Apa yang Calderon lakukan bukan untuk dirinya, melainkan untuk Almora. Tuan Saka tidak main-main saat memberikan ancaman. Dia memperlihatkan sendiri bagaimana orang-orang suruhannya datang ke kos Almora, membawa dirigen besar berisi bensin. Kalau saja Calderon tidak mengiyakan, mungkin hari ini dia tidak dapat melihat Almora lagi. Kalau saja Calderon tidak menikahi Camelia saat ini juga, nyawa orang-orang di rumah itu mungkin sudah tak terselamatkan.Andai saja Calderon bisa jujur perihal apa yang terjadi padanya, akan kah Almora bisa memaklumi? Akan kah dia masih mau menerima Calderon? Bukan niat hati ingin mempermainkan perempuan itu. Calderon ingin bertanggung jawab bila Almora ingin menjadi yang kedua. Dia akan menikahi perempuan itu tanpa pengetahuan siapapun. Hidup bahagia di tempat yang jauh. Setidaknya itulah rencana Calderon untuk mempertanggungjawabkan semuanya.Pesta selesai pukul sembilan malam. Para tamu undangan sudah meninggalkan rumahnya. Yang tersisa hanyalah keluarga
"Ruangan saya kenapa masih dikunci? Almora belum datang?" Calderon datang dengan muka masam ke ruangan Joya. Dia telah menghabiskan waktu selama satu jam menunggu sekretarisnya yang bertugas membuka dan mengunci pintu.Joya segera meninggalkan berkas-berkas di meja lalu melangkah mendekati Calderon yang berdiri di depan pintu. Dia lupa memberitahu pria itu mengenai ruangannya dan si pembawa kunci. "Maaf sebelumnya, pak. Almora mengajukan resign. Surat pengunduran dirinya ada di meja bapak."Kening Calderon berkerut tidak mengerti. "Bagaimana bisa? Tadi pintu ruangan saya masih terkunci.""Iya, tadi dia datang untuk merapikan barang-barangnya serta meletakkan surat pengunduran diri lalu kembali mengunci pintu dan memberikan kuncinya pada saya," jelas Joya seraya memberikan kunci pada Calderon.Calderon menghela pelan. "Apa kamu tahu alasannya mengundurkan diri?""Hm.. katanya mau pindah, pak. Tidak tau juga pindah dalam konteks apa dan kemana," jawab Joya.Calderon sudah menduga hal in
"Sudahlah, Tuan. Biarkan saja perempuan itu pergi. Dia sudah menemukan pengganti, Tuan," ujar Max frustasi sendiri. Calderon meremas foto-foto yang Max berikan. Foto Almora yang dipeluk oleh pria bernama Ken, yang Calderon ketahui sebagai rekan kerjanya. "Apa kamu mendengar apa yang mereka bicarakan?"Max menghela napas saat ucapannya diabaikan. "Mereka bicara soal pernikahan."Calderon menggertakkan giginya seraya membuang foto itu ke sembarang arah. Dadanya serasa terbakar mendengar hal itu. "Mereka akan menikah?"Max mengedikkan bahunya. Dia tidak mendengar begitu jelas. Lagipula Max tak berminat mengurus hal sepele seperti ini. Dia hanya duduk di dekat meja Almora tanpa menaruh peduli pada perempuan itu. Ah, sejak awal perempuan itu selalu menyusahkannya dan Calderon malah menggilai perempuan itu."Ken menawarkan diri untuk menikahi, Almora," jawab Max.Bruk!Calderon langsung menyapu semua benda yang berada di atas meja hingga jatuh berantakan. Dia benar-benar tidak merasa tenan
Hati Ken saat ini begitu berbunga-bunga. Almora menyetujui Ken untuk bertanggung jawab. Perempuan itu menerima kalau Ken menikahinya, menjadi ayah untuk anak yang sedang dikandung perempuan itu. Saking senangnya, Ken mengajak Almora ke rumah sakit untuk mengecek kandungannya. Anggap saja ini sebagai hadiah atas ketersediaan Almora menerimanya kembali meski dipaksa oleh keadaan. Ken tentunya sadar dia ada sebagai cadangan. Pria yang Almora inginkan sudah jelas adalah Calderon. Ken hanya bisa menelan kenyataan pahit bahwa dirinya hanyalah tempat pelarian. Namun Almora tidak salah karena Ken sendiri yang menawarkan diri sebagai tempat pelarian. "Aku punya kenalan dokter kandungan yang bagus," ucap Ken melepas sealbeat di tubuhnya. "Perempuan atau laki-laki?" Almora membuka sealbeat yang menyilang di tubuhnya, tapi dia mengalami kesulitan. Melihat itu, Ken dengan sigap membantu. "Laki-laki sih. Tapi tenang aja, dia dokter profesional," jawab
"Beristirahatlah," ucap Calderon pada Camelia. Dia membantu perempuan itu berbaring di atas tempat tidur. "Kamu sendiri mau kemana?" Calderon menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Saya masih ada urusan.""Malam-malam begini?""Tidak usah berlebihan." Calderon menatap Camelia datar. "Saya memang biasa bekerja di malam hari dan kamu tau itu."Bibir Camelia mengatup, tak punya kalimat lagi untuk di lontarkan. "Jangan lama-lama pulangnya."Calderon mengambil jaketnya dari lemari. Mengambil topi dan sepatu converse yang hanya dipakai untuk keadaan tertentu. Dia menatap Camelia lagi. "Tidurlah lebih dulu. Jangan tunggu saya."Setelah berkata demikian, Calderon melangkah meninggalkan kamar. Mengenakan pakaian serba hitam dari ujung kepala hingga ujung kaki. Lalu suara motor sport terdengar menjauh dari halaman rumah. Ini jelas meninggalkan tanda tanya bagi Camelia. Urusan seperti apa yang a
Nyatanya, Almora tidak diiringi ke pelaminan oleh Ken. Justru dirinya yang mengiringi pria itu ke tempat peristirahatan terakhirnya. Berita kematian Ken terasa seperti mimpi. Terjadi begitu saja tanpa tanda-tanda. Padahal kemarin mereka masih bisa tertawa, masih bersenang-senang dan masih baik-baik saja hingga begitu tiba-tiba polisi mengabarkan pria yang dia laporkan berada dalam bahaya ditemukan tewas tertembak.Almora benar-benar merasa dipermainkan. Apa Almora memang tidak akan memperoleh keadilan? Kehilangan ayah, dijual oleh ibu tirinya, direnggut mahkotanya, dicampakkan oleh pria yang dia cintai dan sekarang kehilangan sosok yang berarti di dalam hidupnya. Almora mulai berpikir kalau orang-orang yang hidup bersamanya selalu berakhir sial, sama seperti kehidupannya yang dipenuhi kesialan.Pukul sepuluh pagi Almora meninggalkan makam Ken. Harapan terakhirnya untuk hidup bahagia telah pupus. Satu-satunya manusia yang peduli padanya telah tiada. Almora kehilangan sosok penopang hi
Rasanya belum lama Almora tinggal di kota ini. Belum banyak benar hal-hal menarik yang dia coba. Belum matang pemikirannya dalam dunia bisnis dan corporation. Belum ada kisah-kisah indah yang benar-benar terukir. Namun mau bagaimanapun, Almora harus tetap pergi. Terus-terusan menetap di tempat ini, di kota ini dan di negara ini tidak lagi ada gunanya. Bukan hanya karena Calderon yang mengkhianatinya, bukan hanya karena kematian Ken, melainkan juga tentang dirinya sendiri. Almora butuh tempat yang tenang untuk menyembuhkan dirinya. Butuh jauh dari keramaian yang dia kenal untuk berhenti memikirkan bagaimana caranya mati.Lagipula, kehidupan Almora bukan hanya tentang dirinya sendiri. Ada satu nyawa yang sedang berkembang di rahimnya. Ada gumpalan darah yang tak lama lagi akan menjadi anaknya. Demi bayi ini, Almora akan mencoba bertahan. Mungkin Almora sudah tak punya semangat untuk terus hidup tapi bayi ini, mungkin dia menunggu-nunggu kapan dia akan hidup."Jadi berangkat sekarang?" t
Satu minggu.Dua minggu.Tiga minggu.Calderon kembali mendatangi kosan Almora setelah menghilang selama tiga minggu sejak pertemuan terakhir mereka. Calderon tau Almora tak mungkin mau menemuinya, tapi bukan Calderon namanya jika hanya diam saja. Mau sebenci apapun Almora padanya, Calderon akan terus berusaha mencari maaf dari perempuan itu. Menurutnya, kesulitan dalam hubungan mereka terjadi karena kesalahan dalam berkomunikasi. Almora salah paham, begitu juga dirinya.Mereka akan baik-baik saja jika Almora mau mendengarkan alasan mengapa Calderon menikahi Camelia. Dan mungkin saja Calderon tidak akan membunuh Ken jika perempuan itu tidak menunjukkan ketidaksukaannya secara terang-terangan.Seperti biasa, Calderon tidak sadar diri. Semestinya dia juga mendengarkan Almora perihal siapa Ken sebenarnya. Bukan asal menuduh kalau Ken adalah kekasihnya yang mana berakhir seperti ini. Walau pada nyatanya, Ken memang akan menikahi Almora.Dari teras, Mona menyipitkan mata. Merasa terancam d
Optima 434.Calderon berdiri di balkon, menatap hamparan kota di bawah kukungan langit biru. Kota tampak begitu jelas, seperti susunan rumah di game minecraft. Ini adalah bagian paling menyenangkan saat berkunjung ke Optima. Calderon bisa merasa tenang hanya dengan melihat bangunan-bangunan itu."Tumben mengajak saya ke sini," kata Max yang muncul dari balik punggung Calderon. Dia memang meminta pria itu untuk datang juga. Membosankan rasanya bila hanya sendirian di flat ini."Tidak suka?" Calderon menatap pria itu tajam. Selalu saja berkomentar. Nurut saja apa susahnya?"Suka, tapi kan aneh."Calderon mengabaikan. Dia memilih mengambil sebungkus rokok dari saku celananya. Dia tidak bisa leluasa merokok di rumah. Selain karena dilarang Nyonya besar, keberadaan Camelia yang sedang hamil juga menjadi alasannya. Calderon tentu tidak ingin anak itu meregang nyawa karena bapak tirinya hobi menghembuskan asap nikotin."Masih ngerokok?" heran Max.Calderon menyelipkan rokok itu di bibirnya l
Camelia rasa tubuhnya sudah agak mendingan. Tadi pagi hanya sedikit pusing karena tidur terlalu lama, tapi Calderon dan seluruh manusia di rumah itu menganggap dirinya sedang demam tinggi. Padahal hanya butuh berbaring sebentar, Camelia bisa pulih.Usai makan siang, Camelia berencana untuk pergi ke rumah kedua orang tuanya. Sudah lama Camelia tidak berkunjung ke rumah. Kedua orang tuanya juga jarang memberi kabar seolah lupa dengan anaknya yang satu ini."Mau kemana?"Langkahnya dihadang oleh Calderon yang tiba-tiba muncul. Berdiri di depan pintu utama seraya melipat kedua tangan di depan dada. Ah, magic. Pria itu penyihir. Sekejap di kamar, sekejap di ruang kerjanya dan sekejap lagi ada di depan mata."Ke rumah orang tuaku." Camelia menatap Calderon.Salah satu alis pria itu terangkat. "Sendiri?""Memangnya kamu mau ikut?" tanya Camelia, sangsi. Calderon benci sekali dengan ayahnya. Mana mungkin pria itu mau ikut dengannya bertemu mama dan papa.Sesuai dugaan, Calderon menggelengkan
"Kenapa? Apa sudah kalian temukan bajingan itu?" tanya Calderon melihat beberapa anak buahnya datang dengan napas tak beraturan. Mereka berlari dari gerbang utama seperti dikejar anjing gila.Yang paling besar, mengangkat tangan pertanda butuh beberapa detik untuk bisa bernapas normal. Yang satu lagi, menatap Calderon dengan napas yang mulai teratur. Apa yang mengejar sampai bernapas saja terlihat sulit? Roh mereka seakan tercabut dari tubuh hanya karena berlari dari gerbang."Ada berita buruk." Kalau tidak salah namanya Rob, entah Robert entah Roblok. Calderon tidak bisa mengingat nama-nama anak buahnya.Berita buruk sudah menjadi makanan sehari-hari Calderon. Jadi, dia tidak terkejut bila akan ada kabar buruk lagi yang dia dengar."Apa?""Ternyata Kaleo punya hubungan kerja sama dengan kartel di Kroasia," jawab Rob.Ah, masalah kartel lagi. Calderon malas sekali mengurus orang-orang yang terlibat kartel. Hal itu benar-benar memuakkan."Kroasia? Ada kartel di sana?" tanya Calderon. D
Calvin beringsut menaiki tempat tidur, merebahkan tubuh di sebelah Almora yang sudah lebih dulu berbaring. Mereka tidak punya kegiatan apapun lagi sebab tadi siang sudah menghabiskan banyak waktu dengan bermain game dan menonton beberapa film komedi rekomendasi dari Calvin sendiri. Sebenarnya Calvin masih punya beberapa pekerjaan yang mesti diselesaikan. Akan tetapi dia merasa tidak tenang jika Almora belum tidur. Pekerjaan yang menumpuk itu bisa diselesaikan nanti atau saat mepet deadline. Namun menemani Almora tidur tidak sama dengan pekerjaan yang bisa ditunda."Mau dibacain dongeng apa?" Calvin menatap Almora sembari mengembangkan sebuah buku cerita."Kamu pikir aku anak kecil?" Almora balik menatap Calvin. "Eh, itu buku dongeng siapa yang kamu curi?""Enak aja." Calvin menutup buku cerita dengan judul kisah petualangan seru kancil dan teman-temannya. "Ini aku beli di Indonesia. Sudah lama sih."Almora tertawa pelan. "Kok bisa kepikiran buat beli buku dongeng itu? Mana judulnya m
"Bayinya sehat. Ibunya juga sehat."Senyum di wajah Calvin tak luntur kala kalimat dokter yang memeriksa Almora tadi pagi terus bergema di kepalanya. "Bayinya laki-laki."Semakin senang hati Calvin mendengarnya. Bayi mereka laki-laki. Terlepas dari siapa sebenarnya ayah kandung dari bayi itu, untuk saat ini yang bertanggung jawab dan akan mengemban peran bapak adalah dirinya. Tentu saja Calvin bersuka cita mendengar kabar baik itu.Ibunya sehat, bayinya sehat dan bayinya laki-laki."Bahagia banget kayaknya," ucap Almora. Matanya tak luput dari wajah pria yang sedang berkutat di pantry itu. Katanya dia ingin memasak makan siang untuk Almora. Sekalian mencoba resep baru untuk kue yang tadi malam baru saja diriset oleh pria itu.Dia produktif sekali jadi suaminya. Dan semenjak kehamilan Almora memasuki masa menuju pembukaan, pria itu memutuskan bekerja dari rumah saja. Katanya dia takut meninggalkan Almora di rumah sendirian.Calvin sangat siap untuk menjadi seorang suami."Iya dong. An
Katanya tidak cinta, tapi begitu menemukan Camelia di dekat salon, Calderon langsung memeluknya. Dia cemas kala tau Kaleo berkeliaran di sekitar mereka. Entah kenapa, disaat Tuan Saka berkata Kaleo ingin kembali merebut Camelia, ada rasa khawatir yang luar biasa dalam diri Calderon. Mungkin karena Calderon tau bahwa kemunculan Kaleo adalah alarm bahaya bagi Camelia. Pria itu memang ayah kandung dari bayi yang Camelia kandung tapi mengingat bagaimana sepak terjangnya sebagai manusia, Calderon tidak bisa menyerahkan Camelia pada pria itu."C-Cal, are you okay?" Camelia yang dipeluk secara tiba-tiba jelas terkejut. Calderon masih belum melepaskan pelukannya. "Saya pikir kamu kenapa-kenapa."Setelah berminggu-minggu pernikahan mereka, ini kali pertama Calderon menunjukkan kepeduliannya secara tulus. Bukan karena terpaksa, bukan karena ayahnya, bukan karena orang-orang dan media yang meliput mereka tapi karena diri Calderon sendiri. Camelia terharu melihat Calderon mengkhawatirkannya. Ini
Kembali ke tanah air.Kericuhan terjadi di kediaman Tuan Saka. Ayah dan anak itu bertengkar perihal Kaleo yang hilang dari lokasi penyekapan di California. Entah apa yang terjadi sampai pria itu bisa lolos dari pengawasan dua kubu. Dan Calderon duga, ini terjadi karena ayahnya berusaha merebut Kaleo dari genggamannya."Coba saja ayah tidak ikut-ikutan, mungkin Kaleo masih ada di rumah penyekapan," kata Calderon dengan dada kembang kempis. Dia berusaha sabar untuk tidak memukul pria yang menjadi penyebab kekacauan itu terjadi."Itu bukan tanggung jawab mu, Cal. Mengurus Kaleo adalah tugas saya. Kamu cukup menjalankan peranmu sebagai suaminya hingga anaknya lahir," balas Tuan Saka dengan wajah tak kalah bengis.Karena kekacauan ini, aksi penyelundupannya terbongkar.Calderon mendengus kasar. Dia bukan anak kecil yang bisa dibohongi. Dia tau kenapa Tuan Saka mau turun tangan mengurus Kaleo. Sudah pasti karena tidak ingin pernikahannya dan Camelia berakhir. Tuan Saka ingin Calderon terus
Mari menikah denganku.Semudah itu Calvin mengajaknya untuk menikah dan semudah itu pula Almora mengiyakan ajakan tersebut. Kesannya seperti sedang main nikah-nikahan. Rasanya memang aneh bagi mereka yang baru kenal, baru akrab. Terlalu cepat bagi mereka untuk naik ke jenjang yang lebih serius. Menikah bukan hanya soal tanggung jawab, bukan hanya soal nafkah tapi juga soal resiko yang harus mereka hadapi setelah ini. Almora masih takut. Bayang-bayang Ken tewas karena dirinya jelas belum usai menghantui.Namun hidup harus terus berjalan. Almora tidak menapik bahwasanya dia butuh pendamping hidup. Dia butuh seseorang untuk menemaninya membesarkan bayinya. Butuh seseorang untuk membersamai hari tuanya.Karena Calvin tampak serius, Almora juga akan serius. Jika Calvin memang ingin bermain-main, seharusnya pria itu mengajaknya pacaran, bukan menikah.Satu minggu setelah will you marry me dadakan itu, Calvin dan Almora resmi menjadi pasangan suami-isteri. Menikah dengan orang dari negara s
Hari-hari Almora benar-benar menjadi lebih baik usai bertemu dengan Calvin. Di belahan bumi yang jauh itu, Almora tidak lagi merasa kesepian. Sebelumnya ada banyak orang yang Almora kenal. Temannya juga lumayan untuk ukuran warga asing yang baru menempati wilayah lokal. Namun rasanya berbeda saat bertemu dengan Calvin. Teman Almora yang banyak itu tak cukup mampu menghilangkan rasa sepinya. Justru Calvin yang baru dia kenal kemarin sore mampu membuat Almora merasakan bagaimana hidup bersama teman yang seolah sudah dikenal sejak lama. Rasanya seperti pulang ke rumah."Aku sudah jarang ke pantai," ucap Calvin. Sore itu entah karena gerangan apa, Calvin mengajak Almora bermain ke pantai.Mereka duduk di atas bebatuan. Menatap birunya air laut. Sama halnya dengan Calvin, Almora juga sudah jarang ke pantai atau mungkin tidak pernah. Jarak dari kota ke pantai tidak begitu jauh, tapi tidak pernah sekalipun Almora ingin mengunjungi perairan luas nan indah itu. Ini saja kalau bukan karena ajak