Beberapa hari kemudian, Noah duduk di ruang meeting Dirgantara Corp, menatap Francis yang duduk di seberangnya dengan ekspresi tenang, tetapi sorot matanya menyiratkan sesuatu yang serius."Jadi, kau ingin Jasmine yang memegang proposal pemasaran proyek ini?" tanya Noah.Francis tersenyum santai, tetapi nada suaranya jelas menekan. "Ya. Aku sudah melihat beberapa hasil kerjanya sebelum ini. Dia memiliki insting pemasaran yang tajam, dan aku menyukai pendekatannya yang sederhana tetapi efektif. Selain itu, aku percaya dia bisa membawa sentuhan baru pada proyek ini."Noah menghela napas, melipat tangan di atas meja. "Kau tahu kondisinya sekarang, bukan? Dia sudah tidak lagi bekerja untuk Dirgantara Corp."Francis mengangkat alis, menyesap kopinya dengan santai."Aku tahu. Tapi aku tetap ingin dia yang menangani ini. Lagipula, aku tidak meminta sesuatu yang berlebihan. Aku hanya ingin dia mengerjakan proposal, bukan menjadi bagian penuh dari perusahaan lagi."Noah menatap Francis tajam, m
Pram terbelalak kaget. "Apa? Tapi... kenapa aku tidak pernah dengar?"Mendengar pernyataan Noah, membuat Pram seperti, tersambar petir di siang bolong. Akhirnya dia tau mengapa Noah melarangnya terlalu serus dengan Jasmine.Noah menghela napas panjang sebelum melanjutkan kebohongannya. "Suaminya sedang bertugas di daerah perang. Itu sebabnya dia jarang disebut-sebut. Tapi, Jasmine tetap istri seseorang, Pram. Jadi, jangan terlalu berharap banyak."Wajah Pram berubah muram, tetapi dia mencoba tetap tersenyum. "Ah, ya... Aku mengerti... Tapi kalau begitu, aku masih bisa menjadi temannya, bukan? Aku bisa tetap mendampingi dan membantunya dalam pekerjaan ini."Noah menatapnya sesaat, lalu mengangguk. "Tentu. Sebagai teman."Dalam hati, Noah tahu bahwa kebohongan ini hanya akan menambah rumit keadaan di masa depan. Tetapi untuk saat ini, itu adalah satu-satunya jalan untuk menghindari konflik yang lebih besar.Suasana di ruang kerja Noah dipenuhi ketegangan. Setelah perdebatan panjang, akh
’Kenapa Noah terlihat terlalu melindungi Jasmine?’ pikir Pram.Tatapan Noah kepada Jasmine tidak biasa, seperti ada sesuatu yang lebih dari sekadar kepedulian profesional. Zora pun berubah—biasanya dominan di hadapan Noah, kini justru lebih lembut saat berurusan dengan Jasmine.Pram menyipitkan mata, mendesah pelan. "Ada sesuatu yang mereka sembunyikan... dan aku akan mencari tahu."Suatu malam, Pram memutuskan untuk mendekati Jasmine di rumahnya. Ia ingin berbicara empat mata, berharap bisa memahami lebih jauh apa yang sebenarnya terjadi.“Jasmine, bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanya Pram dengan nada hati-hati.Jasmine menatapnya, sedikit terkejut. “Tentu, ada apa, Pram?”Pram menghela napas sebelum akhirnya berkata, “Kenapa kamu mau terlibat dalam bisnis Dirgantara? Aku tahu kamu ingin mandiri, tetapi aku merasa ada sesuatu yang lebih besar yang sedang kamu sembunyikan.”\Jasmine terdiam sejenak. Ia tidak bisa begitu saja mengungkapkan segalanya kepada Pram. Ia tahu bahwa jika rah
Jasmine berjalan pelan keluar dari ruang rapat, tangannya refleks memijat tengkuknya yang terasa kaku. Tubuhnya semakin lelah, seakan tenaga yang tersisa terkuras habis."Hanya satu laporan lagi... Aku pasti bisa menyelesaikannya," batinnya, meski kepalanya mulai berdenyut hebat.Minggu-minggu terakhir ini, proyek Hanaka menyita seluruh waktunya. Ia terus bekerja keras, menekan dirinya hingga batas. Ditambah cuaca yang tak menentu, tubuhnya mulai memberontak. Rasa mual menyerang lebih sering, pusing tak kunjung reda, tapi ia tetap memaksakan diri.Ia menyentuh perutnya yang semakin membesar. Kehamilan ini menambah beban fisiknya, membuatnya lebih cepat lelah. Punggungnya sering terasa nyeri, tapi Jasmine menolak menunjukkan kelemahan di hadapan Noah atau rekan-rekannya."Aku tidak boleh terlihat lemah. Aku harus tetap kuat,” gumam Jasmine.Namun, malam itu, tubuhnya akhirnya menyerah. Duduk di depan laptop, matanya yang lelah menelusuri laporan pemasaran.Huruf-huruf di layar mulai te
Noah berdiri di depan ruang rapat, menatap sekeliling dengan tatapan penuh tekad. Di hadapannya, semua staf pemasaran, termasuk Pak Raka, Tania, dan Pram, sudah berkumpul.Semua orang tahu betapa pentingnya proyek ini, dan meskipun Jasmine sedang dirawat di rumah sakit, tugas mereka untuk melanjutkan pekerjaan harus tetap berjalan.Noah menghela napas dan mulai berbicara, suaranya lebih tenang daripada yang ia rasakan. “Kondisi Jasmine saat ini membutuhkan perhatian penuh. Kami harus melanjutkan proyek ini, dan saya tahu semua sudah bekerja keras. Tapi sekarang, kita harus melangkah maju. Apa yang sudah dia rencanakan, kita lanjutkan.”Pak Raka mengangguk, sementara Tania terlihat serius, mencatat dengan seksama.Pram, yang duduk di pojok ruangan, terlihat tak tenang. Ia merutuki dirinya sendiri, menyalahkan diri atas keadaan Jasmine yang kini terbaring di rumah sakit."Aku seharusnya lebih memperhatikan dia," gumam Pram pada diri sendiri.Noah melanjutkan, “Jasmine telah bekerja kera
Suasana di dalam kamar VIP Anggrek Hitam terasa begitu sesak meskipun ruangannya luas dan nyaman. Udara di dalamnya terasa lebih berat dari biasanya, seakan dipenuhi oleh ketegangan yang tak terlihat.Jasmine duduk bersandar di tempat tidurnya, tubuhnya masih lemah, namun pikirannya penuh dengan kecemasan.Di sekelilingnya, beberapa pria yang pernah hadir dalam hidupnya kini berkumpul di satu ruangan—Noah, Ryan, Francis, dan dokter Juan.Tatapan mereka saling mengamati satu sama lain, seolah masing-masing ingin menegaskan keberadaannya di sana. Pram yang berdiri agak jauh di dekat jendela hanya bisa menghela napas dalam diam, merasa canggung di tengah suasana yang semakin tidak nyaman.Noah masih duduk di sofa dengan postur angkuh dan tatapan tajam, menilai satu per satu orang yang hadir di ruangan itu. Ia tidak menyukai keberadaan dokter Juan, terlebih lagi Ryan dan Francis yang tampaknya terlalu peduli pada Jasmine.Meskipun Noah sadar bahwa mereka semua memiliki perannya masing-mas
Noah masih duduk di kursi samping tempat tidur Jasmine, wajahnya mengeras. Kedua tangannya mengepal di atas pahanya, seolah menahan sesuatu yang mendidih di dalam dadanya.’Apa yang dipikirkan Noah, kenapa wajahnya masih kesal,’ batin Jasmine.Ruangan itu sunyi setelah semua tamu pergi, namun ketegangan masih menggantung di udara."Kenapa kau diam?" suara Jasmine pelan, namun penuh kehati-hatian.Noah menoleh cepat, matanya yang tajam berkilat. "Kau menikmatinya, kan? Dikelilingi pria-pria yang begitu peduli padamu?"Kalimat itu membuat Jasmine kesal. Dia selalu mendapatkan kritikan buruk dari Noah, apalagi jika ada pria-pria di dekatnya.Jasmine menghela napas, menyandarkan tubuhnya pada bantal. "Noah, kau tahu itu tidak benar.""Apa yang tidak benar? Fakta bahwa mereka semua ingin merebutmu?" Noah bangkit berdiri, mendekat ke tempat tidur. "Atau fakta bahwa aku tidak suka melihatnya?"Jasmine mengernyit. "Noah, kau cemburu?"Noah terkekeh rendah, tetapi tidak ada humor dalam suarany
Jasmine duduk perlahan di tempat tidur, mencoba menghilangkan rasa lelah yang masih tersisa. Setelah Noah pergi, suasana kamar kembali sunyi, namun kehadiran Zora di ambang pintu membawa atmosfer yang sedikit lebih ringan. Meski ketegangan masih terasa, Jasmine berusaha tetap tenang.Zora melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya. Dengan gerakan lembut, ia duduk di sisi tempat tidur, menatap Jasmine dengan penuh perhatian."Bagaimana perasaanmu hari ini?" tanyanya, berusaha terdengar casual meski jelas ada sesuatu yang ingin ia pastikan. Zora mengupas buah apel untuk Jasmine, sambil memberikan potongan apel yang sudah terkupas pada Jasmine.Jasmine mengangguk kecil. "Aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah. Bayi ini membuatku cepat kehabisan tenaga." Rasa buah apel itu sangat enak, Zora memperhatikan Jasmine mengunyahnya perlahan, hingga senyuman terlukis di wajah Zora.Zora menatap perut Jasmine yang mulai membuncit, lalu tanpa ragu, ia meletakkan tangannya di sana. "Apa dia ak
Malam itu di hotel, Jasmine dan timnya menelaah data dengan tegang.Nama-nama besar bermunculan: politisi, CEO, pejabat tinggi. Beberapa nama mengejutkan mereka."Ini tidak mungkin..." bisik Kiara, matanya membelalak.Di antara daftar itu, muncul nama seorang mentor lama keluarga Jorse, seseorang yang selama ini mereka kira sekutu setia."Dia...?" Evan bergumam, suara tercekat.Jasmine mengepalkan tinjunya. Dunia yang ia kenal mulai runtuh, pengkhianatan terasa lebih pahit dari yang pernah ia bayangkan.Namun satu hal pasti: Arenia bukan hanya menjadi tempat pertemuan masa lalu dan masa depan.Arenia akan menjadi medan pertarungan terakhir.Di luar jendela, Château De Lune bersinar megah di tengah kegelapan, seolah menjadi saksi bisu perjalanan panjang mereka.Dan di dalam hatinya, Jasmine tahu, apa pun yang terjadi... ia tidak akan mundur.Karena kali ini, bukan hanya masa depan yang ia pertaruhkan.Tapi seluruh kebenaran tentang siapa dirinya sebenarnya.Pagi di Arenia datang perlah
Dalam waktu kurang dari 24 jam, tim kecil dibentuk. Jasmine, Noah, Kiara, dan dua penyelidik andalan Project Axis bersiap menuju Morvenia. Di dalam koper mereka bukan hanya dokumen dan peralatan, tapi juga kekuatan moral dari seluruh dunia yang menanti jawaban.Sebelum keberangkatan, Jasmine berdiri di depan jendela besar yang menghadap kota Avenhurst. Cahaya lampu malam tampak seperti bintang-bintang yang mendekat ke bumi.Noah menghampirinya, memeluknya dari belakang.“Kalau ini benar-benar jebakan, apakah kamu siap?”Jasmine menoleh. “Kalau ini membawaku ke kebenaran yang Ayah dan Ibu pertaruhkan nyawa mereka untuk... maka aku akan datang, walau hanya satu langkah dari jurang.”Dan mereka berangkat. Ke negeri tanpa nama, tempat di mana hukum telah lama dijual, dan kebenaran harus dicuri kembali dari balik kegelapan."Senja perlahan turun di atas langit Valmora," gumam Noah sambil menatap ke luar jendela pesawat pribadi yang meluncur stabil di udara. Di dalam kabin, Jasmine duduk di
Sore harinya, sebuah konferensi pers dilakukan oleh Jasmine secara langsung dari kantor pusat Project Axis. Disiarkan secara global, jutaan orang menyaksikan saat Jasmine berdiri dengan latar belakang simbol Jorse dan Project Axis bersatu.“Beberapa orang bilang kami nekat. Bahwa kami bermain dengan kekuatan yang terlalu besar. Tapi hari ini, kami katakan: dunia tidak lagi milik mereka yang menyembunyikan kekuatan dalam bayangan.”Ia mengangkat dokumen resmi dari Mahkamah Internasional.“Surat penahanan Leonhart Vasmer telah disahkan. Dan kami, Project Axis, akan bekerja sama dengan semua negara yang berani berkata ‘cukup.’ Ini adalah awal baru.”Media berebut bertanya. Jasmine menjawab satu per satu dengan ketenangan dan presisi. Namun satu pertanyaan dari wartawan Eresia membuatnya diam sejenak:“Apakah Anda siap menghadapi ancaman terakhir dari jaringan yang kini terpojok?”Jasmine menatap l
Sore harinya, Jasmine dan tim hukum membuka sistem cadangan itu. Dengan bantuan ahli digital forensik, dana sebesar 1,7 miliar dolar muncul dalam 13 akun berbeda di bawah nama entitas tak dikenal.“Ini cukup untuk membiayai Project Axis selama dua dekade penuh,” ujar Evan dengan nada kagum.Jasmine menatap layar dengan tenang. “Ayah tidak hanya meninggalkan warisan. Dia meninggalkan senjata terakhir.”Kiara menambahkan, “Dengan ini, kita bisa memperkuat keamanan digital, memberi perlindungan untuk saksi, dan memperluas koalisi.”“Dan kita lakukan itu malam ini,” ucap Jasmine.Sementara itu, di Zurich, Leonhart mendapat kabar bahwa seluruh asetnya telah dibekukan. Lebih buruk lagi, satu per satu mitra bisnis lamanya mulai menawarkan kerja sama kepada Project Axis.“Ini pengkhianatan,” geram Leonhart sambil meremukkan gelas di tangannya.Klemens menjawab datar. “Ini... kelangsungan hidup.”Leonhart bangkit dari kursi. “Kalau begitu, aku harus mencari jalan keluar sebelum semuanya hilang
“Aku tidak menyangka mereka akan bergerak secepat ini,” kata Evan, melihat daftar partisipan yang terus bertambah.Jasmine menjawab, “Dunia sudah lelah dijajah oleh sistem yang tak terlihat. Kita hanya menyalakan lentera. Mereka yang lain... membawa obor.”Tapi seperti angin sebelum badai, keheningan tidak bertahan lama. Di sore yang dingin, sebuah ledakan kecil terjadi di salah satu gudang data Project Axis di pinggiran Lioren. Tidak ada korban, tapi jelas... ini bukan kecelakaan.“Pesan dari jaringan lama,” ujar Kiara sambil menunjukkan hasil investigasi awal. “Mereka mulai menargetkan infrastruktur. Mereka tidak bisa menghentikanmu secara hukum, jadi mereka serang fondasinya.”Jasmine menatap puing-puing digital dari rekaman drone. Wajahnya tak bergeming.“Kalau begitu... kita pindahkan data ke server awan global, dengan backup di enam negara berbeda. Kita jangan beri mereka kesempatan kedua.”Noah masuk dengan wajah serius. “Dan aku baru dapat laporan. Ada tiga pria tak dikenal ya
Fajar menyingsing perlahan di langit Avenhurst, tapi hari itu bukan awal biasa. Di ruang tengah kediaman perlindungan tinggi tempat Jasmine ditampung, belasan layar digital menyala serempak. Wajah-wajah dari berbagai penjuru dunia muncul melalui jaringan video terenkripsi—pengacara HAM internasional, jaksa dari Eresia dan Valmora, perwakilan Interpol, serta penasihat hukum dari Mahkamah Internasional.Jasmine duduk di kursi utama. Ia mengenakan setelan hitam dengan rambut dikuncir rapi. Di sampingnya, Kiara dan Evan menatap layar dengan mata yang tak berkedip.“Langkah ini tidak hanya historis,” ujar Kiara, “tapi juga berisiko tinggi. Begitu nama Leonhart diajukan ke Mahkamah Internasional, ia akan diperlakukan sebagai penjahat kelas berat. Dan itu bisa memicu tindakan terakhir dari jaringannya.”Jasmine mengangguk. “Aku tahu. Tapi kita tidak lagi bicara tentang pencucian uang atau sabotase korporat. Kita bicara tentang konspirasi pembunuhan, pelanggaran HAM, dan ancaman terhadap stab
Sementara itu, Jasmine dan Noah kembali ke hotel mereka setelah menghadiri resepsi diplomatik kecil yang digelar di Konsulat Lioren. Jasmine merasa kelelahan, namun damai. Dunia tampaknya menyambut pidatonya dengan antusias. Belasan negara telah menyatakan niat bergabung dalam Koalisi Anti-Korupsi Korporat Dunia.Namun di lobi hotel, salah satu staf keamanan mendekati mereka.“Maaf, Ibu Jasmine. Mobil pengawal Anda terlihat mengalami kerusakan. Kami menyarankan Anda untuk naik kendaraan cadangan yang sudah disiapkan.”Kiara, yang datang bersama dari belakang, menyipitkan mata. “Mobil rusak? Tapi tadi pagi sudah dicek.”Noah langsung tanggap. “Tunda. Kita tetap di sini sampai tim teknis kita periksa langsung.”Sementara staf itu berlalu, Jasmine berbisik, “Perasaanmu juga tidak enak?”Noah mengangguk. “Sangat.”Tiga puluh menit kemudian, laporan datang. Salah satu baut rem ken
Jasmine berdiri. Langkahnya mantap menuju podium. Cahaya lampu menyorot wajahnya, dan ribuan mata tertuju padanya.Ia membuka pidatonya dengan suara yang tenang tapi tegas.“Terima kasih atas kesempatan ini. Nama saya Jasmine Jorse. Hari ini, saya tidak hanya berbicara sebagai pemimpin sebuah perusahaan, tapi sebagai saksi dari bagaimana sistem keuangan yang tidak terawasi bisa menghancurkan keluarga, kepercayaan, dan masa depan.”Ia berhenti sejenak. Tatapannya menyapu seluruh ruangan.“Saya lahir dari darah seorang industrialis yang jujur dan seorang ibu yang mencintai keadilan. Mereka dibunuh, bukan oleh peluru, tapi oleh sistem yang membiarkan korupsi tumbuh di balik nama-nama besar.”Hening. Beberapa orang mulai menegakkan badan.“Selama puluhan tahun, banyak dari kita menutup mata atas praktik-praktik keuangan gelap yang dikemas dalam bahasa legal. Kita memberi ruang bagi orang seperti Leonhart Vasmer dan
“Jas... Ada seseorang dari dalam Levara Group mengirimkan pesan rahasia.”Jasmine berdiri. “Siapa?”Kiara menyerahkan sebuah flashdisk dan dokumen cetak.“Namanya tidak disebut, tapi tanda tangannya mencocok dengan seorang analis senior bernama Aline Köhler. Dia dikabarkan sudah lama tidak muncul di media, dan ternyata... dia menyimpan dokumen internal.”Jasmine membuka file pertama di layar laptop. Di sana, terdapat ratusan halaman laporan transfer dana fiktif, rekaman rapat tertutup yang memperlihatkan Leonhart menyuruh stafnya menekan media, dan yang paling mencengangkan: dokumen strategi hukum menyerang Jasmine, tertanggal sebulan sebelum gugatan didaftarkan.“Aline memberikan semua ini?” bisik Jasmine, nyaris tak percaya.Kiara mengangguk. “Dia bilang dalam pesannya: ‘Saya tidak bisa melawan langsung. Tapi saya percaya kamu bisa.’”Jasmine memandang laya