Lama Riswan memandangi nomor ponsel Viona yang baru saja dikirimkan oleh Cello. Maju mundur jarinya untuk menekan nomor tersebut .
"Tak ada salahnya mencoba, toh aku bukan menikahinya, hanya meminta bantuan dan aku pun memberikan imbalan. Mudah-mudahan wanita seperti Viona mau menolong. Ya... kalau tidak mau, berarti belum rezeki Melati," gumam Riswan dalam hati.
Riswan memberanikan diri menghubungi kontak Viona. Tentu saja dengan perasaan gugup dan salah tingkah.
["Hallo, pagi Mba?"]
["Pagi juga, Om. Siapa ya?"]
["Saya yang tadi malam di cafe."]
["Pelanggan kemarin banyak Om. Yang mana ya? Maaf saya lupa. Hehehehe..."]
["Mmhh..itu anu..saya yang bertanya apakah kita pernah bertemu di bank asi."]
["Ohh.. Iya yaa saya ingat, ada apa ya om?"]
["Mmhh anu... "]
["Anunya siapa, Om? Hahahaha... malu ya Om. Santai aja kalau sama saya mah."]
["Begini, Mbak, sore ini kita bisa bertemu di cafe Ferrari tidak? Ada yang perlu saya bicarakan."]
["Bisa kalau hanya ngobrol. Tarif saya dua ratus lima puluh ribu untuk satu jam. Tidak pakai pegang tangan apalagi elus paha."]
Huuukk...huuk...
["Uhuuk... oke, jam lima sore ini di cafe Ferrari ya."]
Viona menutup teleponnya sambil terkekeh. Sangat lucu rasanya mendengar suara batuk-batuk lelaki di seberang sana. Keningnya nampak berkerut memikirkan lelaki yang baru saja berbicara padanya.
"Wah, gue kirain lelaki alim. Ternyata butuh temen ngobrol kayak gue." Viona menggelengkan kepalanya.
"Jangan mudah menilai seseorang dari penampilan luarnya saja," gumam Viona lagi, sambil meniupkan asap rokok ke depan wajahnya.
****
Hari yang dinantikan pun tiba, sore itu, Viona memakai dress berwarna maroon motif bunga lili yang sedikit terbuka bagian dadanya. Wanita itu datang lebih awal karena memang jam kerjanya dimulai pukul empat sore hingga pukul dua belas malam.Untungnya hari ini dia masih bertugas di cafe menggantikan Daren. Hingga lebih santai menunggu tamunya, sambil mengecek laporan kas yang ada di layar komputer.
"Titip bentar ya, gue ada tamu," ujar Viona pada Sari yang bertugas sebagai pelayan di sana. Sambil tersenyum, kaki Viona melangkah menuju meja nomor sebelas.
Diliriknya jam tangan, lima menit lagi pukul lima. Mata Viona menjelajah isi cafe yang masih sepi. Ia memutuskan membuka ponselnya untuk melihat ada pesan atau tidak dari Riswan.
"Hallo Mba," sapa Riswan sedikit gugup. Ia mengambil kursi tepat di depan Viona.
"Eh iyaa hallo, Om," jawab Viona sambil mengulurkan tangannya bersalaman.
Riswan duduk di depan Viona dengan gugup karena memperhatikan baju Viona yang tidak terkancing dengan sempurna.
"Maaf Mbak, kancing bajunya terbuka," ujar Riswan memberitahu Viona dengan suara canggung.
"Apa?" ucap Viona setengah kaget sambil memperhatikan belahan dadanya yang sedikit terekspose.
"Lha, justru saya yang sengaja buka, Mas. Ha ha ha ..." Viona terbahak. Benar-benar polos lelaki di depannya saat ini, sedangkan Riswan hanya bisa menyeringai kuda sambil berusaha menelan salivanya.
"Biasanya om-om yang ngobrol sama gue senang jika baju gue seperti ini, malah ada yang minta buka semuanya. Ha ha ha ...," jelas Viona lagi sambil terbahak lagi. Hingga Sari memperhatikan Viona dari kejauhan.
"Oh, gitu ya." Riswan menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Semoga keputusannya ini tidak menjadi boomerang baginya suatu saat kelak.
"Mmhhh...panggil saya Riswan saja ya, jangan Om. saya belum empat puluh tahun kok. Baru tiga puluh tujuh tahun," terang Riswan sambil menunduk. Ia belum pernah berhadapan dengan wanita seperti Viona sebelumnya. Sehingga masih merasa sedikit risih dan kaku.
"Okelah kalau begitu. Ada yang bisa saya bantu ?" tanya Viona langsung tanpa berbasa-basi.
"Kamu bisa bekerja dengan saya tidak?"
"Maksudnya? kerja dengan Mas? Wah, sorry gue ga bisa Mas Riswan, gue kan masih kerja di sini," jelas Viona santai.
"Bukan gitu, Ini maksudnya ... gimana yaa saya ngejelasinnya," ucap Riswan coba menjelaskan maksudnya yang sebenarnya.
Riswan pun akhirnya menceritkan maksud dari ucapannya dengan sangat detail. Mulai dari kehilangan almarhum istrinya, sampai dengan kesusahan memperoleh asi untuk bayinya.
Mata Viona tak beranjak dari menatap Riswan. Mendengarkan dengan seksama, setiap kalimat yang lelaki itu ucapkan.
Lelaki ini memiliki wajah yang tampan, sayang ditutupi kaca mata. Sepertinya juga orang baik tapi sudah duda kasian. Batin wanita itu dalam hati.
"Mmmhh ... jadi gue tugasnya hanya menjadi ibu susu anak Mas?gitu?" tanya viona memperjelas.
"Iya," jawab Riswan cepat.
"Bayaran gue berapa?" tanya Viona to the point.
"Dua kali lipat gaji kamu di sini," jawab Riswan menawarkan.
"Tiga kali gaji, belum makan, ongkos, dan uang pulsa gue. Gimana?" tawar Viona dengan raut wajah serius.
Riswan berpikir sejenak, dari pada dia harus menikah kembali dengan orang lain, lebih baik dia membayar orang untuk menyusui anaknya. Riswan kembali bermonolog.
"Oke, besok pagi jam tujuh kamu bisa ke rumah saya, ini alamatnya," ujar Riswan sambil memberikan alamat rumahnya pada Viona.
"Bayaran sore ini? dua jam lho," tagih Viona sambil menadahkan tangannya tepat di depan Riswan.
Riswan melihat jam tangannya sudah berputar di angka 7 malam, lalu ia mengeluarkan uang lima ratus ribu dari dalam dompet lalu memberikannya kepada Viona.
"Bill minuman kita ga lu bayar?" tanya Viona sambil nyengir kuda.
"Ohh iyaa ... saya kira gratis," sahut Riswan polos sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Viona hanya terkekeh melihat kepolosan Riswan.
Setelah menemui titik kesepakatan, Riswan pun pamit pulang, sedangkan Viona kembali ke balik meja kasir, melaksanakan pekerjaannya menggantikan Darren.
Tampak Viona tengah memencet ponselnya dengan wajah serius.
["Hallo, Jek. Gue dapat tawaran kerja baru. Mulai besok gue off , boleh ya?"]
["Kok lu dadakan, Vio? emang kerja apaan?"]
["Jadi ibu susu. Bayarannya tiga kali gaji gue di sini. Jadi gue cuti lagi ga papa ya. He he he ..."]
["Nyusuin siapa?"]
["Ya bayilah, masa menyusui buaya. Hahahaha.."]
["Oh, gue kira nyusuin bapaknya. Ha ha ha ..."]
["Ya kalau bapaknya mau sih. He he he .... "]
["Ya sudah, kalau Darren malam ini balik, lu besok boleh cuti. Tapi kalau Darren belum balik, lu masih tetap di sini besok."]
["Oke, terima kasih bosku."]
****
Malam ini Riswan tak bisa tertidur, padahal bayi Melati sedang anteng dan tidur pulas di sampingnya. Ia tengah membayangkan semoga keputusan yang ia buat untuk Melati menjadi yang terbaik.Di lain tempat, Viona sudah kembali ke kosan dan memakai piyamanya bersiap tidur.Dia melihat foto almarhumah bayinya, Viona menangis sesegukan.
"Hai anak ibu, ibu rindu," lirih Viona sambil memandang foto almarhum bayinya di ponsel dengan berderai air mata.
"Ibu sangat rindu, Nak. Maafkan ibu yang tak bisa menjagamu dengan baik, bahkan ibu bodohmu ini belum sempat memberikan nama untukmu," lirih pilu Viona masih terus bicara dengan foto bayinya.
"Besok Ibu akan memberikan asi bagianmu pada bayi mungil di sana, boleh ya sayang?"
"Kamu jangan ngambek sama Ibu yaa, ibu senang jika bisa menolong bayi di sana."
Dia terus berbicara dengan foto almarhumah bayinya hingga ia tertidur pulas.
****
Pagi pun tiba, Viona sudah rapi dengan tas pakaiannya. Sambil menunggu taksi yang ia pesan, Viona membaca pesan dari Riswan yang menanyakan, apakah pagi ini jadi ke rumah atau tidak? Viona membalas dengan cepat sambil tersenyum."Mau ke mana, Jeng?" tanya Yudi tiba-tiba saat melewati Viona yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya.
"Mau bunuh orang, Nek," sahut Viona cuek sambil berlalu meninggalkan Yudi yang sedang terbahak.
Taksi yang dipesan Viona sudah tiba di depam gerbang kos-kosan Viona. Dengan menenteng tas di tangannya, Viona masuk ke dalam taksi dan memilih untuk duduk di kursi belakang.
Sebenarnya jarak antara kos-kosan Viona dengan rumah Riswan tidaklah terlalu jauh. Hanya butuh waktu satu jam sudah sampai. Namun mengingat bertepatan dengan hari senin, jam anak sekolah dan karyawan kantor masuk. Maka waktu yang diperlukan lebih lama.
"Ini, Pak. Ongkosnya." Viona memberikan selembar uang merah pada supir taksi. Lalu turun dengan hati-hati sambil menenteng tas pakaiannya.
"Mbak, kembaliannya!" seru pengemudi taksi pada Viona yang sudah menutup pintu penumpang belakang.
"Buat bapak saja," sahut Viona tersenyum.
Teeng...teng...
Viona menggedor pintu pagar rumah Riswan yang masih tergembok.
"Permisi," seru Viona sambil menyembulkan kepalanya daei luar pagar.
"Iya tunggu," sahut pemilik rumah.
Riswan membuka pintu dan pagar, kemudian mempersilahkan Viona masuk.
Oeekk...ooekk...
Baru hendak duduk, suara tangisan bayi Melati sudah nyaring terdengar.
Naluri keibuan Viona terpanggil dengan sigap dia berlari ke arah box bayi yang diletakkan dekat ruang tivi. Dengan penuh hati-hati dankelembutan, Viona mengangkat bayi Melati dari dalam boxnya.Sungguh ajaib, seketika bayi Melati berhenti menangis dan menatap wajah wanita yang menggendongnya dengan tatapan berbinar.
Setuju lanjutin lagi ga??votenya jangan lupa yaa
Hangat tangan mungil bayi Melati melingkar di telunjuk Viona, saat wanita lembut menggendongnya. Seketika itu juga bayi Melati tersenyum lucu melihat wajah Viona sehingga Viona tak kuasa menahan air mata lalu berbalik untuk menutupi lukanya.Lama Riswan memperhatikan Viona menggendong bayi Melati."Eehhmm, Viona," panggil Riswan. Viona menoleh pada Riswan."Ini Bik Momo pembantu rumah tangga saya, tapi sudah saya anggap seperti orangtua saya sendiri," jelas Riswan memperkenalkan Bik Momo.Viona tersenyum sambil menjabat tangan wanita paruh baya itu. Bik Momo pun membalas jabat tangan Viona sambil ikut tersenyum."Nama saya Rosmala, panggil saja Ros. oke, Bik." Viona memperkenalkan dirinya dengan nama asli sesuai pemberian orang tuanya."Lho, bukannya nama kamu Viona?" tanya Riswan bingung."Itu kalau di tempat kerja namanya Viona biar keren Om, ehh Mas Ris
"Mulai malam ini bayi Melati tidur denganku," bisik Ros memberi tahu Riswan sambil berlalu menuju ke kamarnya dengan bayi Melati belum lama terlelap.Riswan terdiam mendengar ucapan Ros. Ada raut tidak suka di sana. Menurutnya, Ros tidak bisa mengatur apa yang harus dirinya lakukan di rumahnya."Kan dia sudah tidur, jadi biarkan dia tidur bersamaku," ucap Riswan setengah memelas. Semenjak istrinya meninggal, Melatilah yang menemaninya tidur di kamar. Ia pasti akan susah tidur, jika Melati tidak berada di sampingnya."Kalau tengah malam dia bangun?" tanya Ros."Aku akan hangatkan asi yang di kulkas, seperti biasa," jelas Riswan dengan suara tegas dengan posisi masih berdiri berhadapan dengan Ros."Ssssttt... ahh kau ini, Mas. Suaramu tidak bisa pelan?" Ros menginterupsi Riswan kembali. Karena Melati mulai merengek mendengar suara Riswan."Sini ber
Satu minggu kemudian."Kamu pahamkan yang saya bilang tadi?" tanya Riswan kepada Ros yang sedang di dapur mencuci piring."Iya Pak, paham. Tenang saja, Bik Momo juga sudah saya beritahu," ujar Ros. Lalu mengikuti langkah Riswan dari belakang.Riswan mengambil kunci motor lalu menyalakan motornya. Ros masih setia berdiri di depan pintu rumah memperhatikan Riswan yang tengah sibuk memakai jaket motor beserta helm."Saya berangkat." ucap Riswan berpamitan pada Ros. Disambut anggukan oleh Ros sambil tersenyum. Setelah motor Riswan menghilang dari balik pagar. Barulah Ros menutup pagar itu kembali.Beep...bepp...Ros bergegas masuk mencari suara ponselnya yang berbunyi."Hallo Daren.""Hai apa kabar lu?""Gue sehat, lu apa kabar? cafe rame atau sepi?"
Sepanjang perjalanan pulang dari klinik, Riswan hanya diam saja tanpa suara begitu juga Ros. Hawa dingin dari pendingin mobil bagai menusuk kulit Ros yang saat ini sedang meriang. Ingin minta dinaikkan suhunya, tentu saja sungkan. Apalagi majikannya error seperti ini. Mobil rasa kuburan bagi Ros."Eehmm...Ros, maaf kalau perkataanku hari ini ada yang menyinggung. Aku hari ini benar-benar sedang lelah, banyak pekerjaan." ucap Riswan menjelaskan sambil memasukkan mobil ke dalam garasi."Santai aja, Pak. Majikan mah, bebas." ucap Ros lalu turun dari mobil tanpa menoleh pada Riswan.Baru saja langkahnya sampai di depan pintu, Ros mendengar Melati menangis. Dengan cepat Ros mencuci tangan lalu menggendong Melati yang sedang ditenangkan oleh neneknya."Aduuhh cayangnya bude mama kangen yaa, Melati haus? ayo kita nen lagi." ucap Ros mencium gemas tangan Melati sambil membawanya masuk ke dalam kamar.Padahal saat itu Ros merasakan seluruh badan
Pak, maaf Bik Momo harus pulang, anak Bik Momo yang kecil masuk rumah sakit." ujar Bik Momo pagi ini saat Riswan sedang sarapan."Waduh, sakit apa, Bik?" tanya Riswan khawatir."Demam berdarah, Pak." jawab bik momo"Oh gitu, oke Bik. Biar saya antar ke terminal berhubung searah dengan kantor saya. " ucap Riswan sambil menghabiskan sisa sarapannya.Ros mengantar Bik Momo dan Riswan ke depan dengan menggendong Melati."Ros, titip bapak dan Melati dulu ya, bibik ga lama kok, begitu Bagus sehat, bibik segera ke Jakarta lagi." ucap Bik Momo menatap wajah Ros."Siap Bik, Melati janji akan jadi anak baik, ya kan, Nak?" Ros berujar ke arah Melati"Paling yang bawel, itu tuh yang gede." ujar Ros sambil berbisik kepada Bik Momo."Huusstt ntar bapak denger lho." sahut Bik Momo sambil tersenyum.Riswan dan Bik Momo berpamitan pada Ros dan juga Melati. Hari ini Riswan membawa mobilnya ke kantor karena harus mengantar Bik
Riswan mencoba memejamkan matanya, namun gagal. Dia membuka ponselnya lalu melihat foto-foto almarhum istrinya Annisa. Riswan tersenyum tipis."Sayang aku merindukanmu." ucap Riswan pada foto istrinya dengan mata berkaca-kaca. Riswan mencium foto tersebut. Annisa wanita sholeha adalah teman Riswan semasa kuliah dan Riswan sangat mencintainya.Annisa mengalami pendarahan saat melahirkan bayi Melati secara cesar. Peristiwa itu membuat Riswan sangat terpukul dan hampir kehilangan semangat hidup. Namun dia harus kuat karena ada Melati yang harus dia jaga. Riswan merasa sangat bersyukur karena wajah Melati sangat mirip dengan Annisa."Semoga Allah memberimu surga istriku." gumam Riswan lagi sambil mencium foto istrinya lalu tertidur.Tok..tok.."Pak, shubuh." panggil Ros dari balik pintu membangunkan Riswan.Ini hari ketiga di rumah tanpa Bik Momo karena anaknya masih dirawat.Tak ada jawaban dari dalam. "Pak." panggil Ros lagi demgan suara
Hari sabtu pagi cuaca begitu cerah. Riswan bersiap membawa Melati berjalan-jalan di sekitaran komplek dengan stroller bayinya."Hati-hati ya sayang," ucap Ros mencium pipi Melati, lalu Ros memasukan Melati ke dalam stroller bayinya.Ting..ting..ting...Suara ponsel Ros berbunyi."Pak, saya ke dalam dulu, ponsel saya bunyi." Ros mengangguk pamit lalu masuk ke dalam."Siapa yang meneleponnya sepagi ini?" tanya Riswan dalam hati."Ahh ... untuk apa peduli juga," gumamnya lagi sambil berjalan keluar mendorong Melati.Satu setengah jam berlalu, Riswan pulang dengan membawa tiga bungkus nasi kuning dan beberapa gorengan."Ros," panggil Riswan.Ros keluar dari kamarnya sudah rapi dengan kaos dan celana bahan."Eh sudah pulang, Sayang. " Ros datang menghampiri Riswan sambil tersenyum mengangkat Melati dari stroller."Please Ros, saya ga suka dengar kata-kata seperti itu!" ucap Riswan tegas."Ya salam, kesamb
Melati sudah cantik dengan baju dress pink motif bunga sepatu, dengan bando pink menghias di rambut Melati yang sudah mulai lebat. Bik Momo menggendong Melati. Tidak lama, Ros pun keluar dari kamar menggunakan dress di bawah lutut berwarna pink mirip baju Melati. Dengan rambut terurainya yang disisir rapi serta tak lupa bibir seksi milik Ros yang disapu lipstik berwarna pink tua."Wah, Rosmala...cantik banget sih." puji Bik Momo sambil tersenyum."Iya atuh, Bik. Kalau ganteng namanya bukan Rosmala, tapi Riswan. Hihihihi..." kekeh Ros diiukuti oleh Bik Momo.Riswan menoleh ke arah Ros dan melihat penampilan Ros sangat cantik malam ini. Riswan melongo. Jujur, wajah Ros itu cantik. Saat tidak berdandan saja bisa membuat Riswan beberapa kali terpesona. Apalagi dandan begini? Mulut Riswan bahkan setengah terbuka, karena begitu terpesona dengan Ros."Cantikkan, Pak?" tanya Bik Momo pada Riswan, membuat lelaki itu sedikit tergagap."Mingkem, Pak! Mu
Ros tidak berani keluar rumah, sejak tahu ada Ken yang pindah di depan rumahnya. Pukul sembilan pagi, biasanya dia selalu berdiri di samping tukang sayur, memilih aneka sayur mayur untuk menu masakan esok hari. Namun, karena rasa takut dan khawatir bertemu Ken, maka ia memutuskan untuk berdiam diri saja di dalam rumah sambil menemani Melati bermain dan melatih Melati berbicara.Bik Momo yang diminta oleh Ros untuk berbelanja di tukang sayur langganan mereka.DrrtDrrtPapa Sayang["Awas loh, Ma. Gak boleh ngintip tetangga."]Ros tergelak membaca pesan dari suaminya. "Ada-ada saja," gumamnya sambil menggelengkan kepala.["Ngapain ngintip? Masih lebih keren lagi suami aku."]Balas Ros ditambahi emot gambar hati.["Papa gak tenang nih. Apalagi tadi Bik Momo bilang perutnya gak kayak badut."]Ros kembali tergelak. Pikirannya melayang pada perut buncit suaminya yang semok nan manja, dan selalu saja beradu dengan pe
Ros sudah kembali bersama Bik Momo dan Riswan ke Jakarta. Sudah memulai hari seperti biasa. Riswan berangkat ke kantor pukul tujuh pagi, lalu kembali ke rumah en sore. Jabatan yang sekarang ia emban, membuat dirinya cukup sibuk di hari kerja. Namun, Riswan selalu berusaha meluangkan waktunya di hari sabtu dan minggu.Ros juga menjalani perannya dengan baik, sebagai istri sekaligus ibu sambung bagi Melati. Pagi hari, adalah jadwalnya Ros jalan pagi ditemani oleh Riswan. Seperti pagi ini, keduanya tengah berjalan santai sambil menggerakkan tangan, ke kanan dan ke kiri. Riswan sesekali berlari kecil di sekitaran taman komplek, yang lahannya berbentuk kotak. Sedangkan Ros menyusul sambil berjalan santai.Kehamilannya yang memasuki usia lima bulan tak membuat Ros kepayahan, justru ia sangat menikmatinya. Justru Riswanlah yang cukup payah, karena selalu saja harus ada mangga dan nanas di rumah. Riswan juga beberapa kali muntah di pagi hari. Namun, tetap bisa beraktifit
Riswan, Melati, Ros, dan juga Bik Momo berada di tol menuju Bandung. Kediaman orang tua Riswan. Perjalanan cukup panjang karena ini akhir pekan. Lalu lintas begitu padat, penat di dalam kendaraan sudah pasti. Namun, semua tidak terasa karena Ros terus saja bernyanyi menghibur penumpang di dalam mobil. Ros juga membawa bekal rujak kedondong dan jambu air. Ada juga buah jeruk untuk Melati. Selakn suka buah jeruk, Melati juga menyukai jambu air manis yang berukuran besar. Ros membiarkan Melati makan sendiri buah-buahan yang dibawa. Tak mengapa mulut dan pakaiannya berantakan dan kotor, asal Melati senang dan mandiri. Tidak selalu harus disuapi saat makan sesuatu.Ros menyuapi Riswan buah jeruk, jambu air, dan juga kedondong. Riswan menolak, karena perutnya masih kenyang, "bunda saja yang makan sama Melati, papa kenyang," kata Riswan saat membuang wajahnya saat akan disuapi buah jambu air oleh Ros."Tapi kata anaknya di perut,
Selamat membaca yang manis-manis kayak othor??21+****Dua hari setelah Riswan terjatuh dari motor, lelaki itu masih memilih untuk beristirahat di rumah. Tubuhnya lemas tak bertenaga, makan pun tidak berselera. Luka lecet di siku tangan dan kakinya hampir sembuh, tinggal memulihkan rasa pegal dan sakit di seluruh sendinya.Riswan benar-benar malas bergerak, sehabis sholat shubuh ia yang biasanya berolah raga pagi, berlari kecil mengelilingi komplek, kini lebih memilih melanjutkan tidurnya kembali. Ros dan Bik Momo sampai kebingungan dengan sikap Riswan yang berubah menjadi aneh dan lebih manja."Mas, Mama sudah buatkan nasi goreng. Makan yuk!" ajak Ros sedikit mengguncang tubuh suaminya yang masih berpelukan erat dengan guling."Mas," panggilnya lagi. Namun Riswan diam saja, nafasnya berhembus teratur, begitu nyenyak dan nyaman terlihat mata.CupRos mengecup pipi sang suami, lalu berpindah mengecup bibir. Lelaki itu akhir
Mereka masih bergulung di dalam selimut, padahal adzan shubuh sudah berkumandang merdu, memanggil ummat muslim agar segera bangun dan melaksanakan sholat wajib dua rakaat. Riswan masih memeluk erat tubuh sang istri yang begitu hangat dan menenangkan. Masih di balik selimut, keduanya bertubuh polos. Aktifitas semalam yang sangat luar biasa membuat keduanya baru terlelap pukul dua dini hari. Padahal ini adalah bulan kedua mereka menikmati peran suami dan istri. Namun rasanya selalu seperti pengantin baru. Ros mampu memanjakan sang suami, hingga lelaki itu tak berdaya sama sekali di atas ranjang. Lelaki itu berkali-kali mengaduh penuh senang atas kelihaian Ros di atas ranjang, sehingga dapat dipastikan dalam sepekan mereka akan melakukannya setiap hari selama dua bulan ini. Libur hanya pada saat Ros datang bulan saja, itu pun Riswan merengek meminta Ros agar buru-buru mandi hadas besar. "Sayang," panggil Riswan membangunkan Ros sambil mencium pundak polos istrinya
Part ini khusus usia matang ya. Bagi yang belum matang, atau yang masih mentah diharapkan jangan baca part ini, bisi hayang kawin??. Buat yang kematengan sampe lembek juga jangan baca, karena semangat boleh membara, namun apalah daya, tenaga tak dapat berjuang sudah.??Intinya anak kecil jangan baca, nenek, dan kakek yang sudah bernafas setengah-setengah juga jangan baca.?Hancur pokoknya, eh... mature maksudnya 21+ ?****Tepat dua minggu setelah Riswan menemukan Ros, mereka melangsungkan pernikahan, hanya saudara terdekat dan sahabat yang hadir. Orangtua Riswan akhirnya memberikan restu begitu juga dengan ibu dan adik Ros yang sangat gembira, akhirnya Ros menemukan lelaki yang mencintainya. Riswan beserta keluarganya menuju Masjid Kubah Mas yang berlokasi di Depok. Ada empat iring-iringan mobil yang membawa mereka semua ke sana. Ros beserta ibu, Satria, Bik Momo dan Pak Asep berada di mobil lain, tepatnya berada di belakang mobil Riswan.Ac
Selasa pagi, Riswan dan Ros pergi mendaftarkan berkas pernikahan mereka di KUA terdekat. Riswan berencana akan menggelar akad nikah di Masjid Kubah Mas yang terletak di kawasan Depok, Jawa barat. Kenapa di situ? Sang mertua, Bu Lastri sangat ingin mengunjungi tempat itu. Ia hanya bisa mendengar cerita dari tetangganya di kampung yang berkunjung di Masjid Kubah Mas di Depok, sehingga begitu ada kesempatan, maka Bu Lastri sangat ingin mengunjunginya. Jadilah Riswan dan Ros akan menggelar akad di sana, sedangkan untuk resepsi mereka memesan sebuah aula yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka."Sayang, mau makan bakso dulu ga?" tawar Riswan pada Ros, saat mereka dalam perjalanan pulang ke rumah."Langsung saja, Mas. Nanti kesorean sampai Bandung," jawab Ros sambil menatap Riswan."Ya sudah, kita jemput Melati dulu. Udah bilang Bik Momo pakaian kita disiapkan?""Sudah, Mas.""Cium dong!""Dih, apaan sih?" wajah Ros bersemu merah sa
Selamat membaca.****Pak Kades masuk ke dalam rumah Ros setelah mengucapkan salam, diikuti oleh ketiga wanita setengah tua dua orang, dan wanit muda satu orang. Ada juga lelaki paruh baya dua orang ikut menemani Pak Kades bersilaturahim ke rumah Ros. Belum ada pembicaraan apa-apa di sana, karena Pak Kades yang bernama Supono itu tengah memperhatikan Ros dan Riswan yang duduk di depannya, bahkan Ros kini tengah memangku Melati yang asik makan jagung rebusTetangga ramai memadati rumah Ros, ada yang mengintip dari jendela, ada yang terang-terangan duduk di depan pintu, bahkan ada yang masuk lewat pintu belakang rumah Ros. Mereka berduyun-duyun ingin menyaksikan pertunjukan yang sebentar lagi akan di gelar di rumah Ros.Bu Lastri dengan tangan gemetar berjalan ke ruang tamu, di mana hawa panas begitu tercipta di sana. Di tangannya membawa nampan berisi cangkir teh sebanyak lima buah."Silahkan diminum Pak Kades, Bu Kades satu, Bu Kades dua, dan
Sabtu pagi, dengan semilir angin pedesaan, sekelompok burung beterbangan ke sana-kemari menikmati suasana pagi di atas hamparan sawah hijau nan luas. Pemandangan yang mampu menjadi vitamin bagi indera penglihatan, karena bewarna terang alami serta bebas polusi. Riswan sudah lama sekali tidak ke pedesaan, sehingga ia begitu menikmati keindahan yang sedang memanjakan penglihatannya.Kaca mobil sengaja ia buka sedikit, agar udara segar itu terhirup oleh para wanita yang kini terlelap di dalam mobilnya. Melati tertidur di atas tubuh Ros, sehabis menyusu cukup lama. Air ASI Ros sebenarnya masih ada walaupun sangat sedikit, tetapi Melati seakan mengenali harum tubuh dan rasa ASI yang sudah memberikan kehidupan bagianya. Anak balita itu terus saja mengempeng ASI di dalam mobil. Tak dipedulilannya larangan sang papa, agar tidak nen di mobil.Riswan mengulum senyum, sambil melajukan mobilnya dengan kecepatan pelan. Ia sungguh tak i