Tubuh Hanifa mendadak lemas ketika melihat dengan begitu jelas bagaimana dahsyatnya percintaan dua anak manusia tanpa ikatan pernikahan. Wanita itu mundur beberapa langkah dan seketika ia memekik kecil ketika merasakan rengkuhan seseorang. Sontak saja orang itu langsung membungkam mulut Hanifa dengan menggunakan tangannya."Sssttt! Ini Mas, Sayang. Kenapa nakal sekali? Mas tadi bilang jangan keluar, yang anteng di dalam sana!" Ternyata itu adalah Respati hingga membuat Hanifa bisa bernapas dengan lega. Hanifa sama sekali tak menyahuti ucapan Respati. Kakinya mendadak lemas dan seolah tak memiliki tenaga. Alhasil, Respati yang peka terhadap keadaan sang istri pun lekas mengangkat tubuh wanita itu ala bridal style. Ia membawa wanitanya untuk masuk ke dalam ruang inap. Respati menurunkan sang istri di atas brankar. Setelahnya, lelaki itu gegas membuka bungkusan sate pesanan Hanifa."Mas tadi lihat?" tanya Hanifa penasaran."Tidak minat lihat! Toh juga punya istri Mas jauh lebih mengg
"Ini yang namanya Hanifa?" tanya Nenek Laksmi, orang tua dari ayah mertua Hanifa, Handoko. Hanifa mengangguk kaku seraya tersenyum. Jujur saja, dia grogi bukan main. Apalagi tampilan Nenek Laksmi ini seperti sosok pemain antagonis di sebuah serial. Membayangkan saja sudah membuat Hanifa bergidik ngeri. "Punya mulut, tidak? Setidaknya dijawab pakai suara gitu!" sentaknya yang seketika membuat Hanifa meneguk ludah dengan susah payah.Dia baru keluar dari rumah sakit, loh, tapi justru sudah di hadapkan dengan seorang wanita paruh baya yang nada bicaranya judesnya minta ampun. Jangan lupa jika sejak tadi tatapannya bahkan sangat sinis. "I-iya, Nek. Saya Hanifa, istrinya Mas Pati!" lirih Hanifa seraya menunduk dalam. Memang, ya, dunia pernikahan tak selamanya indah. Punya suami penyayang, ipar dan mertua baik, tapi minusnya nenek sang suami sangat menyeramkan. "Ma. Menantuku baru saja sembuh dari kecelakaan. Jangan dibuat tertekan!" Yang biasanya Handoko sering usil dan bercanda, kini
Hanifa begitu cekatan dalam mengolah menu yang diminta oleh Nenek Laksmi. Sementara sang suami sama sekali tak membantu, lelaki itu justru asyik merecoki dirinya. Di mulai dari suka colek sana sini. Ketika ditegur, Respati justru malah menatap lekat ke arah Hanifa yang sukses membuat wanita itu kalang kabut sendiri. Sekarang dengan usilnya, Respati justru memeluk sang istri dari belakang. Rasanya Hanifa ingin sekali menangis. Dia memang begitu luwes memasak menu ini, hanya saja dia takut ada yang salah ketika fokusnya justru terbagi."Mas. Kalau nggak mau bantu, setidaknya nggak usah ganggu kayak gini!" keluh Hanifa yang sudah berkaca-kaca. Respati menghela napas. Tangan lelaki itu terulur untuk mematikan kompor. Untung saja makanan buatan sang istri sudah matang. "Maaf, Mas cuma kangen banget sama kamu. Padahal tiap hari juga nempel begini. Maaf, ya, tadinya mau bantu, tapi justru malah ngerecokin. Nanti bakal Mas bantu—""Bantu apa? Sudah jadi loh ini!" keluh Hanifa seraya mem
Malam ini juga, Respati memboyong sang istri untuk tidur di apartemen. Lelaki itu sangat bertanggung jawab lantaran tak mau bila Hanifa terlalu larut dalam kepedihan akibat ucapan dari Nenek Laksmi. "Masih sedih?" tanya Respati yang di angguki oleh Hanifa. Respati menghela napas. Dia juga tak menyangka jika Neneknya akan berlaku seperti itu. Alhasil, dia pun lekas memeluk erat tubuh sang istri untuk memberikan ketenangan pada wanita itu. Mau berlaku lebih pun juga tidak bisa. Istrinya sedang kedatangan tamu bulanan. "Aku nggak mau pulang ke sana, Mas. Mending tinggal di sini saja. Aku kapok!" keluh Hanifa begitu manja. Wanita itu bahkan sama sekali tak sungkan menumpahkan segala keluh kesal di depan sang suami. "Iya, besok ke sana ambil barang-barang kita. Terutama baju. Mas juga sumpek di sana kalau ada Nenek!" balas Respati menyetujui usulan sang istri.Seketika, senyuman Hanifa terbit. Dia tak menyangka memiliki suami yang sangat pengertian seperti ini. Andai saja dia sedang t
Hanifa telah sampai di kontrakan yang pernah dia tempati waktu itu. Untung saja, Respati sengaja mengosongkan kontrakan tersebut lantaran tak rela jika bekas istrinya harus ditempati oleh orang lain. Jangan heran, Respati memang sangat bucin dengan Hanifa. "Nanti malam Mas datang ke sini. Maaf, harus LDR seperti ini." Respati mengusap lembut wajah sang istri. Tingkah keduanya tentu saja membuat para ibu-ibu yang tinggal di kontrakan tersebut heboh bukan main. Mereka bahkan sudah berasumsi yang tidak-tidak."Nggak usah berlebihan, Mas! Cuma beda tempat saja, bukan beda pulau," kekeh Hanifa seraya mengacak gemas rambut sang suami. "Maaf, ya. Maafkan tingkah laku Nenek. Kedepannya Mas pastikan jika Nenek bakal kesemsem sama kamu. Itu janji, Mas!"Cup!Astaga, wajah Hanifa langsung memerah. Apalagi ketika mendengar godaan dari para tetangga. Lain halnya dengan Respati yang justru melempar senyum ke arah mereka."Aku nggak masalah, kok, Mas. Maaf juga kalau aku justru kekanakan begini.
Hanifa menatap datar ke arah brankar rumah sakit yang di tempati oleh mantan suaminya. Abimana sudah tenang dan bahkan tadi sudah dia suapi setelah bangun dari pingsannya. Sekarang, lelaki itu sudah terlelap kembali.Widya yang baru saja datang dari kantor pun mendelik tak suka ketika melihat keberadaan Hanifa."Ngapain kamu ke sini? Jadi janda kok gatal sekali, nungguin calon suami orang lagi!" sinis Widya seraya meletakkan tas mahal yang kemarin dibelikan oleh Bowo."Bilang sama calon suamimu dan calon mertuamu, supaya tidak menghubungiku lagi, Mbak. Tadinya saya mau rebahan di kamar sambil nunggu duit suami, tapi calon mertuamu justru memberiku pesan jika calon suamimu itu membuat keributan dan saya harus ke sini," sentak Hanifa.Widya langsung kicep di tempat. Wanita dengan pakaian super minim itu mendengus tak suka. Dia bahkan memang sering diberi peringatan pada Abimana dan Santi untuk bersikap baik pada Hanifa. Sayangnya, sampai sekarang pun tak bisa.Melihat wajah Hanifa saja
Respati dan Hanifa memilih untuk membuka pintu bersama. Mereka dikejutkan dengan kedatangan Nenek Laksmi yang langsung melempar banyak foto polaroid ke arah Hanifa hingga foto tersebut berhamburan di sana."Nek, apa-apaan ini? Kenapa Nenek ke sini?" hardik Respati yang langsung menggeser tubuh Hanifa ke belakang tubuhnya. Napas Hanifa sudah menderu dengan begitu hebatnya lantaran wanita itu sangat terkejut ketika diberi gebrakan dari sang Nenek. "Pati. Istrimu itu selingkuh! Lihat, tadi pagi ada kiriman paket yang berisi foto perselingkuhan istrimu itu!" Napas Laksmi kembang kempis seraya menatap tajam ke arah RespatiSang empu mengerutkan kening dan gegas memungut satu foto yang berserakan di lantai. Respati terkejut bukan main ketika melihat foto istrinya yang berpelukan dengan Abimana. "Sudah lihat sendiri, kan? Istrimu pilih pergi dari rumah terus ngontrak di sini, supaya dia bisa lebih leluasa bertemu dengan selingkuhannya!"Hanifa menggeleng dengan tegas dan menatap sendu san
Respati mendelik horor ketika mendengar penuturan dari sang istri. Dia menggeleng pelan. Sampai kapanpun dia tak akan sudi jika istrinya melakukan hal tersebut. "Kamu bukan hanya sekedar pemuas nafsu, Sayang. Kamu itu istriku!" tegas Respati yang kini langsung menarik tubuh wanitanya untuk di dekap."Terus, kamu gimana, Mas? Aku minta maaf, belum bisa melayani kamu," lirih Hanifa merasa bersalah.Respati langsung terkekeh seraya menyentuh salah satu melon kembar milik wanitanya. Hanifa pun juga langsung tersenyum seraya menyodorkan untuk sang suami. Alhasil, kedua anak manusia itu justru melakukan hal yang nikmat, setelah beberapa menit yang lalu terjadi sedikit salah paham.Di lain tempat, Nenek Laksmi sudah tiba di kediaman keluarga Respati. Bertepatan dengan kedatangan seseorang yang baru keluar dari taksi. Nenek Laksmi menyerngit keheranan ketika melihat tampilan wanita paruh baya di depannya yang menurutnya sangat norak. Ia pun mulai mendekat demi mengurangi rasa penasaran."K
"Lepas!" datar Hanifa seraya menyentak kasar tangan Respati.Hal ini sukses membuat Anisa terkejut bukan main. Dia menatap intens ke arah pasangan itu. Sepertinya, sedang ada perselisihan di antara mereka. "Dek. Mas minta maaf—""Buat apa minta maaf? Mas nggak salah, kok. Harusnya aku sadar diri nggak usah pergi ke sana. Supaya aku nggak direndahin sama orang dan juga supaya nggak dibentak-bentak sama suami sendiri!" lirih Hanifa memotong ucapan Respati.Sebenarnya, wanita itu sama sekali tidak mau membahas hal ini didepan mertuanya. Salahkan saja Respati yang justru memancing mereka untuk membahas hal iniAnisa pun semakin mengerutkan kening. Apalagi ketika mendengar penuturan dari sang menantu yang terdengar sangat menyayat hati."Kalian kenapa? Pati. Hanifa kamu apakan, hah?" tegas Anisa yang suaranya sangat tidak bersahabat. Hanifa terisak hebat yang seketika membuat Anisa semakin naik pitam. Respati pun bingung hendak berbuat apa. Mau kembali memeluk sang istri, tapi sang empu
"Loh, ngapain kamu ke situ? Itu loh punya calon istrinya Mas Pati. Dengan kata lain, suatu saat nanti itu punya saya, Delina Nugraha!" tegas wanita itu yang ternyata namanya Delina Nugraha. Pergerakan tangan Hanifa yang ingin membuka pintu kontrakan pun sontak saja terhenti. Ia menatap malas ke arah penghuni baru yang sialnya berada tepat di samping rumah kontrakan yang memang dikhususkan untuknya. Hanifa kembali tak menggubris dan hendak membuka pintu lagi. Sayangnya, Delina justru menarik kasar tubuh sang empu yang beruntungnya masih bisa menjaga keseimbangan. "Kamu itu apa-apaan, sih? Sudah dibilang jangan ke situ! Budeg apa gimana? Pergi sana!" usir Delina. Tidak tau saja jika wanita yang sedang di usir ini adalah ibu kontrakan dua puluh pintu yang salah satunya sedang dia tempati. "Mbak yang apa-apaan? Ini tempat saya, jadi saya bebas mau keluar masuk. Toh, saya juga punya kunci!" Hanifa yang kepalang dongkol tentu saja langsung mengangkat kunci kontrakan yang ia punya. Hal
Setelah hampir satu bulan masa pemulihan, Abimana pun sudah kembali berjalan dengan normal. Bahkan, wajahnya yang dulu sempat di perban, sekarang sudah tidak lagi. Perut Widya juga sudah mulai menonjol dan hal itu membuat Abimana semakin muak. Lelaki itu bahkan merencanakan sesuatu supaya bayi yang ada di dalam kandungan Widya bisa luruh begitu saja. "Mas Abi. Aku pengen makan pizza tapi Tante Santi yang buat!" rengek Widya, ketika mereka semua sedang berada di meja makan. Santi langsung menatap bengis ke arah wanita hamil itu. Semakin hari, ada saja permintaan nyeleneh dari Widya. Bahkan, dia seperti tak berpikir jika sekarang ini Abimana sedang menganggur. Pendapatan keluarga kecil itu hanya dari usaha konveksi yang dijalani oleh Banu dan Santi. Sayangnya, beberapa minggu ini penghasilan menurun karena banyak sekali para tetangga yang enggan ke sana. "Makan saja yang ada. Jangan banyak tingkah kamu!" sentak Santi kesal bukan kepalang. Sudah malas dan tidak pernah mau membantu
"Sayang—""Mas, kamu tau sendiri, kan, perempuan hamil itu sensitif sekali. Jangankan perempuan hamil, yang tidak hamil saja sangat sensitif kalau lihat beginian. Kamu habis ngapain, sih?" Nada bicara Hanifa mulai bergetar.Wanita itu sepertinya takut jika masa lalu yang buruk akan terulang lagi di saat dirinya baru saja pulih dan merasa bahagia. Respati lekas mendekat dan mulai mendekap erat tubuh Hanifa. Pecah sudah tangisan sang istri. Tangisan yang sangat menyayat hati. "Kamu tau sendiri kalau aku ini anak broken home. Masih kecil ditinggal pisah sama orang tua. Ayah nikah lagi, sementara Ibu pergi ke luar negeri dan sampai sekarang nggak balik lagi. Bahkan, aku juga pernah gagal berumah tangga. Aku nggak bisa dibeginikan, hiks ...."Hanifa mengeluarkan segala keluh kesalnya. Biarkan saja suaminya mengatai dirinya cengeng atau semacamnya. Yang jelas, wanita itu sedikit terguncang. Jemari Respati terulur untuk mengusap air mata Hanifa. Bahkan, sampai sekarang lelaki itu belum m
Santi menatap sinis ke arah Widya yang sejak pagi tadi sudah leha-leha menonton televisi. Padahal, pekerjaan di dapur masih banyak. Masakan belum rampung semua. Peralatan makan tadi malam pun juga belum di cuci.Seenak jidat wanita hamil itu malas-malasan. Jika dulu Santi selalu membela Widya. Kini, tidak lagi. "Wid. Masak sana, Tante mau bersihin depan rumah!" tegas Santi membuat Widya melotot seraya merengut."Tan, aku tuh lagi hamil. Masa iya Tante suruh masak? Bukannya apa, kalau wanita hamil itu cocoknya di manja!" tegas Widya kesal bukan main. "Masalahnya kamu bukan mantu Tante, ya. Kamu cuma numpang di sini. Sudah tidak kerja di perusahaan. Imbasnya pun juga ke Abi, kemarin dia di pecat sama Renjana, karena menganggap Abi tidak becus jagain kamu yang menjadi wanita gatal begitu," sinis Santi yang ucapannya terlalu pedas. Widya menghela napas. Demi apapun, dia itu jarang bekerja di dapur. Bahkan, untuk bersih-bersih rumah pun dia malas sekali. Maunya leha-leha, tapi uang data
Sejak semalam hingga pagi ini, Respati terus menerus muntah-muntah. Semua anggota keluarganya bahkan sampai panik sendiri. Lelaki itu tak bisa berjauhan dari sang istri. "Kamu kenapa, sih, Mas? Terlalu capek atau gimana? Perasaan kemarin siang masih baik-baik saja dan masih bisa bercanda sama aku." Hanifa tentu saja merasa sangat khawatir dengan keadaan sang suami. "Mau ke rumah sakit saja atau bagaimana?" tawar Anisa yang sama khawatirnya seperti yang di rasakan oleh sang menantu. "Di sini saja sama Nifa. Hirup aromanya Nifa mualnya jadi hilang!" lirih Respati.Jika biasanya lelaki itu sangat berwibawa dan penuh kharisma, berbeda dengan sekarang. Ia tampak terlihat sangat sayu dan pucat. "Lemah sekali, sih, kamu, Pati? Ini tuh namanya morning sickness. Biasanya wanita hamil yang mengalami, tapi ternyata kamu yang gantiin Nifa!" omel sang Nenek yang merasa sebal dengan cucu lelakinya.Respati sama sekali tak membalas ucapan sang Nenek. Lelaki itu sekarang ini sedang sibuk menghiru
Tengah malam, Respati terbangun dan terus menerus menghela napas. Dia tidak bisa tidur tanpa memeluk istrinya. Ini semua gara-gara peraturan nyeleneh dari sang Nenek. Jika bisa, dia ingin memulangkan wanita tua itu ke luar negeri lagi. "Punya istri, tapi kok tidur sendiri? Tidak bisa dibiarkan ini!" Respati akhirnya bangkit dari kamar. Ia lekas berjalan dengan tergesa menuju lantai bawah, lantaran kamar Nenek Laksmi ada di lantai satu. Wanita tua itu tentu saja sudah tak bisa naik turun tangga lantaran tubuhnya sudah ringkih di makan oleh usia. "Pati, mau ke mana?" Respati terkejut bukan main ketika tak sengaja berpapasan dengan sang Mama yang baru keluar dari kamar."Mau nyusulin istri, Ma. Pati tidak bisa tidur kalau tidak peluk Nifa," ujar Respati tanpa ada yang ditutupi.Anisa tertawa geli ketika mendapati anak sulungnya yang sangat bucin seperti ini. "Ya sudah, hati-hati. Kalau perlu, gendong saja Nifa bawa kembali ke kamar kalian. Jangan sampai Nenek kamu bangun, bisa heboh
Widya baru membuka mata setelah beberapa saat pingsan karena kebodohannya sendiri. Wanita itu mendapati keberadaan Abimana yang sebagian wajahnya masih di perban. Bahkan, salah seorang bidan juga ada di sana. "Harusnya Bapak jaga dengan baik kandungan istrinya!" omel bidan tersebut seraya menatap datar ke arah Abimana. Abimana datang, karena tadi sempat ditelepon oleh orang yang menolong Widya ketika pingsan dan pendarahan di taman. Sebenarnya, kontak pertama di ponsel Widya itu Bowo, tapi sialnya lelaki itu sama sekali tak mau mengangkat. Alhasil, mereka memilih kontak Abimana yang berada di daftar favorite kedua di ponsel Widya. "Ibunya juga ada masalah apa? Kalian bertengkar? Mbok ya bisa berpikir dengan baik loh. Sebentar lagi kalian punya anak, tapi kenapa Ibunya justru mengkonsumsi nanas dan obat keras?""Anak saya sudah mati, Bu?" tanya Widya mengabaikan pertanyaan bidan barusan. Bahkan, raut wajah Widya tidak ada sedih-sedihnya dan justru terlihat sangat penasaran. "Syukur
Hanifa mengerjapkan mata setelah beberapa waktu lalu sempat pingsan. Wanita itu menatap sekitar dan mendapati keberadaan suami dan kedua mertuanya. Hanya minus Nenek Laksmi saja dan entah di mana keberadaan orang tua itu. "Sayang. Apa yang sakit? Bilang sama Mas!" Respati gegas mendekat dan langsung mengusap dengan sayang wajah sang istri. Tangan kiri Hanifa yang terbebas dari selang infus pun lekas membimbing tangan suaminya untuk di letakkan di atas dada. "Dadaku yang sakit, Mas. Aku nggak nyangka kamu hamili wanita la—"Cup!Bibir ranum itu dipangut oleh Respati. Persetan jika di dalam ruangan ini masih ada kedua orang tua mereka. Lelaki itu tak peduli.Handoko rasanya ingin sekali memberikan bogeman mentan pada Respati. Dia masih kesal bukan main lantaran tadinya sedang sibuk, tapi dia buru-buru dihubungi oleh istrinya untuk segera datang ke rumah sakit lantaran Hanifa jatuh pingsan. Pria paruh baya itu tentu saja langsung meninggalkan pekerjaan. Baginya, keluarga adalah nomor