Nathan tersenyum sinis ketika mendengar ucapan wanita itu. Awalnya Dia mengira Sherly menghubunginya dan menanyakan kabar anaknya namun ternyata tidak.Setelah 3 Minggu pergi tanpa kabar, sekarang wanita itu kembali menghubunginya hanya untuk menanyakan masalah uang."Uang?" Nathan mengulang kembali ucapan dari wanita yang masih berstatus istrinya."Iya mas, uang bulanan aku," rengek Serly."Apa yang kau minta?" tanya Nathan dengan mengeratkan giginya. "Mas, kenapa semua kartu aku, kamu bekukan dan kamu juga tidak memberikan aku uang bulanan. Seharusnya uang sudah masuk ke rekening Paypal ku sejak tanggal 5, tapi ini sudah tanggal 10, kenapa masih tidak kamu kirimkan. Mas bulan ini aku minta uang seratus ribu dollar ya. Soalnya aku banyak keperluan. Aku juga ingin membeli sepatu, tas dan perhiasan. Sebenarnya seratus ribu dollar masih kurang. Aku butuh dua lima puluh ribu dollar." Wanita itu berkata dengan kesal.Karena kartu kredit dan uang bulanan yang belum dikirimkan Nathan, memb
Cerai! Serly panik ketika mendengar kata cerai yang dilontarkan Nathan. "Kamu tidak bisa menceraikan aku begitu saja, ingat perjanjian pernikahan kita," ancam Serly. Nathan tertawa ketika mendengar ancaman dari istrinya. "Aku tidak akan pernah melupakan perjanjian pernikahan denganmu dan surat perjanjian pernikahan masih kupegang. Kamu lihat, aku bisa menceraikan mu tanpa memberikan uang sepeserpun." "Mas, Kamu tidak akan pernah bisa menceraikan aku begitu saja. "Sherly bersikeras tidak akan pernah bercerai dari Nathan. Nathan sangat mencintainya dan Sherly yakin apa yang dikatakan oleh Nathan hanya gertakan saja. "Kau sudah sangat mengenaliku. 2 tahun kita berpacaran, 3 tahun kita menikah. Aku rasa kau sangat tahu seperti apa sifatku. Jika aku mengatakan akan menceraikan mu maka aku tidak akan mengurungkan niatku," tegas Nathan. "Mas aku tidak ingin kita bercerai, Aku minta maaf. Aku tahu aku salah tapi aku juga minta waktu mas. Aku butuh waktu untuk menyelesaikan peker
"Kenapa disumbangin? Pakaian Ibnu masih bisa dipakai untuk adiknya nanti" Sandy tidak setuju dengan keputusan istrinya. "Mas, untuk adiknya nanti beli yang baru aja. Kasihan Mbak Mirna kalau di kasih yang bekas seperti ini," papar Eliza . "Untuk anak kita nanti dek, jadi kita nggak perlu beli lagi perlengkapan bayi. Tanda ku Eliza tertawa untuk menutupi rasa sakit dihatinya. "Liza masih trauma melahirkan. Apalagi hutang persalinan belum terbayar. Bunga hutang bertambah setiap bulan. Belum lagi bunga 10% jika terlambat membayar. Liza nggak juga gak sanggup lihat baju-baju Ibnu. di karena itu Liza mau sumbangkan ke panti asuhan. Di sana pasti banyak bayi yang akan makai baju Ibnu." Sandi menganggukkan kepalanya karena dia mengerti perasaan Elisa "Mas, nanti kan lama perginya, apa Liza boleh minta uang untuk makan. Liza sudah gak ada uang sama sekali. Bahkan di kulkas juga sudah habis. Beras habis, token sudah tinggal 5 kWh." Eliza menjelaskan panjang lebar. "Iya mas bakal kasih
Eliza mengeluarkan uang yang tadi dimasukkannya ke dalam saku celana. Kemudian menghitung uang yang diberikan Sandy. "100, 200,300,400,500,600,700,800,900, satu juta. Satu juta seratus, satu juta tujuh ratus" Eliza menyusun uang di atas meja perseratus ribu." Eliza menghitung uang yang diberikan Sandy.Eliza tersenyum ketika melihat lembaran uang lima puluh ribu yang memenuhi meja kacanya. Ia tidak menyangka bahwa Sandy akan memberikan uang yang menurutnya banyaknya.Kepala yang sejak tadi sakit dan pusing mendadak sembuh ketika melihat uang seperti ini. Setidaknya ia masih punya uang untuk makan, menjelang dapat pekerjaan. Dengan cepat Eliza pergi ke kamarnya. Walau bagaimanapun hari ini juga dia harus pergi meninggalkan rumah ini. Bisa saja Wati berserta kakak Sandy datang dan memaksa Eliza untuk ikut ke rumah mereka. Atau Mirna yang tidak terima ketika Sandy memberikan dia uang belanja. Kemungkinan seperti ini bisa saja terjadi. Karena itu Eliza harus pergi secepatnya. Mumpun
Eliza merasa senang ketika berada di panti asuhan. Melihat senyum yang mengembang di bibir anak-anak, membuat dia sedikit melupakan beban berat yang dipikulnya.Bersyukur Eliza ingat membelikan jajanan serta permen untuk anak-anak. Sehingga mereka bisa berebutan ketika diberikan jajanan. "Ibu, adek bayinya umur berapa?Cewek atau cowok?" Eliza memandang bayi yang di gendong oleh pengurus panti asuhan."Ini cewek, umurnya dua bulan. Bayi ini dibuang orang tuanya di depan pintu panti asuhan. Kami menemukan Aliya, subuh. Sewaktu itu dia sudah tidak sadar," ungkap wanita berumur 40 tahun tersebut."Kasihan sekali." Eliza memandang bayi cantik tersebut."Orang tuanya sangat kejam. Anak ini dibuang tanpa di bungkus sehelai benangpun. Bahkan pusarnya saja tidak dipotong." Wanita itu bercerita dengan wajah sedih."Waktu itu saya mau sapu halaman, gitu keluar saya hampir jatuh karen tersandung oleh bayi. Awalnya saya kira sudah meninggal. Namun ternyata napasnya masih terlihat jelas. Jadi say
Bab 25 Elisa duduk termenung di kursi yang berada di depan ruang perawatan. Entah siapa yang berada di dalam ruangan, Eliza pun tidak tahu. Di rumah sakit ini, tidak akan ada yang memperhatikannya. Karena di sini semua orang bebas datang. Baginya rumah sakit merupakan tempat ternyaman untuk menumpang sambil mencari pekerjaan. Namun tetap saja Eliza cemas, bisa saja secury mempermasalahkan kehadirannya karena jam besuk yang sudah habis. Elisa merasakan matanya yang sudah sangat mengantuk. Tanpa merubah posisi, ia pun tidur dengan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Namun baru saja tertidur Eliza sudah terbangun. Perasaannya tidak tenang dan was-was. Takut jika ada orang jahat yang mencuri barang-barang berharga miliknya. Eliza merasakan denyut di dadanya. Dia pun baru ingat bahwa sejak sore tadi belum sempat memompa ASI. Sehingga dadanya sakit, berdenyut, dan juga keras. Baju yang dipakainya pun sudah basah terkena air susu. Eliza pergi ke ruang menyusui. Di sana di
Bab 26 Eliza hanya diam ketika mendengarkan cerita gadis berseragam putih tersebut. "Kemarin waktu terakhir lihat badannya belum seperti ini. Mukanya juga belum cakep seperti sekarang." Eliza memuji ketampanan bayi yang saat ini menggenggam jari telunjuknya. "Ya jelaslah bayinya cakep, orang Daddy nya cakep banget. Hidungnya mancung, bibir merah, gak seperti cowok perokok. Matanya kecoklatan, rambutnya juga warna coklat. Pokoknya ganteng banget, badannya tinggi. Ya seperti bule-bule yang sering kita tonton film barat." Perawat berwajah cantik itu berbicara sambil membayangkan wajah tampan Nathan. Pria yang menjadi idola para perawat di rumah sakit. Apalagi selama 3 minggu ini Nathan selalu datang ke ruang perawatan bayinya. Eliza hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Tapi itu bibir mbak Eliza kenapa?" perawat melihat bibir Eliza yang luka dan sudah mengering "Jatuh," Eliza tersenyum. "Ya ampun Mbak Eliza ini nggak hati-hati sekali. Oh iya anaknya sudah berapa lama
Meskipun takut Eliza mencoba untuk melihat pria yang sedang memanggilnya. Jika orang itu saudara ipar Sandy, maka dia masih punya kesempatan untuk lari.Eliza menoleh dan memandang ke arah pria tersebut. Rasa takut hilang dalam sekejap saat dia melihat sosok yang begitu sangat baik kepadanya. "Dokter Rizky." Eliza tersenyum memandang pria berjas putih yang berjalan mendekatinya."Bagaimana kabar kamu? Saya sudah katakan, empat atau lima hari lagi, kamu harus datang menemui saya untuk kontrol. Tapi kenapa kamu tidak datang?" Dokter Rizky bertanya dengan wajah marah."Maaf Dok," jawab Eliza yang tidak bisa memberikan alasan."Bagaimana dengan kaki kamu." Dokter Rizky bersimh di depan Eliza hingga membuat Eliza panik."Dokter mau apa?" Eliza ingin menarik kakinya yang saat ini sudah dipegang dokter tersebut."Mau periksa luka di kaki kamu." Dokter berwajah manis itu membuka sandal jepit yang dipakai Eliza. Setelah melihat luka Eliza yang sudah sembuh barulah dia berdiri.Dokter, saya b
Wajah wanita cantik itu tampak cemberut sambil memandang suaminya. Berbeda dengan Nathan. Pria itu memandang Eliza dengan penuh kemenangan."Kenapa liatin seperti itu?" Nathan berkata tanpa rasa bersalah."Liza sudah bilang kalau Liza mau tidur." Eliza berkata dengan wajah kesal. Keputusan Eliza untuk tidur di dalam kamar ternyata salah. Karena nyatanya dia tidak tidur sama sekali setelah makan siang. Hal ini disebabkan suaminya yang selalu saja mengganggunya. Pada akhirnya Nathan baru berhenti menganggu setelah mereka menuntaskan kewajiban suami istri."Iya Hubby tahu, sini tidur biar dipeluk," kata Nathan dengan tersenyum."Nggak mau." Dengan cepat Eliza menolak. "Loh kenapa tidak mau, bukannya kamu senang dipeluk?" Tanya Nathan."Tangan hubby nggak bisa dipercaya." Dengan waspada Eliza menutup bagian dada dan juga aset bawahnya. Setelah itu ia menarik selimut dan menutup tubuhnya dengan selimut. "Setelah olahraga ranjang, dijamin tidur semakin enak." Nathan berkata sambil menga
Rizky bangun dan melihat jam yang menempel di dinding. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Kondisi kamar juga dalam keadaan kosong. Setelah tidur cukup lama tubuh pria itu terasa lebih segar. Ia menjangkau handphone yang ada di nakas. Yang pertama kali diperiksanya adalah panggilan telepon. Dilihatnya panggilan masuk dari dokter Teddy. Dengan cepat pria itu langsung menghubungi temannya tersebut. "Halo Dokter Rizky," sahut dokter Teddy dari seberang sana. "Ya Dokter Teddy, apa tadi kamu menghubungiku?""Yang menghubungi anda adalah nyonya Rini."DegJantung Rizki berdetak ketika mendengar jawaban dari sang dokter. Jika Rini yang menghubungi itu artinya Kiara mengetahui apa yang terjadi terhadap adiknya. "Yang menerima telepon istri, anda. Ibu Rini langsung berbicara dengan istri anda.""Apa yang dikatakan Kiara dengan mama mertua saya?" Tanya Rizky.Rizky menarik napas panjang dan kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan. Ia harus bisa tenang menghadapi masalah
Nathan kembali ke kamar hotel di jam 11 siang. Dengan langkah ringan pria itu masuk ke dalam kamar. Awalnya dia sengaja ingin membuat kejutan untuk istrinya namun di dalam kamar tampak seperti lenggang. Nathan langsung memandang ke arah tempat tidur. Ternyata istrinya itu masih terbaring di atas tempat tidur dengan mata yang tertutup rapat. Wajah pria itu tersenyum sambil melangkah mendekati tempat tidur. Nathan kemudian duduk di tepi tempat tidur sambil menatap wajah cantik Eliza. Apa dirinya sudah sangat kelewatan, hingga membuat istrinya kelelahan seperti ini?Nathan tidak mungkin melakukan hal yang seperti ini jika Eliza tidak memancingnya semalam. Padahal ia sudah berniat untuk tidak mengajak istrinya bertarung. Namun Eliza sendiri yang memancing dan meminta untuk disantap. Bagaikan harimau lapar, sudah pasti Nathan tidak akan menolak makan enak yang disuguhkan sang istri."Hai sweet heart, apa kamu kamu ingin tidur sampai sore?" Pria itu berkata sambil mengusap kepala Eliza."
Pesawat yang membawa Bobby dan juga Rini mendarat di Bandara Sultan Thaha Saifuddin, Jambi. Begitu tempat tidur pasien diturunkan dari atas pesawat, seorang perawat langsung mendorong tempat tidur ke mobil ambulans yang sudah disediakan rumah sakit. Dengan cepat Bobby dimasukkan ke dalam mobil ambulans. Sedangkan Rini, masuk ke dalam mobil ambulans yang kedua. Ibu dan anak langsung dilarikan ke rumah sakit Abdul Manaf. Rini merasakan dadanya yang terasa sesak setiap kali mengingat Kiara. Rasa bersalah dan malu, membuat ia merasakan sakit hingga uluh hati. Setiap potongan peristiwa terus saja melintas dipandangnya. Bahkan ia seperti menonton cuplikan film yang terus saja berganti-ganti. Begitu banyak dosa yang dilakukannya terhadap Kiara. Setelah nanti ia sembuh, apakah Putri sulungnya itu mau memaafkannya.Rini terus saja menangis. Sejak Kiara lahir hingga sekarang, belum pernah sekalipun ia memperlakukan putri sulungnya itu dengan baik. Bahkan ketika Kiara baru lahir, dengan kejam
Rizky menganggukkan kepalanya. "Abang masih lemas, dek." Pria itu dengan manjang memeluk sang istri."Kenapa ngelakuin transfusi darah?"Semalam ada pasien yang butuh darah. Stok di rumah sakit habis, di PMI juga nggak ada. Dan kebetulan golongan darah pasien sama dengan golongan darah abang. Ya sudah Abang donor aja langsung. Adek tahu sendiri, golongan darah AB, sangat langka." Rizky menjelaskan agar istrinya tidak memiliki pikiran yang aneh-aneh."Iya, golongan darah Bobby juga sama seperti Abang AB. Dulu dia pernah terkena demam berdarah. Pada saat itu, Bobby kekurangan banyak darah. Yang bisa donor darah ke Bobby, cuma Kia. Karena golongan darah kami sama." Kiara berkata dengan wajah tersenyum. Entah mengapa ia teringat dengan adiknya yang super bandel tersebut. Tiba-tiba saja Kiara merasa sesak di dadanya. Rasa sesak seperti sedih yang tidak beralasan."Jadi golongan darah kedua orang tua kalian tidak ada yang AB?" Rizki bertanya sambil memandang Kiara. "Enggak, papa A sedang
"Bagaimana tuan Albert, tuan Thomas, tuan Jhon, apa ada yang mau anda tambahkan?" Nathan bertanya ketika Albert beserta dua orang investor lain selesai membaca rancangan kerja. Para investor itu juga melihat keuntungan yang akan mereka peroleh.Albert tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Menurutku ini sudah sangat baik. Kerja sama ini menguntungkan negara-negara yang ikut bergabung.""Tuan Thomas?" Tanya Nathan."Saya setuju dengan rancangan kerja yang anda buat," jawab Thomas yang tidak banyak berkomentar."Meskipun tuan Nathan masih sangat muda, namun gebrakan yang anda lakukan, luar biasa. Anda memiliki ide yang luas bisa." Pengusaha asal Jerman yang bernama Jhon, ikut memuji kecerdasan Nathan."Saya sudah merancang kerjasama ini sejak 3 tahun yang lalu. Hanya saja saja baru berani mengajukan kerjasama dengan berbagai negara setelah presiden kami menyetujui proyek ini. Saya yakin proyek ini akan sangat bermanfaat bagi warga negara saya.""Jika pengajuan anda di tolak oleh neg
Seorang wanita berdiri di cermin sambil mengusap gincu berwarna merah cabe di bibirnya. Bibir tebal wanita itu tampak semakin seksi dan menggoda."Pagi ini Kamu sangat cantik, sayang." Albert yang berdiri di belakang Sherly memuji kecantikan wanita tersebut. Bukan hanya dandanan saja yang terlihat menor, pakaian yang dipakai wanita itu juga tampak begitu menggoda. Padahal saat ini udara sangat dingin. Namun sepertinya wanita itu tidak perduli."Apakah hari-hari sebelumnya aku tidak cantik?" Sherly berkata dengan gaya menggoda. Pagi ini wanita itu dengan sengaja berdandan sangat cantik. Dia yakin akan bertemu dengan Nathan di restoran nanti. "Hari-hari sebelumnya kau juga cantik." Albert tersenyum sambil menatap ke pantulan cermin."Apa kamu suka?" Wanita itu berkata dengan tersenyum sambil mengigit bibir bawahnya. "Tentu, aku sangat menyukainya. Apa sudah selesai?" Albert yang berdiri di belakang Sherly, dengan sengaja meletakkan tangannya di leher wanita tersebut. Jantung Sherly
Kursi roda didorong semakin dekat dengan tempat tidur. Rini bisa melihat dengan jelas, sosok yang tertidur di atas tempat tidur adalah putra bungsunya. Kamar berukuran besar ini mirip seperti kamar di rumah sakit. Didalam kamar dilengkapi monitor jantung, serta alat medis lainnya. Ada seorang dokter dan juga seorang perawat. "Bobby!" Teriak Rini. Wanita itu merasa sangat bersalah terhadap anaknya. Jika tidak serakah, Bobby tidak akan merasakan penganiayaan yang sangat kejam dari Rudi. Seharusnya ia juga tidak berkenalan dengan Rudi, dan menawarkan anak sulungnya untuk menjadi istri ke 6 pria tersebut. Mata Bobby terbuka ketika mendengar suara ibunya. "Mama," jawabnya lirih.Wajah anak remaja Itu tampak begitu bahagia ketika melihat ibunya. Dulu dia sempat berpikir tidak diberi kesempatan untuk melihat wanita yang begitu sangat ia sayangi. Namun ternyata takdir berkata lain, dia diselamatkan dan sekarang bisa melihat wajah sang ibu. "Na, bagaimana kondisi kamu?" Rini terus saja m
"Kamu semakin nakal, cantik. "Nathan menatap istrinya penuh gairah. Lama tidak berjumpa, ternyata istrinya semakin agresif."Hubby suka?" Eliza mengeling manja. Jari lentiknya dengan lembut bermain di atas dada bidang Nathan. "Sangat suka, Aku menyukai istri yang over aktif sepertimu." Nathan tersenyum miring menatap bibir Eliza yang basah. Bibir Eliza cemberut ketika mendengar ucapan suaminya. "Hubby kirain Liza autis?"Hahaha...," Nathan tertawa mendengar jawaban dari sang istri. "Tidak seperti itu maksud ku, sweet heart.""Nathan duduk di atas tempat tidur. Sedangkan Eliza masih menempel di tubuhnya. Istrinya itu dengan cepat melepaskan baju kaos yang melekat di tubuhnya. Setelah itu melepas pakaiannya sendiri. Melihat tingkah Eliza sungguh membuat Nathan senang. Istrinya yang dulu polos sekarang sudah pintar dan juga nakal. "Lakukan apapun yang kamu inginkan cantik." Nathan memejamkan matanya ketika bibir kecil istrinya sudah mencium bagian leher. Sentuhan Eliza, membuat bul