Respati dan Hanifa memilih untuk membuka pintu bersama. Mereka dikejutkan dengan kedatangan Nenek Laksmi yang langsung melempar banyak foto polaroid ke arah Hanifa hingga foto tersebut berhamburan di sana."Nek, apa-apaan ini? Kenapa Nenek ke sini?" hardik Respati yang langsung menggeser tubuh Hanifa ke belakang tubuhnya. Napas Hanifa sudah menderu dengan begitu hebatnya lantaran wanita itu sangat terkejut ketika diberi gebrakan dari sang Nenek. "Pati. Istrimu itu selingkuh! Lihat, tadi pagi ada kiriman paket yang berisi foto perselingkuhan istrimu itu!" Napas Laksmi kembang kempis seraya menatap tajam ke arah RespatiSang empu mengerutkan kening dan gegas memungut satu foto yang berserakan di lantai. Respati terkejut bukan main ketika melihat foto istrinya yang berpelukan dengan Abimana. "Sudah lihat sendiri, kan? Istrimu pilih pergi dari rumah terus ngontrak di sini, supaya dia bisa lebih leluasa bertemu dengan selingkuhannya!"Hanifa menggeleng dengan tegas dan menatap sendu san
Respati mendelik horor ketika mendengar penuturan dari sang istri. Dia menggeleng pelan. Sampai kapanpun dia tak akan sudi jika istrinya melakukan hal tersebut. "Kamu bukan hanya sekedar pemuas nafsu, Sayang. Kamu itu istriku!" tegas Respati yang kini langsung menarik tubuh wanitanya untuk di dekap."Terus, kamu gimana, Mas? Aku minta maaf, belum bisa melayani kamu," lirih Hanifa merasa bersalah.Respati langsung terkekeh seraya menyentuh salah satu melon kembar milik wanitanya. Hanifa pun juga langsung tersenyum seraya menyodorkan untuk sang suami. Alhasil, kedua anak manusia itu justru melakukan hal yang nikmat, setelah beberapa menit yang lalu terjadi sedikit salah paham.Di lain tempat, Nenek Laksmi sudah tiba di kediaman keluarga Respati. Bertepatan dengan kedatangan seseorang yang baru keluar dari taksi. Nenek Laksmi menyerngit keheranan ketika melihat tampilan wanita paruh baya di depannya yang menurutnya sangat norak. Ia pun mulai mendekat demi mengurangi rasa penasaran."K
Hanifa dan Respati memutuskan untuk kembali ke kediaman Handoko. Mereka berencana untuk meluruskan kesalahpahaman yang ada. Sesampainya di sana, untung saja Nenek Laksmi sedang keluar. Hanifa pun bisa menjelaskan semuanya kepada kedua mertuanya tapa di kurangi ataupun di tambahkan. "Kami percaya sama kamu, Nak. Hanya saja Nenek yang susah di kasih tau!" keluh Anisa yang sebenarnya merasa kasihan pada sang menantu yang harus tinggal sementara di rumah kontrakan. "Nggak papa, Ma. Aku oke, kok, kalau harus tinggal di kontrakan. Toh juga sebelum menikah sudah tinggal di sana selama setengah tahun!" balas Hanifa menenangkan hati sang mertua. Toh juga ini semua seperti kebetulan. Dulunya dia mengontrak secara cuma-cuma di salah satu unit kontrakan milik Respati, sekarang dia justru menjadi istri dari lelaki itu. "Ini juga gara-gara Respati!" sahut Handoko yang seketika membuat anaknya menyerngit keheranan."Maksud Papa, kedatangan Nenek gara-gara Pati?" tanya lelaki itu sedikit tak ter
Hanifa belum menjawab dan justru sibuk mengusap rambutnya dengan gaya anggun. Berharap jika Latif dan Ibunya bisa melihat cincin yang tersemat di jari manisnya. Sayangnya, fokus Latif bukan pada cincin itu melainkan pada kecantikan Hanifa yang menurutnya sangat paripurna. "Kamu masih jomblo, kan? Latif tidak masalah kalau statusmu janda!" ujar Ibu Latif seraya mengusap lengan Hanifa yang super halus lantaran sering perawatan. "Maaf, apa Tante dan Latif tidak bisa melihat cincin di jari manis saya? Saya kira, Latif sudah tau kalau saya sudah menikah dengan lelaki lain! Padahal belum, ya?" Hanifa mengatakan hal itu sedikit ragu. Alhasil, Latif dan Ibunya tentu saja terkejut bukan main. Mereka gagal mendapatkan Hanifa lantaran ternyata wanita itu sudah menikah."Kok tidak undang Tante, sih? Kenapa harus nikah sama orang lain? Padahal Latif pun juga mau sama kamu!" Nada wanita paruh baya itu terdengar sangat sebal Sayangnya, Hanifa hanya mengedikkan bahu dengan acuh. Dia sama sekal
"Biasalah, Mbak. Jaman sekarang banyak sekali pelakor. Kebetulan di pernikahan saya yang pertama, dia juga yang sudah merebut mantan suami saya dulu. Sekarang, giliran mantan saya kere, pelakor ini justru merembet mendekati Om mantan saya! Ya sudahlah, saya tidak mau terlalu jauh mengumbar aib orang."Hanifa langsung pergi meninggalkan Widya yang sudah meraung kesetanan lantaran merasa kesal sekaligus malu. Usai belanja, Hanifa berjalan dengan langkah gemulai keluar dari area pusat perbelanjaan. Wanita itu dihadang oleh Bowo dengan wajah mengerikan seolah lelaki tua yang memiliki perut buncit itu sedang marah besar."Kamu bohong sama Om, Sayang?" ujar Bowo seraya menatap tajam ke arah Hanifa berada."Saya melakukan itu supaya Anda sadar. Anda ini masih punya istri, loh. Harusnya jangan selingkuh!" tegas Hanifa. Setelah mengatakan hal tersebut, ia ingin segera pergi dari sana, tapi tangannya justru langsung dicekal oleh Bowo. Hanifa mendelik horor dan langsung menepis tangan lelaki
"Sayang. Masih marah sama Mas? Padahal semalam kita sudah—""Nggak usah di bahas buat yang semalam. Anggap saja aku khilaf. Kita masih musuhan sekarang ini!" potong Hanifa seraya mendelik sebal. Respati terkekeh pelan ketika mendengar penuturan istrinya yang menurutnya sangat menggelikan itu. Dengan perlahan, ia pun mendekat, sementara Hanifa langsung beringsut mundur dan merasa was-was. Jangan sampai dia kembali terbuai oleh lelaki ini sekalipun semalam dia bilangnya khilaf, tapi sejujurnya Hanifa justru paling mendamba sentuhan itu. Sialan memang. "Nggak usah dekat-dekat, ish. Aku sudah mandi. Sana jauhan!" Hanifa mendelik horor ke arah suaminya.Namun, Respati tetap berjalan santai menuju ke arah wanitanya. Seharusnya mereka mandi bersama dan menghabiskan waktu lebih lama lagi untuk memadu kasih di kamar mandi. "Kenapa tidak tunggu Mas bangun, hm? Kita bisa mandi bersama!"Hanifa memutar bola mata dengan malas. Wanita itu memilih untuk berjalan tergesa hendak keluar dari area da
"Hanifa itu pelakor. Bisa-bisanya dua hari yang lalu bertemu dengan suami saya di mall!" sinis Renjana yang seketika membuat Hanifa menyerngit keheranan.Dia memang bertemu dengan Bowo, bahkan sedikit adu mulut. Hanya saja, kata-kata pelakor apa tidak terlalu berlebihan? Sementara Hanifa saja sama sekali tak pernah punya hubungan dengan Bowo. "Maksud Bu Renjana apa? Menantu saya ada main dengan suaminya Ibu?" Tanya Anisa yang langsung di angguki oleh Renjana.Anisa bahkan sampai tertawa kencang. Dia pun tentu saja langsung pasang badan ketika ada yang mengusik menantu kesayangannya. "Bu Renja yakin? Sementara saya tau suami Ibu seperti apa. Maksudnya, menantu saya sudah punya Respati, loh, Bu. Masih sangat tampan dan banyak duitnya. Saya tau kalau suami Ibu itu bos di kantoran, tapi anak saya juga duitnya banyak, bapak kontrakan ini sama pemilik tempat fitness yang ramai sekali. Yakin Bu?" kekeh Anisa yang masih tak menyangka ada yang memfitnah sang menantu. "Kamu dapat informasi d
"Kamu tidak malu, Jeng Santi? Dulu bilangnya mau cepat menikah, sampai sekarang pun mereka tidak menikah juga. Eh, ujung-ujungnya justru calonnya Abi malah selingkuh sama Omnya Abi. Astaga, ini aib!"Santi sudah menangis karena tak tahan dengan cemoohan dari para tetangga. Dirinya juga masih tak menyangka jika Widya bisa melakukan hal yang sangat menjijikkan itu.Padahal sejak dulu dia selalu membanggakan Widya dan selalu menistakan Hanifa yang jelas-jelas baik hati. Tidak seperti Widya yang justru selalu membuat masalah. Bodohnya, dia terus mendorong Abimana untuk selalu bertahan di samping wanita pilihannya. "Itu Abimana kayaknya dapat karma. Sudah bagus dulu nikah sama Hanifa, eh, malah pilih modelan kayak Widya yang jelas-jelas cuma nyusahin!""Sekarang bahkan Hanifa sudah cantik sekali. Apa tidak menyesal itu si Abi?""Betul. Pantas saja akhir-akhir ini Widya gaya sekali dan suka pakai pakaian yang mahal. Eh, ternyata jadi simpanan orang!""Bu. Mending langsung labrak saja si W
"Lepas!" datar Hanifa seraya menyentak kasar tangan Respati.Hal ini sukses membuat Anisa terkejut bukan main. Dia menatap intens ke arah pasangan itu. Sepertinya, sedang ada perselisihan di antara mereka. "Dek. Mas minta maaf—""Buat apa minta maaf? Mas nggak salah, kok. Harusnya aku sadar diri nggak usah pergi ke sana. Supaya aku nggak direndahin sama orang dan juga supaya nggak dibentak-bentak sama suami sendiri!" lirih Hanifa memotong ucapan Respati.Sebenarnya, wanita itu sama sekali tidak mau membahas hal ini didepan mertuanya. Salahkan saja Respati yang justru memancing mereka untuk membahas hal iniAnisa pun semakin mengerutkan kening. Apalagi ketika mendengar penuturan dari sang menantu yang terdengar sangat menyayat hati."Kalian kenapa? Pati. Hanifa kamu apakan, hah?" tegas Anisa yang suaranya sangat tidak bersahabat. Hanifa terisak hebat yang seketika membuat Anisa semakin naik pitam. Respati pun bingung hendak berbuat apa. Mau kembali memeluk sang istri, tapi sang empu
"Loh, ngapain kamu ke situ? Itu loh punya calon istrinya Mas Pati. Dengan kata lain, suatu saat nanti itu punya saya, Delina Nugraha!" tegas wanita itu yang ternyata namanya Delina Nugraha. Pergerakan tangan Hanifa yang ingin membuka pintu kontrakan pun sontak saja terhenti. Ia menatap malas ke arah penghuni baru yang sialnya berada tepat di samping rumah kontrakan yang memang dikhususkan untuknya. Hanifa kembali tak menggubris dan hendak membuka pintu lagi. Sayangnya, Delina justru menarik kasar tubuh sang empu yang beruntungnya masih bisa menjaga keseimbangan. "Kamu itu apa-apaan, sih? Sudah dibilang jangan ke situ! Budeg apa gimana? Pergi sana!" usir Delina. Tidak tau saja jika wanita yang sedang di usir ini adalah ibu kontrakan dua puluh pintu yang salah satunya sedang dia tempati. "Mbak yang apa-apaan? Ini tempat saya, jadi saya bebas mau keluar masuk. Toh, saya juga punya kunci!" Hanifa yang kepalang dongkol tentu saja langsung mengangkat kunci kontrakan yang ia punya. Hal
Setelah hampir satu bulan masa pemulihan, Abimana pun sudah kembali berjalan dengan normal. Bahkan, wajahnya yang dulu sempat di perban, sekarang sudah tidak lagi. Perut Widya juga sudah mulai menonjol dan hal itu membuat Abimana semakin muak. Lelaki itu bahkan merencanakan sesuatu supaya bayi yang ada di dalam kandungan Widya bisa luruh begitu saja. "Mas Abi. Aku pengen makan pizza tapi Tante Santi yang buat!" rengek Widya, ketika mereka semua sedang berada di meja makan. Santi langsung menatap bengis ke arah wanita hamil itu. Semakin hari, ada saja permintaan nyeleneh dari Widya. Bahkan, dia seperti tak berpikir jika sekarang ini Abimana sedang menganggur. Pendapatan keluarga kecil itu hanya dari usaha konveksi yang dijalani oleh Banu dan Santi. Sayangnya, beberapa minggu ini penghasilan menurun karena banyak sekali para tetangga yang enggan ke sana. "Makan saja yang ada. Jangan banyak tingkah kamu!" sentak Santi kesal bukan kepalang. Sudah malas dan tidak pernah mau membantu
"Sayang—""Mas, kamu tau sendiri, kan, perempuan hamil itu sensitif sekali. Jangankan perempuan hamil, yang tidak hamil saja sangat sensitif kalau lihat beginian. Kamu habis ngapain, sih?" Nada bicara Hanifa mulai bergetar.Wanita itu sepertinya takut jika masa lalu yang buruk akan terulang lagi di saat dirinya baru saja pulih dan merasa bahagia. Respati lekas mendekat dan mulai mendekap erat tubuh Hanifa. Pecah sudah tangisan sang istri. Tangisan yang sangat menyayat hati. "Kamu tau sendiri kalau aku ini anak broken home. Masih kecil ditinggal pisah sama orang tua. Ayah nikah lagi, sementara Ibu pergi ke luar negeri dan sampai sekarang nggak balik lagi. Bahkan, aku juga pernah gagal berumah tangga. Aku nggak bisa dibeginikan, hiks ...."Hanifa mengeluarkan segala keluh kesalnya. Biarkan saja suaminya mengatai dirinya cengeng atau semacamnya. Yang jelas, wanita itu sedikit terguncang. Jemari Respati terulur untuk mengusap air mata Hanifa. Bahkan, sampai sekarang lelaki itu belum m
Santi menatap sinis ke arah Widya yang sejak pagi tadi sudah leha-leha menonton televisi. Padahal, pekerjaan di dapur masih banyak. Masakan belum rampung semua. Peralatan makan tadi malam pun juga belum di cuci.Seenak jidat wanita hamil itu malas-malasan. Jika dulu Santi selalu membela Widya. Kini, tidak lagi. "Wid. Masak sana, Tante mau bersihin depan rumah!" tegas Santi membuat Widya melotot seraya merengut."Tan, aku tuh lagi hamil. Masa iya Tante suruh masak? Bukannya apa, kalau wanita hamil itu cocoknya di manja!" tegas Widya kesal bukan main. "Masalahnya kamu bukan mantu Tante, ya. Kamu cuma numpang di sini. Sudah tidak kerja di perusahaan. Imbasnya pun juga ke Abi, kemarin dia di pecat sama Renjana, karena menganggap Abi tidak becus jagain kamu yang menjadi wanita gatal begitu," sinis Santi yang ucapannya terlalu pedas. Widya menghela napas. Demi apapun, dia itu jarang bekerja di dapur. Bahkan, untuk bersih-bersih rumah pun dia malas sekali. Maunya leha-leha, tapi uang data
Sejak semalam hingga pagi ini, Respati terus menerus muntah-muntah. Semua anggota keluarganya bahkan sampai panik sendiri. Lelaki itu tak bisa berjauhan dari sang istri. "Kamu kenapa, sih, Mas? Terlalu capek atau gimana? Perasaan kemarin siang masih baik-baik saja dan masih bisa bercanda sama aku." Hanifa tentu saja merasa sangat khawatir dengan keadaan sang suami. "Mau ke rumah sakit saja atau bagaimana?" tawar Anisa yang sama khawatirnya seperti yang di rasakan oleh sang menantu. "Di sini saja sama Nifa. Hirup aromanya Nifa mualnya jadi hilang!" lirih Respati.Jika biasanya lelaki itu sangat berwibawa dan penuh kharisma, berbeda dengan sekarang. Ia tampak terlihat sangat sayu dan pucat. "Lemah sekali, sih, kamu, Pati? Ini tuh namanya morning sickness. Biasanya wanita hamil yang mengalami, tapi ternyata kamu yang gantiin Nifa!" omel sang Nenek yang merasa sebal dengan cucu lelakinya.Respati sama sekali tak membalas ucapan sang Nenek. Lelaki itu sekarang ini sedang sibuk menghiru
Tengah malam, Respati terbangun dan terus menerus menghela napas. Dia tidak bisa tidur tanpa memeluk istrinya. Ini semua gara-gara peraturan nyeleneh dari sang Nenek. Jika bisa, dia ingin memulangkan wanita tua itu ke luar negeri lagi. "Punya istri, tapi kok tidur sendiri? Tidak bisa dibiarkan ini!" Respati akhirnya bangkit dari kamar. Ia lekas berjalan dengan tergesa menuju lantai bawah, lantaran kamar Nenek Laksmi ada di lantai satu. Wanita tua itu tentu saja sudah tak bisa naik turun tangga lantaran tubuhnya sudah ringkih di makan oleh usia. "Pati, mau ke mana?" Respati terkejut bukan main ketika tak sengaja berpapasan dengan sang Mama yang baru keluar dari kamar."Mau nyusulin istri, Ma. Pati tidak bisa tidur kalau tidak peluk Nifa," ujar Respati tanpa ada yang ditutupi.Anisa tertawa geli ketika mendapati anak sulungnya yang sangat bucin seperti ini. "Ya sudah, hati-hati. Kalau perlu, gendong saja Nifa bawa kembali ke kamar kalian. Jangan sampai Nenek kamu bangun, bisa heboh
Widya baru membuka mata setelah beberapa saat pingsan karena kebodohannya sendiri. Wanita itu mendapati keberadaan Abimana yang sebagian wajahnya masih di perban. Bahkan, salah seorang bidan juga ada di sana. "Harusnya Bapak jaga dengan baik kandungan istrinya!" omel bidan tersebut seraya menatap datar ke arah Abimana. Abimana datang, karena tadi sempat ditelepon oleh orang yang menolong Widya ketika pingsan dan pendarahan di taman. Sebenarnya, kontak pertama di ponsel Widya itu Bowo, tapi sialnya lelaki itu sama sekali tak mau mengangkat. Alhasil, mereka memilih kontak Abimana yang berada di daftar favorite kedua di ponsel Widya. "Ibunya juga ada masalah apa? Kalian bertengkar? Mbok ya bisa berpikir dengan baik loh. Sebentar lagi kalian punya anak, tapi kenapa Ibunya justru mengkonsumsi nanas dan obat keras?""Anak saya sudah mati, Bu?" tanya Widya mengabaikan pertanyaan bidan barusan. Bahkan, raut wajah Widya tidak ada sedih-sedihnya dan justru terlihat sangat penasaran. "Syukur
Hanifa mengerjapkan mata setelah beberapa waktu lalu sempat pingsan. Wanita itu menatap sekitar dan mendapati keberadaan suami dan kedua mertuanya. Hanya minus Nenek Laksmi saja dan entah di mana keberadaan orang tua itu. "Sayang. Apa yang sakit? Bilang sama Mas!" Respati gegas mendekat dan langsung mengusap dengan sayang wajah sang istri. Tangan kiri Hanifa yang terbebas dari selang infus pun lekas membimbing tangan suaminya untuk di letakkan di atas dada. "Dadaku yang sakit, Mas. Aku nggak nyangka kamu hamili wanita la—"Cup!Bibir ranum itu dipangut oleh Respati. Persetan jika di dalam ruangan ini masih ada kedua orang tua mereka. Lelaki itu tak peduli.Handoko rasanya ingin sekali memberikan bogeman mentan pada Respati. Dia masih kesal bukan main lantaran tadinya sedang sibuk, tapi dia buru-buru dihubungi oleh istrinya untuk segera datang ke rumah sakit lantaran Hanifa jatuh pingsan. Pria paruh baya itu tentu saja langsung meninggalkan pekerjaan. Baginya, keluarga adalah nomor