Assalamualaikum, reader semua. Maaf baru kembali update bab baru. Soalnya author baru selesai mudik. terimakasih untuk semua dukungan yang reader berikan untuk author. terimakasih untuk semua komentar, yang tidak bisa di balas satu persatu. Di bulan penuh berkah ini, author mohon maaf lahir dan batin ya. Semoga reader semua sehat, hingga bisa menjalankan ibadah dengan lancar. Banyak rezeki dan dipermudah semua urusan.
"Hubby, Noah," teriak Eliza. Nathan yang sedang membalas pesan chat, langsung terkejut ketika mendengar suara teriakan Eliza. "Ada apa?" Tanya Nathan yang terlihat kebingungan. "Noah." Eliza terlalu panik dan langsung menarik kaki Noah yang sudah muncul. "Ha... Ha..," Noah tertawa ngakak ketika Eliza narik kakinya. "Kamu sudah Daddy dapatkan. Sekarang cari Daddy." Kini Nathan yang masuk ke dalam tumpukan bola hingga tibuhnya menghilang. Jika tadi ekspresi Eliza panik, namun kini ekspresi wajahnya terlihat bengong. Ternyata ayah dan anak itu sedang bermain petak umpet. Tapi sangat tidak adil, ketika Noah bersembunyi, Nathan tidak mencari. Bahkan sibuk membalas pesan, namun saat Nathan bersembunyi, putranya itu bersusah payah mencari. "Ya sudah ketahuan." Nathan akhirnya muncul dari tumpukan bola, setelah Noah menemukannya. "Hubby, sudah jam 7, apa nggak ke kantor?" Eliza akhirnya ikut duduk di dalam kolam bola. "Oh ya ini mau siap-siap. Hari rapat, jam 9, jadi gak buru-buru
Yuna dan Dirga menjalani tradisi pingitan seperti calon pengantin sungguhan. Pasangan suami istri itu tidak bertemu selama dua Minggu. Yuna sempat protes ketika acara pernikahannya diundur satu Minggu lagi. Alasan diundur, karena salah seorang paman dari Dirga, tidak bisa datang di tanggal yang ditentukan. Paman Dirga sedang melanjutkan pendidikan kemiliteran nya di Washington, karena itu tanggal pernikahan diundur sesuai dengan tanggal kepulangannya ke Indonesia. Bersyukur Yuna mau mengerti dan tidak kumat. Agar bisa mengontrol istrinya, Dirga selalu melakukan panggilan video call. Dengan seperti ini ia bisa terus menenangkan istrinya."Sayang, apa sudah siap?" Mega bertanya sambil memandang Yuna dari pantulan cermin. Mata wanita paruh baya itu berkaca-kaca ketika melihat Yuna yang begitu sangat cantik dengan balutan kebaya pengantin berwarna silver. Selama ini Mega hanya menganggap pernikahan putrinya sebuah mimpi. Ia juga tidak mau terlalu banyak berharap, apa lagi sampai menjod
Nathan, Rizky, Hermawan dan Marwan, duduk di bagian depan. Mereka akan menjadi saksi dari mempelai laki-laki."Akhirnya anak nakal itu nikah juga." Rizky berkata sambil tersenyum. Meskipun Rizky dan Yuna seperti Tom and Jerry, namun tetap saja mereka saling menyayangi dan melindungi satu sama lain. Sewaktu SD, Yuna sempat menjadi korban pembullyan. Pada saat itu Yuna yang masih kelas 1, mendatangi kelas Rizky yang sudah kelas 6. Dia menangis mengadukan seorang anak laki-laki bertubuh gemuk yang merampas uang jajannya. Bukan hanya mengambil uang jajan saja, anak jahat itu juga menggunting rambut serta memukul Yuna.Mendengar pengaduan dari Yuna, Rizky langsung mencari anak laki-laki itu dan menghajarnya hingga babak belur. Seharusnya Rizky diskorsing oleh sekolah, namun Hermawan pasang badan dan membela anak angkatnya tersebut. Sejak saat itu tidak ada lagi yang berani mengganggu Yuna. Karena Mereka takut dengan Rizky dan juga Nathan. Namun hubungan mereka bertiga semakin jauh saat Na
"Kalau hubby capek, biar Liza yang pegang Noah." Eliza berkata sambil memandang Nathan yang sedang memangku Noah.Ya seperti inilah dialek orang Sumatra khususnya Riau. Lebih sering menggunakan kalau. Beda dengan dialek suku Jawa, atau pulau lainnya yang lebih sering pakai kata jika. Nathan sudah sangat hafal dengan gaya bahasa Eliza. "Gak kok," jawab Nathan berbohong. Ia tersenyum sambil tersenyum memandang Eliza yang sedang menyantap empek-empek kapal selam. Karena Dirga berasal dari Palembang, makanan khas seperti empek-empek dan juga tekwan tidak terlupakan. "Yakin hubby nggak capek, udah dari tadi loh," kata Eliza sambil memasukkan empek-empek ke dalam mulutnya. "Yakin," kata Nathan sambil menahan rasa pegal ditangannya. Ternyata memangku anak yang sedang tidur, sangat melelahkan. Jika seperti ini ingin sekali ia mengantar putranya ke kamar. "Apa enak?" Nathan akhirnya penasaran dengan apa yang dimakan Eliza. "Belum pernah coba?" Eliza tidak langsung menjawab namun malah j
Albert salah memilih wanita simpanan. Karena pada nyatanya Sherly bukanlah wanita yang bisa diperlakukan dengan sesuka hati. Namun bagaimana cara untuk membunuh pria tersebut? Sherly seorang WNA asal Indonesia yang sekarang bekerja di Prancis. Jika ia membunuh di sini, itu artinya akan berhadapan dengan hukum Prancis. Sherly tidak ingin menghancurkan reputasi serta karirnya di dunia artis. Walau bagaimanapun namanya sudah cukup bersinar. Wanita itu terus saja menatap mata wajah Albert dengan penuh kebencian. Berbagai macam cara sudah bermunculan di benak kepalanya. Namun cara apa yang paling tepat?Dia ingin membunuh Albert, namun pekerjaannya harus bersih dan rapi. Jangan sampai ada seorangpun yang curiga jika pria itu mati karena dibunuh. Dalam artian meracuni tanpa terlihat keracunan.Sherly mengangguk-anggukkan kepalanya ketika sebuah ide yang menurutnya paling akurat. Namun apakah bisa terlaksana? Bertahan pasti mati. Andaikan rencananya gagal, dia juga akan mati. Jadi hasiln
Sherly diam sesaat ketika Albert menanyakan tentang anaknya. "Oh dia ikut mantan suami ku. Dia juga sangat sehat." "Anak mu, perempuan atau laki-laki?" Entah mengapa Albert ingin tahu tentang kehidupan pribadi Sherly.Sherly terdiam dia baru menyadari bahwa dia tidak tahu anaknya perempuan atau laki-laki. Setelah selesai melahirkan anaknya secara Cesar, ia tidak bertanya dengan perawat atau dokter tentang anaknya. Bahkan dia langsung pulang ketika masa rawat inapnya habis."Kenapa kau diam?" Tanya Albert."Perempuan," jawab Sherly dengan yakin. "Aku yakin, anakmu sangat cantik seperti ibunya." Albert terus saja berbicara sambil terus mengusap salap di bagian kulit yang terluka.Sherly menganggukkan kepalanya. "Siapa namanya?" Albert bertanya tentang hal sederhana. Namun bagi Sherly, ini merupakan pertanyaan yang sulit di jawab. Bahkan dia tidak tahu jawabannya sama sekali. Ia benar-benar menyesal karena tidak menanyakan anaknya perempuan atau laki-laki. Lalu siapa nama anaknya. Se
Dirga menatap wajah istrinya dengan tersenyum. Rasa bahagia seakan tidak bisa terucap dengan kata. Namun satu hal yang tidak bisa ia pungkiri bahwa rasa cintanya sudah full untuk sang istri. "Sayang, I love you," kata Dirga kemudian. "I love you too," jawab Yuna yang tersenyum bahagia. Bisa menjadi istri Dirga, suatu kebahagiaan terbesar untuknya. Entah mengapa pria itu bisa mengendalikan emosinya yang tidak stabil. "Abang, ayo kita cetak anak." Tanpa malu Yuna langsung ke inti permasalahan. Wanita itu menarik tekuk leher suaminya dan kemudian mencium bibir Dirga. Cukup lama mereka saling berbagi air liur dan kemudian barulah berakhir setelah kedua-duanya kehabisan oksigen. Dirga menarik nafas panjang dan kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan. Begitu juga dengan Yuna. Hanya beberapa detik menghirup udara segar, Yuna kembali ingin menyerang suaminya. "Buka dulu riasan rambutnya." Dirga berkata ketika istrinya kembali ingin mengecup bibirnya. Di acara resepsi pern
"Baik," jawab Nathan."Bagaimana dengan kabar istrimu? "Sherly berbasa-basi terlebih dahulu. "Sangat baik." Nathan berkata dengan raut wajah datar."Apa kamu tahu bahwa aku sangat merindukanmu." Sherly tahu bahwa Nathan masih sangat mencintainya. Karena itu ia mencoba untuk merayu mantan suaminya. "Jika tidak ada yang ingin kamu katakan aku akan menutup panggilan telepon.""Jangan honey, kamu jangan terlalu kejam kepadaku. Bagaimana kabar anak kita?"Kening Nathan berkerut mendengar pertanyaan dari mantan istrinya. Apa yang terjadi hingga Sherly menanyakan tentang anak mereka?"Honey, apa kamu tidak ingin memberi tahu aku tentang anak kita?" Sherly berkata dengan sangat lembut. Bahkan ia kembali memanggil Nathan honey, seperti dulu awal-awal mereka berpacaran.Nathan diam dan memandang layar handphonenya. "Honey, mengapa kamu diam saja?" "Kondisi anakku baik."Sherly diam sesaat ketika mendengar Nathan mengatakan anakku. Itu artinya pria itu sudah memutuskan hubungan antara diriny
Wajah wanita cantik itu tampak cemberut sambil memandang suaminya. Berbeda dengan Nathan. Pria itu memandang Eliza dengan penuh kemenangan."Kenapa liatin seperti itu?" Nathan berkata tanpa rasa bersalah."Liza sudah bilang kalau Liza mau tidur." Eliza berkata dengan wajah kesal. Keputusan Eliza untuk tidur di dalam kamar ternyata salah. Karena nyatanya dia tidak tidur sama sekali setelah makan siang. Hal ini disebabkan suaminya yang selalu saja mengganggunya. Pada akhirnya Nathan baru berhenti menganggu setelah mereka menuntaskan kewajiban suami istri."Iya Hubby tahu, sini tidur biar dipeluk," kata Nathan dengan tersenyum."Nggak mau." Dengan cepat Eliza menolak. "Loh kenapa tidak mau, bukannya kamu senang dipeluk?" Tanya Nathan."Tangan hubby nggak bisa dipercaya." Dengan waspada Eliza menutup bagian dada dan juga aset bawahnya. Setelah itu ia menarik selimut dan menutup tubuhnya dengan selimut. "Setelah olahraga ranjang, dijamin tidur semakin enak." Nathan berkata sambil menga
Rizky bangun dan melihat jam yang menempel di dinding. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Kondisi kamar juga dalam keadaan kosong. Setelah tidur cukup lama tubuh pria itu terasa lebih segar. Ia menjangkau handphone yang ada di nakas. Yang pertama kali diperiksanya adalah panggilan telepon. Dilihatnya panggilan masuk dari dokter Teddy. Dengan cepat pria itu langsung menghubungi temannya tersebut. "Halo Dokter Rizky," sahut dokter Teddy dari seberang sana. "Ya Dokter Teddy, apa tadi kamu menghubungiku?""Yang menghubungi anda adalah nyonya Rini."DegJantung Rizki berdetak ketika mendengar jawaban dari sang dokter. Jika Rini yang menghubungi itu artinya Kiara mengetahui apa yang terjadi terhadap adiknya. "Yang menerima telepon istri, anda. Ibu Rini langsung berbicara dengan istri anda.""Apa yang dikatakan Kiara dengan mama mertua saya?" Tanya Rizky.Rizky menarik napas panjang dan kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan. Ia harus bisa tenang menghadapi masalah
Nathan kembali ke kamar hotel di jam 11 siang. Dengan langkah ringan pria itu masuk ke dalam kamar. Awalnya dia sengaja ingin membuat kejutan untuk istrinya namun di dalam kamar tampak seperti lenggang. Nathan langsung memandang ke arah tempat tidur. Ternyata istrinya itu masih terbaring di atas tempat tidur dengan mata yang tertutup rapat. Wajah pria itu tersenyum sambil melangkah mendekati tempat tidur. Nathan kemudian duduk di tepi tempat tidur sambil menatap wajah cantik Eliza. Apa dirinya sudah sangat kelewatan, hingga membuat istrinya kelelahan seperti ini?Nathan tidak mungkin melakukan hal yang seperti ini jika Eliza tidak memancingnya semalam. Padahal ia sudah berniat untuk tidak mengajak istrinya bertarung. Namun Eliza sendiri yang memancing dan meminta untuk disantap. Bagaikan harimau lapar, sudah pasti Nathan tidak akan menolak makan enak yang disuguhkan sang istri."Hai sweet heart, apa kamu kamu ingin tidur sampai sore?" Pria itu berkata sambil mengusap kepala Eliza."
Pesawat yang membawa Bobby dan juga Rini mendarat di Bandara Sultan Thaha Saifuddin, Jambi. Begitu tempat tidur pasien diturunkan dari atas pesawat, seorang perawat langsung mendorong tempat tidur ke mobil ambulans yang sudah disediakan rumah sakit. Dengan cepat Bobby dimasukkan ke dalam mobil ambulans. Sedangkan Rini, masuk ke dalam mobil ambulans yang kedua. Ibu dan anak langsung dilarikan ke rumah sakit Abdul Manaf. Rini merasakan dadanya yang terasa sesak setiap kali mengingat Kiara. Rasa bersalah dan malu, membuat ia merasakan sakit hingga uluh hati. Setiap potongan peristiwa terus saja melintas dipandangnya. Bahkan ia seperti menonton cuplikan film yang terus saja berganti-ganti. Begitu banyak dosa yang dilakukannya terhadap Kiara. Setelah nanti ia sembuh, apakah Putri sulungnya itu mau memaafkannya.Rini terus saja menangis. Sejak Kiara lahir hingga sekarang, belum pernah sekalipun ia memperlakukan putri sulungnya itu dengan baik. Bahkan ketika Kiara baru lahir, dengan kejam
Rizky menganggukkan kepalanya. "Abang masih lemas, dek." Pria itu dengan manjang memeluk sang istri."Kenapa ngelakuin transfusi darah?"Semalam ada pasien yang butuh darah. Stok di rumah sakit habis, di PMI juga nggak ada. Dan kebetulan golongan darah pasien sama dengan golongan darah abang. Ya sudah Abang donor aja langsung. Adek tahu sendiri, golongan darah AB, sangat langka." Rizky menjelaskan agar istrinya tidak memiliki pikiran yang aneh-aneh."Iya, golongan darah Bobby juga sama seperti Abang AB. Dulu dia pernah terkena demam berdarah. Pada saat itu, Bobby kekurangan banyak darah. Yang bisa donor darah ke Bobby, cuma Kia. Karena golongan darah kami sama." Kiara berkata dengan wajah tersenyum. Entah mengapa ia teringat dengan adiknya yang super bandel tersebut. Tiba-tiba saja Kiara merasa sesak di dadanya. Rasa sesak seperti sedih yang tidak beralasan."Jadi golongan darah kedua orang tua kalian tidak ada yang AB?" Rizki bertanya sambil memandang Kiara. "Enggak, papa A sedang
"Bagaimana tuan Albert, tuan Thomas, tuan Jhon, apa ada yang mau anda tambahkan?" Nathan bertanya ketika Albert beserta dua orang investor lain selesai membaca rancangan kerja. Para investor itu juga melihat keuntungan yang akan mereka peroleh.Albert tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Menurutku ini sudah sangat baik. Kerja sama ini menguntungkan negara-negara yang ikut bergabung.""Tuan Thomas?" Tanya Nathan."Saya setuju dengan rancangan kerja yang anda buat," jawab Thomas yang tidak banyak berkomentar."Meskipun tuan Nathan masih sangat muda, namun gebrakan yang anda lakukan, luar biasa. Anda memiliki ide yang luas bisa." Pengusaha asal Jerman yang bernama Jhon, ikut memuji kecerdasan Nathan."Saya sudah merancang kerjasama ini sejak 3 tahun yang lalu. Hanya saja saja baru berani mengajukan kerjasama dengan berbagai negara setelah presiden kami menyetujui proyek ini. Saya yakin proyek ini akan sangat bermanfaat bagi warga negara saya.""Jika pengajuan anda di tolak oleh neg
Seorang wanita berdiri di cermin sambil mengusap gincu berwarna merah cabe di bibirnya. Bibir tebal wanita itu tampak semakin seksi dan menggoda."Pagi ini Kamu sangat cantik, sayang." Albert yang berdiri di belakang Sherly memuji kecantikan wanita tersebut. Bukan hanya dandanan saja yang terlihat menor, pakaian yang dipakai wanita itu juga tampak begitu menggoda. Padahal saat ini udara sangat dingin. Namun sepertinya wanita itu tidak perduli."Apakah hari-hari sebelumnya aku tidak cantik?" Sherly berkata dengan gaya menggoda. Pagi ini wanita itu dengan sengaja berdandan sangat cantik. Dia yakin akan bertemu dengan Nathan di restoran nanti. "Hari-hari sebelumnya kau juga cantik." Albert tersenyum sambil menatap ke pantulan cermin."Apa kamu suka?" Wanita itu berkata dengan tersenyum sambil mengigit bibir bawahnya. "Tentu, aku sangat menyukainya. Apa sudah selesai?" Albert yang berdiri di belakang Sherly, dengan sengaja meletakkan tangannya di leher wanita tersebut. Jantung Sherly
Kursi roda didorong semakin dekat dengan tempat tidur. Rini bisa melihat dengan jelas, sosok yang tertidur di atas tempat tidur adalah putra bungsunya. Kamar berukuran besar ini mirip seperti kamar di rumah sakit. Didalam kamar dilengkapi monitor jantung, serta alat medis lainnya. Ada seorang dokter dan juga seorang perawat. "Bobby!" Teriak Rini. Wanita itu merasa sangat bersalah terhadap anaknya. Jika tidak serakah, Bobby tidak akan merasakan penganiayaan yang sangat kejam dari Rudi. Seharusnya ia juga tidak berkenalan dengan Rudi, dan menawarkan anak sulungnya untuk menjadi istri ke 6 pria tersebut. Mata Bobby terbuka ketika mendengar suara ibunya. "Mama," jawabnya lirih.Wajah anak remaja Itu tampak begitu bahagia ketika melihat ibunya. Dulu dia sempat berpikir tidak diberi kesempatan untuk melihat wanita yang begitu sangat ia sayangi. Namun ternyata takdir berkata lain, dia diselamatkan dan sekarang bisa melihat wajah sang ibu. "Na, bagaimana kondisi kamu?" Rini terus saja m
"Kamu semakin nakal, cantik. "Nathan menatap istrinya penuh gairah. Lama tidak berjumpa, ternyata istrinya semakin agresif."Hubby suka?" Eliza mengeling manja. Jari lentiknya dengan lembut bermain di atas dada bidang Nathan. "Sangat suka, Aku menyukai istri yang over aktif sepertimu." Nathan tersenyum miring menatap bibir Eliza yang basah. Bibir Eliza cemberut ketika mendengar ucapan suaminya. "Hubby kirain Liza autis?"Hahaha...," Nathan tertawa mendengar jawaban dari sang istri. "Tidak seperti itu maksud ku, sweet heart.""Nathan duduk di atas tempat tidur. Sedangkan Eliza masih menempel di tubuhnya. Istrinya itu dengan cepat melepaskan baju kaos yang melekat di tubuhnya. Setelah itu melepas pakaiannya sendiri. Melihat tingkah Eliza sungguh membuat Nathan senang. Istrinya yang dulu polos sekarang sudah pintar dan juga nakal. "Lakukan apapun yang kamu inginkan cantik." Nathan memejamkan matanya ketika bibir kecil istrinya sudah mencium bagian leher. Sentuhan Eliza, membuat bul