Share

Bab II

Author: Coleen Hopes
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Kamu tumben agak terlambat, Mi?”

Mia menoleh dan meringis mendapati rekan kerjanya telah berganti pakaian dengan seragam. Hari ini malam minggu, dan sayangnya, berbarengan dengan salah satu tanggal paling romantis dalam satu tahun, yakni 14 Februari. DI sepanjang jalan, banyak ornamen merah muda bertebaran, dengan gambar pasangan di setiap sudutnya. Cafe dan restoran yang dia lalui juga semuanya tampak penuh sesak dengan pengunjung.

Sejujurnya, Mia pun merasa sungkan karena waktu kedatangannya yang sedikit terlambat ini. Saat melintasi bagian depan cafe, dia bisa melihat bahwa antrian pengunjung untuk malam ini cukup panjang. Dia hampir bisa memastikan bahwa seluruh rekan di shift sebelumnya hanya mendapat waktu istirahat yang minim, sehingga wajar kalau mereka pun kelelahan.

“Segera ganti baju, jangan sampai shift sebelumnya mengomel karena menunggu persiapan kita yang terlalu lama,” ucap rekannya yang sudah selesai mengganti pakaian dan akan  keluar dari ruang ganti. “Hari ini kamu fokus saja melayani pengunjung. Aku dapat bagian menjaga pintu depan. Jangan lupa untuk selalu memperhatikan meja mana saja yang sudah selesai dibersihkan, karena itu bukan bagianmu.”

“Oke, Mbak. Aku ganti baju dulu, ya.” Mia melangkah cepat menuju lemari bertuliskan namanya dan mengeluarkan seragam untuk hari ini. Dia bisa melihat beberapa rekannya yang sudah selesai bertugas masuk dengan wajah bercucuran keringat.

“Jangan lupa pasang plaster di kakimu. Hari ini ramai sekali,” ucap perempuan berambut pirang dengan lemari tepat di sampingnya. “Kamu bawa kan?”

Mia tersenyum ragu mendengar ucapan rekannya. Dia lupa membawanya! Bagaimana ini? “Mbak masih punya cadangan?”

“Nggak, tadi diminta sama teman-teman yang kehabisan plaster. Kalau gitu semangat, semoga pengunjungnya tidak separah tadi.”

Mia terkekeh datar mendengar ucapan itu. Yang benar saja, di momen seperti ini, yang ada semakin malam akan semakin ramai!

***

"Mia, antarkan pesanan meja nomor lima!"

"Mia, tanyakan meja sepuluh, mereka mau sambalnya pedas, sedang, atau nggak pedas?"

"Customer baru di meja dua!"

Mia merasakan kakinya telah pegal. Mungkin juga lecet, mengingat perih yang muncul setiap kali menggerakan kaki. Namun dia juga tidak bisa mengeluh. Teman-temannya juga sama sibuknya, mengingat hari ini akhir pekan.

Mia baru mendapat giliran istirahat singkat setelah hampir lima jam bekerja tanpa henti. Cafe yang benar-benar penuh membuat mereka hanya memiliki jatah istirahat sepuluh menit yang Mia gunakan untuk menghabiskan air di botolnya. Tanpa sadar pikirannya melayang ke siang tadi, waktu dia mencoba menjual gelang peninggalan orang tuanya. Sejujurnya dia masih merasa sayang untuk kehilangan benda berharga itu. Tetapi mau bagaimana lagi, dia juga membutuhkan uang untuk melunasi hutang orang tuanya.

"Hei, kamu nggak pa-pa?" tanya seorang rekan Mia yang baru saja memasuki ruang istirahat. "Aku lihat kamu ngelamun. Lagi ada masalah?"

"Cuma masalah kecil, kok."

"Masalah kalau bisa sampai bikin kamu ngelamun gini berarti nggak kecil lho, Mi."

Mia terkekeh mendengar ucapan rekan kerjanya. Benar, dia memang jarang terlihat tidak fokus, sehingga sedikit saja bertingkah seperti ini akan menarik perhatian teman-temannya. "Aku lagi butuh uang, tapi nggak tahu harus cari ke mana."

"Hm? Memangnya uang buat apa? Ada keluargamu yang butuh operasi?"

Mia memandang temannya, ragu mau bercerita. Untungnya satu kelompok karyawan yang mendapat jatah istirahat setelah mereka telah masuk, membuat keduanya memutuskan kembali bekerja. Tidak, dia tidak bisa hanya mengandalkan orang lain untuk urusan ini. Dia harus bisa menyelesaikan masalahnya sendiri!

***

Mia memasang senyum simpul seraya meletakkan piring di atas meja. Pipinya sudah terasa kebas, saking seringnya memasang senyum formalitas hari ini. Setelah memastikan semua pesanan telah diberikan, Mia melangkah ke counter pelayan di dekat pintu masuk, berjaga jika ada pelanggan baru masuk.

"Meja nomor lima belas apa sudah dibersihkan?"

"Sudah, Mbak. Ada tiga meja yang kosong. Meja delapan tadi aku lihat masih OTW dibersihin, sih."

"Oke. Kamu siap-siap anterin mereka, ya."

Mia mengangguk sementara rekannya keluar dari cafe, meminta antrian selanjutnya untuk masuk. Mia tersenyum lebar melihat pasangan muda, sepertinya masih anak kuliahan, memasuki cafe dengan tangan berangkulan. Setelah memastikan mereka hanya datang berdua, dengan sigap Mia membawa keduanya ke salah satu sudut cafe, tempat meja dengan kapasitas dua orang.

Mia baru berjalan beberapa langkah ketika suara kasak-kusuk pengunjung menarik perhatiannya. Seorang pria dengan pakaian formal memasuki cafe seorang diri. Rambut hitamnya tertata rapi, membingkai wajah tampannya dengan sempurna. Mungkin pria itu artis, karena rasanya tidak mungkin ada orang yang menyia-nyiakan orang setampan itu lepas dari genggaman.

"Mbak, jadi kita duduk di mana?"

Mia tersentak mendengar teguran halus dari pengunjung yang seharusnya dia antarkan. Dengan cepat perempuan itu kembali berjalan, mengantarkan keduanya. "Sudah nyaman tempatnya? Saya Mia, yang akan melayani anda. Mau lihat menu dulu atau langsung pesan?"

"Sekalian aja, Mbak," balas si perempuan sebelum mengambil buku menu yang baru saja diletakkan Mia. "Lama banget antrinya, By. Aku sudah lapar."

"Untuk rekomendasi menu bulan ini, kita ada korean chicken wings, garlic bread, dan melon soda." ucap Mia, menyampaikan menu-menu rekomendasi sebagaimana aturan cafe, dengan sopan. Dengan cekatan dia mencatat setiap pesanan yang disebutkan pasangan di depannya.

Setelah mengulangi pesanan dan memastikan kedua pengunjung mendapat air mineral, Mia segera berbalik untuk memasukkan pesanan ke dalam komputer. Baru beberapa langkah berjalan, Mia merasakan pukulan keras diikuti rasa pusing mendera. Dia bahkan sempat mendengar pekikan beberapa perempuan sebelum semuanya menjadi gelap.

Related chapters

  • Menjadi Cucu Taipan   Bab III

    "Sakit.." Mia mengerang merasakan pusing di kepalanya. Entah sudah berapa lama dia tidur, yang jelas dia sekarang perlu bangun. Mia membuka matanya perlahan. Kenapa langit-langitnya bukan putih? Bukannya biasanya rumah sakit catnya serba putih, ya? Mia kembali memejamkan mata, namun ketika matanya kembali terbuka, dia masih melihat warna krem, bukan putih."Tidaaak!" Mia bangkit dengan nafas terengah. Dia melihat sekitar dan mendapati dirinya terbangun di ruangan serba asing. Di manakah dirinya kini berada?Mia memukul-mukul pelan keningnya, mencoba memaksa otaknya bekerja. Sayangnya, hingga keningnya memerah, dia masih tidak mengerti apa yang terjadi. Dia pun menyerah, memilih kembali merebahkan badan di atas kasur.Tunggu, aku kan nggak boleh nyerah gitu aja? Mia kembali mendudukkan tubuhnya, bersiap memikirkan apa yang terjadi. "Oke, mari kita pikirkan ini dari awal. Seingatku tadi kan lagi kerja, cafe pas lagi rame. Terus aku ngelayani pembeli cafe. Terus tiba-tiba ada yang mukul

  • Menjadi Cucu Taipan   Bab IV

    "Jadi aku akan mulai bertemu pembeliku sekarang? Kamu serius? Dia galak nggak? Ganteng nggak? Aku bakal jadi istri keberapa? Kelima? Sepuluh?"Sean melangkah dengan pandangan lurus, mengabaikan setiap pertanyaan Mia. Dia sudah lelah menjelaskan bahwa perempuan ini tidak dijual, melainkan diadopsi. Entah terbuat dari apa otak perempuan ini, hingga bisa begitu keras kepala mengira dirinya telah diculik. "Hei, berhentilah dulu," minta Mia yang tentu saja diabaikan oleh Sean. "Aku bilang berhenti!" Sean masih terus berjalan dengan tenang hingga… "Aku perintahkan kau berhenti!"Ckiiit!Sial!Salahkan reaksi tubuhnya yang secara otomatis akan mengikuti setiap perintah yang dikeluarkan nonanya. Dengan senyum terpaksa Sean menoleh ke Mia. "Ada yang bisa saya bantu, Nona?""Jawab pertanyaanku dulu! Jadi siapa pembeliku?""Nona Mia, Nona diadopsi menjadi cucu, bukan dibeli.""Aku nggak percaya!""Nona, seorang butler tidak boleh berbohong.""Halah! Mau namamu Sean, mau namamu Buder, bohong ya

  • Menjadi Cucu Taipan   Bab V

    “Nona Mia!”“Nona, tolong segera keluar!”“Nona Mia, sekarang waktunya belajar!”Sean mengurut dahinya yang pening. Bukan hanya dia, sekarang para maid pun diperintahkan untuk membantu menemukan keberadaan Mia. Masalahnya, bukan hanya perempuan itu masih belum makan, semua pekerja di mansion ini—termasuk dirinya—dilarang makan sebelum seluruh anggota keluarga makan. Dan itu berarti bencana, sehingga mereka semua harus menemukan Mia secepat mungkin.Sean memutuskan melangkah ke kamar Mia yang terletak di lantai dua, mencoba mencari peruntungannya sendiri. Pria itu menghela nafas ketika menyadari nonanya juga tidak ditemukan di tempat itu. “Padahal aku kira Nona Mia nggak mungkin berani kabur jauh-jauh sendirian.”Merasa putus asa, Sean melangkah ke jendela, memandang dengan tatapan menerawang. Kalau nonanya tidak bisa ditemukan di manapun, apa yang harus dia lakukan? Tidak mungkin kan dia terus-terusan bermain kucing-kucingan? Bagaimana dengan nasib pekerja lainnya yang harus menahan l

  • Menjadi Cucu Taipan   Bab VI

    Sean menutup pintu kamar Mia perlahan. Badannya terasa pegal, tetapi masih banyak yang harus dia lakukan sebelum beristirahat. Memastikan menu sarapan besok pagi, mengecek kembali jadwal Mia esok hari, bahkan memastikan pilihan pakaian untuk besok pun menjadi tanggung jawabnya. Setidaknya mansion ini sudah sepi, sehingga dia bisa melakukan segalanya dengan lebih santai. Sean bersenandung kecil seraya mengecek catatan kecil yang selalu dibawa kemana-mana. Ah, jadwal Nona Mia besok tampaknya cukup sibuk. Semoga saja Sean masih sempat istirahat di tengah kesibukannya besok. Tangan Sean memukul-mukul punggungnya, meredakan kaku di bahu. "Apa cucuku sudah tidur, Sean?" Sean menghentikan langkahnya dan berdiri tegak sebelum membungkuk hormat kepada Adam. "Sudah, Tuan. Nona Mia sepertinya kelelahan setelah berlari-lari di taman tadi sore." "Ah, kamu benar!" seru Adam dengan mata berbinar. "Aku tidak menyangka cucu sahabatku begitu lincah. Kamu pasti kesusahan mengejar cucu baruku." "Ti

  • Menjadi Cucu Taipan   Bab I

    Dug! Dug! Dug!"Keluar! Bayar hutangmu!"Mia yang baru selesai mandi berlari tergopoh ke kamar kosnya. Di depan kamar telah berkumpul lima preman berbadan besar dengan anting di telinga dan tato di sepanjang tangan. Seperti biasanya, setiap tanggal 15 akan ada preman yang berkumpul di depan kamar kosnya untuk menagih hutang. Mia cukup bersyukur ibu kos belum mengusirnya hingga saat ini."Tolong hentikan, teman-temanku pasti sedang istirahat!" Mia berlutut, mencoba menghentikan kegaduhan yang kelima preman itu lakukan."Bah! Aku juga mau istirahat. Kau itu yang membuat istirahatku batal!" balas seorang preman berlogat Batak. Badan yang jauh lebih besar dari lainnya serta rambut panjang tak terurus membuat preman itu tampak lebih mengerikan dari seharusnya."Kamu tahu ini tanggal berapa? Waktunya kamu membayar hutang!"Mia memejamkan mata, menahan air mata yang selalu siap mengalir di saat seperti ini. Dia hanya bisa makan sehari sekali demi membayar hutang orang tuanya. Ayahnya yang ke

Latest chapter

  • Menjadi Cucu Taipan   Bab VI

    Sean menutup pintu kamar Mia perlahan. Badannya terasa pegal, tetapi masih banyak yang harus dia lakukan sebelum beristirahat. Memastikan menu sarapan besok pagi, mengecek kembali jadwal Mia esok hari, bahkan memastikan pilihan pakaian untuk besok pun menjadi tanggung jawabnya. Setidaknya mansion ini sudah sepi, sehingga dia bisa melakukan segalanya dengan lebih santai. Sean bersenandung kecil seraya mengecek catatan kecil yang selalu dibawa kemana-mana. Ah, jadwal Nona Mia besok tampaknya cukup sibuk. Semoga saja Sean masih sempat istirahat di tengah kesibukannya besok. Tangan Sean memukul-mukul punggungnya, meredakan kaku di bahu. "Apa cucuku sudah tidur, Sean?" Sean menghentikan langkahnya dan berdiri tegak sebelum membungkuk hormat kepada Adam. "Sudah, Tuan. Nona Mia sepertinya kelelahan setelah berlari-lari di taman tadi sore." "Ah, kamu benar!" seru Adam dengan mata berbinar. "Aku tidak menyangka cucu sahabatku begitu lincah. Kamu pasti kesusahan mengejar cucu baruku." "Ti

  • Menjadi Cucu Taipan   Bab V

    “Nona Mia!”“Nona, tolong segera keluar!”“Nona Mia, sekarang waktunya belajar!”Sean mengurut dahinya yang pening. Bukan hanya dia, sekarang para maid pun diperintahkan untuk membantu menemukan keberadaan Mia. Masalahnya, bukan hanya perempuan itu masih belum makan, semua pekerja di mansion ini—termasuk dirinya—dilarang makan sebelum seluruh anggota keluarga makan. Dan itu berarti bencana, sehingga mereka semua harus menemukan Mia secepat mungkin.Sean memutuskan melangkah ke kamar Mia yang terletak di lantai dua, mencoba mencari peruntungannya sendiri. Pria itu menghela nafas ketika menyadari nonanya juga tidak ditemukan di tempat itu. “Padahal aku kira Nona Mia nggak mungkin berani kabur jauh-jauh sendirian.”Merasa putus asa, Sean melangkah ke jendela, memandang dengan tatapan menerawang. Kalau nonanya tidak bisa ditemukan di manapun, apa yang harus dia lakukan? Tidak mungkin kan dia terus-terusan bermain kucing-kucingan? Bagaimana dengan nasib pekerja lainnya yang harus menahan l

  • Menjadi Cucu Taipan   Bab IV

    "Jadi aku akan mulai bertemu pembeliku sekarang? Kamu serius? Dia galak nggak? Ganteng nggak? Aku bakal jadi istri keberapa? Kelima? Sepuluh?"Sean melangkah dengan pandangan lurus, mengabaikan setiap pertanyaan Mia. Dia sudah lelah menjelaskan bahwa perempuan ini tidak dijual, melainkan diadopsi. Entah terbuat dari apa otak perempuan ini, hingga bisa begitu keras kepala mengira dirinya telah diculik. "Hei, berhentilah dulu," minta Mia yang tentu saja diabaikan oleh Sean. "Aku bilang berhenti!" Sean masih terus berjalan dengan tenang hingga… "Aku perintahkan kau berhenti!"Ckiiit!Sial!Salahkan reaksi tubuhnya yang secara otomatis akan mengikuti setiap perintah yang dikeluarkan nonanya. Dengan senyum terpaksa Sean menoleh ke Mia. "Ada yang bisa saya bantu, Nona?""Jawab pertanyaanku dulu! Jadi siapa pembeliku?""Nona Mia, Nona diadopsi menjadi cucu, bukan dibeli.""Aku nggak percaya!""Nona, seorang butler tidak boleh berbohong.""Halah! Mau namamu Sean, mau namamu Buder, bohong ya

  • Menjadi Cucu Taipan   Bab III

    "Sakit.." Mia mengerang merasakan pusing di kepalanya. Entah sudah berapa lama dia tidur, yang jelas dia sekarang perlu bangun. Mia membuka matanya perlahan. Kenapa langit-langitnya bukan putih? Bukannya biasanya rumah sakit catnya serba putih, ya? Mia kembali memejamkan mata, namun ketika matanya kembali terbuka, dia masih melihat warna krem, bukan putih."Tidaaak!" Mia bangkit dengan nafas terengah. Dia melihat sekitar dan mendapati dirinya terbangun di ruangan serba asing. Di manakah dirinya kini berada?Mia memukul-mukul pelan keningnya, mencoba memaksa otaknya bekerja. Sayangnya, hingga keningnya memerah, dia masih tidak mengerti apa yang terjadi. Dia pun menyerah, memilih kembali merebahkan badan di atas kasur.Tunggu, aku kan nggak boleh nyerah gitu aja? Mia kembali mendudukkan tubuhnya, bersiap memikirkan apa yang terjadi. "Oke, mari kita pikirkan ini dari awal. Seingatku tadi kan lagi kerja, cafe pas lagi rame. Terus aku ngelayani pembeli cafe. Terus tiba-tiba ada yang mukul

  • Menjadi Cucu Taipan   Bab II

    “Kamu tumben agak terlambat, Mi?”Mia menoleh dan meringis mendapati rekan kerjanya telah berganti pakaian dengan seragam. Hari ini malam minggu, dan sayangnya, berbarengan dengan salah satu tanggal paling romantis dalam satu tahun, yakni 14 Februari. DI sepanjang jalan, banyak ornamen merah muda bertebaran, dengan gambar pasangan di setiap sudutnya. Cafe dan restoran yang dia lalui juga semuanya tampak penuh sesak dengan pengunjung.Sejujurnya, Mia pun merasa sungkan karena waktu kedatangannya yang sedikit terlambat ini. Saat melintasi bagian depan cafe, dia bisa melihat bahwa antrian pengunjung untuk malam ini cukup panjang. Dia hampir bisa memastikan bahwa seluruh rekan di shift sebelumnya hanya mendapat waktu istirahat yang minim, sehingga wajar kalau mereka pun kelelahan.“Segera ganti baju, jangan sampai shift sebelumnya mengomel karena menunggu persiapan kita yang terlalu lama,” ucap rekannya yang sudah selesai mengganti pakaian dan akan keluar dari ruang ganti. “Hari ini kamu

  • Menjadi Cucu Taipan   Bab I

    Dug! Dug! Dug!"Keluar! Bayar hutangmu!"Mia yang baru selesai mandi berlari tergopoh ke kamar kosnya. Di depan kamar telah berkumpul lima preman berbadan besar dengan anting di telinga dan tato di sepanjang tangan. Seperti biasanya, setiap tanggal 15 akan ada preman yang berkumpul di depan kamar kosnya untuk menagih hutang. Mia cukup bersyukur ibu kos belum mengusirnya hingga saat ini."Tolong hentikan, teman-temanku pasti sedang istirahat!" Mia berlutut, mencoba menghentikan kegaduhan yang kelima preman itu lakukan."Bah! Aku juga mau istirahat. Kau itu yang membuat istirahatku batal!" balas seorang preman berlogat Batak. Badan yang jauh lebih besar dari lainnya serta rambut panjang tak terurus membuat preman itu tampak lebih mengerikan dari seharusnya."Kamu tahu ini tanggal berapa? Waktunya kamu membayar hutang!"Mia memejamkan mata, menahan air mata yang selalu siap mengalir di saat seperti ini. Dia hanya bisa makan sehari sekali demi membayar hutang orang tuanya. Ayahnya yang ke

DMCA.com Protection Status