Eliza memandang Nathan yang justru memasukkan kepala mobilnya ke sebuah hotel. Bukankah mereka akan pulang lalu mengapa singgah ke sini? "Kenapa ke sini?" Tanya Eliza dengan tatapan menyelidik. "Biar kamu tidak nuduh Mas mesum, jadi mas akan ambil kamar biar kamu bisa kasih nenen si Noha," kata Nathan dengan wajah kesalnya. Padahal hanya mengulangi perkataan Noha, sudah dapat tamparan 2 kali dari Eliza. Eliza diam memandang Nathan. Dia akhirnya mengerti mengapa Nathan justru mengarahkan mobil ke dalam hotel. "Masuk ke dalam hotel juga nggak baik Mas, bayangin aja apa kata orang?" Eliza teringat akan image wanita yang keluar masuk hotel. Sudah pasti akan mendapatkan penilaian negatif. "Mas tidak pernah memikirkan apa kata orang? Yang penting kamu bisa menyusui Noha dengan tenang. Tanpa harus cemas dengan keberadaan Mas," jelas Nathan."Terus kalau Liza di kamar, Mas di mana?" Wajah Eliza tampak panik ketika membayangkan berada di satu kamar yang sama dengan Nathan. Bayangan ketik
Nathan duduk di sofa sambil mengecek pekerjaan lewat ponselnya. Pria itu memandang ke arah pintu kamar, namun pintu kamar itu tak kunjung juga terbuka. "Berapa lama sih kalau nyusui Noah?" Nathan memandang jam di pergelangan tangannya. Sudah 2 jam Eliza berada di dalam kamar dan sampai detik ini belum ada tanda-tanda bahwa pintu kamar akan terbuka.Nathan kembali dengan ponselnya. Semakin lama melihat layar ponsel, mata pun semakin mengantuk. Pada akhirnya pria itu tertidur.Belum lama tertidur Nathan sudah terbangun karena ada yang mengganggunya. Sepasang tangan kecil sedang memukul-mukul pipinya. Dan yang lebih membuat Nathan terkejut ketika air liur bayi kecil itu sudah membasahi mulutnya."Apa yang kamu lakukan nak?" Nathan mencoba menghindar dari mulut kecil yang seakan ingin memakan habis bibirnya. "Lapar Daddy, mau makan." Eliza yang menyahut pertanyaan dari Nathan "Apa, Noah pikir mulut Daddy ini kue?" tanya Nathan dengan gemas. Bayi yang ada di atas dadanya itu memandangn
Setelah bertemunya dengan Eliza, Sandy selalu terbayang wajah istri pertamanya itu. Wajah Eliza yang sekarang, jauh berbeda dengan yang dulu ketika menjadi istrinya. Eliza yang sekarang memiliki bentuk tubuh yang indah, tidak kerempeng seperti terakhir bersamanya. Kulit wajah serta kulit tubuh terawat dengan sangat baik. Belum lagi pakaian serta perhiasan yang melekat ditubuhnya. Melihat perubahan Eliza, Sandy semakin mencintainya. Jika nanti Eliza kembali dengannya, ia berjanji akan membahagiakan istri pertamanya itu. Tidak akan membiarkan orang-orang memperlakukan Eliza dengan buruk. Akhirnya ia menyadari tugas seorang suami. Suami berkewajiban melindungi istrinya. Maka ia akan melakukan hal itu. Sedangkan Mirna, pasti tidak bisa menolak keputusannya untuk mempertahankan Eliza. Jika Mirna menentang, akan diceraikannya. Tuk... Tuk... Tuk..."Permisi." Suara ketukan dari pintu membuyarkan lamunan Sandy. "Mirna, kamu pesan barang?" Sandy berteriak agar Mirna yang sedang di dalam
"Serakah sekali kamu, punya uang banyak seperti ini tidak mau memberikan sama aku, mamamu. Apa kamu lupa kalau papamu sudah mati. Dan sekarang kamu yang harus menanggung biaya adikmu. Karena membiayai kuliahmu yang sangat mahal, papamu berhutang banyak." Wanita itu berkata sambil membesarkan matanya. Tampak jelas bahwa dia sangat membenci Putri sulungnya tersebut."Mah, aku mohon jangan diambil semua. Mama sudah mengusir aku dari rumah, dan mengambil semua gaji aku. Sekarang aku tidak punya tempat tinggal. Aku butuh uang itu untuk membayar uang kos-kosan. " Gadis itu menangis memandang sang Mama. Yang diinginkannya hanyalah belas kasihan dari wanita paruh baya tersebut. Walau bagaimanapun ia terlahir dari rahim wanita itu. Tidak mungkin hati perempuan itu mati dan tidak memiliki perasaan rasa kasihan sedikitpun."Apa, dasar kau anak durhaka. Sama orang tua pun itung-itungan. Kau itu anak pembawa sial. Karena kau aku hampir mati karena melahirkan adikmu. Dan adikmu harus lahir secara
Eliza memandang kantor pengadilan agama, tempat dimana hakim akan memberikan keputusan cerai untuknya. Yang selalu dibayangkan, suatu kebahagiaan. Di mana dia hidup bahagia bersama anak-anak beserta Sandy, pria yang begitu sangat dicintainya. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Tidak pernah terlintas dipikirannya untuk datang ke tempat ini dan duduk mendengar keputusan hakim. Tapi ya sudahlah, yang terpenting kedepannya. Eliza ingin akan berusaha menciptakan kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Ya, sekarang ia benar-benar sendiri. Putra kesayangannya sudah tiada. Kedua orang sudah meninggal dan dia pun akan mengakhiri pernikahannya bersama dengan Sandy. Namun bayangan wajah yang begitu sangat menggemaskan. Seorang bayi kecil yang mampu mengobati luka-luka di hatinya. Bayi mungil yang selalu tersenyum ketika terbangun di pagi hari. Seorang pemuda tampan berukuran mini yang selalu meminta perhatian dan kasih sayang darinya. "Aku lupa, sekarang aku memiliki keluarga. Aku punya Noha
Sekujur tubuhnya lemas, jantung berdebar cepat dan kaki gemetar. Meskipun seperti itu, ia sudah datang sejak 1 jam yang lalu. Berharap bisa berjumpa dengan Eliza dan berbicara terlebih dahulu. Eliza hanya sedang marah, keputusan yang diambil dalam keadaan marah, sudah pasti akan menjadi penyesalan di akhir. Ia berniat untuk menyadarkan Eliza, agar tidak menyesal di kemudian hari.Sandy datang ke persidangan ini hanya berdua dengan Marwan. Ia juga didampingi pengacara yang sudah disiapkan Marwan. Sedangkan Mirna yang baru selesai melahirkan, tidak bisa mendampinginya.Menurut Sandy, Mirna lebih baik tidak ikut, karena takut kehadiran istri keduanya itu semakin membuat Eliza menjauh. Sandy selalu saja memandang ke kiri dan juga ke kanan. Dia berusaha mencari keberadaan Eliza. Sudah 2 jam menunggu namun Eliza tidak kunjung datang. Sedangkan persidangan akan dimulai sekitar 5 menit lagi. "Ayo masuk, sidang akan dimulai." Marwan menepuk pundak putranya. Ada rasa iba ketika melihat waja
Sandy tidak perduli dengan ucapan hakim. Walau bagaimanapun ia harus bicara dengan Eliza, agar masalah mereka selesai. Eliza tidak bisa mengambil keputusan sepihak. Bukankah kesalahan yang dilakukan hanya kesalahan kecil dan bisa di perbaiki. Kalau dipikir lagi, Eliza juga berasal, mengapa tidak bisa merawat diri. "Saudara Sandy!" Panggil hakim."Saya harus bicara dengan istri, saya. Saat ini istri saya hanya sedang marah." Sandy menolak perintah hakim. Bahkan memaksa dan menarik tangan Eliza.Nathan yang duduk di bagian belakang, sudah mulai emosi melihat kelakuan Sandy. Ia berdiri dan berniat untuk kedepan. Namun niatnya urung ketika pengacara Edwin dengan cepat menepis tangan Sandy berdiri di depan pria stres tersebut."Saudara Sandy, tolong kerja samanya. Jika anda tidak bisa mengikuti aturan di persidangan, maka kami akan memberikan denda untuk anda." Hakim berkata dengan wajah datar tanpa ekspresi."Pak Sandy, kembali ke kursi anda. Jika selama dipersidangan anda berkelakuan ba
"Di saat klien kami akan melahirkan, Sandy berserta keluarganya memaksa untuk melahirkan di bidan dengan alasan biaya yang jauh lebih murah. Mereka tidak mau membawa ke rumah sakit padahal kondisinya klien kami dalam masa kritis. Saudari Eliza sudah menahan rasa sakit selama 6 hari di rumah bidan. Bidan juga sudah berulang kali meminta kepada keluarga pasien untuk merujuk ke rumah sakit dengan kondisi ibu yang sudah lemah. Namun dengan kejam keluarga Sandy menolak. Mereka tetap memaksa untuk melahirkan secara normal. Pada akhirnya klien kami mengalami pendarahan dan barulah dibawa ke rumah sakit. Pihak rumah sakit lambung melakukan operasi secara Cesar. Pada saat itu uang untuk biaya operasi sebesar 25 juta ini ditanggung oleh klien kami. Dan uang itu juga diminta dengan bunga yang tinggi oleh ibunya Sandy. Sebagai suami, saudara Sandy ini mandul, karena tidak bisa melakukan apapun terhadap istrinya. Saudara Sandy menerima ketika istrinya diperlakukan dengan tidak adil, bahkan dipera
"Eliza, mas tidak mau pakai ini." Nathan berkata dengan wajah masam. Kalimat yang terucap dari mulutnya sudah tidak ada manis-manisnya lagi. Bahkan Nathan langsung memanggil nama istrinya. "Liza nggak peduli pokoknya Mas harus pakai." Eliza tidak menghiraukan penolakan dari Nathan. Dia tetap mengikat tali apron di leher suaminya. "Eliza, Apa kamu tahu hukuman yang akan kamu dapatkan karena memaksa Mas seperti ini?" Nathan berusaha menarik apron tersebut Namun Eliza semakin menguatkan ikatan di lehernya. "Eliza, apa kamu mau menjadi janda?" kata Nathan yang sudah kesulitan bernapas. Nathan tidak habis pikir melihat Eliza. Bagaimana mungkin Eliza tega menindas suaminya, demi orang lain."Ya nggak lah, makanya Mas itu harus nurut, agar jangan tercekik lehernya." Eliza kembali meregangkan tali ikatannya. "Si Yuna itu sebenarnya istri siapa? Kenapa harus Mas pula yang pakai-pakai kayak gini?" Nathan memandang apron berwarna pink dengan motif bunga-bunga. Melihat ini saja sudah membu
Meskipun sudah diizinkan mengambil mangga, Dirga masih tetap belum bergerak dari duduknya. "Ambil mangganya sekarang, keburu kesorean nanti," kata Mawar mengingatkan.Melihat Dirga masih belum beranjak dari duduknya, tentu saja membuat Mawar gemes. Bagaimana jika Yuna benaran hamil? Kasihan sekali jika keinginannya tidak didapatkan. "Ya Tante tapi _" Dirga tidak melanjutkan ucapannya."Ada apa? "Mawar sangat penasaran dengan apa yang menjadi masalah bagi Dirga. "Begini tante." Dirga berkata sambil menggaruk kepalanya namun tatapan matanya mengarah ke Nathan."Ada apa kasih tahu saja," desak Hermawan. "Maaf Bos." Sebelum memulai perkataannya Dirga justru meminta maaf terlebih dahulu."Tidak usah memanggil saya bos, karena saya sekarang bukan lagi bos kamu." Nathan mengingatkan Dirga. Sekarang mereka sudah memiliki status yang sama. Sama-sama seorang Presdir. Tampaknya mertua Dirga sangat percaya kepada nya. Hingga memberikan jabatan presiden direktur kepada menantunya. Sebagai pem
"Tapi sepertinya tidak mungkin." Kata Yuna setelah diam beberapa saat. "Kenapa gak mungkin?" Tanya Kiara.Pertanyaan seperti ini sangat sulit untuk dijawab. Pernikahan resminya baru 20 hari. Namun insiden yang terjadi terhadapnya sudah 35 hari. Yuna baru teringat kalau dia sudah tidak datang bulan sejak kejadian itu. Tapi apa mungkin satu kali berbuat, langsung hamil?"Saran Kia, sebaiknya di cek deh. Atau mau Kia bantu untuk periksa pakai tespek?" "Kalau udah dicek tapi nggak positif gimana?" Yuna tampak ragu menerima tawaran dari Kiara. "Ya nggak apa-apa, tinggal dicoba lagi." Kiara tersenyum lebar. "Kalau gak positif, bang Dirga pasti kecewa banget." Yuna tampak ragu."Cobanya diam-diam aja. Jika garis dua muncul, baru deh kasih tahu ke suami, kakak," usul Eliza. "Benar, mau dicoba nggak, kebetulan ini ada tespek?" kata Kiara dengan semangat. "Emangnya ciri-ciri orang hamil seperti apa?" "Ciri-ciri di awal kehamilan nggak kelihatan, ini disebabkan karena perut yang belum mem
"Hai kak Yuna, kakak apa kabar" Eliza menyapa Yuna dengan tersenyum canggung. Kejadian ketika di perusahaan Nathan masih teringat jelas oleh Eliza. Karena itu dia merasa canggung jika berhadapan dengan Yuna seperti ini."Baik. "Yuna menjawab dengan wajah tersenyum. Eliza dapat melihat senyum tulus di bibir merah Yuna. Dari tatapan matanya tidak terlihat sedikitpun jika Yuna membenci Eliza. "Kak Yuna tambah cantik aja. Gimana bulan madunya kemarin?" Eliza mencoba berbicara dengan gaya ramah dan sok akrab. Alangkah baiknya permasalahan yang dulu tidak diingat lagi. Mereka sudah sama-sama menikah. Alangkah lebih baik jika menjadi teman. "Masak sih, perasaan Kakak tambah hitam deh." Yuna berkata sambil melihatkan tangannya. "Enggak lah kulit Kakak putih banget." Eliza berkata sambil memuji Yuna. "Ini kelihatan item banget. Sewaktu Honeymoon, Kakak sangat suka di pantai. Habis dari sana ya kayak gini jadinya." Yuna mulai curhat tentang apa yang terjadi dengannya.Yuna mulai cemas de
"Tas yang ini cantik sekali, mami suka." Mawar menunjukkan tas wanita berwarna coklat."Iya mi, cantik sekali," jawab Eliza sambil memperhatikan model tas tersebut. Mata Eliza terbelalak melihat harga tas yang ditunjukkan Mawar. Harga tas seharga mobil. Tapi uang mami mertuanya sudah berlebihan- lebih. Jadi tidak apa jika beli tas seharga ratusan juta. Jika masalah selera fashion, Mawar tidak perlu diragukan. Meskipun usianya sudah setengah abad, namun penampilan wanita itu trendy. Apa lagi postur tubuhnya yang langsing dan tinggi, membuat ia tampak lebih muda. Jika jalan ke mall bersama Eliza, orang suka beranggapan bahwa Mawar, kakaknya Eliza. Jadi bisa bayangkan seperti apa awet mudanya. Kalau kategori artis, mawar ini seperti Shopia Lajuba. "Mom." Eliza langsung menoleh ke belakang. Dia melihat Noah yang berlari mengejarnya. "Sayang, mommy." Eliza mengembalikan tangannya dan langsung memeluk tubuh putranya. "Anak ganteng mommy sudah bangun?" Tanya Eliza."Cuda," jawab Noah sa
Mawar sedang sibuk menata tempat tidur untuk Yura. Karena Rizky dan Kiara akan menetap di masion. "Akhirnya anak itu mau juga tinggal disini." Wajah Mawar tampak begitu bahagia ketika membayangkan suasana di masion yang semakin hidup dan juga ramai. "Iya mi, lagian kasihan kak Kiara. Jadwal kerja bang Rizky gak tetap. Kadang pulangnya sudah malam-malam sekali. Mana kak Kiara nggak mau pakai pembantu yang menetap di rumah. Liza aja merasa ngeri, membayangkan kak Kiara tinggal berdua sama Yura di rumah yang sangat besar." Eliza berkata dengan raut wajah serius. Mawar tertawa dan gemas melihat wajah menantunya. Ingin sekali ia mencubit pipi Eliza hingga merah, namun tidak tega. Belum lagi Nathan yang akan marah. "Nanti kalau kalian kasih mami cucu, mami mau yang cewek." Wanita paruh baya itu berkata dengan wajah tersenyum. Melihat wajah cantik Eliza dan ketampanan putranya, ia yakin cucunya pasti sangat cantik.Eliza tersenyum nyengir dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Tapi Liz
Rizky pulang ke rumah dengan tubuh yang terasa amat lelah. Bersyukur besok tidak ada jam praktek dan juga jadwal mengajar. Ia bisa beristirahat di rumah sambil memanjakan sang istri. Sesuai janjinya dengan Kiara, besok mereka sudah pindah ke masion milik Hermawan.Rizky membuka pintu rumahnya. Di jam seperti ini kondisi rumahnya sangat sepi. Yura dan Kiara pasti sudah tertidur. Pria itu terkejut ketika melihat Yura yang sedang sibuk mewarnai lukisan yang dibuatnya sendir."Yura!" Panggil Rizky.Yura menoleh ke belakang dan memandang Rizky dengan tersenyum. "Papi sudah pulang." Gadis kecil itu tertawa girang dan langsung mengejar Rizky yang berdiri sekitar 3 meter darinya."Iya, sudah," jawab Rizky yang langsung menggendong tubuh kecil Yura. "Anak kecil, Kenapa belum tidur?" Pria berwajah manis itu tersenyum sambil mencium pipi bulat Yura."Yura sedang membuat gambar, dan menunggu papi pulang." Yura berkata dengan tersenyum lebar."Besok-besok gak usah tunggu papi. Jam 10 setelah be
"Kenapa sudah dimatikan teleponnya? Padahal aku belum selesai bicara." Sherly kesal ketika panggilan telepon diputus sepihak oleh Nathan. "Aku mau minta foto Shelia, tapi sudah di matikan." Sherly mancak-mencak sendiri karena kesal. Dia kembali mencoba menghubungi nomor handphone Nathan, namun sayang nomor yang digunakannya sudah diblokir. Padahal ini sudah kartu yang ke-10 dibelinya dan semuanya sudah diblokir oleh mantan suaminya itu. "Bagaimana jika nanti Albert ingin melihat foto anakku? Kenapa sih anak itu suka nyusahin. Dasar anak pembawa sial." Sherly berkata dengan wajah kesal dan juga marah."Aku lupa, Anak itu masih sangat bermanfaat. Dia yang akan membuat aku kembali dengan Nathan. Jadi aku tidak boleh marah seperti ini." Mimik wajah Sherly yang tampak begitu sangat marah, langsung berubah dengan wajah ramah dan juga senyum merekah. "Kenapa aku bodoh sekali, aku bisa mencari foto anak-anak perempuan di internet. Aku tinggal katakan kalau itu adalah Shelia." Sherly tert
"Baik," jawab Nathan."Bagaimana dengan kabar istrimu? "Sherly berbasa-basi terlebih dahulu. "Sangat baik." Nathan berkata dengan raut wajah datar."Apa kamu tahu bahwa aku sangat merindukanmu." Sherly tahu bahwa Nathan masih sangat mencintainya. Karena itu ia mencoba untuk merayu mantan suaminya. "Jika tidak ada yang ingin kamu katakan aku akan menutup panggilan telepon.""Jangan honey, kamu jangan terlalu kejam kepadaku. Bagaimana kabar anak kita?"Kening Nathan berkerut mendengar pertanyaan dari mantan istrinya. Apa yang terjadi hingga Sherly menanyakan tentang anak mereka?"Honey, apa kamu tidak ingin memberi tahu aku tentang anak kita?" Sherly berkata dengan sangat lembut. Bahkan ia kembali memanggil Nathan honey, seperti dulu awal-awal mereka berpacaran.Nathan diam dan memandang layar handphonenya. "Honey, mengapa kamu diam saja?" "Kondisi anakku baik."Sherly diam sesaat ketika mendengar Nathan mengatakan anakku. Itu artinya pria itu sudah memutuskan hubungan antara diriny