja berubah.Di sudut matanya, Viera melihat beberapa siswa yang "asing" - anggota tim kepolisian yang menyamar - mulai mengambil posisi strategis. Mereka bergerak dengan sangat natural, seolah benar-benar bagian dari rutinitas sekolah.Bu Anita melangkah ke arah podium kecil

    Last Updated : 2025-01-27
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 63 - Milikku (2)

    "SEKARANG!" teriak Iptu Rahman tiba-tiba dari arah yang tak terduga. Sebuah tembakan tajam terdengar, dan remote control di tangan Pak Rudi terpental. Dalam sekejap, tim khusus bergerak dengan presisi. Dua petugas menerjang Pak Rudi, membantingnya ke tanah sebelum dia sempat bereaksi. Sementara itu, tiga petugas lain langsung mengamankan Bu Anita yang mencoba melarikan diri. "Remote controlnya palsu," Iptu Rahman mengumumkan sambil mengambil benda itu. "Hanya props untuk menggertak." Pak Rudi meronta, tapi cengkeraman petugas terlalu kuat. "Lepaskan aku! Viera milikku!" "Tidak ada bahan peledak," lanjut Iptu Rahman. "Tim kami sudah memeriksa seluruh gedung tadi malam. Kamu terlalu percaya pada informan dalammu..." dia melirik ke arah Bu Anita yang kini terduduk lemas. Viera merasakan lututnya lemas. Ian dengan sigap menahan tubuhnya. "Sudah berakhir," bisik Ian. Tapi Pak Rudi tertawa, suara tawanya menggema di lapangan yang kini sunyi. "Berakhir? Ini belum berakhir... Viera akan

    Last Updated : 2025-01-28
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 64 - Permintaan Maaf

    Saat Renna dan Fanny masih memeluknya, Viera melihat sosok Felix berjalan melewati koridor dengan kepala tertunduk. Dia teringat bagaimana dia pernah mencurigai Felix sebagai penguntitnya, dan rasa bersalah langsung menyelimuti hatinya. "Felix!" panggilnya spontan. Felix berhenti, tapi tidak langsung berbalik. Bahunya terlihat tegang. "Bisa ngobrol sebentar?" Viera melepaskan diri dari pelukan kedua sahabatnya. Felix akhirnya berbalik, wajahnya masih menyiratkan keraguan. "Ya?" Viera menghampirinya, mengabaikan tatapan penasaran dari siswa lain di koridor. “Aku... aku mau minta maaf." "Untuk?" Felix bertanya pelan, meski dari matanya terlihat dia sudah tahu apa yang akan Viera katakan. "Karena udah mencurigai kamu," Viera berkata tegas. "Waktu itu aku panik, paranoid, dan... aku salah udah nuduh kamu tanpa bukti." Felix terdiam sejenak, sebelum akhirnya tersenyum tipis. "It's okay. Aku ngerti kok. Dalam posisi mu waktu itu, wajar kalau kamu curiga sama semua orang." "

    Last Updated : 2025-01-29
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 65 - Awal Baru

    Malam itu, Viera berbaring di tempat tidurnya sambil menatap langit-langit kamar. Bayangan es krim sore tadi masih terasa di lidahnya - rasa stroberi dan vanilla yang tak biasa dia pesan. Perubahan kecil, tapi terasa begitu berarti. Ponselnya bergetar pelan. Notifikasi dari grup kelas muncul di layar, membahas rencana belajar kelompok untuk minggu depan. Sebelumnya, membaca chat seperti ini selalu membuatnya gelisah - takut harus keluar rumah, takut bertemu orang-orang. Tapi sekarang... "Aku ikut ya," ketiknya di grup, jemarinya sedikit gemetar. Bukan karena takut, tapi karena antisipasi. Respon langsung membanjiri grup - emoji semangat dari Renna, stiker "finally!" dari Fanny, dan beberapa teman sekelas yang menyambutnya dengan hangat. Viera tersenyum, menyadari betapa dia merindukan interaksi-interaksi sederhana seperti ini. Mama melongok dari pintu kamar yang setengah terbuka. "Belum tidur, sayang?" "Bentar lagi, Ma," Viera meletakkan ponselnya. "Lagi bales chat temen-temen. Mi

    Last Updated : 2025-01-30
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 66 - Pertanyaan Pagi

    Aroma roti panggang dan telur dadar mengisi ruang makan pagi itu. Viera mengaduk-aduk susu coklatnya dengan pikiran yang masih melayang ke mimpinya semalam. Sesekali dia mencuri pandang ke arah Papa yang sedang membaca koran, mencoba mencari kemiripan antara ruang makan ini dengan ruang kerja dalam mimpinya. "Ma, Pa..." Viera memulai dengan ragu, jemarinya masih memainkan sendok. "Viera semalam mimpi aneh." Papa melipat korannya, sementara Mama yang sedang menuang kopi berhenti sejenak. Ada sesuatu dalam tatapan mereka yang membuat Viera merasa seperti ada cerita yang tersembunyi. "Mimpi apa, sayang?" tanya Mama, duduk di sampingnya dengan secangkir kopi yang mengepul. "Viera mimpi... ada di ruang kerja Papa yang dulu. Yang wallpapernya masih lama itu." Viera menggigit bibirnya. "Ada anak laki-laki yang lagi baca buku, terus ada anak kecil yang ngajak main..." Papa dan Mama bertukar pandang, senyum tipis tersungging di bibir mereka. "Oh ya?" Papa menyesap kopinya. "Terus, a

    Last Updated : 2025-01-30
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 67 - Mimpi (1)

    Ponsel Viera bergetar pelan saat bel pulang berbunyi. Sebuah pesan dari Ian: "Bisa tunggu sampai sekolah sepi? Aku di parkiran seperti biasa."Jantung Viera berdegup sedikit lebih kencang. Ini pertama kalinya Ian mengajaknya bicara lagi sejak... kejadian itu. Dia mengetik balasan dengan jari gemetar: "Okay."Viera menunggu di perpustakaan, pura-pura membaca buku sambil sesekali mengintip keluar jendela. Satu per satu, siswa meninggalkan sekolah. Lorong-lorong mulai sunyi, hanya tersisa gema langkah sesekali dan suara sapu pak cleaning service di kejauhan.Setelah hampir sejam, Viera memberanikan diri melangkah ke parkiran. Mobil Ian masih di sana, mobil yang selalu ia kendarai - hitam mengkilat dengan interior yang selalu rapi. Ian duduk di belakang kemudi, matanya terfokus pada buku di tangannya."Masuk," kata Ian singkat saat Viera mengetuk kaca mobil.Interior mobil terasa dingin, kontras dengan udara sore yang hangat di luar. Aroma mint yang familiar mengisi ruangan sempit itu."M

    Last Updated : 2025-01-31
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 68 - Mimpi (2)

    Setelah makan malam yang tenang itu, Ian mengemudikan mobilnya menuju rumah Viera. Jalanan malam terasa lengang, lampu-lampu jalan menciptakan bayangan yang menari di dashboard mobil. Viera melirik ke arah Ian sesekali, masih mencoba menggali serpihan-serpihan memori yang terasa begitu dekat namun sulit digapai.Begitu sampai di depan rumah, Ian mematikan mesin mobil dan turun bersamanya. Langkahnya mantap menuju pintu depan, seolah dia telah mengenal jalan ini sejak lama. Papa dan Mama Viera sedang menonton TV di ruang keluarga ketika mereka masuk."Selamat malam, Pa, Ma," sapa Ian sopan, membungkuk sedikit. Ada sesuatu dalam cara Papa menatap Ian - seperti mengenali sesuatu yang familiar, tapi tidak mengatakannya."Ian," Mama tersenyum hangat. "Sehat, nak?."“Seh

    Last Updated : 2025-02-01
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 69 - Jawaban (1)

    Ian meraih buku di nakas - novel lama dengan sampul yang sudah menguning. Buku yang sama yang dulu sering dia bacakan untuk Viera kecil. Jemarinya menelusuri halaman-halaman yang familiar, mencari bekas lipatan di sudut-sudut kertas yang dia yakini dibuat oleh tangan mungil Viera setiap kali gadis itu ingin menandai bagian favoritnya."Kamu selalu suka bagian ini," gumamnya, berhenti di sebuah halaman dengan lipatan yang lebih kentara. Sebuah adegan sederhana - tentang dua anak yang berjanji akan selalu bersama. Ian tersenyum getir, menyadari ironi takdir yang seolah mengejeknya.Di sisi lain, Viera masih terjaga. Mimpi tadi membuatnya gelisah. Dia bangkit dari tempat tidur, berjalan ke arah jendela. Bulan masih bersembunyi di balik awan, tapi cahayanya cukup untuk menerangi halaman belakang rumahnya.Matanya tertuj

    Last Updated : 2025-02-02

Latest chapter

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 110 - Menuju Ujian

    Waktu berlalu dengan cepat. Tanpa terasa, ujian akhir hampir tiba. Viera dan teman-temannya tenggelam dalam buku-buku pelajaran dan kertas-kertas latihan. Kafe-kafe di sekitar sekolah penuh dengan siswa kelas dua belas yang belajar kelompok, menyesap kopi berlebihan, dan saling bertukar rumus dan catatan."Aku tidak bisa mengingat semua rumus ini," keluh Fanny, menutup buku fisikanya dengan frustasi. "Terlalu banyak.""Buat diagram dulu," saran Renna, yang dengan tenang membuat kartu-kartu kecil berisi poin-poin penting. "Lebih mudah mengingat secara visual."Viera mengangguk, tapi matanya terasa berat. Dia sudah belajar sejak pagi, dan hari sudah menjelang sore. Cangkir kopi ketiganya nyaris kosong."Kalian tahu," Viera berkata sambil meregangkan tubuhnya, "Ian sebenarnya punya metode bagus untuk mengingat rumus-rumus."Ada keheningan canggung sejenak sebelum Fanny tertawa kecil. "Viera, loe gak mau tanya gitu metode tunanganmu buat mengingat rumus?"Viera memutar matanya, tapi tidak

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 109 - Bukan Impian

    Seminggu berlalu dengan cepat. Viera dan Felix tetap pergi ke open house fakultas komunikasi, tapi suasananya tidak sama lagi. Ada jarak yang tidak terkatakan di antara mereka—sebuah tembok transparan yang tidak bisa ditembus oleh candaan atau obrolan ringan."Ini laboratorium multimedia mereka," Felix menjelaskan sambil menunjuk sebuah ruangan besar dengan peralatan canggih. "Katanya mahasiswa bisa menggunakannya untuk proyek-proyek mereka."Viera mengangguk, matanya berbinar melihat fasilitas kampus yang luar biasa. "Ini keren sekali. Aku bisa membayangkan berkuliah di sini."Felix tersenyum tipis, untuk pertama kalinya hari itu. "Kamu akan cocok di sini, Viera. Kamu selalu punya bakat bercerita."Ada ketulusan dalam kata-kata Felix yang membuat Viera merasa sedikit lebih baik. Mungkin persahabatan mereka tidak hancur sepenuhnya—hanya membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan realitas baru."Terima kasih, Felix," Viera tersenyum tulus. "Sungguh, terima kasih untuk semuanya."

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 108 - Harus Jujur

    Malam itu, Viera tidak bisa tidur. Pikirannya terus berputar antara Ian, Felix, dan masa depannya yang semakin kompleks. Dia mengambil ponselnya, memeriksa pesan terakhir dari Ian. Ada kehangatan aneh yang muncul saat membaca kembali percakapan mereka—percakapan yang jauh dari romantis, tapi penuh dengan kejujuran dan pengertian."Aku bingung, Ian," Viera akhirnya mengetik pesan baru. "Bagaimana menurutmu cara terbaik untuk memberitahu teman-temanku yang lain tentang... kita?"Balasan Ian tidak langsung datang. Viera membayangkan pemuda itu mungkin sedang bekerja atau bahkan sudah tidur. Tapi lima menit kemudian, ponselnya bergetar."Apa yang membuatmu tidak tenang, Viera?"Viera tersenyum kecil. Lagi-lagi, Ian dan kebiasaannya untuk langsung ke inti masalah."Felix, dia mengundangku ke open house fakultas komunikasi. Aku hampir saja keceplosan menyebut namamu. Dan... aku merasa... usaha Felix mendekatiku semakin besar."Ada jeda lama sebelum Ian membalas. Viera hampir bisa merasakan

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 106 - Hidup Tanpa Rencana (1)

    Semakin malam, percakapan mereka semakin dalam. Ian bercerita tentang tekanan yang dirasakannya sebagai putra tunggal, tentang bagaimana dia kadang merasa terjebak dalam ekspektasi keluarga. Viera membagikan kekhawatirannya tentang masa depan, tentang mimpinya yang kadang terasa terlalu besar untuk diwujudkan."Kadang aku bertanya-tanya bagaimana rasanya hidup tanpa rencana yang sudah diatur," tulis Ian di suatu titik. "Bebas memilih jalan sendiri.""Aku juga," balas Viera. "Tapi mungkin tidak ada yang benar-benar bebas? Semua orang punya batasan dan tantangannya masing-masing.""Bijaksana sekali untuk gadis tujuh belas tahun," balas Ian, dan Viera bisa membayangkan senyum kecil di wajahnya saat mengetik itu."Aku hampir delapan belas, tau," Viera membalas, tersenyum pada dirinya sendiri. "Lagipula, umur hanya angka.""Memang. Tapi pengalaman bukan sekadar angka."Ada kebenaran dalam kata-kata Ian yang tidak bisa Viera bantah. Meski merasa dewasa dan siap menghadapi dunia, dia tau bah

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 105 - Teman Hidup

    "Apa... apa yang membuat Mama akhirnya mencintai Papa?" tanyanya penasaran.Mama terlihat melamun sejenak, matanya menerawang ke masa lalu. Ada senyum kecil yang bermain di sudut bibirnya."Kesabaran," Mama akhirnya menjawab. "Papa sangat sabar. Dia tidak pernah memaksa Mama untuk mencintainya, tapi dia selalu ada. Selalu mendukung. Dan, ya, dia ternyata sangat romantis dengan caranya sendiri."Viera tersenyum, membayangkan Papanya yang selalu terlihat tegas dan disiplin bisa bersikap romantis. "Romantis bagaimana, Ma?""Ah, banyak hal kecil. Mengingat tanggal-tanggal penting, memperhatikan apa yang Mama suka dan tidak suka, selalu membawakan oleh-oleh ketika pulang kerja..." Mama terkekeh. "Yang paling Mama ingat, saat Mama sakit, Papa rela tidak tidur semalaman hanya untuk mengompres Mama. Padahal besoknya dia ada rapat penting."Ada kehangatan yang menyebar di dada Viera mendengar cerita itu. Mungkinkah dia dan Ian juga bisa membangun kedekatan seperti itu suatu hari nanti?"Ma, me

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 104 - Saling Mendukung

    "Kita bisa mencobanya," Viera berbisik. "Melanjutkan rencana pernikahan, tapi dengan catatan kita akan saling terbuka, saling mendukung karier dan mimpi masing-masing." Ian tersenyum, "Bukan sekadar merger bisnis, tapi partnership sejati." Keputusan itu tidak datang dengan drama atau ledakan emosi. Justru sebaliknya—dengan ketenangan dan pengertian yang mendalam. Mereka memutuskan untuk tetap melanjutkan pernikahan, tapi dengan komitmen untuk selalu berkomunikasi, untuk selalu memberikan ruang bagi pertumbuhan masing-masing. Ketika Viera pulang ke rumah malam itu, ada ketenangan aneh yang menyelimutinya. Mama—yang sepertinya selalu bisa membaca gerak-gerik putrinya—menunggu di ruang keluarga. "Bagaimana?" tanya Mama langsung, tanpa basa-basi. Viera duduk di samping Mama, merasa letih namun tenang. "Viera dan Ian memutuskan untuk tetap melanjutkan pernikahan." Mata Mama berbinar penuh tanya. "Coba sini cerita sama Mama." Dan Viera menceritakan semuanya—percakapan dengan Ian, ket

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 103 - Cinta Rumit

    Kata itu—cinta—terasa berat dan asing di antara mereka. Ian tampak tidak nyaman, jari-jarinya mengetuk pelan sisi cangkir kopinya. "Cinta itu... rumit, Viera," dia akhirnya menjawab diplomatik. "Aku menyayangimu, menghormatimu. Aku yakin kita bisa membangun kehidupan yang baik bersama. Bukankah itu bentuk cinta juga?" Ada kejujuran dalam kata-kata Ian yang membuat hati Viera terasa sakit sekaligus lega. Setidaknya Ian tidak berpura-pura merasakan sesuatu yang tidak dia rasakan. "Mungkin," Viera menjawab pelan. "Tapi apakah itu cukup untuk kita? Apa kamu tidak pernah bertanya-tanya bagaimana rasanya... jatuh cinta? Benar-benar jatuh cinta?" Ian menghela napas panjang, untuk pertama kalinya topeng profesionalnya sedikit retak. "Tentu saja aku pernah. Aku bukan robot, Viera." "Lalu? Apa kamu tidak ingin merasakan itu sebelum berkomitmen untuk seumur hidup?" "Tidak semua orang punya kemewahan itu," Ian menjawab, ada nada getir dalam suaranya. "Kita punya tanggung jawab, kita punya ek

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 102 - Mencintaiku?

    setidaknya mencoba belajar, karena pikirannya terus melayang ke pertemuan sore nanti. Jam demi jam berlalu dengan lambat, hingga akhirnya jam di ponselnya menunjukkan pukul 3:30 sore. Viera berdiri di depan cermin, memandang refleksi dirinya. Gadis tujuh belas tahun yang berdiri di persimpangan hidup. Dia mengenakan gaun biru muda sederhana. "Kamu siap?" Mama bertanya dari ambang pintu. Viera berbalik, tersenyum tipis. "Entahlah, Ma. Viera bahkan tidak tau apa yang akan Viera katakan pada Ian." Mama menghampirinya, merapikan rambut Viera yang sedikit berantakan. "Katakan yang ada di hatimu, sayang. Dengan jujur, tapi juga dengan bijak." "Dan jika itu melukai banyak orang?" "Kadang kita harus melukai beberapa orang untuk menghindari luka yang lebih besar di masa depan," Mama menjawab bijak. "Lebih baik jujur sekarang daripada hidup dalam kebohongan seumur hidup." Viera mengangguk, mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. "Terima kasih, Ma." Dengan hati yang ma

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 101 - Tanggung Jawab Bisnis

    "Viera?" Suara Mama terdengar dari balik pintu, diikuti ketukan lembut. "Kamu sudah bangun? Sarapan sudah siap.""Iya, Ma. Sebentar lagi Viera turun," jawabnya, melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 7 pagi.Di meja makan, suasana terasa lebih hening dari biasanya. Papa sibuk dengan tabletnya, sesekali mengerutkan dahi membaca berita pagi. Mama dengan telaten menuangkan teh ke cangkir Papa sebelum duduk di sampingnya. Rutinitas pagi yang begitu familiar bagi Viera, namun entah mengapa pagi ini terasa berbeda."Viera akan bertemu Ian sore ini," Viera berkata pelan setelah menyesap susu hangatnya.Papa mengalihkan pandangan dari tabletnya. "Oh? Ada acara apa?""Tidak ada acara khusus," Viera menjawab, mengaduk-aduk bubur di mangkuknya tanpa nafsu. "Hanya... ingin bicara.""Tentang pernikahan?" tanya Papa, ekspresinya cerah. "Bagus. Kalian memang perlu lebih banyak waktu berdua untuk membicarakan detail-detail penting."Viera mengangguk lemah, tidak mengoreksi asumsi Papa. Ekor matan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status