Noah tiba di rumah Zora dengan kepala penuh pikiran. Kompleks yang mewah dan terawat di dekat Raflesia Hills itu biasanya membuatnya merasa nyaman. Namun kali ini, langkahnya terasa berat.Saat ia memasuki rumah, Zora menyambutnya dengan senyuman lebar, mengenakan gaun santai yang membuatnya terlihat sangat menawan.“Noah! Akhirnya kamu pulang juga,” seru Zora, berdiri dan menghampirinya.Zora melingkarkan lengannya di leher Noah dengan mesra, namun Noah hanya memberikan respons datar, melepaskan diri dengan lembut.“Ya, aku hanya mampir untuk mengambil pakaian,” jawabnya singkat.Zora mengerutkan kening, merasa ada yang berbeda. Ia memiringkan kepala, menatap Noah penuh tanya. “Kamu kenapa? Biasanya kalau kita ketemu setelah beberapa hari, kamu lebih hangat dari ini.”Noah menghela napas panjang, lelah setelah perjalanan y
Pagi itu, suasana di rumah Jasmine terasa berbeda. Noah, dengan ekspresi dingin dan sikap tegas, berdiri di ruang tamu sambil memegang ponsel. Jasmine memperhatikan dari kejauhan, merasa ada sesuatu yang tidak beres.“Noah, ada apa?” tanyanya ragu.Tanpa menoleh, Noah menjawab dengan nada yang datar. “Nikmah libur hari ini. Aku sudah memintanya untuk tidak datang.”Jasmine terkejut. “Kenapa? Nikmah biasanya datang setiap hari. Aku butuh bantuannya untuk beres-beres.”Noah meletakkan ponselnya di meja dan menatap Jasmine dengan dingin. “Aku tidak ingin ada orang lain di rumah ini hari ini.”Jasmine merasa darahnya berdesir. “Apa maksudmu? Kamu tidak bisa memutuskan itu sepihak!”Noah mendekati Jasmine perlahan, auranya begitu menekan hingga membuat Jasmine melangkah mundur tanpa sadar.
Jasmine kabur malam itu melalui jendela kamarnya. Setelah konflik besar dengan Noah, pikirannya kalut. Ia memilih untuk menginap di rumah temannya yang berada dekat Universitas Artaloka. Di tempat itu, setidaknya ia bisa menghirup udara tanpa bayang-bayang Noah yang terus mengintai setiap gerak-geriknya.Namun, keesokan harinya, Noah menemukannya. Pria itu berdiri di depan pintu apartemen temannya dengan tatapan dingin yang membuat bulu kuduk Jasmine meremang. Temannya, yang tak ingin terlibat dalam konflik mereka, hanya bisa mundur dan membiarkan Jasmine menghadapi pria itu sendirian."Ikut aku!" Suara Noah berat, hampir tak memberikan ruang untuk penolakan.Jasmine menatapnya dengan tajam, tapi ia tahu bahwa perlawanan verbal tidak akan ada gunanya. Akhirnya, dengan gerakan enggan, ia mengambil tasnya dan keluar dari apartemen itu.Sepanjang perjalanan, tak ada sepatah kata pun yang terucap. Mobil yang dikendarai Noah melaju dengan kecepatan stabil, tetapi atmosfer di dalamnya terasa
Jasmine merasa seseorang masuk ke kamarnya. Ia membuka mata perlahan dan mendapati Noah berdiri di depannya dengan sebuah lingerie hitam tembus pandang di tangannya.“Pakai ini,” pinta Noah dengan nada dingin.Jasmine, yang setengah sadar dari tidurnya, menolak sambil mengibaskan tangan. Ia kembali menutup kepalanya dengan bantal, mencoba mengabaikan Noah.Namun, Noah seperti kesetanan. Ia menarik tubuh Jasmine hingga duduk, membuat wanita itu marah.“Apa-apaan sih? Kamu gila, ya? Aku ngantuk!” umpat Jasmine kesal.Ia pikir Noah akan mengerti dan membiarkannya kembali tidur. Namun, dugaan Jasmine jauh dari kenyataan.Noah menarik tubuh Jasmine ke dalam pelukannya dengan erat, lalu mulai membuka piyama yang dikenakan Jasmine. Mata Jasmine terbuka lebar karena terkejut.“Dasar gila! Kamu pikir aku—” kalimatnya terhenti ketika Noah membungkam mulutnya dengan ciuman.Tanpa memberikan ruang untuk melawan, Noah dengan perlahan mengganti pakaian Jasmine. Bahkan, ia melepas semua pelindung ya
Di rumah sakit, Jasmine duduk di sudut ruangan sambil membuka laptop. Jarinya sibuk mengetik menyelesaikan tugas-tugas kuliah yang menumpuk.Sesekali ia melirik neneknya yang sedang terbaring lemah di tempat tidur. Keberadaan Noah di ruangan yang sama tak bisa diabaikan. Ia duduk diam, matanya menatap layar ponsel sambil sesekali mengawasi Jasmine dari sudut matanya.“Noah, kamu bisa pergi kalau bosan,” ujar Jasmine tanpa menoleh.“Aku nggak bosan,” jawab Noah singkat.Jawaban itu membuat Jasmine sedikit kesal. Sejak kapan Noah jadi seperti bayangan yang terus mengikutinya? Setelah memastikan neneknya baik-baik saja, Jasmine bersiap ke kampus. Kali ini, lagi-lagi Noah yang mengambil alih tugas mengantar.Sesampainya di kampus, Noah memilih duduk di kantin sambil menunggu. Kehadirannya langsung menarik perhatian.Seorang pria tampan dengan aura dingin dan misterius duduk sendirian di tengah keramaian. Tak butuh waktu lama, beberapa gadis kampus mulai mendekat, mencoba mencari perhatian
Malam itu, Jasmine duduk di kamarnya, menatap layar ponselnya dengan ekspresi waspada. Pesan ancaman anonim muncul lagi. Isinya sama seperti sebelumnya:"Kamu bakal tahu akibatnya kalau terus begini. Jangan pikir kamu aman di sana."Dia mencoba menenangkan diri, tetapi perasaan tidak nyaman terus mengganggu. Sudah tiga kali pesan ini muncul, dan semuanya tanpa petunjuk siapa pengirimnya."Siapa dia? Kenapa selalu mengirim pesan ini? Bahkan saat aku bersama Noah?" Jasmine bergumam dengan berbagai ekspektasi.Setelah beberapa saat termenung, Jasmine keluar dari kamar. Di ruang tamu, Noah duduk membaca buku, terlihat santai seperti biasa.Namun, bagi Jasmine, suasana hatinya yang sedang kacau membuat keberadaan Noah terasa seperti gangguan."Aku sampaikan atau tidak, ya? Tapi aku takut ini akan membahayakan aku, apalagi aku sudah mulai telat. Seharusnya ini waktunya datang bulan. Kalau sampai aku hamil, bagaimana kalau ini membahayakan anak yang mungkin ada?" Jasmine makin bingung, maju
Sore itu, Jasmine sedang bersiap untuk pulang dari kafe. Setelah cukup lama menyelesaikan tugas bersama Ryan, pikirannya terasa semakin penuh. Tidak hanya tentang tugas, tetapi juga pesan-pesan anonim yang terus menghantui dirinya.“Jas, aku anterin pulang, ya?” tawar Ryan sambil membereskan barang-barangnya.Jasmine menggeleng dengan senyum tipis. “Nggak usah, Ry. Aku masih mau mampir sebentar ke tempat lain.”“Tapi sudah sore, Jas. Bahaya kalau sendirian,” Ryan mencoba meyakinkan.“Serius, aku bisa sendiri kok,” tegas Jasmine.Ryan terlihat ragu, tetapi akhirnya mengangguk. “Baiklah, hati-hati, ya. Kalau ada apa-apa, kabarin aku.”Jasmine tersenyum kecil lalu melangkah keluar dari kafe. Saat tiba di parkiran, ia tanpa sengaja melihat sosok Pram berdiri di samping mobilnya.Pram adalah sahabat Noah, dan Jasmine mengenalnya sebagai pria ramah yang sering membantu Noah dalam banyak hal.“Jasmine? Kamu di sini juga?” sapa Pram, melambaikan tangan.Jasmine sedikit terkejut, tetapi akhirn
Di dalam mobil Noah, suasana tegang tak terhindarkan. Jasmine duduk di kursi penumpang dengan wajah kesal, menatap ke luar jendela sambil mencoba menahan emosinya. Namun, tak lama kemudian, ia tidak bisa menahan diri lagi.“Kamu kelewatan, Noah!” seru Jasmine, suaranya penuh amarah. “Apa maksudnya tiba-tiba narik aku kayak gitu? Apa yang kamu pikirkan?”Noah tetap diam, fokus pada kemudi dengan ekspresi dingin. Perilakunya semakin membuat Jasmine frustrasi.“Noah! Aku ngomong sama kamu! Apa salah aku sampai kamu mempermalukan aku di depan Pram?” Jasmine melanjutkan dengan nada tinggi.Noah akhirnya menghentikan mobil di pinggir jalan, mendesah pelan sebelum mengambil ponselnya dari dashboard. Ia menyerahkan layar ponselnya ke Jasmine, menunjukkan sebuah pesan anonim yang baru masuk:"Kerabatmu murahan ya, Noah. Setelah sama kamu, dia bisa sama sahabatmu."Jasmine membaca pesan itu dengan ekspresi terkejut. Tubuhnya membeku sejenak sebelum mengembalikan ponsel itu ke Noah.“Ini... ini
Suasan itu akhirnya mencair ketika Juan membuka suara.Juan menyelipkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Sepertinya aku harus berterima kasih padamu karena sudah menjemput Jasmine. Aku hampir berpikir harus mengantarnya pulang sendiri."Nada suaranya terdengar santai, tapi Noah bisa merasakan sindiran halus di dalamnya.Noah tersenyum kecil, tapi senyumnya tidak benar-benar hangat. "Terima kasih karena sudah menemani istriku, Juan. Tapi sekarang, dia akan pulang denganku."Jasmine bisa merasakan ketegangan di antara kedua pria itu. Ia tahu Noah sedang menahan diri.Jasmine pun buru-buru melangkah ke arah mobil dan membuka pintu. "Ayo pergi, Noah."Noah tidak langsung masuk. Ia masih menatap Juan sejenak sebelum akhirnya berkata,"Jangan mengganggunya lagi, Juan."Juan tersenyum tipis. "Aku tidak pernah mengganggunya. Aku hanya member
Jasmine mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Angin malam berhembus pelan, membuat lampu-lampu jalan berpendar lembut di kejauhan."Aku baik-baik saja," jawabnya akhirnya."Benarkah?" Juan menyipitkan matanya, seolah mencoba menembus kebohongan yang mungkin tersembunyi di balik kata-kata Jasmine. "Kalau kau baik-baik saja, kenapa aku merasa ada kesedihan di matamu?"Jasmine terkesiap. Kata-kata Juan begitu menusuk, seolah menggali sisi hatinya yang selamaini ia coba tutupi.Jasmine menghela napas dan menatap Juan dalam-dalam. "Aku hanya menjalani hidupku sesuai dengan keadaan yang ada. Tidak semua orang bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan, Juan."Juan tersenyum miris. "Jadi kau benar-benar akan terus bersama Suamimu?"Jasmine menggigit bibirnya. Ia tak bisa menjawab pertanyaan itu dengan pasti.Juan mengejutkan di kalima
Jasmine kembali ke hotel sendirian. Langkahnya terasa ringan di luar, tapi ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Entah kenapa, mendengar Noah akan menemui Zora membuatnya sedikit tidak nyaman.Ia duduk di tepi ranjang, memandangi bayangannya di cermin. Tangannya mengusap perutnya yang mulai membesar. "Aku tidak boleh memikirkan ini terlalu jauh. Seperti yang Noah bilang, kita hanya terikat dalam kontrak."Tapi... benarkah hanya kontrak?Sementara itu, di tempat lain, Noah tiba di apartemen Zora. Wanita itu sudah menunggunya di ruang tamu dengan ekspresi serius. Sebotol wine terbuka di meja, tapi gelas di depannya masih penuh. Sepertinya, ini bukan pertemuan biasa."Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Noah langsung.Zora menatapnya dengan mata tajam. "Kau mulai berubah, Noah."Noah menyandarkan punggungnya, ekspresinya tetap datar. "Aku tidak mengerti maksu
”Bagaimana Noah kenapa kau diam? Apakah aku juga orang asing bagimu?” ulang Jasmine, menatap Noah tajam.Noah menoleh padanya, menatapnya dengan intens. Lalu, senyum kesal tersungging di bibirnya. Jasmine tahu dia sengaja mengumpan Noah untuk bertindak, dan pria itu akhirnya menanggapinya."Awalnya, aku tidak suka keberadaanmu," aku Noah, dengan jujur. "Tapi ternyata kamu berbeda."Tanpa peringatan, Noah mencondongkan tubuhnya dan mengecup bibir Jasmine singkat, membuatnya terkejut.August yang melihat itu langsung tertawa. "Wow, wow. Apa aku harus pergi agar kalian bisa menikmati waktu berdua?" godanya.Jasmine hanya bisa menunduk, sementara Noah kembali menyandarkan tubuhnya di kursi dengan ekspresi santai, seolah tidak terjadi apa-apa.Tapi dalam hatinya, Jasmine tahu... ada sesuatu yang mulai berubah di antara mereka. Sesuatu
August mengeluarkan sebotol wine terbaiknya dari rak kayu di sudut ruangan. Ia tersenyum sambil menunjukkan botol itu ke arah Jasmine."Sebagai tamu kehormatan, kau harus mencoba ini, Jasmine. Ini koleksi spesialku, hanya aku sajikan untuk orang-orang yang berarti bagiku," katanya dengan bangga.Jasmine tersenyum sopan, tapi sebelum ia sempat menolak, Noah dengan cepat mengangkat tangan, menghentikan August."Dia tidak bisa minum, August," suara Noah terdengar tegas. "Jasmine sedang hamil. Saat ini sudah di bulan ke 5."August mengerutkan kening, lalu tatapannya bergeser pada Jasmine sebelum kembali menatap Noah dengan ekspresi penuh pemahaman."Begitu rupanya," gumam August sambil mengembalikan wine itu ke tempatnya. "Baiklah, aku akan membuatkan sesuatu yang lebih cocok untuk ibu hamil. Jus segar dan beberapa makanan ringan. Aku tahu wanita hamil sering merasa lapar, apalagi ji
Jasmine menatap takjub ke arah meja yang dipenuhi berbagai hidangan laut. Aroma gurihnya begitu menggoda, dan tampilan setiap hidangan tampak begitu menggugah selera.Matanya berbinar saat ia menoleh ke arah August. "Ini semua terlihat luar biasa. Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Bisa kau jelaskan satu per satu?" tanyanya antusias.August tertawa kecil sebelum mulai menunjuk ke beberapa hidangan di hadapannya. "Ini adalah grilled lobster dengan saus lemon butter, yang di sebelahnya itu paella seafood khas Mediterranean. Lalu, ada king crab dengan saus pedas, dan ini hidangan spesialku, scallop dengan saus krim truffle."Jasmine mengangguk penuh kagum. "Semuanya terlihat lezat," gumamnya.Noah yang duduk di sampingnya tersenyum tipis. "Daripada hanya mengagumi, lebih baik kau langsung mencicipinya."Tanpa ragu, Jasmine mulai mencicipi satu per satu. Setiap gigitan terasa begi
Jasmine menatap Noah dengan serius, suaranya tegas, tidak menyisakan ruang untuk perdebatan."Ingat, Noah Dirgantara. Aku tidak ingin mengambil posisi Zora. Aku hanya ingin kita menikmati kebersamaan ini selama kita masih terikat dalam kontrak. Jika kau melakukan hal yang tidak kusukai terhadap Zora, jangan salahkan aku jika aku akan meninggalkanmu selamanya."Noah menatapnya dalam diam, ekspresinya sulit ditebak. Matanya yang tajam seperti meneliti setiap sudut wajah Jasmine, seolah mencari celah untuk membantah. Namun, akhirnya, ia menghela napas panjang dan mengangguk."Baiklah," katanya akhirnya. "Aku akan mengikuti keinginanmu. Sampai bayi kita lahir, kita akan kembali ke kehidupan semula, sesuai perjanjian. Soal takdir setelahnya, itu urusan nanti."Jasmine tersenyum kecil, merasa lega dengan jawaban itu. Ia tahu Noah bukan tipe pria yang mudah menurut, tetapi setidaknya kali ini, ia berhasil m
Mata Noah menajam. Ia tahu ada sesuatu di balik ucapan Jasmine. “Jasmine… apa yang Zora katakan padamu?”Jasmine tidak menjawab. Sebaliknya, ia menarik selimut dan membenamkan wajahnya di dalamnya. “Tidak ada.”Namun, Noah tidak akan membiarkan itu berlalu begitu saja. Ia menarik tubuh Jasmine ke dalam pelukannya, memaksanya menatap matanya. “Zora mengancammu?”Jasmine masih terdiam, tetapi Noah tahu bahwa jawabannya adalah ‘iya.’Pria itu mengepalkan tangan. Rasa marah mulai membakar dadanya. Jika Zora berani menyentuh Jasmine atau bayinya, ia tidak akan tinggal diam.Namun sebelum ia sempat mengatakan sesuatu, Jasmine lebih dulu berbisik, “Noah… jangan lakukan sesuatu yang bodoh…”Noah menatapnya dalam, lalu menghela napas. Ia tahu bahwa Jasmine takut.Deng
Jasmine terbaring dengan tubuh masih melekat pada Noah. Dadanya naik turun dengan napas yang masih tersengal, sementara Noah menatapnya dengan mata yang penuh gairah.Namun, di tengah keintiman itu, Jasmine mengingat sesuatu.“Noah, kita harus berhenti….” Katanya dengan suara lirih.Noah mengangkat alis, masih enggan melepaskan Jasmine dari pelukannya. “Kenapa?”“Kita harus ingat pesan dokter,” lanjutnya, tangannya yang mungil menyentuh wajah Noah, berusaha mengingatkannya. “Aku hamil lima bulan, Noah. Kita tidak bisa terlalu sering….”Noah menghela napas, lalu mengangguk. “Aku tahu… Aku juga ingin bayi kita sehat.”Namun, sejujurnya, Noah merasa tersiksa. Setiap kali berada di dekat Jasmine, tubuhnya selalu bereaksi. Ada sesuatu yang berbeda dengan wanita ini. Sesuatu yang tak pernah ia rasak