Dengan terpaksa Mirna masuk ke kamar tamu yang tanpa AC. Bagaimana bisa tidur malam ini, sementara ia tidak bisa tidur tanpa AC. Wati benar-benar membuat Mirna marah. Kamarnya diambil, ayam bakarnya pun dimakan. Mengapa ada mertua seperti itu.Mirna mengusap perut buncitnya yang sudah terasa perih. Ingin pesan menu makan malam, tapi matanya sudah mengantuk. Pada akhirnya Mirna memilih merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.Baru saja Mirna merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, ia sudah kepanasan dan berkeringat. Meskipun didalam kamar ada kipas angin, tetap saja panas dan gerah.Mirna tidak mau menyerah dia terus menghubungi nomor ponsel suaminya. Ada rasa lega ketika melihat panggilannyaberdering. Hanya menunggu beberapa detik saja panggilan telepon tersebut langsung diangkat oleh Sandy. "Halo," jawab Sandy."Halo Mas, kenapa nomor handphone kamu tidak aktif?" Mirna langsung menodong Sandy dengan pertanyaan."Handphone ku habis baterai," jawab Sandy."Apa kamu sudah tahu kal
Dengan jantung berdebar-debar Eliza pulang ke villa. Entah bagaimana nanti caranya menjelaskan kepada Rizki dan meminta maaf. Eliza masuk ke dalam villa dengan langkah lambat seperti seorang maling. Langkah kakinya terhenti ketika tepat berada di ruang tamu. Dilihatnya Rizki yang sedang tertidur sambil memeluk Noah. Kedua pria itu tampak sangat kompak. Gaya tidurnya juga sangat mirip.Sejak kapan kedua pria beda generasi itu tertidur seperti ini. Apakah Rizki sudah tahu bahwa dia pergi bersama dengan Nathan ke danau. Bagaimana jika nanti Rizki marah."Mas, Noah tidur." Eliza memandang Rizki dan juga Noah. Kedua wajah Itu tampak begitu tenang ketika sedang terlelap seperti ini. "Iya," jawab Nathan."Liza ambil Noah dulu, kasihan lihat kepalanya." Eliza memandang kepala Noah yang sudah miring ke kiri sedangkan Rizki kepalanya miring ke kanan. "Biar mas yang ngambil." Lagi-lagi Nathan menolak jika Eliza dekat dengan temannya tersebut. Eliza menganggukkan kepalanya dan membiarkan Nath
"Aku ikut mobil kalian." Rizki sudah siap untuk pulang. Pria itu pun langsung duduk di kursi belakang. "Tidak bisa," tolak Nathan.Nathan menarik kerah bajunya sehingga dia terseret keluar. "Kalau tidak naik mobil ini aku naik mobil apa?" tanya Rizki dengan kesal."Mana mobilmu?" Nathan justru balik bertanya."Aku sudah minta sopir untuk pulang, karena aku sudah berencana pulang dengan mobil kalian," jelas Rizki."Jangan bilang kamu datang ke sini pakai ambulans?" Nathan memandang Rizki dengan curiga."Mobilku diservice." Pria itu berkata dengan sedikit tersenyum.Eliza ingin tertawa mendengar jawaban dari Rizki. Dia tidak menyangka Rizki datang pakai ambulans seperti yang dikatakan oleh Nathan."Apapun alasannya kamu nggak boleh naik mobil aku." Nathan menghadang Rizki yang akan naik ke atas mobilnya."Hai dengan teman tidak boleh pelit," sergah Rizki. Agar bisa satu mobil dengan Eliza, Rizki menolak untuk naik di mobil yang sama dengan Hermawan dan juga mobil pak ART yang lain.
"Hanya membuat susu saja tidak bisa, bagaimana mungkin mau mengurus keluarga. Susu tidak boleh menggunakan air panas mendidih, sedangkan kamu buat pakai air panas mendidih." Wati mengomeli menantu kesayangannya. Permasalahan rumah tangganya membuat wanita itu stres. Satu-satunya tempat untuk melampiaskan kemarahannya hanya Mirna.Jantung Mirna seakan mau lepas dari tempatnya ketika melihat sikap Mama mertuanya. "Ma, aku bukan pembantu jadi jangan melakukan aku seperti pembantu!""Dasar menantu tidak tahu diri, kamu tahu seperti apa aku memperjuangkan mu? apakah seperti ini penghormatan yang kau berikan untuk mama mertuamu?" Wajah Wati merah padam memandang Mirna. "Aku akan ganti susunya." Mirna malas berdebat dan lebih memilih untuk mengganti susu sesuai perintah Mama mertuanya.Mirna kembali dengan susu hangat seperti yang diperintahkan oleh Wati. Wanita bertubuh gendut itu mulai menikmati susu kalsiumnya yang sudah pas sesuai kehendak hatinya. Wati menyantap nasi goreng yang dima
Eliza keluar dari dalam kelas dengan senyum merekah. Selama 1 minggu ini dia fokus belajar dan mengasuh Noah seperti biasa. Sudah satu minggu ini Eliza melewatkan makan malam keluarga. Momen yang selalu membuat ia rindu. Ujian sudah selesai itu artinya nanti malam dia akan makan malam bersama dengan keluarga Hermawan seperti hari-hari sebelumnya. "Mas Nathan!" Eliza berteriak sambil memanggil Nathan yang baru saja keluar dari mobil.Nathan tersenyum sambil melambaikan tangannya. Wajah Eliza hari ini tampak ceria tidak seperti kemarin-kemarin. Jika dilihat dari auranya, Eliza sudah menyelesaikan ujian dengan baik."Mas, Liza sudah selesai ujian pertengahan semester." Eliza berkata dengan wajah ceria. Ia tersenyum ketika Nathan membukakan pintu mobil untuknya. "Terimakasih mas," kata Eliza dengan tersenyum dan kemudian masuk ke dalam mobil.Nathan menundukkan kepala dan tersenyum memandang Eliza yang sudah duduk dengan baik. "Gimana ujiannya?" Tanya Nathan kemudian. "Berjalan dengan
"Daddy!" Panggil Eliza.Nathan yang sedang duduk di sofa menoleh ke arah Eliza yang sedang menggendong Noah. Ia memandang Eliza dan Noah secara bergantian. Tampilan ibu dan anak itu sangat kompak. Bayi tampan Noah memakai jas Romeo Tuxedo berwarna biru pekat lengkap dengan dasi kupu-kupu. Sedangkan Eliza tampak anggun dengan stylish midi dress berwarna biru pekat. Dress panjang selutut dengan pita di bawah dada. Dipadukan sneakers berwarna putih, membuat penampilannya terlihat seperti gadis usia 17 tahun."Daddy, kami sudah siap," kata Eliza dengan gaya khas cerianya. "Kita tunggu Grandma dan Grandpa." Nathan menjawab perkataan Eliza, namun matanya tetap tidak berkedip sama sekali. Malam ini Eliza sungguh sangat cantik. "Oh mami dan papi belum turun ya." Eliza memandang ke sekitarnya. Ternyata bener, Mawar dan Hermawan belum turun ke bawah.Eliza memandang Nathan dengan berpenampilan simpel. Pria itu memakai baju kaos berkerah berwarna putih. Meskipun tampilan Nathan terkesan simpel
Eliza menghubungi nomor ponsel Wati. Dalam hitungan detik panggilan telepon langsung di jawab. "Halo, dimana kau?" Wati langsung menanyakan keberadaan Eliza saat ini. Wanita paruh baya itu kesal terhadap Putranya yang sudah seperti orang gila hanya mencari keberadaan Eliza.Setelah 7 bulan Eliza kembali mendengar suara wanita yang merupakan penyumbang terbesar untuk seluruh luka di hatinya. Wanita yang sudah membuat hatinya babak belur."Aku sudah di jakarta, ma." Eliza masih berbicara dengan sopan seperti biasanya."Tidak usah panggil mama, kau bukan menantuku. Menantu ku hanya Mirna, bahkan sekarang cucuku akan segera lahir. Oh ternyata kau sudah di Jakarta ya? Sejak kapan kau pulang ke jakarta?" Tanya Wati dengan nada sinis.Eliza menarik napas panjang dan kemudian mengeluarkan secara perlahan-lahan. Berbicara dengan Wati, membutuhkan kesabaran ekstra. Untuk sekarang Eliza akan mengalah. Agar masalahnya cepat selesai. "Aku ingin ketemu sama ibu, apa kau ada waktu?" Tanya Eliza.
Sesuai janji Eliza sudah datang ke cafe yang ditentukan oleh Wati. Kafe ini bisa dikatakan cukup sepi. Karena hanya ada dua orang pria yang sedang menikmati kopi. Mungkin saja karena sekarang masih jam kerja. Eliza datang dengan memakai baju lusuh ketika menjadi istri Sandy. Bersyukur baju-baju jelek itu belum dibuang bibi Eli. Tidak ada barang mewah yang melekat di tubuhnya. Penampilannya sama seperti ketika masih menjadi menantu Wati. Jam 11 lewat 15 menit, sosok yang dinantikan pun datang. Wanita bertubuh gendut itu datang bersama dengan kedua anak perempuannya. Wati tersenyum sinis memandang Eliza. Selama beberapa bulan tidak bertemu, ia melihat perubahan menantunya tersebut. Eliza tampak jauh lebih cantik dibandingkan dulu. Wajah putih bersih, kulit terawat, begitu juga dengan rambutnya. Tubuh Eliza juga tidak kerempeng."Dasar wanita murahan. "Wati langsung menampar Eliza dengan keras. Eliza terkejut ketika mendapatkan satu tamparan dari Wati. Namun tetap dia tidak membal
Cuih!Wati meludah karena mencium aroma tubuh napi yang berbau busuk.Wanita berkulit gelap, dengan tubuh tinggi dan besar itu memandang Wati. Cuih!"Perempuan kotor, bau sekali," caci Wati. Agar tidak mencium aroma bau napi tersebut, Wati menutup hidungnya. Wanita narapidana itu tidak terima dihina oleh Wati. Ia berjalan mendekat ke arah wanita tua yang sombong tersebut.Bukan hanya satu orang napi yang tersinggung dengan ucapan Wati, namun dua orang napi yang bersama wanita itu juga ikut marah."Jangan dekat, kalian bau." Wati berjalan mundur. Melihat wajah serem para napi tersebut membuat ia takut. Napi yang dihina Wati tersenyum sinis. "Apa kau tahu sekarang kau di mana, nenek tua?"Wati tidak terima dikatai nenek tua oleh napi tersebut. Padahal ia rajin perawatan di salon dan melakukan berbagai macam perawatan kulit di ahli kecantikan. "Tentu saja aku tahu, kalian tidak selevel dengan aku. Aku orang kaya dan terhormat, tidak seperti kau, gembel." Meskipun sadar dengan keadaa
Eliza duduk di lantai dengan kaki diluruskan ke depan. Tangannya memijat bagian kaki yang terasa amat pegal. Ternyata berlatih bela diri seperti ini terasa begitu amat melelahkan "Minum!" Nathan memberikan Eliza 1 botol air mineral dingin."Terima kasih," jawab Eliza yang langsung meneguk air tersebut. "Karena ini baru awal berarti, rasanya pasti sangat lelah. Nanti setelah terbiasa, tidak lagi." Nathan berkata dengan sedikit tersenyum. "Iya, nanti kalau sudah biasa, pasti nggak pegel lagi," jawab Eliza sambil terus memijat bagian kakinya. "Mas Nathan mau apa?" Eliza panik ketika nethan memegang pergelangan kakinya "Pegel kan?" Tanya Nathan dengan sedikit tersenyum."Iya, tapi." Eliza berusaha menarik kakinya. Namun Nathan tidak melepaskan kakinya. Nathan tersenyum kecil sambil memijatnya Eliza dibuat kaget dengan sikap pria tersebut. Nathan memijat kakinya? Mana boleh majikan memijat kaki pengasuh anaknya. Jika dilihat Mawar atau pekerja di rumah ini, sudah pasti Eliza akan d
Rasa bersalah terus-menerus menusuk-nusuk hatinya hingga ia merasa perih yang begitu hebatnya. Selama ini Sandy memprediksikan bahwa Eliza tidak akan pernah pergi darinya. Karena Eliza begitu sangat mencintainya. Di kota kota ini hanya dirinya yang dimiliki Eliza. Kerena itu ia menyetujui ide Wati agar istri pertamanya itu tinggal bersama dengan mamanya. Dengan seperti ini ia tidak perlu cemas Eliza akan pergi. Sandy juga tidak perlu mengeluarkan uang untuk biaya hidup Eliza. Namun yang terjadi, Eliza justru pergi meninggalkannya. "Mas, kenapa kamu jahat sekali dengan Eliza. Padahal Eliza itu istri kamu, tapi kamu dengan teganya membiarkan mama memeras nya seperti ini. Aku yakin Eliza menjual ginjalnya karena stress menghadapi desakan mama beserta kakak-kakak, kamu yang meminta dia untuk bayar hutang," komentar Mirna.Mirna akan memainkan emosi Sandy yang jelas tidak stabil. Disaat seperti ini, orang akan menerima semua perkataan orang lain tanpa bisa mencerna terlebih dahulu. "El
"Apa mas sudah lihat anak kita, dia sangat cantik." Mirna tersenyum ketika mengingat wajah cantik Putrinya.Sandy menganggukkan kepalanya. "Dia cantik sekali."Air matanya menetes dengan sendirinya. Padahal ia sudah berusaha menahan agar air mata itu tidak keluar. Namun tetap saja air matanya tidak bisa di kondisikn. Hatinya perih setiap kali mengingat kondisi bayi cantik tersebut. "Mas, gimana dengan mama, kak Tia dan kak Tina?" Mirna bertanya dengan wajah penuh kecemasan.Padahal ia sudah tahu seperti apa kasus mama mertua berserta kedua kakak iparnya dari Eliza. Namun tetap saja pura-pura tidak tahu."Pengacara yang membela Eliza menuntut mama yang sudah melakukan penganiayaan terhadap Eliza. Pengacara itu juga menuntut Mama telah melakukan penipuan, terkait masalah piutang. Kemudian juga pemerasan. Tiga kasus berat itu dilayangkan untuk mama. Mama tidak bisa membantah semua tuduhan tersebut karena video ketika dia melakukan pemerasan, penipuan, serta penganiayaan terhadap Eliza s
Apa ia tidak salah lihat. Eliza mengucek matanya berulang-ulang kali untuk memastikan bahwa pandangannya benar-benar bermasalah. Tidak mungkin Nathan yang akan menjadi gurunya. Setahu Eliza, Nathan tidak memiliki kemampuan beladiri."Mau sampai berapa lama berdiri di situ?" Nathan memandang jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Eliza masih diam di tempat dengan ekspresi wajah terkejut. Atau lebih tepatnya ia kecewa karena guru yang akan mengajarnya tidak sesuai dengan harapan. Yang jadi supir pribadi, Nathan. Masak yang jadi guru taekwondo juga Nathan. "Kamu sudah melawati 5 menit." Nathan mengangkat 5 jarinya.Eliza menelan air ludahnya berulang-ulang kali. Harapannya mendapatkan guru yang baik, sabar dan gak pernah marah. Bukan guru galak yang menakutkan seperti ini."Eliza!" Panggil Nathan."Mas Nathan." Eliza menyebut nama sang majikan. Apakah benar bosnya sendiri yang akan menjadi gurunya?Kalau seperti ini bagaimana dengan gaji pelatih?Eliza mengusap keringat di peli
"Dok, istri saya kenapa?" Sandy panik ketika melihat istrinya tegang seperti ini.Dokter Rizki langsung memeriksa kondisi Mirna dan menyuntikkan obat penenang hingga wanita itu kembali tertidur."Bagaimana kondisi istri saya dok?" Sandy bertanya sambil memandang istrinya."Istri anda Shock, namun tidak apa-apa. Saat ini peran Anda sangat dibutuhkan, agar istri anda bisa menerima kenyataan." Hanya Kalimat Ini yang diucapkan oleh dokter berwajah manis tersebut. Sandy menganggukkan kepalanya. "Karena ibunya belum bisa menerima kenyataan tentang kondisi bayinya, sebaiknya bayi ini kami bawa dulu ke ruang bayi." Dokter Rizki berkata sambil mengendong bayi malang tersebut. Sandy menganggukkan kepalanya. Tubuhnya terasa amat lelah dia ingin beristirahat walaupun sejenak. Sandy hanya diam ketika melihat dokter itu menggendong anaknya dan membawanya pergi. "Mengapa harus jadi seperti ini?" Pria itu frustasi dan menarik-narik rambutnya. "Eliza." Sandy kembali mengingat istri pertamanya.
"Buka mulut!"Eliza menelan air liurnya berulang-ulang kali ketika mendengarkan perintah pria yang duduk di depannya. Bagaimana mungkin dia bisa menelan makanannya dengan nikmat jika wajah pria itu terkesan menakutkan. "Eliza, cepat buka mulut!" lagi-lagi pria itu memberi perintah. "Mas, Liza bisa makan sendiri. Bisa nggak sakit kok serius ini nggak sakit sama sekali." Eliza berusaha untuk menolak. "Nggak dengar Mas suruh apa?" Ucapan Nathan menjadi pertanda bahwa pria itu tidak menerima negosiasi."Dengar." Eliza sudah tidak berani protes dan memilih untuk membuka mulutnya. Nathan hanya diam memperhatikan Eliza yang sedang mengunyah nasi di mulutnya. Begitu nasi di mulut Eliza habis, ia kembali memasukkan suapan yang baru. "Mas, Liza bisa makan sendiri." Eliza tetap memaksa untuk makan sendiri namun sayang ucapannya tidak akan dihiraukan oleh Nathan."Mas, Liza sudah kenyang." Eliza menolak suapan terakhir dari Nathan."Satu lagi." Nathan yang tidak kenal kompromi tetap memaks
"Ke kantor polisi, ngapain?" tanya Mirna dengan jantung berdebar-debar. Apa yang terjadi hingga Sandy harus ke kantor polisi."Aku males cerita tentang masalah ini." Eliza menarik napas panjang dan kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan."Mbak Mirna ingin tahu ceritanya, coba saja lihat di media sosial atau berita online," saran Eliza.Mirna menurut dan langsung mencari berita tentang Wati. Ia terkejut ketika melihat video Wati menghajar Eliza yang tersebar luas. Bukan hanya Wati, kedua anak perempuannya juga ikut mengeroyok Eliza. Video ini langsung viral padahal baru diunggah 3 jam yang lalu. Begitu banyak masuk komentar dari para netizen yang semuanya menghujat Wati, Tia dan juga Tina."Apakah separah ini?""Ya, zaman sekarang sangat enak sekali untuk mencari keadilan. Dengan seperti itu saja orang sudah menuntut keadilan untuk aku." Eliza tersenyum puas."Apa kamu menjebak mereka?" Mirna menata curiga dengan Eliza."Kalau menjebak, kok bawa polisi."Mirna langsung terdiam
Wajah Mirna pucat pasih mendengar ancaman dari Eliza. "Kau ingin memeras aku?" Eliza tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Aku gak punya niat mengancam atau memeras, hanya saja aku ingin menyelamatkan mbak Mirna."Anggap saja ini cara Eliza mengambil hak nafkah yang seharusnya di berikan Sandy untuknya, justru di rampas Mirna yang seorang pelakor."Jika aku memberikan uang itu kepadamu, kau akan benar-benar menghapus pesan itu?" Mirna mengeratkan giginya. "Tentu, minum dulu mbak." Eliza kembali menyodorkan Mirna Air mineral. "Mbak Mirna lagi emosi, sebaiknya minum dulu biar ada tenaga untuk marah." Eliza kembali berbicara dengan lembut.Mirna sudah tidak mampu menahan rasa haus. Pada akhirnya ia meminum air yang diberikan Eliza. Setelah Mirna meminum seperempat gelas, Eliza kembali meletakkan gelas ke atas meja. "Aku masih haus." Mirna memprotes."Mbak Mirna baru selesai operasi, jadi belum boleh minum banyak. Nanti setelah kentut baru boleh minum dan makan." Eliza berkata