Situasi pergi dan pulang sangat berbeda. Saat pergi, yang terdengar suara Noah tertawa dan Eliza yang terus saja berkicau. Namun saat pulang yang terdengar suara tangis Noah dan suara Eliza yang sibuk menenangkan dan membujuk. Bahkan suara musik audio kalah jauh dari suara Noah yang ngebass dan serak-serak basah. Agar tidak bertambah pusing, Nathan mematikan Audio dan fokus mendengar Noah yang sedang konser."Iya tunggu nak, rumah kita sudah dekat. Jadi anak bayi gak boleh emosi, kita harus sabar agar tensi darah gak tinggi," Eliza terus saja membujuk bayi Noah. Namun tetap saja Bayi Noah tidak berhenti merengek. Mungkin karena sedang haus dan juga mengantuk. Namun Eliza tidak memberikan bayi itu susu secepatnya. Nathan duduk di kursi kemudi. Sekali-sekali melirik ke arah Eliza dan Noah. "Tunggu ya nak, bentar lagi kita sampai rumah," bujuk Eliza agar bayi tampan itu berhenti menangis. Sepertinya bayi Noah sudah tidak bisa diajak kompromi."Anak mommy sudah haus sekali ya?" Eliza
Eliza memandang Nathan yang justru memasukkan kepala mobilnya ke sebuah hotel. Bukankah mereka akan pulang lalu mengapa singgah ke sini? "Kenapa ke sini?" Tanya Eliza dengan tatapan menyelidik. "Biar kamu tidak nuduh Mas mesum, jadi mas akan ambil kamar biar kamu bisa kasih nenen si Noha," kata Nathan dengan wajah kesalnya. Padahal hanya mengulangi perkataan Noha, sudah dapat tamparan 2 kali dari Eliza. Eliza diam memandang Nathan. Dia akhirnya mengerti mengapa Nathan justru mengarahkan mobil ke dalam hotel. "Masuk ke dalam hotel juga nggak baik Mas, bayangin aja apa kata orang?" Eliza teringat akan image wanita yang keluar masuk hotel. Sudah pasti akan mendapatkan penilaian negatif. "Mas tidak pernah memikirkan apa kata orang? Yang penting kamu bisa menyusui Noha dengan tenang. Tanpa harus cemas dengan keberadaan Mas," jelas Nathan."Terus kalau Liza di kamar, Mas di mana?" Wajah Eliza tampak panik ketika membayangkan berada di satu kamar yang sama dengan Nathan. Bayangan ketik
Nathan duduk di sofa sambil mengecek pekerjaan lewat ponselnya. Pria itu memandang ke arah pintu kamar, namun pintu kamar itu tak kunjung juga terbuka. "Berapa lama sih kalau nyusui Noah?" Nathan memandang jam di pergelangan tangannya. Sudah 2 jam Eliza berada di dalam kamar dan sampai detik ini belum ada tanda-tanda bahwa pintu kamar akan terbuka.Nathan kembali dengan ponselnya. Semakin lama melihat layar ponsel, mata pun semakin mengantuk. Pada akhirnya pria itu tertidur.Belum lama tertidur Nathan sudah terbangun karena ada yang mengganggunya. Sepasang tangan kecil sedang memukul-mukul pipinya. Dan yang lebih membuat Nathan terkejut ketika air liur bayi kecil itu sudah membasahi mulutnya."Apa yang kamu lakukan nak?" Nathan mencoba menghindar dari mulut kecil yang seakan ingin memakan habis bibirnya. "Lapar Daddy, mau makan." Eliza yang menyahut pertanyaan dari Nathan "Apa, Noah pikir mulut Daddy ini kue?" tanya Nathan dengan gemas. Bayi yang ada di atas dadanya itu memandangn
Setelah bertemunya dengan Eliza, Sandy selalu terbayang wajah istri pertamanya itu. Wajah Eliza yang sekarang, jauh berbeda dengan yang dulu ketika menjadi istrinya. Eliza yang sekarang memiliki bentuk tubuh yang indah, tidak kerempeng seperti terakhir bersamanya. Kulit wajah serta kulit tubuh terawat dengan sangat baik. Belum lagi pakaian serta perhiasan yang melekat ditubuhnya. Melihat perubahan Eliza, Sandy semakin mencintainya. Jika nanti Eliza kembali dengannya, ia berjanji akan membahagiakan istri pertamanya itu. Tidak akan membiarkan orang-orang memperlakukan Eliza dengan buruk. Akhirnya ia menyadari tugas seorang suami. Suami berkewajiban melindungi istrinya. Maka ia akan melakukan hal itu. Sedangkan Mirna, pasti tidak bisa menolak keputusannya untuk mempertahankan Eliza. Jika Mirna menentang, akan diceraikannya. Tuk... Tuk... Tuk..."Permisi." Suara ketukan dari pintu membuyarkan lamunan Sandy. "Mirna, kamu pesan barang?" Sandy berteriak agar Mirna yang sedang di dalam
"Serakah sekali kamu, punya uang banyak seperti ini tidak mau memberikan sama aku, mamamu. Apa kamu lupa kalau papamu sudah mati. Dan sekarang kamu yang harus menanggung biaya adikmu. Karena membiayai kuliahmu yang sangat mahal, papamu berhutang banyak." Wanita itu berkata sambil membesarkan matanya. Tampak jelas bahwa dia sangat membenci Putri sulungnya tersebut."Mah, aku mohon jangan diambil semua. Mama sudah mengusir aku dari rumah, dan mengambil semua gaji aku. Sekarang aku tidak punya tempat tinggal. Aku butuh uang itu untuk membayar uang kos-kosan. " Gadis itu menangis memandang sang Mama. Yang diinginkannya hanyalah belas kasihan dari wanita paruh baya tersebut. Walau bagaimanapun ia terlahir dari rahim wanita itu. Tidak mungkin hati perempuan itu mati dan tidak memiliki perasaan rasa kasihan sedikitpun."Apa, dasar kau anak durhaka. Sama orang tua pun itung-itungan. Kau itu anak pembawa sial. Karena kau aku hampir mati karena melahirkan adikmu. Dan adikmu harus lahir secara
Eliza memandang kantor pengadilan agama, tempat dimana hakim akan memberikan keputusan cerai untuknya. Yang selalu dibayangkan, suatu kebahagiaan. Di mana dia hidup bahagia bersama anak-anak beserta Sandy, pria yang begitu sangat dicintainya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Tidak pernah terlintas dipikirannya untuk datang ke tempat ini dan duduk mendengar keputusan hakim. Tapi ya sudahlah, yang terpenting kedepannya. Eliza ingin akan berusaha menciptakan kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Ya, sekarang ia benar-benar sendiri. Putra kesayangannya sudah tiada. Kedua orang sudah meninggal dan dia pun akan mengakhiri pernikahannya bersama dengan Sandy. Namun bayangan wajah yang begitu sangat menggemaskan. Seorang bayi kecil yang mampu mengobati luka-luka di hatinya. Bayi mungil yang selalu tersenyum ketika terbangun di pagi hari. Seorang pemuda tampan berukuran mini yang selalu meminta perhatian dan kasih sayang darinya. "Aku lupa, sekarang aku memiliki keluarga. Aku punya Noha
Sekujur tubuhnya lemas, jantung berdebar cepat dan kaki gemetar. Meskipun seperti itu, ia sudah datang sejak 1 jam yang lalu. Berharap bisa berjumpa dengan Eliza dan berbicara terlebih dahulu. Eliza hanya sedang marah, keputusan yang diambil dalam keadaan marah, sudah pasti akan menjadi penyesalan di akhir. Ia berniat untuk menyadarkan Eliza, agar tidak menyesal di kemudian hari.Sandy datang ke persidangan ini hanya berdua dengan Marwan. Ia juga didampingi pengacara yang sudah disiapkan Marwan. Sedangkan Mirna yang baru selesai melahirkan, tidak bisa mendampinginya.Menurut Sandy, Mirna lebih baik tidak ikut, karena takut kehadiran istri keduanya itu semakin membuat Eliza menjauh. Sandy selalu saja memandang ke kiri dan juga ke kanan. Dia berusaha mencari keberadaan Eliza. Sudah 2 jam menunggu namun Eliza tidak kunjung datang. Sedangkan persidangan akan dimulai sekitar 5 menit lagi. "Ayo masuk, sidang akan dimulai." Marwan menepuk pundak putranya. Ada rasa iba ketika melihat waja
Sandy tidak perduli dengan ucapan hakim. Walau bagaimanapun ia harus bicara dengan Eliza, agar masalah mereka selesai. Eliza tidak bisa mengambil keputusan sepihak. Bukankah kesalahan yang dilakukan hanya kesalahan kecil dan bisa di perbaiki. Kalau dipikir lagi, Eliza juga berasal, mengapa tidak bisa merawat diri. "Saudara Sandy!" Panggil hakim."Saya harus bicara dengan istri, saya. Saat ini istri saya hanya sedang marah." Sandy menolak perintah hakim. Bahkan memaksa dan menarik tangan Eliza.Nathan yang duduk di bagian belakang, sudah mulai emosi melihat kelakuan Sandy. Ia berdiri dan berniat untuk kedepan. Namun niatnya urung ketika pengacara Edwin dengan cepat menepis tangan Sandy berdiri di depan pria stres tersebut."Saudara Sandy, tolong kerja samanya. Jika anda tidak bisa mengikuti aturan di persidangan, maka kami akan memberikan denda untuk anda." Hakim berkata dengan wajah datar tanpa ekspresi."Pak Sandy, kembali ke kursi anda. Jika selama dipersidangan anda berkelakuan ba
Kiara masuk ke dalam kamar dengan jantung berdebar cepat. Berulang kali ia menepuk pipinya untuk memastikan apakah ini nyata atau mimpi? Apakah benar ia akan menjadi istri dari Dokter Rizky? Salah seorang dokter yang paling dikaguminya di rumah sakit. Selain berwajah manis dan baik, dokter itu juga terkenal minim gosip. Padahal di rumah sakit begitu banyak yang mengagumi sang dokter, baik dari kalangan dokter perempuan yang berstatus gadis ataupun janda. Begitu juga dengan para perawat. Namun siapa yang bisa menyangka bahwa Kiara lah yang akan menjadi pemiliknya. "Untung aja nasib aku nggak seperti Siti Nurbaya yang harus menikah dengan Datuk maringgih." Kiara tersenyum bahagia mengingat sebentar lagi Ia akan menikah dengan dokter Rizki. "Andaikan Samsul Bahri cepat datang dan membawa Siti Nurbaya kabur seperti dokter Rizky, pasti judul novelnya bukan kasih tak Sampai." Kiara sangat menyayangkan kisah cinta Siti Nurbaya dan juga Samsul Bahri. Kisah cinta yang seharusnya berakhir b
"Gini Om ceritanya. Kiara perawat yang bekerja di rumah sakit, akan dinikahkan sama orang tuanya. Kiara tidak mau menikah dengan orang itu. Karena itu aku menyelamatkannya dari pernikahan. Pernikahannya dua hari lagi, aku sudah membawa dia kabur." Rizky menjelaskan dengan singkat. Dia berharap Hermawan dan juga Mawar mengerti situasinya saat ini. "Kamu melarikan calon istri orang?" Mawar langsung menyahut. Ia tidak menyangka bahwa Rizky yang merupakan seorang dokter hebat dan dosen, bisa bersikap seperti ini. Padahal gadis cantik seperti apapun, bisa didapatkannya dengan mudah."Iya, Tante," jawab Rizky."Ya ampun kamu berani sekali melarikan calon istri orang," sembur Hermawan."Nggak ada jalan lain," Rizky berkata dengan nada suara lemah. Ia tidak menyangka akan menikah dengan Kiara. Gadis yang tidak pernah hadir dalam mimpinya. "Kalau kamu benar-benar ingin menikah, wanita seperti apapun yang kamu mau, bisa Tante carikan. Kalau seperti ini, nama kamu bisa rusak." Mawar menasehati
"Ya nggaklah," jawab Rizky. Ia sangat membutuhkan dokumen pernikahan. Karena itu syarat untuk mendapatkan hak asuh Yura. Setelah akad nikah, Rizky akan langsung mengurus dokumen serta syarat pernikahan. "Abang hebat, gercep, gaya lo asik," kata Elisa yang belagu sok gaul. Nathan yang sedang mengemudikan mobil tertawa melihat gaya Eliza yang sok jauh."Gercep adek?" Tanya Rizky yang tidak tahu istilah anak muda."Gerak cepat," jawab Eliza dengan sedikit tertawa. "Daripada kak Kiara dinikahi sama Pak tua mending Abang yang nikahi. Kak Kiara itu cantik banget. Terus juga orangnya baik, yang terpenting Yura sangat dekat sama kak Kiara. Oh iya apa Abang jadi mau adopsi Yura?" Tanya Eliza dengan cerewetnya."Iya, syaratnya harus nikah baru bisa adopsi Yura," jelas Rizky."Wah enak banget kalau seperti itu, nikah langsung dapat anak." Eliza berkata dengan riang. "Iya," jawab Rizky yang masih ragu dengan keputusannya."Abang itu sangat cocok sama kak Kiara. Sama-sama cantik dan juga gant
Eliza memandang Nathan yang sedang mengemudikan mobil. Nathan yang memakai kacamata tampak semakin gagah dan tampan. Entah sejak kapan Eliza memiliki hobi memandang wajah duda satu anak itu. "Apa belum puas memandang wajah Mas?" Nathan berkata tanpa menoleh ke arah Eliza yang duduk di sebelahnya. "Siapa yang pandangi Mas," elak Eliza. Wajahnya sudah memerah menahan rasa malu karena ketahuan sedang memperhatikan sang bos."Oh nggak ada ya," kata Nathan dengan sedikit tersenyum. Ia tidak mempermasalahkan jawaban Eliza yang tidak jujur. "Mas, apa masih ngantuk?" Eliza dengan sengaja mengalihkan topik obrolan. Apalagi Nathan sudah menguap berulang kali. "Lumayan, kepala juga rasanya agak pusing mungkin karena tidur pagi," kata Nathan yang tidak terbiasa tidur di pagi hari. "Kenapa nggak libur aja ke kantornya?" Eliza memberikan saran."Ada kerjaan penting, mas sudah ada janji sama klien. Nggak enak kalau cuma mengutus Dirga. Sedangkan klien datang dari Bali." Nathan sedikit te
"Kia akan mencari suami lewat media sosial. Disana pasti ada pria yang mau nikah sama Kia." Kiara tersenyum lebar.Jika tidak ada masalah dengan Rudi dan Rini, Kiara tidak akan seperti wanita yang sudah kebelet kawin seperti ini.Rizky terdiam dengan kepala berdenyut nyeri. Kiara kelewatan cantik. Jika ingin mencari suami lewat media sosial, pasti banyak pria yang bersedia. Apalagi dia menikah tidak punya tuntutan uang hantaran, mahar, uang isi kamar dan pengeluaran besar lainnya."Bagaimana jika kamu dapat suami yang jahat?" Tanya Rizky."Kia gak mikir masalah itu dok, yang penting bebas aja dulu," jawab Kiara tanpa pikir panjang.Rizky memijat kepalanya yang berdenyut nyari. Sepertinya Kiara benar-benar sudah stres. Jika mendapatkan suami asal-asalan, takutnya keluar dari mulut buaya masuk ke mulut harimau. Bagaimana jika Kiara justru dijadikan psk oleh suaminya? Kepala Rizky semakin pusing ketika membayangkan hal tersebut. Lalu apa gunanya penyelamatan yang dilakukannya?Belum lag
Rizky benar-benar tercengang melihat Kiara. Di mana gadis lugu yang selama ini sering dia lihat. Dan kenapa sekarang Kiara tampak jauh berbeda. Meskipun dirinya dokter, namun dia laki-laki normal. Mana mungkin dia sanggup menahan godaan yang seperti ini."Kamu tidak risih pakai seperti itu?" tanya Rizky."Kenapa harus risih, ini baju dokter yang kasih. Lagian juga Dokter sudah lihat sendiri kan jadi buat apalagi malu." Kiara berkata dengan tersenyum malu sambil menundukkan kepalanya.Rizky mengusap keringat di pelipis kepalanya. Dia tidak menyangka bahwa gadis yang selama ini lugu cukup barbar. "Dok saya lapar.""Saya akan pesan makanan." Rizky langsung memesan makanan secara online. Yang bodohnya lagi dia memesan makanan tanpa bertanya apa yang diinginkan oleh Kiara. Bukan hanya satu jenis atau tiga jenis makanan yang dipesannya tapi sudah lebih dari 10 jenis makanan. Hal ini menunjukkan bahwa sang dokter dalam keadaan grogi. Rizky meletakkan handphonenya setelah selesai memesan ma
"Ya masih ingat," jawab Rizky jujur. Bentuknya sangat indah dan menggoda, mana mungkin ia bisa melupakannya dalam waktu singkat."Tuh kan dokter masih ingat. Kalau gini Kia jadi malu." Kiara memandang Rizky sekilas kemudian menundukkan kepalanya.Rizky bingung harus berkata apa. Bagaimana jika Kiara salah paham dan menganggap dirinya sudah sudah direndahkan. Kiara diam beberapa saat dan kemudian memandang Rizky.Dokter berwajah manis itu benar-benar gugup ketika Kiara memandangnya. Ia tahu bahwa Kiara pasti marah dan kecewa. Belum lagi image nya sebagai pria baik, sopan dan pintar akan tercoreng dan dikatai pria mesum. "Dokter, sudah menyelamatkan nyawa saya serta menyelamatkan Saya dari pernikahan. Apa dokter mau menjadi suami saya?" Rizky sangat terkejut mendengar pertanyaan dari Kiara. Ia langsung melakukan pemeriksaan terhadap kepala pasiennya tersebut. "Dok, saya sadar, saya juga tahu dengan apa yang saya katakan." Kiara berkata sambil memandang wajah sang dokter yang begi
Kiara memperhatikan sosok pria yang tidur di sofa. Meskipun pria itu membelakanginya namun dari potongan rambut dan postur tubuh, ia tahu bahwa pria itu dokter Rizky. "Kepala aku pusing." Kiara memegang kepalanya sambil terus mengingat apa yang terjadi semalam. "Apakah aku pingsan? Baju aku siapa yang ganti?" Kiara panik ketika menyadari bahwa saat ini pakaiannya sudah diganti. Lalu siapa yang telah menggantinya? Ya sudahlah Kiara tidak perlu terlalu memikirkan masalah pakaian. Yang terpenting ia selamat. Kiara merasakan tenggorokannya kering. Dilihatnya di meja yang disamping tempat tidur. Tidak ada gelas ataupun air mineral kemasan. Ia ingin membangunkan Rizky, namun tidak enak. Pada akhirnya Kiara bangkit dari tidurnya dan berniat mencari air minum.Rizky tersentak ketika mendengar suara berisik dari tempat tidur. Dilihatnya Kiara yang sudah turun dari atas tempat tidur. "Suster Kiara, Kamu sudah bangun?" "Iya Dok, saya haus." Kiara berkata sambil menundukkan kepalanya. Berdu
Begitu sampai di apartemen, Rizky merebahkan tubuh Kiara di atas tempat tidur. Dilihatnya wajah Kiara yang sudah pucat. Sedangkan tangannya sudah merah dengan darah Kiara. Rizky langsung melakukan pemeriksaan terhadap Kiara. Kondisinya cukup lemah dan kekurangan darah. Ia menghubungi salah seorang dokter di rumah sakit dan meminta untuk diantarkan satu kantong darah golongan O untuk Kiara.Agar luka Kiara tidak infeksi, ia langsung memberikan suntik tetanus. Luka di kepala Kiara cukup dalam dan juga panjang. Ia membersihkan luka terlebih dahulu kemudian memotong rambut di bagian luka. Setelah itu barulah luka dijahit. Setelah menjahit luka di kepala Kiara, Rizky memasang jarum infus di tangannya. Karena kondisi Suster itu dalam keadaan lemah. "Baju kamu sangat kotor dan penuh darah. Maaf ya saya harus menggantinya." Rizki memandang baju yang melekat di tubuh Kiara. Jantungnya berdebar dengan cepat ketika membuka kancing kemeja yang dikenakan Kiara. "Tidak apa-apa, ini adalah penan