Selama satu bulan Eliza tidak mengaktifkan ponselnya. Ia benar-benar sibuk dengan bayi tampan Noah dan mengikuti ujian masuk universitas. Eliza tersenyum dan merebahkan tubuhnya di samping tubuh mungil bayi Noah yang sedang tertidur lelap. Dibukanya ponsel dan melihat perkembangan rumah tangga baru suami bersama dengan istri barunya.Di media sosial milik Sandy, begitu banyak foto mesranya bersama dengan Mirna. Foto-foto Itu diunggah Mirna dan dibuat bersama dengan Sandy. Caption foto dan video, 'bermesraan bersama suami tercinta.'Mirna begitu rajin mengunggah foto dan video. Mulai dari foto dan video resepsi pernikahannya di rumah besar milik keluarga Sandy. Foto bulan madu di Bali, lengkap dengan video pendeknya. Disana Mirna berpenampilan sangat seksi dan menggoda. Bahkan perutnya yang sudah terlihat buncit sengaja dibuka. Mungkin istri kedua Sandy itu ingin memberi tahu kepada dunia bahwa bahwa anak yang dikandungnya, anak haram.Begitu banyak video yang diunggah Mirna. Video me
"Apa kau tidak dengar aku berbicara Eliza? Apa kau merasa sudah hebat sekarang? Apa kau ingin melarikan diri dariku?""Eliza!" Sandy kembali berteriak ketika tidak mendengar jawaban dari istrinya. "Kamu tuli, tidak mendengar perkataanku?" Sandy berkata dengan marah karena elu Eliza tidak menanggapi perkataannya."Eliza! Eliza! Eliza!" Sandy memanggil Eliza dengan berteriak."Maaf mas, suara mas sangat keras sekali telinga Liza sakit. Karena itu handphonenya di letak jauh. Liza nggak dengar ada apa yang mas tanya." Perkataan Eliza mampu memancing emosi Sandy hingga meluap-luap. "Hebat, pintar kau sekarang." Eliza tertawa mendengar perkataan suaminya. Namun air mata tetap lolos dari pelupuk matanya. "Manusia bodoh itu punya batas waktu mas. Tidak selamanya manusia akan bodoh," sarkas Eliza."Oh sudah pandai kau menjawab." Sandy benar-benar emosi melihat ulah Eliza."Apa gunanya punya mulut kalau menjawab pun tidak bisa." Lagi-lagi perkataan Eliza membuat emosi Sandy meluap.Istri y
"Apa yang kamu katakan?Aku sudah katakan, akan berlaku adil untuk mu juga Mirna." Sandy berkata dengan emosi.Eliza tersenyum sinis mendengar perkataan suaminya. Ternyata Sandy benar-benar sudah berubah. Tidak ada lagi kata-kata manis seperti dulu. Dulu Sandy selalu memanggil Eliza dengan kata sayang atau adek. Namun sekarang dia berbicara dengan kata kamu. "Adil, dari mana mas?Gaji kamu 10 juta per bulan, semuanya untuk Mirna. Sedangkan aku dapat apa? Burung Pipit doang?" Ejek Eliza.Sandy terkejut mendengar perkataan istri kecilnya. Selama ini Eliza tidak pernah berbicara seperti ini dengannya. Tadi Eliza mengatakan burung Pipit?Sandy semakin kesal ketika istrinya menyebut kata burung Pipit. "Kamu bilang burung Pipit?" "Iya mas, burung Pipit, kecil. Aku gak mau di bagi dua lagi.""Eliza, jaga ucapan kamu.""Uang ku sudah habis, aku harus bayar uang kos. Uang makan juga gak ada, mas kiriman aku uang ya." Eliza akhirnya memilih tema yang lain. Dia sudah sangat muat berbicara deng
Eliza sudah menyandang status mahasiswa kedokteran. Pagi ini ia memakai baju putih dan celana kain berwarna hitam. Rambutnya di kuncir 2 dengan pita tali rafia hitam dan putih. Di dadanya terpampang Name tag yang dibuat dengan mengunakan karton kardus berukuran 15x20 cm. "Mami, papi, Liza pergi dulu." Eliza dengan cepat menghabiskan susu di dalam gelas dan kemudian berlari. "Eliza, habis makan gak boleh lari," teriak Hermawan. Meskipun bukan putri kandungnya, namun Hermawan sudah sangat menyayangi Eliza. Mungkin karena ia sangat berharap bisa memiliki anak perempuan. "Siap Pi," jawab Eliza yang hanya berhenti sebentar dan kembali berlari. Pagi ini merupakan hari pertama Eliza kuliah. Hari ini ia akan melakukan PKKMB (perkenalkan kehidupan kampus bagi mahasiswa baru.)"Apa kamu pikir pekerjaanku hanya mengantar jemput kamu dari kamus?" Nathan yang sudah duduk di kursi kemudi, memandang Eliza dengan kesal.Padahal pagi ini Nathan ada rapat penting, namun si mami tetap ngotot memaks
Eliza berkumpul di ruang aula bersama dengan teman-teman sesama mahasiswa kedokteran. Pagi ini perkenankan dengan dekan fakultas, ketua koordinator prodi, ketua jurusan serta para dosen. Eliza duduk di bagian depan. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan orang-orang hebat, yang akan menjadi dosennya. Para dosen yang mengajar di sini pada umumnya dokter-dokter hebat lulusan luar negeri.Suasana di dalam ruangan hening ketika para dosen sudah mulai masuk ke dalam ruangan. Mata Eliza terbuka lebar ketika melihat dosen muda yang begitu sangat dia kenal. "Bang Rizki," guman Eliza."Selamat pagi selamat datang untuk mahasiswa baru jurusan kedokteran. Disini saya akan memperkenalkan para dosen-dosen yang nantinya akan mengajar adek-adek para mahasiswa. saya mulai dari dekan fakultas. Beliau seorang profesor atau kita kenal dengan guru besar. Profesor Asril. Profesor Asril merupakan Dokter spesialis onkologi. Salah seorang dokter terbaik dalam penanganan kangker," jelas seorang dosen muda
Dokter Rizki tertawa kecil memandang wajah Eliza yang begitu sangat menggemaskan. "Gimana mau diantarkan atau cari sendiri?" Pria manis itu memberikan pilihan.Eliza terdiam sambil mikir. Kalau cari sendiri, sudah pasti gak akan ketemu sampai jam istirahat selesai. Apalagi kampus ini sangat besar."Bapak antarkan," jawab Eliza dengan tersenyum nyengir."Ayo," ajak Rizki."Bapak jalan duluan, Liza bakal ikuti dari belakang." Agar tidak mencolok dan tidak menjadi bahan obrolan mahasiswa, Eliza memilih untuk mengikuti Rizki dari belakang dengan jarak yang tidak begitu dekat.Rizky menganggukkan kepalanya dan kemudian berjalan lebih dulu. Eliza terus saja mengikuti, ketika Rizki masuk ke dalam lift, ia berlari dan ikut masuk. Begitu sampai di lantai 3, pintu lift terbuka. Rizky tetep tidak berbicara dan jalan lebih dulu. Langkah kaki pria itu berhenti ketika sudah berada di depan pintu yang tertutup rapat."Ini ruangannya," kata Rizki sambil membuka pintu."Oh ini," jawab Eliza yang ke
Sandy merasakan kepalanya yang berdenyut nyeri. Semakin lama sikap Mirna semakin berubah. Wanita itu tidak semanis dulu ketika berbicara. "Sayang aku ingin kopi." Sandy meminta istrinya untuk membuatkan secangkir kopi. "Apa mas nggak bisa buat kopi sendiri?" Mirna yang sedang asik dengan ponselnya merasa kesal karena Sandy sudah menggangu waktu santainya. "Kamu itu istri aku," kata Sandi dengan nada tinggi. "Aku tahu aku istri kamu mas, tapi aku capek apa kamu nggak tahu aku itu kerja." Mirna berkata sambil menepuk-nepuk dadanya. Sedangkan matanya memandang kearah Sandy dengan marah."Jika kamu tidak sanggup bekerja berhenti saja," sergah Sandy. Masalah pekerjaan Mirna selalu menjadi permasalahan dalam rumah tangganya. Karena itu dia menyarankan agar Mirna berhenti dari pekerjaan. Ketika bersama dengan Eliza, Sandy berharap istrinya bekerja dan bisa menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan uang gajian akan disimpan di rekening dan sebagian akan diberik
Eliza masih berdiri depan pintu dengan wajah bengong."Setelah kamu mendapatkan barang yang kamu inginkan, kamu mengusir saya?" Tanya Nathan dengan ekspresi datarnya."Ya gak gitu sih mas, mas Nathan itu sibuk mana mungkin bisa lama-lama di sini." Eliza dengan cepat berdalih agar pria itu tidak semakin marah. Terkadang Eliza kebingungan menghadapi sikap random Nathan. Entah bagaimana caranya agar pria itu tidak selalu berprasangka buruk terhadapnya. "Sabar-sabar, yang kecil harus ngalah sama yang tua." Batin Eliza. Ternyata benar usia tidaklah menjadi patokan Eliza yang masih kecil harus mengalah dengan orang tua. Seperti itulah yang dipikirkan oleh Eliza. "Ini." Nathan memberikan kantong berukuran besar kepada Eliza. "Ini apa?" tanya Eliza dengan tersenyum canggung.Eliza kesal karena tidak ada jawaban dari Nathan. Dia pun membuka bungkusan tersebut. Melihat isi didalam kantong, Eliza terkejut dan memandang Nathan dengan tidak percaya."Ini banyak sekali mas," kata Eliza sambil m
"Kiara, ini makan siangnya sudah mama masak kan sesuai permintaan kamu." Rini berkata dengan wajah tersenyum sambil menata menu lezat untuk makan siang Putri sulungnya. Sikap Rini berubah 180 derajat. Rini yang sekarang begitu sangat menyayangi Kiara dan menuruti semua yang diinginkan oleh Putri sulungnya itu. Namun semua tentu saja karena Kiara sangat berharga. "Terima kasih ma." Kiara memandang menu yang tertata rapi di atas meja. Namun tetap seenak apapun tampilannya dan juga aroma masakan itu dia tidak tertarik sedikitpun untuk memakannya."Nggak usah pakai kata terima kasih gitu sama mama. Sebentar lagi kamu akan menikah, mungkin mama tidak bisa lagi melakukan hal seperti ini. Karena kamu sudah sibuk dengan suami dan keluarga kamu. Mama juga nggak enak kalau nanti sering-sering datang ke rumah kamu." Rini mengusap kepala Kiara dengan penuh kasih sayang. Kiara tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Mama mau ke ke mall dulu bareng Bobby. Mama mau belanja untuk membeli kebu
"Halo kakak Yura." Eliza tersenyum sambil meletakkan jajanan beserta mainan yang dibawanya diatas meja.Gadis kecil itu tersenyum riang memandang Eliza. Dikunjungi Eliza seperti ini tentu saja membuat Yura senang. Apa lagi Eliza datang bersamaan dengan Noha. "Halo juga kakak cantik. Hai adek Noha." Yura tersenyum lebar memandang Noha yang sedang di gendong Eliza. "Kakak Yura apa kabar? Apa ada yang sakit?" Tanya Eliza sambil mencacarkan pantatnya di kursi yang berada di samping tempat tidur Yura.Yura menggelengkan kepalanya. "Tapi kata om dokter, aku belum boleh berjalan."Rasa sakit di bagian perut serta kepala yang tiba-tiba saja nyeri, tidak pernah dihiraukan gadis kecil tersebut. Ia hanya ingin secepatnya bisa berjalan, berlari dan bisa melakukan semuanya sendiri hingga tidak merepotkan dokter Rizky dan juga Kiara. Pada umumnya anak-anak berusia 4 tahun begitu sangat bergantung dengan orang tuanya. Mereka tidak bisa melakukan segala sesuatu untuk dirinya sendiri. Berbeda den
Sedikitpun Rini tidak merasa bersalah ataupun kasihan dengan apa yang dialami oleh anak. Padahal penderita yang dialami Kiara semua berakar dari dirinya. Hanya karena Kiara tidak memiliki gaji yang besar dia mengusirnya. Dengan alasan agar biaya hidup jauh lebih murah. Namun seluruh gaji Kiara tetap harus untuknya. "Sebentar lagi kamu akan menikah dengan Pak Rudi. Itu artinya kamu tidak akan merasakan penderitaan seperti itu lagi. Kamu nggak perlu lagi tidur di gudang yang banyak hantu dan juga tikus itu. Ih kalau mama aja disuruh tidur di tempat seperti itu pasti nggak bakalan bisa. Serem banget, mengerikan lagi. Kia tahu sendiri kan Mama itu paling geli, paling akut sama yang namanya tikus." Rini tampak jijik ketika bercerita tentang tikus.Kiara memandang wajah Rini dengan rasa muak, jijik dan benci. "Ma, katanya mau belanja, Kia pengen sekali makan ikan gulai sop daging ikan gurami bakar." "Oh iya hampir aja lupa. Kamu sih ngajakin mama ngobrol terus. "Rini tersenyum sambil men
"Ya kalau itu Mama gak tahu. Lagian mama akan sangat menjaga kamu agar tidak terjadi apapun. Jelang pernikahan pikiran kita memang gak karuan. Banyak aja pikiran buruk yang datang menganggu. Mulai sekarang Kia gak gak usah pikir yang aneh-aneh. Karena mama akan jaga Kia dengan sebaik-baiknya." Rini tersenyum sambil mengusap pipi Kiara.Apa yang dikatakan Rini memang benar karena Kiara merasakan hal itu. Dia selalu dihantui rasa takut yang luar biasa. Pikiran-pikiran buruk selalu saja bermunculan di benak kepalanya. Bahkan dia sudah tidak sabar ingin mengakhiri hidupnya. Kiara memandang Rini dengan tatapan yang tidak bisa dibaca. Ia kemudian tersenyum dan menganggukkan kepalanya."Kakak kelas, Kia sewaktu SMA meninggal beberapa bulan yang lalu. Dia ditabrak mobil truk. Pada saat kecelakaan, mayatnya di bawa ke rumah sakit tempat Kia bekerja. Tubuhnya hancur, kami dari pihak rumah sakit tidak bisa melakukan otopsi. Kia kasihan sekali lihat dia. Padahal dia baru aja menikmati hidup sen
Hari-hati berlalu sangat lambat bagi Kiara. Sudah 4 hari ia berada di dalam kamar tanpa diperbolehkan keluar sama sekali. Kiara hanya duduk termenung dengan pandangan kosong. Jika tidak bisa keluar dan melarikan diri dari tempat ini, ia akan memilih mati dari pada dijadikan tumbal. Masalah dosa, biar sang pencipta yang menentukan. "Kiara, Mama bawakan sarapan untuk kamu." Rini berkata dengan wajah berseri-seri. Wanita itu meletakkan burger daging beserta susu coklat di atas meja. Entah memang tidak pernah memperhatikan wajah putrinya, atau tidak mau tahu sama sekali. Padahal jika diperhatikannya, ia akan melihat mata Kiara yang cekung dan hitam. Bibir putri sulungnya itu juga tampak pucat.Kiara memandang sarapan pagi yang sudah disiapkan oleh ibunya. Selama hidupnya mungkin baru sekarang lah ia merasakan seperti apa itu yang namanya perhatian dari sang Ibu. Baru sekarang dia merasakan rasa sarapan pagi yang dibuat langsung sang mama. Baru sekarang pula Kiara melihat senyum hangat
"Ada perlu apa Bu?" Meskipun pikirannya sedang tidak karuan namun Rizky tetap tersenyum ramah seperti biasanya. "Maaf mengganggu dok, kenalkan nama saya Bu Ina." Wanita paruh baya itu tersenyum sambil menjulurkan tangannya."Apa ada yang bisa saya bantu bu Ina?" Rizki memandang wanita paruh baya tersebut. Rasanya Dia belum pernah bertemu dengan wanita ini sebelum. Namun apakah wanita yang saat ini menemuinya merupakan keluarga dari pasien yang ditanganinya? "Dokter, maaf jika saya mengganggu. Namun saya tidak tahu lagi harus meminta tolong kepada siapa." Wajah Bu Ina tampak sedih ketika memandang dokter Rizki. Harapannya begitu besar kepada sang dokter. Dia berharap dokter itu mau membantunya. "Jika saya bisa, saya akan membantu. Kalau boleh tahu ada apa ya?" Rizky memandang Bu Ina dengan mengerutkan keningnya. "Saya tahu tentang dokter, karena Kiara sering bercerita. Kiara mengatakan bahwa dokter orang yang sangat baik. Setelah dia menjadi suster pendamping dokter, dokter sering
"Yura, ayo dimakan nasinya. Sejak semalam kamu gak makan. Kalau tidak makan, kamu nggak bisa sembuh." Rizky berkata sambil menyodorkan sendok ke ujung bibir Yura. "Yura beneran tidak selera makan Om, Yura ingin ketemu sama kakak Kia." Gadis kecil itu berbicara sambil terus menangis. Bahkan kalimat yang dikatakannya sampai tidak begitu jelas.Mungkin ini yang dikatakan firasat. Sejak awal Kiara pergi, Yura sudah terlihat gelisah. "Om janji akan cari kak Yura tapi syaratnya Yura harus makan." Rizky mencoba membuat kesepakatan agar Yura menurut. Yura baru saja melepaskan infus di tangannya. Jika kondisinya kembali memburuk, ia harus kembali dipasang infus. Rizky tidak ingin jika hal itu terjadi."Apakah Om tidak berbohong?" Tanya Yura sambil mengusap air matanya. "Tentu tidak, bohong itu dosa. Orang yang bohong akan dibakar api neraka." Pria itu tersenyum sambil menyodorkan sendok di tangannya."Sejak dari kemarin Om selalu bilang seperti itu, tapi nyatanya kak Kiara tetap nggak tahu
Agar pikirannya gak ngelantur kemana-mana, Eliza mengeluarkan kamus dari dalam tasnya. Ia Juga mengeluarkan handphone untuk digunakan dalam media pembelajaran.Sambil menunggu Nathan, Eliza mulai menghafal istilah-istilah dari kamus tersebut. Seperti inilah cara Eliza memanfaatkan waktu untuk belajar."Abrasi merupakan luka atau goresan yang biasanya tidak serius." Eliza berkata sambil memejamkan matanya. Setelah itu ia kembali membuka buku dan membaca isi. "Yes, benar." Eliza tersenyum dan melanjutkan istilah selanjutnya.Eliza juga mengamati gambar yang ada di layar handphonenya."Abses merupakan kantung lunak berisi cairan yang terbentuk di jaringan, biasanya karena infeksi." Eliza membaca keterangan sambil mengamati gambar abses yang terjadi gusi, mulut, kemudian hati serta di permukaan kulit."Akut, menandakan kondisi yang dimulai secara tiba-tiba dan terkadang parah, tetapi durasinya pendek. Jinak, tidak bersifat kanker. Biopsi, sampel kecil jaringan yang diambil untuk pengujia
"Selamat siang Nona Eliza." Sapa resepsionis yang berada di lobby. "Siang Mbak, Liza langsung ke ruangan Mas Nathan ya," JAWAB Eliza dengan sangat ramah. Sikap Eliza yang ramah dan santun seperti inilah yang membuat para karyawan sangat menyukai Eliza. Padahal mereka semua tahu bahwa Eliza calon istri bos mereka. Apalagi latar belakang Eliza seorang mahasiswa kedokteran, membuat mereka terkagum. Berbeda ketika Nathan bersama dengan Sherly. Jika wanita itu datang, gayanya selalu saja terlihat begitu sangat sombong dan angkuh. Tidak pernah mau menyapa dan selalu cari masalah."Silakan nona Eliza." Ketiga resepsionis itu berkata sambil tersenyum. Eliza tersenyum ramah, kemudian pergi meninggalkan ketiga resepsionis cantik tersebut. Eliza datang dengan tangan kosong. Sebenarnya ia ingin membelikan Nathan makan siang, hanya saja Nathan sudah mengirim pesan dan mengatakan akan mengajaknya makan di restoran. Sejak tadi Eliza tidak menyadari bahwa ada sepasang mata yang memandang tajam k