Hanifa telah sampai di kontrakan yang pernah dia tempati waktu itu. Untung saja, Respati sengaja mengosongkan kontrakan tersebut lantaran tak rela jika bekas istrinya harus ditempati oleh orang lain. Jangan heran, Respati memang sangat bucin dengan Hanifa. "Nanti malam Mas datang ke sini. Maaf, harus LDR seperti ini." Respati mengusap lembut wajah sang istri. Tingkah keduanya tentu saja membuat para ibu-ibu yang tinggal di kontrakan tersebut heboh bukan main. Mereka bahkan sudah berasumsi yang tidak-tidak."Nggak usah berlebihan, Mas! Cuma beda tempat saja, bukan beda pulau," kekeh Hanifa seraya mengacak gemas rambut sang suami. "Maaf, ya. Maafkan tingkah laku Nenek. Kedepannya Mas pastikan jika Nenek bakal kesemsem sama kamu. Itu janji, Mas!"Cup!Astaga, wajah Hanifa langsung memerah. Apalagi ketika mendengar godaan dari para tetangga. Lain halnya dengan Respati yang justru melempar senyum ke arah mereka."Aku nggak masalah, kok, Mas. Maaf juga kalau aku justru kekanakan begini.
Hanifa menatap datar ke arah brankar rumah sakit yang di tempati oleh mantan suaminya. Abimana sudah tenang dan bahkan tadi sudah dia suapi setelah bangun dari pingsannya. Sekarang, lelaki itu sudah terlelap kembali.Widya yang baru saja datang dari kantor pun mendelik tak suka ketika melihat keberadaan Hanifa."Ngapain kamu ke sini? Jadi janda kok gatal sekali, nungguin calon suami orang lagi!" sinis Widya seraya meletakkan tas mahal yang kemarin dibelikan oleh Bowo."Bilang sama calon suamimu dan calon mertuamu, supaya tidak menghubungiku lagi, Mbak. Tadinya saya mau rebahan di kamar sambil nunggu duit suami, tapi calon mertuamu justru memberiku pesan jika calon suamimu itu membuat keributan dan saya harus ke sini," sentak Hanifa.Widya langsung kicep di tempat. Wanita dengan pakaian super minim itu mendengus tak suka. Dia bahkan memang sering diberi peringatan pada Abimana dan Santi untuk bersikap baik pada Hanifa. Sayangnya, sampai sekarang pun tak bisa.Melihat wajah Hanifa saja
Respati dan Hanifa memilih untuk membuka pintu bersama. Mereka dikejutkan dengan kedatangan Nenek Laksmi yang langsung melempar banyak foto polaroid ke arah Hanifa hingga foto tersebut berhamburan di sana."Nek, apa-apaan ini? Kenapa Nenek ke sini?" hardik Respati yang langsung menggeser tubuh Hanifa ke belakang tubuhnya. Napas Hanifa sudah menderu dengan begitu hebatnya lantaran wanita itu sangat terkejut ketika diberi gebrakan dari sang Nenek. "Pati. Istrimu itu selingkuh! Lihat, tadi pagi ada kiriman paket yang berisi foto perselingkuhan istrimu itu!" Napas Laksmi kembang kempis seraya menatap tajam ke arah RespatiSang empu mengerutkan kening dan gegas memungut satu foto yang berserakan di lantai. Respati terkejut bukan main ketika melihat foto istrinya yang berpelukan dengan Abimana. "Sudah lihat sendiri, kan? Istrimu pilih pergi dari rumah terus ngontrak di sini, supaya dia bisa lebih leluasa bertemu dengan selingkuhannya!"Hanifa menggeleng dengan tegas dan menatap sendu san
Respati mendelik horor ketika mendengar penuturan dari sang istri. Dia menggeleng pelan. Sampai kapanpun dia tak akan sudi jika istrinya melakukan hal tersebut. "Kamu bukan hanya sekedar pemuas nafsu, Sayang. Kamu itu istriku!" tegas Respati yang kini langsung menarik tubuh wanitanya untuk di dekap."Terus, kamu gimana, Mas? Aku minta maaf, belum bisa melayani kamu," lirih Hanifa merasa bersalah.Respati langsung terkekeh seraya menyentuh salah satu melon kembar milik wanitanya. Hanifa pun juga langsung tersenyum seraya menyodorkan untuk sang suami. Alhasil, kedua anak manusia itu justru melakukan hal yang nikmat, setelah beberapa menit yang lalu terjadi sedikit salah paham.Di lain tempat, Nenek Laksmi sudah tiba di kediaman keluarga Respati. Bertepatan dengan kedatangan seseorang yang baru keluar dari taksi. Nenek Laksmi menyerngit keheranan ketika melihat tampilan wanita paruh baya di depannya yang menurutnya sangat norak. Ia pun mulai mendekat demi mengurangi rasa penasaran."K
Hanifa dan Respati memutuskan untuk kembali ke kediaman Handoko. Mereka berencana untuk meluruskan kesalahpahaman yang ada. Sesampainya di sana, untung saja Nenek Laksmi sedang keluar. Hanifa pun bisa menjelaskan semuanya kepada kedua mertuanya tapa di kurangi ataupun di tambahkan. "Kami percaya sama kamu, Nak. Hanya saja Nenek yang susah di kasih tau!" keluh Anisa yang sebenarnya merasa kasihan pada sang menantu yang harus tinggal sementara di rumah kontrakan. "Nggak papa, Ma. Aku oke, kok, kalau harus tinggal di kontrakan. Toh juga sebelum menikah sudah tinggal di sana selama setengah tahun!" balas Hanifa menenangkan hati sang mertua. Toh juga ini semua seperti kebetulan. Dulunya dia mengontrak secara cuma-cuma di salah satu unit kontrakan milik Respati, sekarang dia justru menjadi istri dari lelaki itu. "Ini juga gara-gara Respati!" sahut Handoko yang seketika membuat anaknya menyerngit keheranan."Maksud Papa, kedatangan Nenek gara-gara Pati?" tanya lelaki itu sedikit tak ter
Hanifa belum menjawab dan justru sibuk mengusap rambutnya dengan gaya anggun. Berharap jika Latif dan Ibunya bisa melihat cincin yang tersemat di jari manisnya. Sayangnya, fokus Latif bukan pada cincin itu melainkan pada kecantikan Hanifa yang menurutnya sangat paripurna. "Kamu masih jomblo, kan? Latif tidak masalah kalau statusmu janda!" ujar Ibu Latif seraya mengusap lengan Hanifa yang super halus lantaran sering perawatan. "Maaf, apa Tante dan Latif tidak bisa melihat cincin di jari manis saya? Saya kira, Latif sudah tau kalau saya sudah menikah dengan lelaki lain! Padahal belum, ya?" Hanifa mengatakan hal itu sedikit ragu. Alhasil, Latif dan Ibunya tentu saja terkejut bukan main. Mereka gagal mendapatkan Hanifa lantaran ternyata wanita itu sudah menikah."Kok tidak undang Tante, sih? Kenapa harus nikah sama orang lain? Padahal Latif pun juga mau sama kamu!" Nada wanita paruh baya itu terdengar sangat sebal Sayangnya, Hanifa hanya mengedikkan bahu dengan acuh. Dia sama sekal
"Biasalah, Mbak. Jaman sekarang banyak sekali pelakor. Kebetulan di pernikahan saya yang pertama, dia juga yang sudah merebut mantan suami saya dulu. Sekarang, giliran mantan saya kere, pelakor ini justru merembet mendekati Om mantan saya! Ya sudahlah, saya tidak mau terlalu jauh mengumbar aib orang."Hanifa langsung pergi meninggalkan Widya yang sudah meraung kesetanan lantaran merasa kesal sekaligus malu. Usai belanja, Hanifa berjalan dengan langkah gemulai keluar dari area pusat perbelanjaan. Wanita itu dihadang oleh Bowo dengan wajah mengerikan seolah lelaki tua yang memiliki perut buncit itu sedang marah besar."Kamu bohong sama Om, Sayang?" ujar Bowo seraya menatap tajam ke arah Hanifa berada."Saya melakukan itu supaya Anda sadar. Anda ini masih punya istri, loh. Harusnya jangan selingkuh!" tegas Hanifa. Setelah mengatakan hal tersebut, ia ingin segera pergi dari sana, tapi tangannya justru langsung dicekal oleh Bowo. Hanifa mendelik horor dan langsung menepis tangan lelaki
"Sayang. Masih marah sama Mas? Padahal semalam kita sudah—""Nggak usah di bahas buat yang semalam. Anggap saja aku khilaf. Kita masih musuhan sekarang ini!" potong Hanifa seraya mendelik sebal. Respati terkekeh pelan ketika mendengar penuturan istrinya yang menurutnya sangat menggelikan itu. Dengan perlahan, ia pun mendekat, sementara Hanifa langsung beringsut mundur dan merasa was-was. Jangan sampai dia kembali terbuai oleh lelaki ini sekalipun semalam dia bilangnya khilaf, tapi sejujurnya Hanifa justru paling mendamba sentuhan itu. Sialan memang. "Nggak usah dekat-dekat, ish. Aku sudah mandi. Sana jauhan!" Hanifa mendelik horor ke arah suaminya.Namun, Respati tetap berjalan santai menuju ke arah wanitanya. Seharusnya mereka mandi bersama dan menghabiskan waktu lebih lama lagi untuk memadu kasih di kamar mandi. "Kenapa tidak tunggu Mas bangun, hm? Kita bisa mandi bersama!"Hanifa memutar bola mata dengan malas. Wanita itu memilih untuk berjalan tergesa hendak keluar dari area da
Setiap hari ada saja tingkah Maya yang selalu memancing emosi Hanifa. Seperti sekarang ini, Maya keluar dari kamar yang di khususkan untuk asisten rumah tangga dengan menggunakan baju milik Hanifa. Pantas saja wanita hamil itu tak menemukan baju kesayangannya, ternyata justru sudah dipakai oleh Maya."Mbak, itu bajuku kok dipakai? Mbak kok terlalu lancang?" Tegur Hanifa yang merasa tak suka dengan sikap Maya yang selalu seenaknya seperti ini.Maya yang di tegur seperti itu malah menaikkan sebelah alisnya. Dia menatap aneh ke arah Hanifa"Loh, kok Mbak Nifa malah bilang kayak gini? Ini loh bajunya saya! Memangnya cuma Mbak saja yang bisa beli?" tantang Maya, padahal jelas-jelas ini baju memang milik Hanifa, tapi mana mau pembantu itu mengaku?Sementara di sisi lain, Hanifa sudah menatap garang pada pembantu satu itu. "Mbak Maya jangan macam-macam, ya. Aku loh tau kalau Mbak ini yang nata baju aku buat di bawa ke lantai bawah. Jadi, ya, kemungkinan besar dan itu memang baju aku. Aku
Beberapa hari kemudian, keadaan Hanifa semakin membaik dan sudah bisa beraktivitas seperti sedia kala. Bedanya, perempuan itu sama sekali tak diperbolehkan untuk menyentuh peralatan dapur. Alhasil, semua pekerjaan rumah dikerjakan oleh Maya. Di mulai dari bersih-bersih dan juga memasak. Semua di lakukan oleh wanita yang usianya beberapa tahun di atas Hanifa. "Pak Pati, ini saya sudah masak sayur asem sama ikan goreng spesial buat Bapak!" ujar Maya dengan centilnya ketika Respati baru saja memasuki area dapur. Sang empu hanya mengangguk dan mulai sibuk membuka pintu kulkas. Maya yang merasa dicueki pun lekas mendekat ke arah sang empu dan menjawil lengannya."Pak Pati cari apa?"Respati terkejut bukan main dan sontak saja menjauh dari sosok Maya. Bisa gawat nanti jika Hanifa melihat, sudah pasti akan salah paham. "Mbak tolong jangan dekat-dekat seperti ini! Takutnya istri saya salah paham nantinya!" tegur Respati yang seketika membuat Maya memutar bola mata dengan malas. "Istri
Hampir dua minggu lamanya Hanifa di rawat di rumah sakit dan syukurnya hari ini sudah diperbolehkan pulang. Respati sangat kelelahan lantaran sibuk bolak balik rumah sakit sekaligus memantau pekerjaan. Walau begitu, ia sama sekali tak pernah mengeluh lantaran semua ini dia lakukan demi keluarga kecilnya yang sebentar lagi akan bertambah dalam beberapa bulan kedepan. "Semua barang-barang sudah dipacking?" tanya Handoko. Anisa tidak ikut lantaran sibuk mengurus Kusuma yang beberapa waktu lalu sudah lahiran dan sekarang anak bayinya sedang demam dan rewel. Alhasil, Kusuma membutuhkan bantuan sang Mama."Sudah, Pa. Biaya administrasi juga sudah Pati lunasi!" balas Respati dengan lesu. Bukan karena sedih tapi karena lelaki itu benar-benar butuh istirahat. Handoko mengangguk dan mulai membantu mengeluarkan semua barang bawaan yang dua minggu ini di bawa ke rumah sakit. Sekitar lima belas menit perjalanan menuju ke rumah, pada akhirnya mereka tiba juga dan sudah di sambut oleh satu ART
Hanifa keluar dengan wajah sendu. Bibirnya bahkan sudah melengkung ke bawah. Respati yang melihat semua itu tentu saja langsung menghela napas. Ia gegas mendekat dan merangkul bahu sang istri untuk menenangkan. Lewat ekspresi Hanifa saja Respati bisa menebak hasilnya seperti apa. Mungkin saja memang tak seperti harapan mereka saat ini, tapi Respati tidak mempermasalahkan hal tersebut. "Jangan sedih, kita bisa coba lagi nanti. Masih ada banyak waktu. Ayo dong senyum!" hibur Respati.Nenek Laksmi yang melihat itu terharu bukan main. Dia tak menyangka jika cucu lelakinya yang satu ini sangat dewasa dalam segi pikiran."Maaf—""Kenapa minta maaf, sih, Sayang? Mas tidak masalah, loh! Itu artinya, kita kurang berusaha selama ini. Mas santai begini, kok. Tidak masalah ini!"Hanifa menghela napas. Padahal dia belum selesai bicara, tapi suaminya terus menerus mengoceh seperti ini. "Mas, aku belum selesai bicara, loh. Astaga, coba lihat ini hasilnya!" Hanifa melepas paksa pelukan dari Respat
Hanifa jatuh sakit setelah kemarin mendapati teror di rumahnya sendiri. Respati bahkan sampai menambah satpam untuk berjaga di halaman rumah lantaran takut sekali jika sampai ada kiriman teror lagi. "Mas, aku takut!" keluh Hanifa seraya menggenggam erat tangan sang suami. Keduanya sekarang ini berada di dalam kamar. Respati terpaksa menempelkan kompres instan di kening istrinya, lantaran terlampau khawatir. Pasalnya saja, Hanifa sama sekali tak mau di bawa ke rumah sakit. Minum obat pun juga harus ekstra dipaksa. Walau begitu, Hanifa masih belum mau minum obat lantaran mulutnya terasa pahit."Takut apa, Sayang? Mas di sini sama kamu. Di luar juga ada lima satpam yang berjaga. Percaya sama Mas, selama Mas masih ada di samping kamu, semuanya baik-baik saja. Oke?" Respati dengan lembut memberi pengertian kepada istrinya.Dengan terpaksa, Hanifa mengangguk pelan sebagai jawaban. Ia takut, tapi tetap harus yakin jika semuanya akan baik-baik saja seperti apa yang barusan di ucapkan oleh s
Ada yang aneh di kediaman Respati dan Hanifa pagi hari ini. Pasalnya, mereka mendapati kotak di depan pintu yang terbalut pita di atasnya. "Ini apa, Mas? Kok, bisa-bisanya ada beginian?" heran Hanifa. Pasangan suami istri itu terpaksa menunda keberangkatannya yang hendak pergi ke tempat fitness lantaran masih penasaran dengan apa yang ada di dalam kotak tersebut."Harusnya kalau ada paket, dititip dulu sama Pak Satpam!" gumam Respati yang juga merasa aneh dengan semua itu. "Coba buka saja, Mas. Aku kok ya penasaran sama isinya!" Hanifa hendak mengambil kotak tersebut, tapi langsung di tahan oleh Respati. Lelaki itu menggeleng pelan untuk memperingati sang istri supaya tidak membuka kotak tersebut. Ia gegas menatap ke arah pos satpam yang tak jauh dari teras rumahnya."Pak Satpam. Tolong ke sini sebentar, Pak!" panggil Respati dengan nada sopan, tapi penuh akan perintah. Dua satpam yang berjaga di pos keamanan pun lekas mendekati kedua majikannya yang berada di teras rumah. "Iya
Sekitar pukul sembilan pagi, pasutri itu baru saja keluar dari kamar. Nenek Laksmi dan Anisa yang melihat itu sontak saja menghela napas. Kedua wanita itu seolah tak tega ketika melihat wajah letih Hanifa."Mau ingin segera punya anak, boleh. Tapi, juga ingat jaga kesehatan. Kalian sudah melewatkan sarapan, loh!" Anisa terlalu gemas dan langsung menegur keduanya, terutama Respati, si biang keroknya. "Mas Pati itu loh, Ma," gerutu Hanifa yang kini sudah duduk menghadap ke arah meja makan. Nenek Laksmi sampai meringis ketika tak sengaja melihat area leher cucu menantunya yang terlihat. Banyak sekali tanda kemerahan di sana. Sudah pasti semua itu adalah ulah dari Respati. "Pati, jangan sampai kamu buat cucu mantunya Nenek sakit. Awas saja nanti!" Respati hanya bisa menghela napas seraya mengangguk. Percuma juga jika dia membuat pembelaan, sudah pasti akan kalah. Tiga lawan satu. Dia bisa apa?"Sudah, intinya jangan terlalu over. Berusaha boleh, tapi ingat juga kesehatan. Kalian ber
Tiga hari setelahnya, kehidupan rumah tangga antara Hanifa dan Respati sudah berjalan dengan semestinya. Sudah tidak ada perang dingin atau pertengkaran lagi seperti yang sudah-sudah.Bahkan, keduanya kembali lengket seperti sedia kala. Hanifa sudah tak pernah lagi membahas kejadian yang lalu. Toh juga Respati sudah kapok dan sudah berjanji tak akan minum-minum lagi. "Sayang!"Hanifa yang kini sedang sibuk memasak pun hanya bisa menghela napas gusar ketika mendengar panggilan dari sang suami. Ada apa lagi dengan lelaki itu? Perasaan tadi masih tidur dengan nyenyak, tapi sekarang sudah ribut sekali."Kamu di mana, Yang?""Di dapur, Mas. Aku lagi masak. Pagi-pagi jangan berisik, ish!" balas Hanifa yang juga ikut berteriak. Sudah tidak ada sahutan lagi dan Hanifa hanya bisa mengedikkan bahu dengan acuh. Wanita itu kembali sibuk memasak. Sekitar dua menit kemudian, Respati datang ke dapur dengan wajah yang masih mengantuk.Grep!Lihatlah betapa manjanya lelaki ini jika sudah bersama d
Meskipun marah pada sang suami, tapi Hanifa sama sekali tidak menolak untuk memberikan jatah pada suaminya. Seperti sekarang ini. Ia baru selesai keramas dengan wajah juteknya. Sementara itu, Respati justru sudah tersenyum sumringah. Cup!Satu kecupan mendarat di bibir manis Hanifa yang justru semakin monyong ke depan lantaran kesal bukan main. Walau begitu, dia tidak mengeluarkan protes sama sekali. "Terima kasih, Sayang. Mas cinta sama kamu!" bisik Respati sangat mesra.Memang dasar lelaki. Sudah diberi jatah, langsung semangat seperti itu. Dia seperti sangat bahagia dan lekas memeluk erat tubuh istrinya. "Jangan lupa senyum, Sayang. Masa sama suami cemberut begitu?" goda Respati. Mau tak mau, Hanifa langsung tersenyum teduh pada lelaki itu. "Aku capek mau tidur sebentar sampai teman kamu datang,"Pada akhirnya, Respati mengalah. Ia membiarkan istri cantiknya mengistirahatkan tubuh terlebih dahulu. Sekaligus menenangkan pikiran. Harusnya kemarin teman yang di maksud oleh Respa