Dokter Rizki tertawa kecil memandang wajah Eliza yang begitu sangat menggemaskan. "Gimana mau diantarkan atau cari sendiri?" Pria manis itu memberikan pilihan.Eliza terdiam sambil mikir. Kalau cari sendiri, sudah pasti gak akan ketemu sampai jam istirahat selesai. Apalagi kampus ini sangat besar."Bapak antarkan," jawab Eliza dengan tersenyum nyengir."Ayo," ajak Rizki."Bapak jalan duluan, Liza bakal ikuti dari belakang." Agar tidak mencolok dan tidak menjadi bahan obrolan mahasiswa, Eliza memilih untuk mengikuti Rizki dari belakang dengan jarak yang tidak begitu dekat.Rizky menganggukkan kepalanya dan kemudian berjalan lebih dulu. Eliza terus saja mengikuti, ketika Rizki masuk ke dalam lift, ia berlari dan ikut masuk. Begitu sampai di lantai 3, pintu lift terbuka. Rizky tetep tidak berbicara dan jalan lebih dulu. Langkah kaki pria itu berhenti ketika sudah berada di depan pintu yang tertutup rapat."Ini ruangannya," kata Rizki sambil membuka pintu."Oh ini," jawab Eliza yang ke
Sandy merasakan kepalanya yang berdenyut nyeri. Semakin lama sikap Mirna semakin berubah. Wanita itu tidak semanis dulu ketika berbicara. "Sayang aku ingin kopi." Sandy meminta istrinya untuk membuatkan secangkir kopi. "Apa mas nggak bisa buat kopi sendiri?" Mirna yang sedang asik dengan ponselnya merasa kesal karena Sandy sudah menggangu waktu santainya. "Kamu itu istri aku," kata Sandi dengan nada tinggi. "Aku tahu aku istri kamu mas, tapi aku capek apa kamu nggak tahu aku itu kerja." Mirna berkata sambil menepuk-nepuk dadanya. Sedangkan matanya memandang kearah Sandy dengan marah."Jika kamu tidak sanggup bekerja berhenti saja," sergah Sandy. Masalah pekerjaan Mirna selalu menjadi permasalahan dalam rumah tangganya. Karena itu dia menyarankan agar Mirna berhenti dari pekerjaan. Ketika bersama dengan Eliza, Sandy berharap istrinya bekerja dan bisa menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan uang gajian akan disimpan di rekening dan sebagian akan diberik
Eliza masih berdiri depan pintu dengan wajah bengong."Setelah kamu mendapatkan barang yang kamu inginkan, kamu mengusir saya?" Tanya Nathan dengan ekspresi datarnya."Ya gak gitu sih mas, mas Nathan itu sibuk mana mungkin bisa lama-lama di sini." Eliza dengan cepat berdalih agar pria itu tidak semakin marah. Terkadang Eliza kebingungan menghadapi sikap random Nathan. Entah bagaimana caranya agar pria itu tidak selalu berprasangka buruk terhadapnya. "Sabar-sabar, yang kecil harus ngalah sama yang tua." Batin Eliza. Ternyata benar usia tidaklah menjadi patokan Eliza yang masih kecil harus mengalah dengan orang tua. Seperti itulah yang dipikirkan oleh Eliza. "Ini." Nathan memberikan kantong berukuran besar kepada Eliza. "Ini apa?" tanya Eliza dengan tersenyum canggung.Eliza kesal karena tidak ada jawaban dari Nathan. Dia pun membuka bungkusan tersebut. Melihat isi didalam kantong, Eliza terkejut dan memandang Nathan dengan tidak percaya."Ini banyak sekali mas," kata Eliza sambil m
Hari ini adalah hari pertama Eliza kuliah. Dia pun baru sampai di rumah di jam 06.00 sore. Begitu mobil Nathan berhenti di parkiran mansion, Eliza langsung turun dan berlari masuk ke dalam rumah. "Noah, mommy pulang. Noah... Noah..," Eliza berlari sambil berteriak memanggil anaknya. Seharian tidak bertemu Noha tentu saja membuat Eliza sangat rindu. Kira-kira hari ini apa yang telah dilakukan oleh sang anak?Hanya ini pertanyaan yang muncul dipikiran nya.Noha yang sedang main kerincing di ruang santai langsung menghentikan gerak tangannya. Bayi tampan itu menoleh ke kanan dan ke kiri mencari suara sang ibu. "Tuh mommy sudah pulang." Mawar yang sedang memangku bayi Noah tersenyum dan memandang ke arah Eliza yang baru saja datang. "Halo sayang, mommy pulang." Eliza melambai-lambaikan tangannya. Melihat wajah Eliza tentunya membuat bayi Noha girang. Bayi itu tersenyum lebar menggerak-gerakkan tangannya sehingga menimbulkan bunyi krincing. "Mommy rindu sekali nak, tapi tunggu sebenta
Mawar memandang Eliza yang sudah duduk di kursi makan sambil memangku Noah. "Eliza, berikan saja Noah ke mbak Ani," kata Mawar. "Nggak mau mi, sejak Liza pulang dari kampus, Noah nggak mau lepas. Tadi aja ke kamar mandi Liza sampai gendong dia malah." Eliza tersenyum dan mencium pipi bulat Noha berulang-ulang kali. "Kenapa bisa seperti itu?" tanya Mawar yang merasa aneh melihat tingkah cucunya."Namanya juga balas dendam mi, sakit hati juga, kangen juga iya." Eliza tersenyum memandang bayi Noah yang tinggal kemanjaannya bertambah hingga 3 kali lipat. "Benar gitukan sayang, mommy. Si ganteng super masih kangen-kangennya ya sama mommy. Karena tadi lama ditinggalin. Maaf ya nak, mommy ke kampus. Sekarang mommy sudah jadi mahasiswa. Mommy juga sudah minta izin sama Noha." Eliza berkata sambil tersenyum memandang bayi Noha. Bayi Noah menyahut perkataan ibunya dengan membulatkan bibirnya. Eliza semakin gemas melihat tingkah lucu sang putra. "Gak ada mommy ke mana-mana, gitu pulang dar
Jika Eliza menjalani kehidupannya dengan penuh bahagia berbeda dengan Sandy. Pria itu hidup seakan penuh tekanan."Mirna, Sandy sudah gajian kan?" Wati dengan sengaja datang ke rumah putra bungsunya diawal bulan "Sudah mah," jawab Mirna dengan tersenyum "Transferkan Mama 5 juta ya." Wati tersenyum sambil mengibaskan tangannya. "Ya ma, aku transferkan." Mirna langsung mentransferkan 5 juta ke rekening milik Wati. Seperti itulah permintaan sang ibu mertua. Wati meminta separuh dari gaji anaknya.Mirna harus benar-benar bersabar dengan ulah mertuanya. Walau bagaimanapun statusnya masih istri kedua Sandy. Jika bisa mencuri hati mama mertua seperti ini sudah pasti Eliza akan disingkirkan Wati.Sandi hanya diam memandang tingkah ibunya."Mama mau ke mana?" tanya Mirna dengan sangat lembut dan juga perhatian. Hal inilah yang membuat Wati sangat menyayangi menantunya itu. "Mama mau ke restoran, ketemu sama teman-teman sosialita. Kebetulan hari ini lagi goncang arisan," jelas Wati.Oh nant
Eliza berlari ke arah Nathan. Wajah cantiknya tampak berseri-seri ketika melihat motor gede yang ditunggangi Nathan."Mas Nathan, keren sekalian pakai motor seperti ini. Kalau pakai motor gini, mas Nathan tampak 10 tahun lebih muda. Mas Nathan tidak seperti om-om, tapi cowok cool umur 23 tahun." Eliza ngerocos sambil mengelus-elus body motor merah.Nathan memandang Eliza dengan mata terbuka lebar. "Kamu bilang om-om?""Iya," jawab Eliza tanpa memandang Nathan. "Semalam Liza cuman bercanda sama Noha. Eh nggak nyangka mas Nathan beneran jemput pakai motor gede. Mas Lisa boleh bawa nggak?" Tangan Eliza sudah gatal ingin menunggangi motor gede tersebut. "Tidak boleh." Nathan menolak dengan tegas. "Padahal Liza tuh pengen banget coba bawa motor ini. Liza pengen tahu kecepatannya." Elisa tersenyum nyengir ketika Nathan memandangnya dengan mata melotot. "Mas Nathan coba turun dulu." Pria itu menurut dan turun dari motor.Eliza tersenyum lebar dan naik ke atas motor. Semenjak tinggal di m
Dalam waktu 20 menit Eliza sudah sampai di rumah. Karena memang masion milik Hermawan berlokasi tidak jauh dari kampus Eliza. Hanya saja kalau memakai mobil, mereka bisa menempuh perjalanan 1 hingga 2 jam. Tergantung kemacetan lalulintas.Eliza langsung turun dari atas motor sambil tersenyum kearah Noah. Bayi tampan itu sudah terlihat sangat keren dengan memakai baju kemeja putih ropi Dongker dan celana Dongker panjang. "Anak mommy, ganteng banget." Eliza langsung mencium pipi Noah dengan gemas. "Noah sejak tadi nungguin mommy sama Daddy nya pulang," kata Mawar. "Masih belum terlalu sore, mas. Liza mandi sebentar ya habis itu kita ajak Noah jalan-jalan pakai motor." "Emang bisa?" tanya Nathan dengan terkejut."Ya bisalah, Noah Liza pegang di belakang dari nggak. Kita gak usah jauh-jauh, deket-deket sini aja," usul Eliza. "Boleh mi?" Nathan bertanya kepada Mawar terlebih dahulu. Ia tidak ingin nanti putranya jadi sakit karena naik motor."Boleh saja," jawab Mawar dengan tersenyum
Eliza memandang Nathan dengan hati yang tidak menentu. Rasa rindu, cinta serta kecewa, bercampur menjadi satu. Jika disuruh ikhlas, Eliza akan ikhlas melepaskan Nathan. Ia akan pergi dan menata kembali hati yang sudah porak-poranda."Nona Eliza Afrina," Pak Ibrahim selaku penghulu memanggil nama Eliza. Eliza yang sudah berada di dalam ruangan memandang pria tersebut dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Saya Pak." Eliza berkata sambil memegang dadanya. "Iya, silakan duduk di sini." Penghulu itu meminta agar Eliza duduk di sebelah Nathan.Wajah Eliza tampak kebingungan. Apa maksudnya? Kenapa ia diminta untuk duduk di sana? Pertanyaan ini hanya diucapkan dalam hati. Sehingga tidak ada yang mendengar dan tidak ada yang menjawab."Nak, duduk di sana?" Marwan yang berdiri di samping Eliza berkata dengan tersenyum sambil menunjuk ke arah Nathan.Mawar sudah mempersiapkan semuanya dengan sebaik mungkin. Meskipun sudah menganggap Eliza sebagai anak, namun saat ini adalah pernikahan putra
Eliza memandang pantulan wajahnya di depan cermin. Ada rasa tidak percaya ketika melihat sosok bidadari yang ada di depannya. Sosok Itu tampak begitu sangat cantik dan sempurna. "Wow cantik sekali." Perias make up itu tersenyum dan memuji kecantikan Eliza. Eliza tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Liza sampai nggak kenal sama diri sendiri." "Jika Liza secantik ini, apakah tidak membuat pengantin wanitanya kesal dan juga marah? Karena tamu lebih cantik daripada yang memiliki acara." Eliza berkata dengan wajah kesal. Perias make up itu tertawa mendengar celetup Eliza "Jika orangnya sudah cantik, mau di apapun hasilnya tetap cantik. Jika tamunya seperti ini, saya yakin pak penghulu akan salah menikahkan pengantin perempuannya. Dan si pengantin laki-laki akan salah ketika membaca ijab Kabul," kata wanita yang sudah membuat Eliza semakin cantik, bak boneka Barbie.Eliza diam sambil memandang wajah prias make up yang berdiri di belakangnya. Meskipun tidak memandang wanita itu se
Meskipun mengatakan iya, namun Eliza masih berdiri di tempatnya. Sedangkan tatapan matanya hanya tertuju kearah gaun yang diletakkan di atas tempat tidur. "Silahkan nona, jam 9 pagi ini Nona harus sudah siap." Bibi Eli memberikan perintah dengan senyuman. "Baik, bi, ini gaun untuk Liza pakai?" Eliza masih tidak yakin dengan gaun tersebut."Iya," jawab bibi Eli."Kenapa gaunnya cantik sekali ya Bi. Eliza tidak mengerti dengan yang namanya berlian. Namun melihat batu permata yang melekat di gaun itu, ia seakan melihat Kilauan berlian yang begitu sangat indah."Iya Nona, baju ini nyonya Mawar yang menyiapkannya," jawab bibi Eli.Eliza tersenyum. Ternyata Mawar masih mengingatnya. Ia akan menjadi anak yang baik dan menuruti semua yang diperintahkan Mawar. Yang terpenting Eliza tidak diusir dari mansion ini. Karena ia belum sanggup meninggalkan Noah. "Nona suka?" Tanya Bibi Eli."Jika Mami yang memilihkan pasti sangat bagus sekali. Apalagi ini beneran cantik banget. Sudah pasti Liza su
Jantung Nathan berdebar dengan cepat ketika memandang jas yang akan dikenakannya untuk acara jam 11 siang nanti. Jas berwarna putih dengan dasi kupu-kupu berwarna hitam. Hari ini adalah hari bersejarah untuknya. Namun begitu banyak kecemasan yang muncul di benak kepalanya. Apakah keputusannya ini sudah tepat? Ataukah dia terlalu ingin terburu-buru sehingga tidak memikirkan hal buruk ke depannya? Lalu bagaimana jika Eliza marah, bahkan sampai membencinya? "Jika nanti Eliza marah Aku akan berusaha membujuknya." Nathan bertekad dalam hatinya. Sesulit apapun dia pasti akan berusaha dan berjuang membujuk Eliza agar tidak marah lagi dengannya. Namun bagaimana jika Eliza membencinya? Hal yang begitu sangat ditakutkan oleh Nathan.Rasanya tidak mungkin Eliza sangat menyayangi Noah. Ia yakin Eliza pasti akan menerima keputusan yang telah diambilnya demi Noah.Nathan mulai memakai pakaiannya dan memandang pantulan tubuhnya dari depan cermin. Wajah tampan, tubuh tinggi berisi tampak begitu
Cukup lama menenangkan hati, akhirnya malam ini Eliza bisa tertidur lelap. Eliza baru terbangun ketika hari sudah pagi. Dan dia baru menyadari bahwa tadi malam tidur sendiri, tanpa Noah. Seharusnya ia senang karena bisa tertidur dengan lelap tanpa ada gangguan dari anak susunya. Namun nyatanya hatinya terasa semakin sakit dan juga perih. Apakah memang seperti ini cara Nathan memisahkannya dengan Noha. Lagi-lagi air mata Eliza mengalir dengan sendirinya. Rasa sayang yang diberikannya untuk Noha, benar-benar tulus dan sepenuh hati. Namun mengapa ia harus berpisah dari Noha?Dulu Nathan dan Mawar pernah mengatakan bahwa Eliza boleh menjadi mommy Noha, untuk selamanya. Apakah janji yang mereka ucapkan sudah tidak berlaku? Eliza menangis sambil memegang dadanya yang terasa begitu sangat sakit. Berulang kali mengusap air matanya, namun tetap saja air mata itu meluncur dengan sendirinya. Mungkin terlalu banyak menangis, hingga mata Eliza mengecil dan sembab.Setelah puas menangis, ia
Mengapa waktu berjalan sangat lambat. Eliza sangat tidak bersemangat dan hanya berbaring di dalam kamar. Apalagi Noha dibawa Mawar pergi berkunjung ke rumah kerabatnya. Sudah 3 hari terakhir, Mawar dan Herman tampak sangat sibuk. Sedangkan Nathan, tidak terlihat sama sekali. Eliza tahu bahwa pria itu tidak pulang selama beberapa hari. Namun apa masalahnya, ia juga tidak tahu."Nona Eliza, ini makan malamnya." Bibi Eli berkata sambil meletakkan menu makan malam untuk Eliza."Terimakasih Bi," jawab Eliza dengan tidak bersemangat. Eliza lebih memilih makan di dalam kamar daripada makan di meja makan. Karena hanya dia sendiri yang ada di rumah sedangkan Hermawan dan Mawar belum pulang dari rumah kerabatnya. "Iya Nona Eliza, jika tidak ada yang dibutuhkan, bibi permisi," jawab Bibi Eli dengan tersenyum."Bi, Mas Nathan ke mana?" Eliza tidak tenang karena tidak tahu kabar Nathan. Suasana di masion juga terasa dingin. Tidak ada candaan, ketika sarapan pagi, dan makan malam. Biasanya Natha
Nathan memandang Eliza yang duduk di sebelahnya. Sejak tadi Eliza hanya diam dan memejamkan matanya. Tampak sekali bahwa wanita itu sedang menahan rasa sakit. "Sakit sekali ya?" Nathan mengusap kepala Eliza dengan penuh kasih sayang. Melihat Eliza yang sakit seperti ini tentu membuatnya tidak tega. Dia tidak menyangka ternyata memberikan ASI kepada anak akan berdampak seperti ini terhadap ibunya. Eliza menganggukkan kepalanya. "Sakit banget, berdenyut juga." "Coba mas pegang?" Nathan meminta izin terlebih dahulu sebelum menyentuh balon Eliza. Mata Eliza yang terpejam, langsung terbuka dan memandang Nathan dengan bringas. "He... He.... Mas cuma mau periksa." Nathan tersenyum nyengir sambil menggaruk kepalanya ."Gak boleh," tolak Eliza."Mau mas bantuin?" Nathan bertanya dengan jantung berdebar cepat. Jika Eliza menyetujui, ia akan melakukan seperti apa yang disarankan dokter. Nathan tidak berniat untuk kurang ajar, namun ini semua dilakukannya untuk mengurangi rasa sakit Eliza.
Nathan duduk di samping Eliza dan seorang dokter perempuan. Untuk permasalahan seperti ini Nathan memang tidak mengizinkan dokter laki-laki yang menanganinya. "Keluhannya apa, Eliza?" Dokter itu bertanya sambil memandang Eliza yang sedang meringis menahan rasa sakit."Saya baru menghentikan ASI untuk anak saya dok. Dan ini baru jalan di hari pertama," jelas Eliza. Jujur saja Eliza tidak nyaman membahas masalah ini di depan Nathan. Namun pria keras kepala itu sangat sulit untuk diajak kompromi, bahkan memaksa masuk ke dalam ruangan."Oh apakah payudaraanya membengkak, terasa sakit, berdenyut dan juga nyeri?" Dokter perempuan itu langsung merespon dengan cepat. Eliza menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu saya periksa dulu."Eliza menganggukkan kepalanya dan berbaring di atas tempat tidur. Sedangkan Nathan sudah seperti seorang suami yang sangat waspada dan mencemaskan istrinya. Dia mengikuti Eliza dan berdiri di samping tempat tidur. Jika Nathan bukanlah bosnya, Eliza pasti sudah
Nathan menjemput Eliza ke kampus. Karena tidak melihat Eliza di parkiran, Nathan langsung ke kelas. Dilihatnya Eliza yang duduk di dalam kelas dan meletakkan tas di bagian dadanya. Sedangkan wajahnya tampak sedang menahan rasa sakit. "Eliza!" Nathan memanggil Eliza dengan cemas. Eliza memandang Nathan dengan wajah meringis. "Kenapa Mas jemput Liza lama?"Biasanya Eliza tidak pernah bertanya seperti ini jika Nathan lambat menjemput. Karena Nathan memberi tahu kalau dia bertemu dengan klien. "Maaf ya, tadi Mas ada ketemu klien. Klien itu minta ketemunya secara dadakan." Nathan memandang Eliza dan kemudian mengusap kepalanya. "Apa kamu sakit?" Nathan menempelkan punggung tangannya di kening Eliza. Namun ia tidak merasakan suhu tubuh Eliza yang panas. "Enggak," jawab Eliza yang kebingungan menjelaskan kondisi tubuhnya saat ini. "Terus kenapa mukanya jadi pucat gini?" Nathan tidak puas dengan jawaban dari Eliza. "Noha sudah berhenti nyusu, Mas. "Nathan bingung mendengar jawaban dar