Hujan masih setia turun dari langit, bahkan ketika malam dan kegelapannya datang. Wanita yang terbaring di ranjangnya itu mulai membuka mata. Buram. Tapi tak lama pandangannya kembali fokus. Naya tak ingat apapun selain pertengkarannya dengan Kayasaka sore tadi. Tapi sebelum pingsan dan jatuh karena pusing, dia melihat lelaki itu kembali membuka pintu kamarnya. Sekarang dia bisa melihat lengannya yang tertusuk jarum infus. Apa dia demam? Tapi ke mana Kayasaka sekarang? Apa lelaki itu benar-benar pergi? Naya harus mencarinya. Dengan susah payah, Naya mencabut infusannya sendiri. Mencoba turun dari ranjang abu-abu itu. Tapi baru dua langkah, dia hampir jatuh. Untungnya sebuah tangan kekar menahan tubuhnya. Naya mendongak, mendapati Kayasaka di sana, menangkapnya tepat sebelum dia terjatuh ke lantai. "Kau mau ke mana?" Kayasaka bertanya khawatir. Tapi Naya hanya terdiam. Apa lelaki itu sudah tidak marah padanya? Tunggu! Ini benar-
"Serius dia ke sini?" Zavier bertanya pada dirinya sendiri, melihat begitu banyak kerumunan orang yang memenuhi area jalanan luas pada malam hari. Banyak obor dinyalakan untuk penerangan selain lampu-lampu yang ada. Zavier kenal area ini karena dulu ini adalah tempatnya untuk mencari kesenangan dan tempat pelarian pribadinya. Tapi kenapa Emily harus ke sini?"Za!" Zavier menoleh begitu pundaknya ditepuk pelan oleh seseorang dari belakang. "Ke mana aja?" Lanjut orang itu. Zavier merutuk, mengetahui siapa yang menepuk pundaknya. Itu Joendra, cowok berambut pirang terang dengan mata biru. Orang yang sebenarnya cukup dia hindari. "Jadi lo nerima tantangan Gavin?"Gavin? Zavier lelah mendengar nama itu. Dia menundukkan kepalanya. Sudah menduga Joe akan membahas Gavin pada akhirnya. Sudah lama dia mengabaikan pesan yang Gavin--mantan temannya--itu kirimkan. Ajakan untuk balapan itu terang-terangan Zavier abaikan, dan seca
"Queen lo kenal mantan King kita?" Emily terkejut saat salah satu temannya menyenggol lengannya dengan sengaja. Karena dia menatap Zavier di ujung sana dengan intens. Pemuda berdarah korea itu juga terlihat sedang menatapnya, dan sepasang bola mata itu jelas sama-sama terkejut. "Dia King yang selalu disebut Kak Altair itu?" Tanya Emily retoris. Teman-temannya mengangguk tanpa ragu. Ya siapa lagi kalau bukan Zavier? Cuma dia lelaki yang disebut-sebut legenda selanjutnya oleh Kak Altair sebelum pemuda berdarah korea itu memilih mundur dan pergi. "Dia ke sini Queen." Bisik salah satu teman Emily. Gadis itu sudah bersiap mengenai segala kemungkinan soal Zavier yang akan menghampirinya. "Lo kenal Queen, Za?" Emily bisa mendengar teman-teman Zavier bertanya begitu pemuda itu menghampirinya. Sebagian besar dari mereka bahkan ikut mendengar, atau bahkan mungkin semua orang di arena ini ingin mencuri-curi dengar. Karena terlalu penasaran soal interaksi
"Noona! Kau benar-benar berbakat sekali." Naya tertawa saja ketika Zavier memuji masakan yang disajikannya pagi ini. Setelah Zavier menerima boneka kelinci lucu dari Kayasaka itu ketiganya kini ada di meja makan. Dua orang ini nyatanya rela menunggu Naya memasak pagi ini. Sebenarnya Kayasaka melarangnya, tapi karena Naya bebal dan sangat ingin memasak jadi lelaki itu terpaksa mengizinkan. Akhirnya pagi ini Naya membuat beberapa menu sarapan yang sederhana. Sudah ada omelet, salad, dua cangkir susu dan satu kopi di meja makan itu. "Makanlah. Aku harap kalian menyukainya." Naya memperhatikan dua lelaki yang duduk di sekitarnya itu. Zavier terlihat sangat antusias melihat piring berisi omelet di depannya. Tapi Kayasaka sepertinya terusik akan sesuatu. Tanpa kata lelaki itu mendatangi meja Zavier, mengambil piringnya dan menggantinya dengan salad sayuran yang ada di meja. "Hyung!" Zavier terlihat kesal, Naya sendiri memperhatikan le
Emily mengepang rambut coklat terangnya dengan senang. Besok adalah hari pertunangan Kakaknya dan seorang wanita cantik bernama Alyssa. Meski mereka sudah matang mempersiapkan hari itu. Tapi entah kenapa Emily gugup. Dia takut calon kakak iparnya itu tidak diterima oleh keluarganya, terutama oleh ibunya Amretha. Emily takut Alyssa tau kalau keluarganya tidak seharmonis yang orang-orang pikirkan. Emily takut wanita cantik itu menjauh seperti teman-temannya yang lain. Emily takut sendirian lagi di dunia yang menakutkan ini. Dia punya Emilio, tapi entah kenapa dia selalu merasa ada batas-batas yang harus dia jaga dengan kakak laki-lakinya itu. Karena faktanya, Emilio tak bisa selalu ada di sisinya. Emily menarik sweeternya pelan. Dia mengambil kapas yang sudah dibasahi air dan menyapukannya ke leher dan sikut juga beberapa bagian lengannya sendiri. Bekas ungu kemerahan mulai terlihat diantara lekuk-lekuk cantik dan beberapa bagian tubuh gadis itu
"Showroom mobil?" Naya dan Zavier sama-sama mengerutkan alis begitu mobil Kayasaka terparkir di garasi bawah tanah sebuah showroom mobil. "Bukankah mobilmu sudah banyak? Untuk apa lagi?" Tanya Naya heran, turun setelah Kayasaka membukakan pintu mobil untuknya. "Bukan untukku. Untuk bocah menyebalkan itu!" Tunjuk Kayasaka pada Zavier yang baru saja keluar dengan boneka kelincinya. "A-apa? Hyung kau tak bercanda!?" Tanya Zavier setengah tak percaya. Matanya berbinar begitu mendengar perkataan Hyungnya sendiri yang akan memberikannya sebuah mobil. Kayasaka tak merespons antusiasme pemuda itu. Tanpa kata mengambil boneka kelinci dari pangkuan Zavier dan membuka wortel kelinci yang memang punya resleting itu. Kayasaka lalu melemparkan satu benda kecil dari sana yang dengan sigap langsung ditangkap oleh Zavier. "Kunci mobil? Kau sudah memilihkan mobilnya untukku?""Cari saja di dalam." Kata Kayasaka masih misterius.
"ARRANAYA!!!" Kayasaka menangkap tubuh Naya yang hampir tersungkur ke lantai setelah tertembak tepat di dada kirinya. Cairan merah langsung mengalir dari sana. Napas wanita itu tersengal-sengal, seiring oksigen yang menipis di antara kedua paru-parunya. Semuanya terjadi begitu cepat. Kayasaka bahkan tak sempat menyelamatkan wanitanya itu. Dengan penuh amarah, Kayasaka meraih pelatuk pistolnya. Tangannya sedikit bergetar karena bahu kanannya yang terluka. Dia mengarahkan pistol itu pada penembak yang baru saja menembak istrinya, dan dengan sekali tembakan Kayasaka bisa melumpuhkan musuhnya itu tepat di titik vital. Setelahnya, Kayasaka melihat ke arah Naya yang terkulai dalam pelukannya. Blouse putih wanita itu terlihat langsung berubah warna. Bau anyir darah langsung menusuk hidung. Naya yang sebelumnya linglung, meraba dadanya sendiri, dengan samar dia bisa melihat cairan merah itu sudah memenuhi tangannya yang dingin. "K-kayasaka ... " napas Naya tersengal. Wanita itu terliha
"Arranaya? Apa kau bisa mendengarku?!" Teriak Kayasaka tepat setelah masuk ruangan ICU. Lelaki itu masuk dengan sangat kalut diikuti Zavier di belakangnya. "Noona!" Teriak Zavier tak kalah lantang memanggil Noona kesayangannya. "Kumohon jangan begini! Dokter! Selamatkan dia Dokter!" Kayasaka menarik kerah jas dokter di sampingnya. Berteriak frustrasi, melihat Naya nyatanya tak merespons ucapannya sama sekali. Atmosfer di ruangan ICU itu dingin sekaligus mencekam. Menusuk setiap sendi tulang Kayasaka dan Zavier. Nyeri. Dia tak percaya, kabar bahagia yang dia terima setelah operasi Naya berhasil, berubah jadi kabar duka dalam sepersekian menit karena komplikasi. Ini tak masuk akal! Tentu saja siapa yang mempercayai kenyataan gila seperti ini!"Noona ... kumohon bangun Noona!" Zavier mendekat putus asa. Air matanya membajiri pipinya yang putih. Lututnya lemas di samping wanita yang kini terbaring pucat itu. "Pak anda
"Noona benar-benar akan pulang?" Tanya Zavier masih tak mengerti. Setelah dia dan Emily saling mengejar di koridor keduanya kembali dengan Naya yang sudah sibuk berkemas. "Hm, iya." Jawab Naya tanpa ragu, dia melirik Kayasaka yang tadi marah karena tak rela ditinggal pergi olehnya. Semua bujuk rayu lelaki itu bahkan tak mempan pada Naya yang tetap ingin pulang. Naya sendiri bersikukuh pulang dan tak bisa tinggal lebih lama di sini, karena bagaimanapun dia tidak mau menghilang tepat di depan orang-orang yang dia sayangi. "Padahal Kakak juga pulang besok 'kan? Kenapa kak Naya tidak menginap saja?" Itu Emily, ikut memerotes keputusan Naya. "Aku harus pulang karena harus menyiapkan sesuatu Lily. Aku ingin menyiapkan untuk menyambut kepulangan kakakmu." Jawab Naya dengan kerlingan jahilnya. Bohong. Naya bahkan tak tau masih bisa melihat Kayasaka hingga besok pagi atau tidak. "Biarkan saja. Kakak iparmu memang keras kepala. Toh besok aku tak akan pulang." Kayasaka berkomentar k
"Jadi apa yang kau inginkan Naya? Misimu sudah berhasil dan Novelnya sudah selesai." Naya yang masih tak percaya ditarik ke dimensi aneh ini hanya diam. Wanita itu belum menjawab apa pun, dia hanya tertunduk sembari mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Di mana dia menghadiri pemakaman Zavier. Iya, Zavier. Tumbal novel ini ternyata bukan Kayasaka tapi Zavier. Malam itu, saat Kayasaka kecelakaan, Naya langsung menghubungi Emily karena Kayasaka membutuhkan donor darah secepatnya. Emily yang sedang bersama Zavier langsung bergegas menuju rumah sakit. Tapi di jalan mereka berdua dijegat oleh orang-orang suruhan Amretha. Orang yang sama yang merusak mobil Kayasaka dan membuatnya kecelakaan. Di tengah kekalutan itu, Zavier tertembak dan motornya kecelakaan tapi Emily selamat. Naya yang was-was karena Emily tak kunjung datang untungnya mendapat bantuan dari Emilio dan Alares yang ternyata mau mendonorkan darahnya untuk Kayasaka. Setelahnya, Emily datang ke rumah sakit dengan ber
Pagi harinya, Naya, Kayasaka, Zavier dan Emily sudah sarapan bersama di meja makan. Setelah pertemuan mengharukan kedua adik kakak itu, semalamam Emily dan Kayasaka bercerita, entah untuk meluruskan kesalahpahaman atau mengenang kebersamaan mereka. Akhirnya, Zavier dan Emily memilih menginap malam itu. Sehingga pagi ini mereka bisa sarapan bersama. Sarapan sederhana yang Naya buat dengan senang hati. "Bagaimana Hyung? Kau bisa cuti satu hari ini 'kan?" Tanya Zavier sebelum menyendokkan penuh sereal coklat ke dalam mulutnya. Pemuda itu sekali lagi membahas rencananya untuk mengajak ketiga orang di sekitarnya ini untuk ke taman hiburan bersama. Katanya, untuk merayakan keutuhan keluarga ini. "Aku bisa, tapi tanya dulu pada Noonamu, apa kondisinya memungkinkan untuk pergi ke taman hiburan. Dia pasti kelelahan karena kegiatan kami malam tadi." Na
Zavier menarik topinya lebih dalam. Masuk ke area kafe yang lumayan ramai siang itu. Setelah suasana hatinya sedikit membaik, pemuda itu memutuskan untuk pergi ke kafe mencari makanan karena di apartemennya tak ada apa-apa selain air dingin.Biasanya, Zavier akan pergi ke mansion Kayasaka dan memakan masakan bibi Marry atau mencoba pasta dan kue buatan Naya. Tapi saat ini dia ingin menikmati kesendiriannya. Zavier sudah tak membenci Kayasaka tapi dia juga masih canggung jika harus langsung bertemu lelaki itu. "Apa yang ingin anda pesan?" Tanya pelayan yang menghampiri Zavier di mejanya. Zavier melihat menu di tangannya, ada deretan makanan yang terlihat enak di sana. Tapi tatapannya terpaku pada pasta yang mengingatkannya pada sosok Emily. Ingatannya menerawang jauh saat dia dan gadis itu tinggal bersama untuk beberapa hari. Zavier ingat pernah mencuri pasta yang dimasak gadis itu, juga mencuri rasa manis dari bibir ra
"Kayasaka," panggil Naya pelan, wanita itu berdiri ketika suaminya baru saja membuka pintu setelah dari ruangan rapat. Naya memang sudah menunggu Kayasaka sedari tadi. Setelah menjamu Emilio dan Alares sebentar, Naya langsung ke sini menemui Kayasaka yang sekali lagi terlihat berantakan. Bagaimana tidak, luka terbesarnya kembali. Siapa yang bisa baik-baik saja? "Aku tidak memintamu ke sini. Kau seharusnya beristirahat saja di rumah." Kayasaka berkata dingin, Naya tersenyum maklum.Dengan senyuman yang masih menghiasi wajahnya, wanita itu menghampiri Kayasaka di kursi kerjanya. Naya berdiri di belakang suaminya itu, memeluk leher Kayasaka dari belakang, lalu mengelus pundak suaminya pelan, sembari menenggelamkan kepalanya di sana. "Yaya kalau marah memang selalu berubah jadi kulkas ya?" Tanya Naya jenaka berusaha mencairkan suasana. Melihat suaminya masih tak merespons membuat Naya semakin ingin berusaha.
Seorang pemuda masih meringkuk dalam selimut. Mengabaikan dering ponselnya. Zavier, pemuda itu bahkan enggan membuka gorden, dia hanya membiarkan dirinya meringkuk dalam gelap. Dia tak ingin menemui siapa pun. Dia tak ingin mendengar apapun. Kepalanya masih berdenyut sakit akibat pengakuan Kayasaka semalam. Fakta gila yang menyangkut orang tuanya juga masih tak bisa dia percaya. Kamarnya ini menjadi saksi betapa kacau dan hancurnya Zavier. Remuk, Zavier benar-benar tak berdaya. Matanya melirik botol wine yang kosong di ujung karpet, setelahnya netranya berpendar menyusuri figura foto yang sudah menjadi kepingan di lantai kamarnya. Semestanya benar-benar sedang berantakan. Begitu juga dengan seisi kamarnya. Drrrrttt ... drrrtttt ....Ponsel Zavier bergetar lagi. Kali ini pemuda itu bergerak melihatnya, dia yakin itu pesan dari Noonanya karena wanita itu memang tak henti-henti meneleponnya d
Naya membuka matanya, tersenyum mendapati Kayasaka masih terlelap sembari memeluknya. Lelaki itu terlihat sangat tampan bahkan saat memejamkan mata. Bulu matanya lentik untuk ukuran seorang pria. Sedangkan itu rahangnya tegas dengan hidung mancung dan alis yang lebat. Naya mencintai pria ini, sangat. Terlepas dari seberapa tampan ia atau sekelam apa masa lalunya. "Misimu ..." "Misimu ... " "Misimu Naya ... " Naya memejamkan matanya. Kepalanya mendadak sakit dan pusing, ditambah suara-suara aneh yang mulai berdengung di telinganya, semacam panggilan peringatan. "Ke sini ... " "Ke sini ... " "Akh!" Naya meringis ketika suara itu seolah menekan kepalanya. Membuat rasa sakit di sana semakin membuatnya merintih. Kayasaka terbangun karena pergerakan tak nyaman dari Naya. Melihat istrinya merintih kesa
"Jadi bagaimana semuanya dimulai?" Tanya Naya penasaran. "Apa kau tau ini tanggal berapa?" tanya Kayasaka balik, membuat Naya meraih ponsel di meja kecil yang ada di depan mereka. Tubuhnya syok kecil, saat ponselnya menunjukkan tanggal 14. "Jadi selama ini ... setiap tanggal 14 kau menyembunyikan ke datangan Amretha Fernandes ke rumah ini dari semua orang?" Kayasaka senang istrinya cepat tanggap, tapi bukan begitu awal mulanya. "Bukan dia. Lebih tepatnya, kedatangan lelaki brengsek yang jadi suaminya. Ayahku." Kening Naya berkedut tak mengerti, Kayasaka melanjutkan, "setiap tanggal 14 ayahku itu selalu datang ke rumah ini untuk memberikan uang supaya aku bisa bertahan hidup. Tapi dari setahun yang lalu dia tak pernah datang dan malah Amretha Fernandes yang selalu datang ke sini mencarinya. Kesimpulan yang bisa aku tarik, lelaki itu menghilang. Walaupun sedikit rumit berhadapan dengan Amretha Fenandes tapi aku bersyukur, aku tak perlu menemui lelaki brengsek itu lagi." Kata
Kayasaka menatap Naya yang tertidur dalam pelukannya. Setelah makan malam, wanita itu terlelap begitu saja sembari terus memeluknya. Kayasaka menarik tangannya perlahan. Turun dari kasur dan menarik selimut untuk menutupi tubuh istrinya. Naya mengulet sebentar sebelum tertidur lagi dengan mencari posisi nyaman yang baru. Kayasaka sendiri memerhatikan itu dan mulai beranjak pergi ke ruang kerjanya sendiri yang ada di sebelah kamar tidur luasnya. Kayasaka merogoh kunci, membuka nakas di bawah meja kerjanya. Lelaki itu mulai mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah dokumen. Dokumen-dokumen yang selama ini dia simpan dengan sangat rapat. Kedatangan Amretha Fernandes memaksanya untuk kembali teringat dokumen-dokumen lama itu. Dokumen yang menjadikan Kayasaka lelaki brengsek yang tak pantas mendapatkan sebuah pengampunan atau kata maaf. Kehidupan normalnya bersama Naya, sering kali membuatnya lupa kalau dia adalah monster penghancur. Monster yang bersedia melakukan apa pun agar am