Share

Apakah Dia Anakku?

Author: NHOVIE EN
last update Last Updated: 2024-11-26 10:01:00

Sore itu, langit Jakarta mulai dihiasi semburat jingga, menandakan hari hampir berakhir. Di salah satu sudut gedung pencakar langit, Bastian sedang duduk di balik meja kerjanya, dikelilingi berkas-berkas yang menumpuk. Suasana di ruangannya begitu sunyi, hanya terdengar denting jam dinding dan sesekali deru kendaraan dari jalanan di bawah.

Pintu ruangan diketuk pelan.

“Masuk,” suara Bastian terdengar tanpa menoleh.

Farel muncul dari balik pintu dengan wajah yang penuh rasa lelah. Pria itu mengenakan kemeja biru yang kini sedikit kusut, menandakan ia sudah melalui hari yang panjang.

“Bastian,” sapanya sambil menutup pintu dengan hati-hati.

Bastian mengangkat pandangan sekilas, lalu menunjuk kursi di depannya. “Duduk.”

Farel menurut, menghempaskan tubuhnya di kursi, tetapi tetap menjaga postur sopan. Ia tahu alasan ia ada di sini, untuk mempertanggungjawabkan masalah proyek Nusa Penida.

“Apa yan

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (16)
goodnovel comment avatar
Jihan Khanaya
udah mulai curiga ya bas kalo bintang itu anak kamu. kalo misal nya kamu tau bintang anak kamu, memang nya apa yang akan kamu perbuat? pokoknya jangan pernah ambil bintang dari hidup nya Rania.
goodnovel comment avatar
Jihan Khanaya
ayo buktikan farel kalo kamu mampu menyelesaikan keterlambatan proyek yang kamu tangani. kamu jangan salahkan pernikahan nya farel dong Bastian. pernikahan mu nya yang amburadul
goodnovel comment avatar
Wiediajheng
Farel.. hayuk buktikan kalo kamu masih bisa kerja dengan baik jangan dijadikan rumah tangga sebgai alasan...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Usaha Yang Tertolak

    Malam ini, suasana rumah terasa hening, hanya suara jam dinding yang terdengar samar di ruang tengah. Di dalam ruang kerja pribadinya, Bastian tenggelam dalam tumpukan dokumen yang ia telaah tanpa benar-benar memahaminya. Pikirannya terus melayang ke Lembang, ke wajah Rania, dan terutama ke senyum kecil Bintang yang entah mengapa begitu sulit dilupakan.Pintu ruang kerja terbuka pelan, Maya muncul membawa secangkir kopi panas. Wajahnya dihiasi senyuman kecil, meski di dalam hatinya ia tahu bahwa ini akan menjadi malam yang sulit.“Kamu masih di sini?” Maya memecah keheningan sambil berjalan mendekat. Ia meletakkan cangkir kopi di atas meja Bastian dengan hati-hati. Aroma kopi yang hangat menyebar di ruangan.Bastian tidak mengangkat kepalanya. Ia hanya menggumam, sekadar pengakuan bahwa ia mendengar. Tidak ada ucapan terima kasih, bahkan sekilas pandang pun tidak diberikan.Maya menahan napas sejenak, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu sikap

    Last Updated : 2024-11-27
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Anda Tahu Siapa Ayahnya!

    Jarum jam menunjuk angka sepuluh malam, tetapi suasana rumah Bastian masih sepi. Hanya suara pendingin ruangan dan desau halus langkah Bastian yang sesekali terdengar saat ia berdiri dari kursi kerjanya. Dokumen-dokumen berserakan di atas meja, tapi tak satu pun yang benar-benar menarik perhatiannya.Dengan napas berat, Bastian menyandarkan tubuhnya di kursi. Pikirannya terus-menerus kembali pada Rania dan Bintang. Ada banyak pertanyaan yang tak terjawab, dan rasa penasaran itu mulai mengganggu.Tiba-tiba, ia teringat pada Adrian. Sudah beberapa hari berlalu sejak ia menugaskan pria itu untuk menyelidiki kehidupan Rania, tetapi tak ada kabar sama sekali. Tanpa pikir panjang, Bastian meraih ponselnya dan segera menekan nomor Adrian.Nada sambung terdengar beberapa kali sebelum suara Adrian akhirnya menjawab.“Halo, Pak Bastian,” suara Adrian terdengar santai, meskipun ada sedikit nada serius di baliknya. “Saya sudah menduga Anda akan meng

    Last Updated : 2024-11-27
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dia Memanggil, Papa!

    Mentari pagi menyinari halaman luas rumah mewah keluarga Bastian. Namun, sinar hangat itu seakan tak mampu menenangkan kegelisahan yang terus menggerogoti hati pria tersebut. Pagi ini, Bastian sudah rapi dalam setelan kasualnya—kemeja putih yang digulung sampai siku, celana chino, dan sepatu loafer berwarna cokelat.Ia berniat menuju Lembang. Keyakinan yang perlahan mengakar di benaknya bahwa Rania dan anaknya, Bintang, memiliki hubungan yang sangat erat dengan masa lalunya membuatnya tidak bisa lagi hanya menunggu laporan Adrian.Namun, langkahnya menuju pintu depan terhenti ketika suara Maya terdengar dari ruang makan.“Bastian, kamu mau ke mana pagi-pagi begini?” tanya Maya dengan nada penuh selidik, sambil melangkah mendekati suaminya. Wanita itu mengenakan gaun tidur sutra berwarna merah muda, rambutnya masih terurai acak.Bastian menoleh sekilas, enggan memberikan penjelasan panjang. “Ada urusan penting.”Maya mengernyit, tatapannya penuh rasa penasaran. “Urusan apa? Ini kan har

    Last Updated : 2024-11-28
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Membawa Lari

    PRANK!!Tiba-tiba, suasana yang tadinya tenang di toko bunga itu berubah dalam sekejap. Sebuah nampan stainless yang penuh dengan bunga segar yang sebelumnya ada di tangan Rania, terjatuh ke lantai dengan suara keras yang memecah keheningan. Bunga-bunga yang baru saja dipetik Rania berserakan di lantai, menciptakan kekacauan di antara rak-rak yang teratur. Icha dan Citra yang terkejut langsung menoleh, sementara Bastian juga tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat ke arah sumber suara.Melihat Bastian masih memeluk Bintang, perasaan marah Rania seketika meledak. Dengan langkah cepat, ia menghampiri Bastian dan langsung merebut Bintang dari gendongannya.“Apa yang kamu lakukan?” suara Rania bergetar, penuh kemarahan. Ia menatap Bastian dengan mata yang tajam. “Kenapa kamu memeluk anak saya?”Bastian terdiam, sedikit terkejut dengan reaksi Rania yang begitu tiba-tiba. Ia berusaha untuk berbicara, namun Rania sudah tidak memberiny

    Last Updated : 2024-11-28
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Ketakutan Yang Berlebihan

    Sore di Lembang semakin dingin. Kabut mulai turun, menyelimuti area pegunungan yang indah. Bastian duduk di salah satu meja restoran hotel yang hangat, dengan pemandangan luar yang memanjakan mata. Secangkir kopi hitam terhidang di hadapannya, tetapi belum disentuh. Matanya kosong menatap ke luar jendela, pikirannya masih penuh dengan bayangan Bintang dan Rania.Tak lama, langkah kaki Adrian terdengar mendekat. Pria itu mengenakan jaket kulit hitam, membawa tas kecil di tangan. Adrian tersenyum tipis sebelum duduk di kursi seberang Bastian.“Apa kabar, Pak?” Adrian membuka percakapan sambil melepas sarung tangannya. “Kabar tadi cukup mendesak. Ada apa?”Bastian menatap Adrian, lalu menghela napas panjang sebelum menjawab. “Aku ingin tahu semua yang sudah kau dapatkan sejauh ini. Tentang Rania, terutama tentang Bintang.”Adrian mengangguk, membuka tas kecilnya dan mengeluarkan beberapa lembar dokumen yang sudah ia siapka

    Last Updated : 2024-11-29
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Aku Pasti Akan Kembali

    Di salah satu kamar megah di sebuah rumah mewah di Bandung, Rita terduduk di sofa empuk yang menghadap ke sebuah jendela besar. Pandangannya terpaku pada foto lama di tangannya. Sebuah potret yang mulai menguning, memperlihatkan seorang bayi perempuan yang tersenyum polos dalam balutan kain putih lembut. Tangannya yang mungil mengepal, seolah menggenggam harapan yang telah lama hilang.Rita mengusap lembut bingkai foto itu dengan ujung jarinya, air matanya tak berhenti mengalir. Hatinya terasa hampa, seolah ada lubang besar yang tidak pernah bisa terisi sejak kepergian putri kecilnya.Pintu kamar terbuka pelan, menampilkan sosok Emma, sang asisten rumah tangga yang setia menemani Rita selama bertahun-tahun. Dengan langkah tenang, Emma membawa nampan berisi secangkir teh hijau hangat, berharap itu bisa sedikit menenangkan hati majikannya.“Bu Rita,” suara Emma lembut, nyaris seperti bisikan. “Ini tehnya, saya taruh di sini, ya.”Rit

    Last Updated : 2024-11-30
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dia Memang Anakmu!

    Malam ketiga di Lembang terasa lebih sunyi dibanding sebelumnya. Angin dingin menyapu pepohonan pinus di sekitar hotel tempat Bastian menginap, namun pria itu sama sekali tidak merasa nyaman. Pikirannya terus dipenuhi oleh pertanyaan yang belum terjawab. Ia duduk di balkon kamar, memandang gelapnya langit sembari menggenggam ponselnya.Tepat pukul delapan malam, pintu kamar diketuk. Bastian bangkit, menghela napas panjang, dan membuka pintu. Adrian berdiri di sana, membawa map cokelat di tangannya.“Masuk,” ujar Bastian singkat, memberi ruang bagi Adrian.Adrian masuk dan duduk di kursi yang menghadap meja kerja kecil di kamar itu. Wajahnya serius, menunjukkan bahwa informasi yang ia bawa bukanlah hal sepele.“Saya sudah mendapatkan informasi yang mungkin bisa menjawab semua pertanyaan anda, Pak,” kata Adrian sambil meletakkan map di meja.Bastian tidak langsung duduk. Ia berdiri di dekat jendela, memeluk tubuhnya sendiri. “Katakan,” ujarnya pelan namun tegas.Adrian membuka map itu d

    Last Updated : 2024-11-30
  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Bastian Menemui Cucu

    Bastian duduk di sofa hotel dengan gelas kopi yang hampir habis di tangannya. Pikirannya melayang, penuh dengan keraguan dan harapan yang bercampur menjadi satu. Adrian duduk di kursi seberang, memandangi layar ponselnya dengan saksama. Suasana terasa hening, hanya suara gemerisik AC yang mengisi ruangan.Adrian akhirnya mendongak. “Pak Bastian, saya punya kabar terbaru.”Bastian meletakkan gelasnya di meja. “Apa itu?” tanyanya cepat, dengan tatapan penuh perhatian.“Rania dan kedua karyawannya, Icha dan Citra, sedang pergi ke Bandung. Mereka punya pekerjaan dekorasi untuk sebuah pesta pernikahan. Tokonya tutup sementara hari ini,” jelas Adrian.Bastian mengernyit, merasa kecewa karena tidak bisa menemui Rania. “Jadi, tidak ada cara untuk bertemu dengannya sekarang?”Adrian menggeleng. “Tidak hari ini. Tapi, saya juga dapat informasi bahwa hanya Bu Cucu dan Bintang yang ada di rumah. Ini mungkin kesempatan kita untuk berbicara dengan Bu Cucu, tanpa tekanan dari Rania.”Bastian memirin

    Last Updated : 2024-11-30

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Diagnosa Yang Mengejutkan

    Di lorong rumah sakit yang terasa begitu dingin, Nora dan Prakas berjalan mendekati Rita dan Boby. Ekspresi wajah mereka menyiratkan kekhawatiran yang mendalam. Sebagai orang tua Bastian, mereka memang harus menjaga jarak agar tidak terlalu mencolok. Namun, saat ini, hati mereka benar-benar tak tenang melihat kondisi Bintang yang terbaring lemah di ruang IGD.“Rita... Boby...” suara Nora bergetar saat berbicara, matanya yang mulai berkaca-kaca menatap penuh simpati. “Kami sangat prihatin dengan kondisi Bintang. Apa yang sebenarnya terjadi?”Boby menarik napas panjang, seolah berusaha menahan emosinya yang sudah meluap-luap sejak tadi. Sementara itu, Rita hanya mampu mengusap air matanya yang terus mengalir. “Kami masih menunggu hasil lab,” ucapnya dengan suara lirih. “Dokter masih melakukan berbagai pemeriksaan untuk memastikan penyebabnya.”Prakas menatap Rita dan Boby dengan penuh empati. Ia ingin sekali mengatakan bahwa Bintang bukan hanya cucu mereka, tetapi juga cucu kandungnya s

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Bintang Tiba-Tiba Pingsan

    Langit biru cerah menghiasi pagi yang penuh sukacita di rumah Rania. Halaman yang luas telah disulap menjadi arena pesta bertema karakter Tayo, kesukaan Bintang. Balon berwarna biru, kuning, dan merah bergantungan di setiap sudut, sementara panggung kecil dihiasi dengan ilustrasi bus-bus kecil yang tersenyum ceria. Lagu tema Tayo diputar, menciptakan suasana riang di antara anak-anak yang berlarian dengan penuh kegembiraan.“Selamat ulang tahun, Bintang!” teriak para tamu kecil sambil bertepuk tangan. Bintang, dengan baju kaos bergambar Tayo dan celana jeans kecilnya, tertawa senang saat Rania, ibunya, menggendongnya ke atas panggung.Rania menatap putranya dengan penuh kebahagiaan. Setiap detik pertumbuhan Bintang adalah keajaiban baginya. Anak kecil yang ia perjuangkan seorang diri tanpa seorang suami, kini sudah tumbuh besar dan sehat.“Terima kasih sudah datang, semuanya! Hari ini kita merayakan ulang tahun Bintang yang ke-3. Doakan dia tumbuh menjadi anak yang kuat dan bahagia, y

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Hadiah Berharga Dari Nora

    Usai acara ulang tahun, Rania berdiri di sudut ruangan, berbincang santai dengan dua rekannya. Sorot matanya lelah, namun senyumnya tetap terjaga untuk menghormati tamu yang hadir. Tiba-tiba, Nora menghampirinya.“Permisi, Rania,” sapa Nora dengan suara pelan namun penuh ketegasan. “Bisa bicara sebentar?”Rania menoleh, sedikit terkejut melihat Nora berdiri di hadapannya. Ia mengangguk pelan. “Tentu, Bu.”Mereka berjalan ke sudut ruangan yang lebih sepi, menjauh dari keramaian. Lampu redup menciptakan bayangan lembut di dinding, menambah kesan intim pada percakapan mereka.“Ada apa?” tanya Rania, suaranya tenang namun penuh kewaspadaan.Nora menarik napas panjang sebelum berbicara. “Rania, aku hanya ingin meminta maaf. Aku tahu mungkin ini bukan waktu yang tepat, tapi aku tak ingin menunda lebih lama. Aku minta maaf jika dulu aku atau keluarga kami pernah menyakitimu.”Rania terdiam

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Mendadak Dilamar

    Lampu-lampu kristal berkilauan memantulkan cahaya lembut di seluruh ruangan mewah hotel bintang lima di pusat kota Bandung. Aroma bunga mawar dan lili memenuhi udara, menciptakan suasana elegan yang memanjakan indera. Para tamu berpakaian formal berdatangan, berjalan di atas karpet merah yang membentang dari pintu masuk hingga ke aula utama. Suara musik orkestra mengalun lembut, menambah kemewahan pesta ulang tahun Rania yang ke-29.Rania berdiri di tengah aula, mengenakan gaun berwarna merah marun yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Senyumnya memancarkan kehangatan, meski hatinya berdebar karena momen yang penuh makna ini. Di sampingnya, Bintang, putranya yang berusia dua tahun, tampak menggemaskan dalam setelan kecil berwarna putih dengan dasi kupu-kupu hitam. Matanya yang jernih menyorotkan keceriaan polos seorang anak kecil.Boby dan Rita—orang tua kandung Rania—berdiri dengan penuh kebanggaan di sisi mereka. Boby mengenakan setelan jas hitam klasik, sementara Rita tampil angg

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Rencana Nora

    Malam itu begitu sunyi di taman belakang rumah megah milik Prakas dan Nora. Lampu-lampu taman yang redup memancarkan cahaya hangat di antara dedaunan yang bergerak pelan tertiup angin malam. Bastian duduk di bangku kayu tua, menatap kosong ke arah kolam kecil yang tenang. Wajahnya tampak lelah, matanya dipenuhi bayang-bayang masa lalu yang sulit dihapus.Tak lama kemudian, Nora datang menghampiri, membawa secangkir kopi panas di tangannya. Ia duduk di samping putranya tanpa mengucapkan sepatah kata pun, hanya meletakkan kopi di meja kecil di depan mereka. Keheningan menyelimuti sejenak sebelum Nora akhirnya membuka suara dengan lembut.“Kopi hangat selalu bisa menenangkan pikiran yang kacau,” katanya, mencoba mencairkan suasana.Bastian menghela napas, menundukkan kepala. “Terima kasih, Mami,” jawabnya pelan tanpa menyentuh kopi itu.Nora menatap putranya dengan penuh kasih. “Bastian, sudah berapa lama kamu duduk di sini, merenung tanpa arah? Apa kamu pikir dengan begitu semua masalah

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Ketegasan Rania

    Malam menjelang, suasana di kamar Rania terasa begitu hening. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar samar di sela-sela lamunannya. Ia duduk di tepi ranjang, memeluk lutut sambil menatap kosong ke arah jendela yang sedikit terbuka. Angin malam yang sejuk menyelinap masuk, mengusap lembut wajahnya yang terlihat sendu.Kehadiran Bastian tadi siang benar-benar mengusik pikirannya. Entah kenapa, ada perasaan yang sulit ia jelaskan setiap kali berhadapan dengan pria itu. Apalagi, saat melihat bagaimana Bastian memandang Bintang—anak yang selama ini ia besarkan sendiri tanpa kehadiran seorang ayah.Satria juga ada di sana. Pria itu seolah tidak pernah menyerah untuk mendekatinya dan berusaha mengambil peran dalam hidupnya dan Bintang. Rania menghela napas berat. Kepalanya semakin penuh dengan berbagai pikiran yang berputar tanpa henti.Tiba-tiba, suara nada dering ponselnya membuyarkan lamunannya. Dengan ragu, ia meraih ponsel yang tergeletak di meja nakas. Nama Bastian terpampang jel

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Pertemuan yang Penuh Ketegangan

    Hari itu, udara Bandung terasa sejuk dengan semilir angin yang menyusup di sela-sela pepohonan. Di rumah keluarga Rania, suasana terasa hangat. Di ruang makan, meja panjang telah dipenuhi hidangan, tanda mereka bersiap untuk makan siang bersama. Rania duduk bersama kedua orang tuanya, Rita dan Boby, serta ibu angkatnya, Cucu. Satria juga ada di sana, duduk di samping Bintang, sambil bercanda dengan bocah kecil itu.Tawa Bintang mengisi ruangan. Anak itu begitu riang ketika Satria menunjukkan cara membuat origami sederhana dari tisu."Om Satria bisa bikin ini lagi?" tanya Bintang sambil memegang hasil origami berbentuk burung kecil."Tentu, Bintang. Om bisa buat yang lebih bagus lagi kalau kamu mau," jawab Satria sambil tersenyum hangat.Namun, suasana ceria itu tiba-tiba terhenti ketika terdengar suara bel dari pintu depan. Semua kepala menoleh ke arah sumber suara."Siapa, ya?" gumam Rita sambil melirik Rania."Aku buka pintu, Ma," ujar Rania sambil beranjak.Saat pintu terbuka, Rani

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Maaf, Aku Tidak Suka!

    Pagi itu, sinar matahari masuk melalui jendela ruang keluarga rumah Rania. Di atas meja, beberapa cangkir teh hangat tersusun rapi, sementara di ruang tamu terdengar tawa renyah Bintang yang sedang bermain di atas karpet bersama mobil-mobilan kecilnya.“Ma, lihat ini!” teriak Bintang sambil menunjukkan mainan barunya yang kemarin ia beli bersama Rania.Sebelum Rania sempat menjawab, suara bel rumah berbunyi.“Sebentar, Bintang,” kata Rania sambil melangkah ke pintu.Begitu pintu terbuka, seorang pria dengan setelan kasual—kaus putih dan celana jeans—tersenyum hangat. Satria, pria yang belakangan ini sering mampir ke rumah Rania, berdiri dengan sebuah kantong kertas besar di tangannya.“Pagi, Rania. Ini untuk Bintang,” ujarnya sambil menyerahkan kantong itu.Rania melirik kantong tersebut, lalu ke arah Satria dengan ekspresi sedikit bingung. “Kamu nggak perlu repot-repot setiap kali datang, Mas.”Satria hanya tertawa kecil. “Aku nggak merasa repot, kok. Aku senang bisa membawakan sesua

  • Menjadi Ibu Untuk Anak Sang Miliarder   Dunia Baru Maya

    Kepulan asap pesawat terbang tampak membumbung tinggi di udara Bandara Soekarno-Hatta. Maya berdiri di tepi jendela kaca besar di ruang tunggu, memandang ke arah landasan pacu. Matanya kosong, wajahnya lelah, tetapi bibirnya tetap membentuk garis tegas seolah ia tidak ingin menunjukkan kelemahan. Di tangannya, paspor dan tiket penerbangan ke Frankfurt, Jerman, tergenggam erat.Hari ini, segalanya berubah. Perceraian yang baru saja disahkan beberapa minggu lalu telah menghapus statusnya sebagai istri dari Bastian, seorang pengusaha ternama di Jakarta.“Bu Maya, sudah waktunya boarding,” suara sopir pribadinya memecah keheningan.Maya menoleh sekilas. “Kamu pulang saja. Terima kasih sudah mengantarkan,” jawabnya singkat.Pria itu mengangguk hormat sebelum pergi, meninggalkan Maya sendirian.Maya menarik napas panjang dan berjalan menuju gerbang keberangkatan. Sepanjang langkahnya, ingatan tentang rumah megah yang pernah ia tinggali bersama Bastian menghantui pikirannya. Di sana, ia pern

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status